SOTOY-NYA BU NAFISPART 1PERKARA PESION"APA??????????" teriak Hasan menganga tak percaya melihat sesuatu di depannya.Hasan tercengang melihat siapa yang turun dari dalam mobil itu. Dia melihat papa Dinda turun dari mobil itu dengan santainya. Hasan sampai mengucek matanya berkali-kali karena tak percaya melihat apa yang ada di depannya. Tak lama kemudian Dinda dan mamanya masuk ke dalam mobil itu meninggalkan Hasannya masih tak percaya dan terganga.'Tin' bunyi klakson mobil di belakangnya mengagetkan Hasan. Hasan segera melajukan mobilnya mengiringi Lexus hitam papa Dinda yang sudah melaju di depannya."Sungguh ini tidak bisa di percaya! Siapa Dinda sebenarnya?" kata Hasan sambil memijat pelipis keningnya yang mendadak sakit.Mobil papa Dinda melaju sampai ke rumah bu Nafis."Kok ramai sekali ada apa di rumah mertuamu Din?" tanya papa Dinda heran melihat sandal-sandal yang berserakan di undakan rumah.Dinda melongok ke luar jendela."Alah! Alamt ini, keduluan Pah, sama geng sosial
SOTOY-NYA BU NAFISPART 2PERKARA MOBIL RENTALAN HARGA MAHAL"Eh itu, Ifah anu biasalah anak muda," jawab bu Nafis"Anak muda? Kenapa?" tanya bu Damar"Sudah sudah! Sana masuk kamar, Din!" perintah bu Nafis.Dinda lekas mengajak mamanya masuk ke dalam kamar."Sudah Mah, ayo kita masuk ke dalam kamar saja," ajak Dinda."Mama masih heran dengan kelakuan mertuamu! Din kok bisa kamu dapat mertua seperti itu? Perasaan Mama tak pernah memiliki salah dengan siapapun, kok karmanya ke kamu," omel Mama.Tak lama Hasan datang menyusul ke kamarnya."Mah, maaf ya ternyata banyak teman Ibu sudah datang semua, jadi tidak bisa di ruang tamu," kata Hasan."Mama pusing San lama-lama di sini! Mama mau pulang saja, di mana tadi Papa?" tanya Mama Dinda pada Hasan."Mama kok cepet-cepet sih?" tanya Dinda."Mama ndak betah lama- lama ada di sini, bikin Mama emosi jadi darah tinggi, Din!" sahut mama Dinda.Hasan menatap Dinda meminta penjelasan. Dinda mengedipkan matanya memberi kode untuk menanyakan nanti s
SOTOY-NYA BU NAFISPART 3ES BUAT BAYI BESAR"I...Itu..." jawab Dinda tergagap."Kenapa kau menjadi tergagap Dek?" tanya Hasan."Bukan begitu, Mas! Bagaimana ya cara menjelaskannya padamu," keluh Dinda."Kenapa? Bukankah bisa di jelaskan dengan cara biasa?" tanya Hasan."Bukan begitu Mas, baiklah! Petama semenjak tiga bulan menjadi isrimu bukankah aku jarang pulang ke Kediri? Bahkan aku belum pulang sama sekali, Mas!" ucap Dinda."Yang ke dua perkara air zam- zam, apa yang salah?" tanya Dinda heran."Benar kau jarang pulang ke Kediri tapi untuk masalah mobil itu bukankah harusnya kau tahu?" tanya balik Hasan dengan heran."Loh, Mas ini aneh! Mengapa aku harus tahu?""Itukan mobil orang tuamu," ucap Hasan."Ya katakanlah mobil ke dua orangtuaku, lantas apa hubungannya denganku Mas?" tanya Dinda."Apa Mas pikir aku harus tahu semua harta orangtuaku? Atau setiap orangtuaku membeli barang harus izin padaku?" tanya Dinda."Bukan begitu! Maksudnya jika kau tau Papa dan Mamamu memiliki mobil
WANITA HARUS MELAHIRKAN NORMAL"Mas, normal atau secar itu sama saja! Yang penting Ibu dan anak sehat," jawab Dinda."Beda, kau mau membantah suami?" tanya Hasan."Apa bedanya Mas? Semua sama- sama jadi Ibu!" sanggah Dinda."Jika lahiran secar akan menyusahkanmu sendiri! Kau tak tahu itu, Dek? Perutmu akan di belah, pemulihannya lama dan lagi akan sangat merepotkan jika harus mengurusimu," kata Rio."Tapi kan sekarang ada proses lahiran secar yang tak sakit, Mas! Namanya metode ERACS! Itu aman untuk Ibu hamil," protes Dinda."Apakah bisa di bayar dengan BPJS?" tanya Hasan."Bisa, paling hanya nambah sepuluh juta," jawab Dinda."Hahahah! Hanya? 10 juta itu nominal uang yang sangat banyak Adinda Salsabila!" ejek Hasan."Apakah Mas tak mau membiayainya?" tanya Dinda."Bukan aku tak mau, tapi aku tak mampu! Sadar diri dong Dinda, suamimu hanya karyawan rendahan! Mana ada uang segitu?" tanya Hasan."Tapi harusnya Mas rela mencarikan uang itu, sebagai wujud tanggung jawab Mas sebagai suami
TAK DAPAT GURAME BAKAR DI GANTI DENGAN RANTANGAN PADANG!Dinda menengok ke arah tamu yang datang. Ternyata Nanda datang sambil membawa rantang. Dinda mengernyit matanya."Sepertinya aku kenal rantang itu," batin Dinda."Aduh Nanda Dateng! Masuk sini," ujar Bu Nafis datang dari belakang.Nanda menyerahkan bungkusan kresek di meja tempat Zain dan Hasan duduk. Berbicara sebentar baru kemudian berlenggok ke dalam rumah."Eh gapura kecamatan! Ngapain cosplay jadi patung selamat datang depan kamar?" tanya Nanda saat melihat Dinda berdiri menghadap ke arahnya."Dapat rantang itu dari mana kamu?" tanya Dinda."Mambu saja idungmu itu kalau ada makanan! Nih ambil!" perintah Nanda sambil mengulurkan rantangan dari tangannya."Makasih," jawab Dinda."Tapi sebenarnya ini bukan masalah makanannya! Aku tanya kamu dapat rantang itu dari mana?" tanya Dinda lagi."Ini rantang milik Bu Nafis," jawab Nanda santai."Siapa yang memberikannya padamu? Perasaan tak ada yang memberikan rentang itu," ujar Dinda
SEL DARAH PUTIH NAIK!"Ingat kamu itu...""Ingat kamu itu adalah benalu, numpang hidup? Tapi aku tak mandul kan, bu," potong Dinda."Sewot amat, bukan itu! Maksud Ibu kau itu sedang hamil! Jangan terbiasa kebanyakan tidur pagi," jelas bu Nafis."Lihatlah! Sekarang pipi dan badanmu bengkak-bengkak semua karena terlalu banyak tidur pagi," sindir bu Nafis.Bu Nafis sudah memasak menyiapkan dagangannya. Mulai membuat aneka sayur lodeh dan bening, juga adonan gorengan."Kalau hamil itu jangan tidur pagi-pagi! Nanti bikin naik darah putihnya!" sambung bu Nafis lagi."Lah perasaan memang karena Dinda gemuk, Bu! Jadi memang badannya sudah segini," sanggah Dinda."Bantah terus kalau di kasih tau orang tua!" bentak bu Nafis."Sana keluar rumah! Buka semua jendela dan pintu, lalu jalan- jalan sebentar sambil hirup udara pagi yang belum tercemar polusi sebanyak-banyaknya! Itu sehat buat bayimu," perintah bu Nafis.Dinda tersenyum mendengarnya. Meskipun tak terdengar seperti pujian ternyata mertua
KONDOM MILIK SIAPA?"Astagfirullah! Mas!" teriak Dinda."Ada apa?" Tanya Hasan panik datang tergoblok-kopok tergopoh-gopoh menuju istrinya takut Dinda kenapa-kenapa"Itu...."Dinda tak menjawab pertanyaan Hasan tapi langsung menunjukkan sesuatu di lubang pembuangan air. Dinda melihat seperti bekas balon berwarna putih putih kusam di saluran pembuangan samping rumah mereka."Astaghfirullahaladzim! Punya siapa itu Dek?" tanya Hasan tak kalah heran."Ada apa, San? Kenapa Dinda berteriak?" tanya bu Nafis yang baru datang karena terkendala gerakan kakinya menggunakan krek.Dia harus berjalan perlahan."Tidak ada apa-apa, Bu! Tadi ada ular," jawab Hasan asal."Bikin kaget saja! Wong ada ular mbok di gusah sana, di usir! Jangan di matikan lho, San! Ingat Istrimu sedang hamil, kau tidak boleh sembarangan membunuh hewan meskipun hewan itu sangat berbahaya," jelas bu Nafis."Usir saja dengan kayu, mereka juga kepingin hidup! Jangan sampai membunuh hewan, amit-amit jabang bayi nanti kalau anakmu
IDE BISNIS BARU UNTUK IBU"Ehhhh jangan menghina Mas, sebenernya aku bisa bangun pagi kalau memang ada kepentingan," sungut Ifah."Ya ini kan hal yang jarang terjadi seorang Ifah bangun pagi! Wong biasanya selalu bangun siang," jawab Hasa."Alah Mas Hasan mah gitu, bangun pagi salah bangun siang juga salah, yang bener Ifah itu harus bagaimana toh, Mas?" tanya protes Ifah."Ya syukur-syukur kalau kamu bangun pagi seperti ini! Mas seneng lihatnya, jadi kamu bisa membantu ibu dan Mbak Dinda. Apalagi Mbak Dinda sekarang sedang hamil, kamu bisa lebih sering menggantikan posisinya untuk membantu ibu!" jelas Hasan."Lihatlah, kasihan Ibu juga masih pakai krek jalannya, harus masak sendiri," sambung Hasan."Iyo Mas, Iyo," keluh Ifah.Ifah duduk di meja makan. Dinda kali ini tak banyak bicara dan memutuskan untuk diam. Dia mengamati Ifah."Hari ini mau ke mana, Fah?" tanya ibu Nafis."Mau endorse warung bakso maju mapan, Bu! Habis itu Ifah akan langsung menyusul Mbak Alip ke rumah sakit saja,