SOTOY-NYA BU NAFISPART 3ES BUAT BAYI BESAR"I...Itu..." jawab Dinda tergagap."Kenapa kau menjadi tergagap Dek?" tanya Hasan."Bukan begitu, Mas! Bagaimana ya cara menjelaskannya padamu," keluh Dinda."Kenapa? Bukankah bisa di jelaskan dengan cara biasa?" tanya Hasan."Bukan begitu Mas, baiklah! Petama semenjak tiga bulan menjadi isrimu bukankah aku jarang pulang ke Kediri? Bahkan aku belum pulang sama sekali, Mas!" ucap Dinda."Yang ke dua perkara air zam- zam, apa yang salah?" tanya Dinda heran."Benar kau jarang pulang ke Kediri tapi untuk masalah mobil itu bukankah harusnya kau tahu?" tanya balik Hasan dengan heran."Loh, Mas ini aneh! Mengapa aku harus tahu?""Itukan mobil orang tuamu," ucap Hasan."Ya katakanlah mobil ke dua orangtuaku, lantas apa hubungannya denganku Mas?" tanya Dinda."Apa Mas pikir aku harus tahu semua harta orangtuaku? Atau setiap orangtuaku membeli barang harus izin padaku?" tanya Dinda."Bukan begitu! Maksudnya jika kau tau Papa dan Mamamu memiliki mobil
WANITA HARUS MELAHIRKAN NORMAL"Mas, normal atau secar itu sama saja! Yang penting Ibu dan anak sehat," jawab Dinda."Beda, kau mau membantah suami?" tanya Hasan."Apa bedanya Mas? Semua sama- sama jadi Ibu!" sanggah Dinda."Jika lahiran secar akan menyusahkanmu sendiri! Kau tak tahu itu, Dek? Perutmu akan di belah, pemulihannya lama dan lagi akan sangat merepotkan jika harus mengurusimu," kata Rio."Tapi kan sekarang ada proses lahiran secar yang tak sakit, Mas! Namanya metode ERACS! Itu aman untuk Ibu hamil," protes Dinda."Apakah bisa di bayar dengan BPJS?" tanya Hasan."Bisa, paling hanya nambah sepuluh juta," jawab Dinda."Hahahah! Hanya? 10 juta itu nominal uang yang sangat banyak Adinda Salsabila!" ejek Hasan."Apakah Mas tak mau membiayainya?" tanya Dinda."Bukan aku tak mau, tapi aku tak mampu! Sadar diri dong Dinda, suamimu hanya karyawan rendahan! Mana ada uang segitu?" tanya Hasan."Tapi harusnya Mas rela mencarikan uang itu, sebagai wujud tanggung jawab Mas sebagai suami
TAK DAPAT GURAME BAKAR DI GANTI DENGAN RANTANGAN PADANG!Dinda menengok ke arah tamu yang datang. Ternyata Nanda datang sambil membawa rantang. Dinda mengernyit matanya."Sepertinya aku kenal rantang itu," batin Dinda."Aduh Nanda Dateng! Masuk sini," ujar Bu Nafis datang dari belakang.Nanda menyerahkan bungkusan kresek di meja tempat Zain dan Hasan duduk. Berbicara sebentar baru kemudian berlenggok ke dalam rumah."Eh gapura kecamatan! Ngapain cosplay jadi patung selamat datang depan kamar?" tanya Nanda saat melihat Dinda berdiri menghadap ke arahnya."Dapat rantang itu dari mana kamu?" tanya Dinda."Mambu saja idungmu itu kalau ada makanan! Nih ambil!" perintah Nanda sambil mengulurkan rantangan dari tangannya."Makasih," jawab Dinda."Tapi sebenarnya ini bukan masalah makanannya! Aku tanya kamu dapat rantang itu dari mana?" tanya Dinda lagi."Ini rantang milik Bu Nafis," jawab Nanda santai."Siapa yang memberikannya padamu? Perasaan tak ada yang memberikan rentang itu," ujar Dinda
SEL DARAH PUTIH NAIK!"Ingat kamu itu...""Ingat kamu itu adalah benalu, numpang hidup? Tapi aku tak mandul kan, bu," potong Dinda."Sewot amat, bukan itu! Maksud Ibu kau itu sedang hamil! Jangan terbiasa kebanyakan tidur pagi," jelas bu Nafis."Lihatlah! Sekarang pipi dan badanmu bengkak-bengkak semua karena terlalu banyak tidur pagi," sindir bu Nafis.Bu Nafis sudah memasak menyiapkan dagangannya. Mulai membuat aneka sayur lodeh dan bening, juga adonan gorengan."Kalau hamil itu jangan tidur pagi-pagi! Nanti bikin naik darah putihnya!" sambung bu Nafis lagi."Lah perasaan memang karena Dinda gemuk, Bu! Jadi memang badannya sudah segini," sanggah Dinda."Bantah terus kalau di kasih tau orang tua!" bentak bu Nafis."Sana keluar rumah! Buka semua jendela dan pintu, lalu jalan- jalan sebentar sambil hirup udara pagi yang belum tercemar polusi sebanyak-banyaknya! Itu sehat buat bayimu," perintah bu Nafis.Dinda tersenyum mendengarnya. Meskipun tak terdengar seperti pujian ternyata mertua
KONDOM MILIK SIAPA?"Astagfirullah! Mas!" teriak Dinda."Ada apa?" Tanya Hasan panik datang tergoblok-kopok tergopoh-gopoh menuju istrinya takut Dinda kenapa-kenapa"Itu...."Dinda tak menjawab pertanyaan Hasan tapi langsung menunjukkan sesuatu di lubang pembuangan air. Dinda melihat seperti bekas balon berwarna putih putih kusam di saluran pembuangan samping rumah mereka."Astaghfirullahaladzim! Punya siapa itu Dek?" tanya Hasan tak kalah heran."Ada apa, San? Kenapa Dinda berteriak?" tanya bu Nafis yang baru datang karena terkendala gerakan kakinya menggunakan krek.Dia harus berjalan perlahan."Tidak ada apa-apa, Bu! Tadi ada ular," jawab Hasan asal."Bikin kaget saja! Wong ada ular mbok di gusah sana, di usir! Jangan di matikan lho, San! Ingat Istrimu sedang hamil, kau tidak boleh sembarangan membunuh hewan meskipun hewan itu sangat berbahaya," jelas bu Nafis."Usir saja dengan kayu, mereka juga kepingin hidup! Jangan sampai membunuh hewan, amit-amit jabang bayi nanti kalau anakmu
IDE BISNIS BARU UNTUK IBU"Ehhhh jangan menghina Mas, sebenernya aku bisa bangun pagi kalau memang ada kepentingan," sungut Ifah."Ya ini kan hal yang jarang terjadi seorang Ifah bangun pagi! Wong biasanya selalu bangun siang," jawab Hasa."Alah Mas Hasan mah gitu, bangun pagi salah bangun siang juga salah, yang bener Ifah itu harus bagaimana toh, Mas?" tanya protes Ifah."Ya syukur-syukur kalau kamu bangun pagi seperti ini! Mas seneng lihatnya, jadi kamu bisa membantu ibu dan Mbak Dinda. Apalagi Mbak Dinda sekarang sedang hamil, kamu bisa lebih sering menggantikan posisinya untuk membantu ibu!" jelas Hasan."Lihatlah, kasihan Ibu juga masih pakai krek jalannya, harus masak sendiri," sambung Hasan."Iyo Mas, Iyo," keluh Ifah.Ifah duduk di meja makan. Dinda kali ini tak banyak bicara dan memutuskan untuk diam. Dia mengamati Ifah."Hari ini mau ke mana, Fah?" tanya ibu Nafis."Mau endorse warung bakso maju mapan, Bu! Habis itu Ifah akan langsung menyusul Mbak Alip ke rumah sakit saja,
MASIH TENTANG KONDOM'Ku Menangis, merasakan betapa kejamnya dirimu pada diriku'Dinda segera kembali ke kamar mencari Hpnya yang sedang berbunyi. Di layar terlihat jelas panggilan dari Eva kakak Iparnya. Dinda segera mengangkatnya."Hallo, Assalamualaikum Mbak!" sapa Dinda ramah."Waalaikumsalam, halo bagaimana Din? Ada berita apa? Maaf ya, Mbak Eva baru sempat menelponmu, maklum kalau pagi harus menyiapkan ponakanmu dulu untuk bersekolah sekarang sudah ikut kelas bermain," jelas Eva."Wah, Alhamdulillah kalau bocil sudah ikut kelas bermain, jadi Mbak Eva tak kesusahan lagi untuk membagi waktu mengajar," jawab Dinda."Hehehe, Dinda ada sesuatu yang ingin di tanyakan pada Mbak Eva, tapi apakah ini tidak mengganggu jam mengajar Mbak Eva?" tanya Dinda lagi."Tidak Din, Mbak nanti ada jadwal mengajar jam sebelas siang. Ini Mbak sedang santai sambil mengoreksi beberapa pekerjaan rumah yang Mbak berikan kepada anak-anak. Ada apa toh, Din?" tanya Eva."Oh ya, Mas Zain tidak jadi pulang hari
TELPON DARI LELAKI ASING"Sudah dulu ya, Mbak! Kanjeng ratu sudah meneriaki aku," pamit Dinda."Kanjeng ratu? Siapa Kanjeng ratu itu, Din?" tanya Eva tak paham."Ya masak Mbak Eva lupa? Itu kan mertuamu,""Loh kamu bagaimana mertua aku kan yo mertuamu juga, hahaha," sahut Eva."Wis, wis sudah! Dinda mau ke Kanjung ratu dulu Mbak, kasihan nanti kalau teriak- teriak malah tambah kena penyakit darah tinggi! Jalannya saja masih pakai krek sekarang, sudah ke tambah darah tinggi," kata Dinda."Wooo! Menantu semprul kau itu, ya sudah matikan dulu teleponnya, assalamualaikum," ujar Eva sambil mematikan telponnya."Waalaikumsalam," kata Dinda."Din! Dinda, budeg kamu ya!" teriak bu Nafis lagi."Iya... Bu! iya ada apa toh, sampai teriak- teriak begitu," ujar Dinda keluar dari kamar."Buta matamu? Lihat apa ini," bentak bu Nafis sambil menunjuk lantai rumah yang sudah basah semua."Astagfirullah! Mengapa ini bisa terjadi ya, Bu?" tanya Dinda sambil menggaruk kepalanya.Dinda heran melihat akuari