Mereka pulang dalam keadaan kecewa. Tidak. Hanya Hakam saja yang bersedih hati. Sementara Faryn sangat baik-baik saja. Selama di dalam mobil yang mereka kendarai, tidak ada satu pun yang memulai pembicaraan. Hakam sibuk dengan rasa kecewanya, Faryn yang sibuk menahan kantuk akibat kurang tidur semalam.Ya, di saat Hakam bisa kembali terlelap, mata Faryn malah segar dan tidak ingin tertutup. Bayangan tentang mimpinya masih terasa jelas yang membuatnya kian sulit terpejam.Beberapa kali kepalanya terantuk. Beberapa kali itu juga ia tidak jadi tertidur."Oke. Kita mulai promilnya," kata Hakam setelah beberapa lama terdiam.Kalimat itu bukan hanya memecah keheningan di antara mereka, melainkan juga membuat Faryn kembali segar."Promil?""Ya."Faryn mengamati wajah Hakam dsri samping. Pria berambut hitam itu tampak sangat semangat dan bertekad saat menjawab 'ya'. Tidak terlihat jejak kekecewaan di ekspresinya yang tersisa."Seperti kata dokter tadi. Kita bisa mulai promil dari sekarang. H
Benar saja yang dikatakan Hakam kemarin saat mereka berkendara. Pira itu benar-benar melakukan penyatuan mereka dengan dalih sebagai bentuk salah satu promil yang mereka jalankan.Memang sih, ini bukan yang pertama kali mereka melakukannya. Hanya saja, rasa-rasanya Faryn tidak ingat jika Hakam pernah sebegitu bersemangatnya saat melakukannya.Bahkan di malam pertama mereka sekali pun.Seolah pria itu kehausan selama berbulan-bulan dan baru mendapatkan minum malam itu.Masalah yang terjadi dari kegiatan mereka semalam adalah Faryn jadi kesulitan berjalan. Bukan seperti yang ditulis dalam novel-novel roman picisan yang pernah ia baca dulu. Sakit yang ia rasa ada karena Hakam yang bersemangat itu seperti tengah mengeluarkan seluruh tenaganya.Ada lebam kemerahan bercampur sedikit biru di pergelangan tangan kana Faryn, yang membuatnya jadi terasa sakit saat digerakan. Belum lagi otot pahanya yang terasa pegal luar biasa.Dan satu masalah lagi.Entah sengaja atau tidak, entah lupa atau tid
Faryn tidak berbohong saat ini. Dia hanya sedang bertaruh dengan kartu as-nya sendiri.Bahari mungkin saja tidak melepaskannya mengingat Saba uang mengatakan di malam itu sebelum si bosnya mengantar pulang."Saya rasa Bahari baru saja puber kedua. Tapi kamu bukan satu-satunya perempuan yang saat ini bersama dia. Meski dia terlihat jatuh cinta pada kamu, selama ada wanita itu, kamu nggak jadi yang hanya ada untuk dia. Kamu tentu paham maksud saya."Faryn sanhat paham. Dia hanya harus mencari tahu siapa wanita yang menghalanginya itu dan menyingkirkannya seperti mantan sekertaris Bahari.Untuk Hakam, pria itu pernah mengatakan kepadanya dia bukan orang yang akan menyerah saat menginginkan sesuatu. Terbukti dengan pernikahan mereka yang mendadak tanpa rencana yang matang.Tanpa perlu diingatkan oleh Linggar pun sebenarnya Faryn juga sudah melakukan pencegahan. Seperti meminum pil pencegah kehamilan secara diam-diam. Hanya saja ia tidak ingin Linggar berpikir bahwa dia akan selalu bisa me
Semua berjalan sesuai keinginan Linggar.Pria itu juga sudah mengantisipasi berbagai kemungkinan yang terjadi.Faryn jadi teringat dengan perkataan Bahari mengenai alasan dia yang di tempatkan di kantor pria itu. Jika memang Linggar hanya ingin perselingkuhan mereka ketahuan di waktu yang sesuai dalam kontrak mereka, harusnya selingkuhannya itu memberikan pekerjaan di tempat lain.Sebuah kantor yang jauh dari jangkauan keluarga atau orang-orang yang berpotensi memiliki hubungan dengan mereka.Ada satu lagi kejanggalan dari keputusan Linggar. Suami Lintang itu memberikan informasi pekerjaan pada Hakam melalui temannya yang secara kebetulan tengah membuka cabang di depan kantor pusat Jatayu.Jika pria itu tidak memiliki maksud tertentu, Faryn tidak tahu lagi harus menyebutnya apa."Kenapa, ya?" tanya Faryn pada dirinya sendiri dengan alis yang nyaris menyatu ke tengah.Mi yang dibuatkan Hakam sudah sepenuhnya mengembang. Ukurannya hampir menyerupai udon. Besar dan pucat. Tidak ada kuah
"Saya tidak menyangka kamu akan menghubungi saya secepat ini. Baru dua hari yang lalu, kan? Atau tiga?Ah, saya tidak ingat."Saba melebarkan lengannya menyambut kedatangan Faryn di Rumah Khusus. Dia hanya mengangguk sekali sebagai balasan."Tapi ini masih siang hari. Semua 'koleksi' saya sedang beristirahat sekarang."Saba menggiring langkah Faryn menuju ke dalam rumah. Ketika pertama kali tiba di sana, dia bisa melihat bahwa rumah ini seperti rumah-rumah mewah pada umumnya. Hanya saja tumbuhan mawar yang menjalar di sekitar pagar dan bagian rumah, memberi kesan pada rumah itu yang nampak seperti kastel Putri Tidur.Menarik namun menyeramkan.Lebih menyeramkan lagi bagian dalamnya. Terdapat etalase besar yang terbentang dan berjarak antara satu dan yang lain. Yang bila malam tiba, akan berisi orang-orang dengan pakaian minim untuk dipamerkan.Faryn tidak merasa merinding dan mual saat mereka masuk karena etalase itu kosong. Untung saja dia datang di siang hari."Jadi, tipe seperti apa
Tisak bisa dibayangkan apa sebenarnya yang hendak dicapai oleh Linggar dengan melakukan semua kemungkinan ini.Ia kira, dirinya sudah paling kejam karena menjadikan orang lain sebagai batu tumpuannya dalam balas dendam. Ternyata Linggar jauh berada di atasnya.Pria itu ... benar-benar tidak tertebak.Faryn merasa ngeri sendiri dengan apa yang memikirkan benang merah yang saling bersinggungan di depannya.Jika memang benar V adalah kenalan Linggar dan Lintang, besar kemungkinan Faryn juga mengenalnya atau mungkin pernah mendengar namanya.Yang perlu ia lakukan hanya menyaring semua orang-orang yang dikenal oleh sepasang suami istri itu. Mengerucutkannya lalu memilih perempuan-perempuan yang berpotensi menjadi simpanan Bahari.Itulah yang dilakukan Faryn sekarang. Setelah pulang dari Rumah Khusus, dia mencoba mencari daftar teman-teman Linggar dan Lintang. Dimulai dari sosial media Lintang.Lintang termasuk pengguna yang aktif membagikan berbagai momen sehari-harinya. Meski beberapa har
"Jangan lupa. Nanti jangan lembur. Oke?"Faryn yang tengah merunduk ke arah jendela penumpang di samping supir, menganggukan kepala pada Hakam. Pria itu baru saja mengantarnya ke kantor tepat di depan lobi.Setelah itu Hakam pergi berlalu ke kantornya yang hanya berjarak beberapa meter dari kantor pusat Jatayu. Faryn melihat sampai mobil Hakam terparkir dengan baik. Pria itu tampak tengah berbicara dengan salah satu karyawannya yang langsung menghampiri begitu dia turun.Faryn menatap setengah melamun. Prianya itu ... benar-benar bekerja dengan benar. Sesuai dengan jobdesk yang diberikan kepadanya. Berbeda dengan dirinya.Sesaat setelah Hakam masuk ke kantornya, mobil Bahari berhenti di depan lobi. Faryn membuka pintu penumpang belakang. Menyapa si bos dengan senyuman ramah."Tumben kamu menunggu saya di depan sini," ujar Bahari.Faryn masih tersenyum saat membalas ucapan itu. "Mulai sekarang saya akan sering menunggu Bapak di depan untuk menyambut." Gerakan tangannya mengisyaratkan p
Hakam tidak jadi mencium Faryn. Makanan yang sudah dipesan olehnya sudah terlanjut datang, disajikan dengan tatanan apik. Alhasil, dia menggerutu terus selama mereka di perjalanan dari restoran."Sudahlah, Hakam. Kamu kan bisa menciumku nanti di rumah. Biasanya juga begitu, kan?"Faryn masih merasa geli dengan gerutuan tidak jelas Hakam. Masalah tempat reservasinya lah, makanannya lah, bahkan cuaca pun juga dia keluhkan.Dia yang memilih dan dia pula yang mengeluhkan kekurangan dari kejutannya."Masalahnya tadi itu momen yang pas sekali, Faryn," sahutnya gemas bercampur kesal."Memang ada apa sih dengan momen tadi? Menurut aku sudah bagus dan memuaskan kok," sanggah Fatyn. Dia terus menatap bagian samping wajah Hakam yang tidak seramah biasanya. Sementara prianya terus menghadap ke depan. Fokus menyetir."Tadi itu ...," Hakam diam sebentar, lalu menhambung kalimatnya setelah berhasil menyalip salah satu kendaraan, "... tadi kamu sedang cantik-cantiknya."Faryn merona. Tapi hanya berla
Benarkah itu yang terjadi? Benarkah itu yang selama ini direncanakan oleh pemilik asli dari nama 'Faryn Titis Kemala' ini? Bukankah semua yang dikatakan Bahari semuanya terdengar mengada-ada? Pikirannya dipenuhi berbagai pertanyaan. Lava hanya membutuhkan jawaban 'tidak' untuk menyangkal semua tanda tanya di benaknya. Tapi siapa yang melakukannya? Kepada siapa harus bertanya? Siapa yang yang memberikan jawaban itu? Di tengah berkecamuknya batin dan pikirannya, fisik Lava masih berusaha keras untuk melepaskan diri dari cengkraman Bahari yang kini sudah berhasil mengunci pergerakan tangannya. Tubuh besar pria itu berada tepat di atas tubuh mungilnya. Lava sangat ketakutan saat ini. Untuk beberapa saat, ia berhara Hakam akan mencarinya, lalu menemukannya di sini, dan menyelamatkannya. Tapi akal sehatnya dengan cepat menyangkal itu semua. Semuanya tidak akan mungkin terjadi. Hakam tidak akan pernah mencarinya. Karena pria itu tidak akan pernah kembali kepada dirinya. "Anak dan
Berulang kali Hakam mengembuskan napas. Berusaha melegakan sesak di dadanya. Ia tidak percaya seratus persen dengan apa yang disampaikan oleh kakak iparnya. Tidak. Lebih tepatnya ia enggan percaya. Mana mungkin Faryn berselingkuh dengan Bahari, ayah iparnya? Wanita itu baru mengenal kepala keluarga Jatayu itu saat mereka mulai bekerja. Tidak mungkin dalam waktu sesingkat itu mereka bisa langsung saling tertarik. Tunggu dulu. Kenapa itu tidak mungkin? Bukankah mereka sering bertemu di kantor? Tapi apa mungkin seorang karyawan staf biasa bisa sering berkunjung ke ruangan atasan? Tentu saja tidak. Hakam pernah berada di posisi sebagai atasan, dan ia tahu betul tidak semua karyawan biasa bisa mampir ke ruangan kerjanya. Kalau pun bertemu secara langsung, tentu bukan di ruangannya. Melainkan di ruang rapat. Lalu kapan tepatnya Faryn dan Bahari mulai bermain api di kantor mereka saat kemungkinan intensitas berpapasan begitu kecil? Sudah pasti apa yang disampaikan oleh Linggar me
Paras menatap iba sekaligus gamang pada Hakam. Bagaimana tidak? Ia adalah salah satu orang yang mengenal baik pria itu. Ia tidak ingin menyakitinya. Tapi hatinya tidak bisa berbohong bahwa Paras lebih mencintai Linggar."Jelaskan apa, Paras?" tuntut Hakam.Linggar menatap Paras tajam. Wanita ini, kenapa hanya menjelaskan saja membutuhkan banyak waktu? Akhirnya karena kesabarannya sudah makin terkuras, suami sah Lintang itu mendahului kekasihnya yang baru saja akan bersuara."Kami berpacaran dan sudah memutuskan akan menikah," jelas Linggar langsung ke inti.Hakam terkejut. Otot di tubuhnya terasa kaku. Rasanya jantung di balik tulang rusaknya berusaha melompat keluar. Dan tenggorokannya terasa tersekat bongkahan batu besar, hingga membuatnya sulit bernapa. Seolah seluruh oksigen di dunia sudah habis tak bersisa."A-apa?" tanyanya terbata. Informasi ini terlalu sulit diterima oleh otaknya. Bagaimana mungkin Linggar yang masih berstatus sebagai suami kakaknya, bisa mengatakan tengah me
"Selamat datang, Sayangku." Sapaan yang diucapkan dengan nada yang dibuat seolah menyambut bahagia, menyapa telinga Faryn tatkala ia memasuki sebuah ruangan. Di dalam ruangan itu, hanya ada Bahari yang duduk sendirian di kursi kebesarannya. Mata Faryn dengan cepat memindai isi ruangan. Tidak ada yang berubah. Semua masih sama seperti terakhir kali ia ingat. Namun, hal itu tidak mengurangi sikap waspada wanita itu. Siapa yang tahu kalau Bahari sudah memasang jebakan? "Kenapa wajah kamu cemberut begitu?" tanya Bahari sembari bangkit dari posisinya. Kakinya berjalan pelan menghampiri Faryn yang bergeming dengan tatapan tajam menelisik. Pikirannya dipenuhi dengan banyak kemungkinan yang akan terjadi selanjutnya saat mantan atasannya itu mendekat. Yap, Faryn secara resmi sudah mengundurkan diri dari pekerjaannya dua minggu yang lalu tanpa sepengetahuan Bahari. "Apa uang, properti, dan saham yang saya berikan untuk kamu masih kurang?" lanjut Bahari sarkas. Faryn masih tetap diam mem
Seharusnya Faryn bertemu dengan Bahari pagi ini. Namun, ia tidak bisa melakukannya. Saat dirinya terbangun beberapa waktu lalu, nyeri menghantam kepalanya begitu keras sampai membuatnya kesulitan untuk sekedar mengangkat kepalanya. Setelah menghirup napas dalam-dalam dan melepaskannya perlahan melalui mulut, dia dapat mengendalikan sedikit rasa sakit di kepala. Meski dengan langkah sempoyongan, Faryn berhasil mencapai meja makan dan meneguk setengah gelas air putih yang tersisa dari minumnya semalam. Ia kira, rasa sakitnya bisa berkurang lagi setelahnya, sayangnya tidak. Rasa mual malah muncul. Dia berusaha secepat yang ia bisa untuk melangkah ke kamar mandi sebelum isi perutnya mengotori lantai yang akan menambah pekerjaannya pagi ini. Sesampainya di kamar mandi, tidak ada satu pun sisa makanan yang dicernanya yang keluar. Meski begitu, rasa mualnya masih belum berkurang. Ia memutuskan untuk duduk sebentar di atas closet. Napas terengah, muka basah, dan bibirnya pucat. Ia kem
Hakam sama sekali tidak bisa dan tidak ingin memahami apa yang dijelaskan Faryn. Baginya semua itu tidak lebih dari sekedar alasan yang mengolok-olok dirinya.Dia melakukan banyak hal untuk Faryn, demi istrinya. Sebagai balasannya, wanitanya tetap berselingkuh dengan pria lain. Hakam rela melepas apa yang dia punya sebelumnya, untuk bisa bersama Faryn. Dan inilah hasilnya."Ha ... Hahaha. Sial," umpatnya pelan. Tawanya penuh dengan nada ironi yang terdengar menyesakan.Pukul tiga dini hari. Jika semuanya berjalan seperti biasanya, dia pasti sedang tertidur pulas untuk persiapan pulang beberapa jam lagi. Jika situasinya segawat barusan, saat sang kakak harus segera menjalankan operasi, tentu saja saat ini dia tengah menunggui kakaknya.Siapa sangka, sekarang dia malah berada di bar dengan keadaan setengah sadar akibat minuman keras yang ditenggaknya karena mengetahui istrinya selingkuh dengan kakak iparnya."Sial sial sial!" umpatnya kian geram. Ia kesal pada dirinya, pada Faryn, pada
Faryn mengabaikan panggilan yang masuk ke ponselnya. Dia tidak peduli pada siapa yang mencoba menghubunginya. Tidak terkecuali suaminya sendiri. Setelah kekacauan yang dia buat, tentu pihak-pihak yang mengenalnya akan berebut mencari tahu kebenaran hubungannya dengan Bahari. Dan cepat atau lambat, Hakam juga akan mengetahuinya meski saat itu dia sedang berada di luar kota. Yang dilakukan oleh Faryn, hanya duduk diam menatap kosong pada televisi yang tidak dinyalakan. Wajahnya terpantul dari layarnya yang hitam, menampilkan raut tak terbaca. Ia sendiri juga masih menelaah mengenai perbuatan impulsifnya. Dan dalam dirinya sendiri mulai mengembangkan sebuah pertanyaan. Apakah semua yang ia lakukan ini sebanding dengan apa yang terjadi di masa lalu? Hidupnya hancur, hidupnya menderita. Dan dengan semua yang telah ia lakukan, kenapa dia tidak merasakan kelegaan atau pun ketenangan seperti yang dipikirkannya? Kalau begitu, sebenarnya apa yang ia cari dari semua ini? Semakin jauh ia
Hakam terus menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan selama perjalanan menuju rumah sakit. Dia berusaha menenangkan dirinya sendiri setelah menerima telpon dari Lintang. Jika sesuai jadwal, dia seharusnya baru kembali besok pagi.Tapi, Hakam tidak memiliki pilihan lain. Begitu menyelesaikan acara terakhir dari rangkaian acara seminar yang diikutinya, dia segera bergegas menyusul Lintang.Wanita hamil itu mengatakan jika ia kini berada di rumah sakit dan meminta Hakam untuk menemani. Dia harus segera menjalankan operasi untuk mengeluarkan bayi dalam kandungan karena air ketubannya kurang.Setahu Hakam, perhitungan hari lahir keponakan keduanya itu masih 2 minggu lagi. Ia tidak menyangka jika ternyata sang bayi ingin keluar lebih cepat.Bukan, bukan karena itu dia panik dan gelisah seperti sekarang. Melainkan karena sang kakak mengatakan jika tidak ada seorang pun yang menemaninya saat ini di rumah sakit.Mama sedang tidak enak badan dan sedang akan beristirahat, jadi Lintang
Linggar kesal setengah mati. Setelah semua yang terjadi, tidak ada satu pun rencananya yang berjalan lancar. Rencananya untuk mengorbankan Vina ternyata tidak berjalan semulus yang ia kira.Vina adalah salah satu pion yang dia harapkan akan mengakhiri rencana Faryn yang tidak ia prediksi. Namun, nyatanya bukan wanita selingkuhannya yang berakhir. Malah hidup Vina yang memiliki kisah tragis.Linggar tahu semua perempuan yang menemani sang Papa ketika dinas keluar kota. Dia sudah mengetahui sejak lama bahwa Bahari menjadikan sahabat anak menantunya itu sebagai perempuan simpanan. Dan dia sama seai tidak mempermasalahkan apalagi peduli.Pria itu percaya Vani bisa menjadi senjatanya di kemudian hari. Yang tidak ia ketahui adalah ternyata perempuan itu bisa menjadi senjata yang berbalik menyerangnya. Senjata makan tuan."Argh. Sialan. Dasar pria tua tengik!"Linggar tidak berhenti memaki Bahari. Mulutnya dipenuhi sumpah serapah untuk Faryn dan Papa. Malam ini dia tidak bisa menemui Paras u