TIDAK ADA YANG GRATIS DI DUNIA INI!
"Sebenarnya Dinda dan Mas Arif memang dekat, Mbak!" kata Ifah lirih."Dekat? Dekat yang bagaimana? Ada banyak jenis kedekatan, apakah dekat sebagi teman, dekat sebagai kakak adik, atau dekat dekat karena memiliki perasaan emosional satu sama lain?" jelas Dinda.Ifah terdiam sesaat. Dia juga bingung bagaimana menjelaskan deskripsi hubungannya dengan Mas Arif. Karena selama ini memanglah tidak ada kesepakatan atau ikatan yang jelas antara ke duanya. Tapi Mas Arif pernah menjanjikan satu hal."Ya, kami memang berhubungan dekat, Mbak! Dengan Mas Arif Ifah seperti menemukan kenyamanan sama seperti saat Ifah bersama Abah. Mas Arif bukanlah tipe penuntut, Dia juga mengerti Ifah dan selalu menuruti apa permintaan Ifah," kata Ifah."Bahkan Mas Arif lah yang selama ini mengelola keuangan Ifah, baik dari endorse iklan yang masuk dan uang hasil MC, sholawatan, semua Mas Arif yang kelola. ATM Ifah juga dia yang pegang, Mbak," jelas IfaMENGHADAPI IFAH SI ABG LABIL!"Kenapa kau terdiam Fa? Ada apa? Kau dan Mas Arif kenapa?" tanya Dinda dengan sedikit memaksa karena tiba-tiba Ifa menghentikan pembicaraannya.Ifah menggelengkan kepalanya perlahan. Ifah sangat tahu, ini hanya rahasia dia dan Arif. Dia takut Dinda akan menentangnya sama seperti yang lain. Walaupun Ifah sendiri tahu bahwa kakak iparnya itu adalah wanita yang baik"Tidak Mbak, tidak apa-apa! Ifah dan Mas Arif hanya berhubungan dekat saja, tidak lebih hanya sebatas kakak dan adik!" ucap Ifah. Dinda menatap gadis itu dalam-dalam. Dia tahu bahwa sebenarnya Ifah menyembunyikan sesuatu yang mungkin saja memang belum waktunya Ifah mengatakan padanya. Atau mungkin Ifah belum percaya seratus persen pada Dinda. Hal yang menurut Dinda sangat wajar dan tak dipermasalahkan. Karena semakin Dinda menekan Ifah, takutnya Ifah malah akan semakin menjauh.HP di tas Dinda berdering beberapa kali. Dinda segera melihatnya, terpampang nama suamiku di
ANAK MILENIAL BEDA DENGAN GENERASI 80-AN!"Mas hanya ingin mengatakan terima kasih banyak kamu sudah mau membantu keluarga kami," kata Zain."Mas, ini bukan perkara membantu! Tapi kalian kan juga keluargaku, bukankah aku sudah menikah dengan Mas Hasan. Jadi sudah kewajiban Dinda juga bertanggung jawab pada Ifah," kata Dinda sambil tersenyum.Zain hanya mengangguk. Dia bisa berkata-kata lagi, bila saja tak ada Dinda bagaimana nasib Ifah nanti. Apalagi dia menyadari bahwa sebagai lelaki kurang bisa mengerti perasaan wanita, apalagi usia Ifah masih delapan belas tahun. Mungkin ini masa pubernya dengan emosi yang tidak stabil. Minta tolong pada kakaknya Alif juga rasanya tak mungkin karena dia ikut suaminya Mas Andri."Mana sih Dek? Si Ifah kok gak keliatan?" tanya Hasan tak sabaran."Masih mandi, Mas!" sahut Dinda.Dinda ingin duduk bersama semua iparnya. Untuk membahas masalah Ifah, apalagi nanti saat bu Nafis keluar dari rumah sakit hanya dia yang akan sering di rumah bersama Ifah dan
KELUARGA SUAMIKU HOBI MUSYAWARAH TANPA MUFAKAT!"Kalau masalah HP itu, lebih baik Mbak Alif tanya sendiri saja. Dinda takut Mbak nanti kalau ada salah paham, Mbak!" ucap Dinda."Rasanya aneh sekali, Dek! jika memang Ifah tidak memiliki hubungan apapun dengan Arif, mengapa bisa Ifah mengenal adik kandungnya Arif? Bahkan sampai menumpang melarikan diri ke sana, tentu tak akan mungkin terjadi kalau mereka tak memiliki hubungan khusus," kata Hasan.Dinda hanya mengangkat bahu tanda bahwa dia tidak tahu. Tak lama pintu kamar mandi dibuka, Ifah muncul dari sana. Dengan wajah yang sedikit lebih segar, walupun masih nampak sembab."Duduk sini, Fah!" perintah Hasan."Mas! Ingat dia adikmu, perlakukan dia seperti kau ingin diperlakukan olehnya," bisik Dinda.Ifah berjalan perlahan menuju ke arah mereka. Dia sudah pasrah jika akan disidang malam ini. Tak akan ada yang membelanya lagi, apalagi ibunya sekarang tertidur pulas."Apa yang sekarang ingin kau katakan sebagai pembelaan aats sikapmu hari
JANGAN ANGGAP AKU KELUARGAMU, MAS! Semua orang terdiam tak ada yang menjawab pertanyaan Dinda. Dinda segera menyuguhkan kopi serta teh untuk mereka semua lalu dia duduk berjongkok di hadapan Ifah."Fah dengarkan Mbak Dinda baik- baik! Sekarang kau tahu sendiri kan Mbak juga sudah tidak dianggap di rumah ini, jadi kamu bisa bercerita dengan Mbak semuanya! Mbak akan membelamu sekarang, karena Mbak orang lain bukan keluarga inti di sini! Mbak membelamu sebagai sesama wanita bukan keluarga atau ipar, anggap Mbak temanmu! Katakan pada Mbak apa yang terjadi!" perintah Dinda."Dek, bukan begitu maksudku, ini hanya masalah keluarga initi," kata Hasan."Lihatlah! Mas Andri juga tak ikut campur," kata Hasan."Maka aku duduk di sini bukan sebagai keluargamu Mas! Jadi jangan anggap aku keluargamu, aku ada di sini sebagai teman Ifah! Kau punya Mbak Alif sebagai teman yang ada di pihakmu, sedangkan Ifah punya siapa?" tanya Dinda."Dia juga anak- anak! Maka aku akan membelanya sebagai adikku!" samb
KELUARGA SUAMIKU MEMANG AJAIB!"STOOPPPPPP" teriak Dinda."Sungguh rasanya Dinda tak tahan lagi. Kepalanya pusing mendengar semua berdebat beradu argumen dan saling berbicara dengan suara keras. Hal ini tidak pernah ditemukan dalam keluarganya dulu. Keluarga Dinda dulu selalu menyelesaikan masalah dengan kepala dingin. Tiidak dengan saling tuding."Apa kalian tak malu jika didengar tetangga saling berdebat seperti ini? Ibu masih sakit dan ada di rumah sakit lo, apa kata orang nanti orang? Bagaimana kalau mereka salah menafsrkan dan menganggap bahwa kita anak-anaknya sedang berdebat masalah Ibu?" jelas Dinda."Bukankah kamu Mas yang selalu mengajarkan aku untuk sabar menghadapi semua dengan kepala dingin, jangan seperti gajah di blangkoni! Bisa ngomong tak bisa melakukannya, malu!" sindir Dinda.Hasan terdiam mendengar ucapan istrinya."Aku tidak membela Ifah, Mas! Aku awalnya juga marahsaat tahu Ifah menitipkan uangnya pada Mas Arif, aku menganggap Ifah membuat malu dan mencoreng nama
CINTA TAPI BENCI"Itu karena keluarga ini memang ajaib, Fah! Mbak saja kadang sampai heran, jadi kau tak usah kaget apalagi berkecil hati, jangan pernah berekspektasi dan berharap lebih pada sesama manusia itu hanya akan membuatmu kecewa," ujar Dinda."Kau hanya boleh berharap pada dua orang, yaitu dirimu sendiri dan Tuhan!" nasehat Dinda pada Ifah."Kalau memang begitu mengapa harus kami anak kecil yang meminta maaf pada yang tua? Bahkan kadang terpaksa mengakui kesalahan yang mungkin tidak kami lakukan. Bukankah itu tidak adil Mbak?" tanya Ifah lagi."Ya, memang rasanya tak adil, namun mau bagaimana lagi? Sudah jalannya harus seperti itu. Coba nanti Mbak akan bilang pada Mas Hasan agar lebih bisa mengerti kamu. Mulai sekarang kau bisa menganggap Mbak Dinda ini kakak perempuanmu sendiri, kakak kandungmu, bahkan kau bisa menganggap Mbak Dinda ini adalah temanmu. Kamu bisa bercerita dan berkeluh kesah pada Mbak! Memang Mbak tidak janji akan selalu di pihakmu, Mbak tak janji akan selalu
PERKARA SAMBAL TERASI BIKIN SAKIT HATI"Tidurlah, apa yang kau lakukan dengan hanya mengelus pipiku seperti ini?" tanya Hasan.Dia meraih tubuh Dinda sampai terjatuh di atasnya. Memeluk Dinda erat sampai dia tertidur dalam pelukan Hasan. Adzan subuh berkumandang, Dinda segera bangun untuk bersiap mandi keramas dan bersuci agar bisa melakukan sholat subuh berjamaah bersama suaminya."Mas, masak sarapan apa ya?" tanya Dinda."Masaklah yang gampang saja, bikin sambel terasi dan goreng tempe, tahu, ayam," jawab Hasan.Dinda mengangguk. Ini pertama kalinya dia bebas memasak di rumah mertuanya. Segera Dinda mengambil dompet untuk berbelanja di tukang sayur langganan ibu- ibu gang rumahnya. Dinda keluar rumah menengok ke kanan dan ke kiri mencari tukang sayur langganan bu Nafis."Kemana ya Abang sayur, biasanya jam segini sudah datang," gumam Dinda.Tak lama terdengar teriakan khas Mamang sayur."Sayuuuur! Buibu Sayurrr" teriak Mamang sayur."Bang, sayur!" teriak Dinda sambil melambaikan tan
KEKUATAN AJAIB DARI STATUS PNS"Itu masalah Ifah kemarin, Ifah sebenarnya lari dari rumah dan menumpang pada Anisa, nah Anisa ini adik dari Mas Arif, Bu! Tapi sepertinya Hasan salah paham dan mengira Ifah memiliki hubungan yang tidak- tidak dengan Arif," jelas Mas Andri santai."Jadi niat Arif datang ke sini untuk meluruskan masalah yang terjadi, agar hubungan baik kekeluargaan kita tak pecah, bahkan Arif sampai izin Dinas pagi lo Bu, demi bisa bertemu engan keluarga kita," sambung Andri.Dinda sangat bergetar melihat Mas Andri mengatakan semuanya. Dia takut Ibu mertuanya terkena serangan jantung dan kaget. Dinda segera mengelus pelan tangan mertuanya menenangkan agar tak marah- marah."Bu, tahan ya Bu! Yang penting Ifah sudah pulang, ini hanya salah paham, ingat kita sedang di rumah sakit jika Ibu marah- marah lalu tensi tinggi maka nanti tak boleh pulang, biayanya semakin besar! Rugi bu," bisik Dinda pada bu Nafis.Tapi reaksi bu Nafis sangat membagongkan dan di luar prediksi Dinda.