Bab 66Anak-anak Septi berpamitan dengan Septi karena mereka akan pergi ke sekolah bersama dengan Brata. “Mama, kami pergi dulu ya,” ujar Bagas“Mama, Rahmi pergi dulu ya,” ujar Rahmi“Iya sayang, hati-hati dijalan ya,” ujar Septi tersenyum Septi melihat Brata yang sangat baik mengatarkan kedua anak-anaknya pergi ke sekolah. “Om Brata, sebelum pergi ke sekolah. Apakah Rahmi bisa memesan sesuatu?” tanya Rahmi“Memesan apa, Rahmi?” tanya Brata“Rahmi ingin pergi ke supermarket untuk membeli makanan, bolehkah?” tanya Rahmi dengan wajahnya yang memelasBrata terkekeh melihat Rahmi yang begitu lucu menunjukan puppy eyes nya “Ya, tentu saja. Ayo, kita pergi,” ujar Brata“Maaf ya Om Brata kalau Rahmi membuat Om Brata kesulitan,” ujar Baags merasa tak enak hati“Tidak apa-apa Bagas,” jawab Brata seraya tersenyum“Asik!! Rahmi sudah tak sabar lagi ingin pergi beli permen,” ujar Rahmi Sesuai dengan permintaan Rahmi, mereka pun menepi di supermarket terdekat untuk membeli makanan ringan jug
Bab 67Wisnu tersentak kala melihat Brata yang ada disana membuatnya begitu terkejut juga bingung “Septi mengatakan kalau dia ingin pergi istirahat, itu artinnya kamu juga harus keluar dari dalam rumah ini, Brata,” ujar Wisnu mengusir Brata“Tidak, kalau Brata aku ingin bicara denganya,” tolak SeptiWisnu tertawa dia sungguh lucu dengan Septi“Awalnya kamu mengatakan padaku kalau kamu ingin istirahat lalu kenapa sekarang kamu meminta Brata untuk menemanimu? Ini tidak adil untukku,” bantah Wisnu“Tidak apa, aku hanya ingin memberikan makan siang untukmu saja. Setelah itu, aku akan pergi ke kantor,” ujar Brata“Tidak! Aku tidak mau kamu melakukan hal itu. tetaplah bersamaku disini, aku tidak ingin kamu pergi,” ujar SeptiSontak Wisnu kembali menatap kedua mata Septi membuatnya tertawa “Oke, jika Brata menemanimu itu artinya aku juga boleh menemanimu,” ujar Wisnu Ada saja yang menganggu kebersamaan Septi dan Brata, Wisnu datang dengan cara tiba-tiba seperti ini membuat Septi sangat ke
Brata telah sampai mengantarkan Bik Ratih ke rumah Septi, dia melihat rumah Septi yang masih kosong menandakan bahwa Septi tetap berada didalam rumahnya.“Brata, mampir dulu yuk,” ajak Bik RatihBrata tersenyum dan menggeleng dia menolak ajakan Bik Ratih untuk membawannya pergi ke dalam rumah Septi“Tidak bik, terimakasih. Aku ingin segera kembali ke kantor saja. Oh ya, titip salam untuk Septi saja ya, bik,” ujar Brata Bik Ratih tersenyum dan mengangguk mengiyakan apa yang dikatakan Brata.“Brata, Bik Ratih masuk dulu kedalam, ya,” pamit Bik Ratih“Iya bik, tolong jaga kesehatan bibik dan Septi ya, bik,” ujar BrataBik Ratih pun tersenyum dan segera masuk kedalam rumahnya meninggalkan Brata yang langsung pergi dari depan rumah Septi. “Apakah Septi sedang tertidur?” tanya Bik RatihBik Ratih pun berjalan masuk kedalam rumahnya dia lantas pergi ke dapur untuk membuatkan makan siang untuk Septi dan dirinya.“Bik Ratih,” panggil Septi.Bik Ratih melihat Septi yang berjalan mendekat ke d
Bab 69Setibannya di kantor, Septi pun segera menemui klien yang sudah cukup lama menunggunya disana terlihat sangat jelas wajah Septi yang putih pucat namun Septi tetap menjalankan rapat tersebut dia tak ingin mengecewakan kliennya. Setelah hampir setengah jam, rapat pun selesai. Semua klien kembali pergi dari kantor Septi. Septi berada didalam ruangannya, tiba-tiba saja tubuhnya terasa merinding dan tergetar kulitnya yang semakin pucat menandakan bahwa penyakitnya semakin memburuk.“Buk Septi, ibu tidak apa-apa?” tanya Hanum cemas“Aku tidak apa-apa hanya kedinginan,” ujar SeptiSepti terus bergidik merinding dia tak tahan lagi dengan udara dingin yang ada didalam ruangannya, terbaring di atas bangku sofa semakin membuatnya kedinginan.“Hanum, tolong matikan AC di ruangan saya, ya,” pinta Septi“Baik buk, akan segera saya matikan,” ujar HanumSeorang officegirl masuk kedalam ruangan Septi dengan membawakan segelas air hangat “Buk Septi, ini minumnya, buk,” ujar Officegirl tersebut
Bab 70Berada di dalam ruangan yang menyerbakkan bau obat-obatan juga udara yang begitu dingin didalam ruangan ini membuat seorang pria yang memiliki paras tampan dengan ekspresi wajahnya yang begitu cemas menatap ke ranjang yang terbaringkan seorang wanita canti terlihat begitu pucat dengan selimut yang separuh menutupi tubuhnya membuat seorang pria yang menunggu disana begitu cemas dan bersedih melihat keadaanya yang sangat lemah.“Septi, jangan tinggalkan aku,” ujar BrataBerada ditempat lain, seorang wanita sedang meratapi nasib hidupnya didalam gudang pengap dan sempit seperti ini membuatnya begitu sedih apalagi setelah pria yang dia cintai telah pergi darinnya dan memilih menemui wanita yang menjadi saingannya.“Kenapa Brata begitu kejam padaku?” tanya JihanJihan menangis tersedu-sedu dia meratapi nasib hidupnya yang entah akan menjadi seperti apa nantinnya. Jihan benar-benar terkunci didalam gudang ini dan hanya dapat meratapi nasib hidupnya yang begitu menyedihkan.“Apakah di
Bab 71Septi kembali berpikir setelah bicara dengan Bik Ratih tentang Brata, membuat Septi pun mengerti apa yang dia rasakan “Apakah apa yang dikatakah oleh Bik Ratih benar bahwa aku telah jatuh cinta dengan Brata?” tanya Septi dengan bimbangSepti memegang dadannya sendiri dia kembali berpikir tentang perasaanya dan mengingat kembali semua yang telah dia lalui bersama dengan Brata. Tentang perasaanya yang begitu aneh “Sepertinya, aku memang jatuh cinta dengan Brata,” ujar Septi menatap ke arah Bik Ratih“Jika Buk Septi memang mencintai Pak Brata, kenapa Buk Septi tidak membalas perasaan Pak Brata?” tanya Bik RatihSepti kembali berpikir mengapa perasaanya belum terbuka untuk Brata, dia tak mengerti kenapa perasaanya menjadi rumit dan hanya dapat terdiam seketika“Aku merasa kalau perasaanku ini belum sepenuhnya aku berikan kepada Brata,” ujar Septi“Kenapa? Apa alasan yang membuat Buk Septi tidak bisa meletakkan perasaan Buk Septi seutuhnya kepada Pak Brata?” tanya Bik RatihDitemp
Bab 72Jihan diantar pulang oleh Wisnu, sepanjang jalan dia sesekali melirik Wisnu dan merasa bingung kenapa Wisnu membuntutinya bahkan sampai ke depan rumahnya seperti ini“Kenapa kamu membuntutiku seperti ini, Wisnu?” tanya jihan dengan bingung“Apakah salah?” tanya kembali Wisnu“Tidak, tapi aku hanya bingung kenapa kamu terus saja membuntutiku bahkan kamu turun dari taksi. Kamu tahu, menunggu datangnya taksi ke sini sangatlah lama, karena jarang taksi yang lewat sini,” ujar Jihan “Aku tak peduli, aku tetap ingin melakukan apa yang aku inginkan,” ujar WisnuJihan hanya diam dan menuruti apa yang menjadi keinginan Wisnu, yaitu membuntutinnya kemanapun dia pergi.“Tapi, apakah besok kamu tidak pergi bekerja? berhentilah membuntutiku dan pulanglah kerumahmu,” pinta Jihan “Aku tidak mau,” jawan WisnuJihan begitu terkejut dengan jawaban Wisnu yang membuatnya seketika tercengang“Lalu, dimana kau akan tidur jika kau terus membuntutiku dan menolak untuk pulang?” tanya Jihan Wisnu meny
Bab 73Sebelum pergi ke kantor, Brata sudah menyiapkan semua keperluan Septi dengan cepat. Dia menyiapkan semua keperluan Septi saat dia terbangun nanti “Bik Ratih, jika dia bertanya siapa yang menyiapkan semua ini untuknya. Katakan saja kepadannya bahwa perawat yang melakukannya, oke?” pinta BrataBik Ratih terkekeh dia sangat lucu melihat Brata yang diam-diam begitu peduli dengan Septi, seperti anak kecil saja. Brata pun pulang dari rumah sakit dan pergi menjemput Bagas juga Rahmi untuk mengantarnya ke sekolah.“Om Brata, bagaimana dengan keadaan mama?” tanya Rahmi“Keadaan mama kalian saat ini sudah membaik, tapi dia perlu sedikit perawatan lagi agar pulih dengan total,” ujar Brata Mereka berdua pun tersenyum senang karena mama mereka sudah membaik dan akan segera pulang kerumah secepatnya“Rahmi, Bagas. Apakah kalian sudah mengerjakan tugas sekolah kalian?” tanya Brata “Sudah, tapi Rahmi memiliki sedikit kesulitan pada soal matematika yang di ajarkan oleh buk guru. Setelah pula
“Bayinya cantik sekali, Bu,” ucap Dokter sambil mendekatkan bayi yang bersih dan sudah terbalut dengan kain di dekat Septi. Septi yang sudah tidak sabar mengulurkan kedua tangannya, sehingga bayi itu beralih ke gendongannya. Dokter itu pun pergi meninggalkan mereka sementara.Septi tidak kuasa menahan haru melihat seorang putri mungil yang sedang menggeliat kecil. Gerakan kehidupan yang menambah kebahagiaan bagi keluarganya. Ekspektasi suaminya terkabul. Bayi yang sekarang ada dalam gendongannya adalah perempuan. Dan wajahnya cantik sekali mewarisi dirinya.“Pratiwi Nagara,” sebut Septi, sesuai dengan nama yang telah disiapkan Brata. Seakan merasakan batin sang ibu, bayi itu menangis. Septi segera menimangnya dan mencium pipi bayi kemerahan itu. Airmatanya tertumpah di sana.Sedangkan Alex memandangnya penuh keharuan. Sebuas apapun dirinya, kalau dihadapkan dengan pemandangan seperti ini pasti luluh juga. Dia yang tadi menyaksikan Septi yang berjuang bertaruh nyawa, hingga lahirlah ke
Brata kembali meringkuk di balik jeruji besi. Pakaian yang dia kenakan adalah tahanan. Dia tidak menyangka seorang predir yang begitu terhormat sekarang tidak ubahnya sampah masyarakat yang tidak berguna. Imbas dari sikapnya yang terlalu arogan.Dalam diamnya, dia menyesali atas semua yang terjadi. Kepalanya dipenuhi oleh pengandaian yang tidak mungkin terjadi. Perasaannya terlalu tertutup oleh bayang-bayang Delinda. Entah kenapa dia sulit untuk melepas bayang-bayang wanita itu.Kejadian di restoran itu kembali tergiang di benaknya. Wanita yang mengaku Merlinda itu sangat mirip dengan Delinda. Kalau dipikir secara logika, apa yang diucapkan Merlinda itu cukup masuk akal. Dia menikah dengan Warren setelah sekian lama sampai mempunyai seorang anak, Jelas sangat mustahil kalau dia adalah Delinda yang masih selamat dari kecelakaan dan kemudian amnesia. Dan dia sudah seringkali mengecek di sebuah situs penerbangan kalau tidak ada korban yang berhasil ditemukan lagi, bahkan jasadnya tidak.
“Pak Brata, Halo. Halo,” ucap Rangga saat panggilannya berhenti secara sepihak. Dia mendecak kesal pandangannya tertuju ke arah ruang bersalin di mana di dalamnya sudah ada Alex yang ikut masuk ke dalam ruangan tersebut.Beberapa saat yang lalu, suster keluar dan bertanya siapa suami dari Septi, Alex yang tidak tahu diri langsung menerobos masuk. Bahkan, sebelum dia bisa mencegah. Alhasil, sekarang Septi berjuang ditemani dengan cecunguk bedebah itu.Rangga tahu kalau tidak mungkin Brata datang hari itu juga karena sedang berada di dalam penjara. Maka perlindungan terhadap Septi jatuh kepadanya sebagai orang kepercayaannya. Persoalan rumah tangga memang rumit dan Rangga justru sering berkecimpung dalam urusan rumah tangga majikannya.“Pak Rangga,” ucap Dinda yang mengejutkannya, dia muncul sembari merangkul Bagas di sampingnya yang terlihat mengantuk.Rangga memaksakan untuk tersenyum. Dia menurunkan tubuhnya hingga sejajar dengan Bagas,”Kamu mengantuk ya? Om minta anak buah om untuk
“Ya Ampun, Brata kamu kenapa?” tanya Jesica khawatir saat melihat Brata duduk di hadapannya. Dia baru bisa bertemu dengan Brata setelah menunggunya sadar dari pingsan, sampai sebuah insiden yang membuat Brata babak belur seperti ini.“Ini gara-gara para bedebah yang ada di dalam penjara itu, Ma. Awas saja kalau aku sudah keluar dari penjara. Akan kulenyapkan mereka dalam sekejap,” gerutunya dengan gusar. Jesica menghela nafas. Lagi-lagi Brata berbuat ulah seakan merasa dialah yang terbaik. Arogansi yang cenderung merugikan dirinya sendiri.“Brata, Stop it! Itu mungkin karena kamu yang membuat ulah duluan, makanya kamu bisa babak belur seperti ini.”Brata menatap Mamanya tidak percaya,”Kok Mama belain mereka. Aku Ini Presdir. Seharusnya pada begundal itu hormat kepada saya, bukannya berbuat kurang ajar!”Jesica menggeleng-gelengkan kepala. Dia mengurut dada melihat anaknya yang masih keras kepala atas kesalahannya. Tidak mau kalah dan mengalah.“Sekarang, Lebih baik Mama bilang kepada
Brata terbangun dari tidurnya. Begitu merasa berada di tempat yang asing, dia terhenyak. Dia memegang kepalanya yang masih terasa pusing.“Jeruji besi?” gumamnya. Dia mencoba mengingat kejadian sebelumnya. Astaga apa mungkin karena kesuruhan itu, dia dijebloskan penjara.“Woi! Get me out from this fucking place!” teriak Brata sambil memegang dua tabung besi. Menghardik petugas yang kebetulan lewat.“Shut up!” pekik tahanan yang lain. Brata menengok ke belakang. Terlihat lima tahanan tengah berdiri dengan raut wajah yang sangat. Demi apapun, tidak pernah terlintas di benaknya berada satu sel dengan para berandal. Dia adalah pria yang sangat terhormat. Sangat tidak selevel berada di tengah-tengah mereka.“Apa? Berani kalian dengan Saya!” hardik Brata dengan arogan. Merasa tersinggung dengan kelakukan penghuni baru itu, mereka saling pandang. Baru kemudian, mereka langsung sikap untuk menghajar Brata.“Heh! Apa-apaan ini!” ujar Brata panik saat kedua tangannya dicekal oleh dua pria bertu
Selepas makan malam, Septi termenung di atas ranjang. Sesekali, dia menengok ke samping di mana suaminya biasanya terbaring. Sudah beberapa malam ini, dia melaluinya tanpa terlelap. Tidurnya tidak tenang bahkan sering terbangun. Kalau sudah begitu dia teringat dengan Brata dan menangis sepanjang malam.Septi adalah wanita yang kuat. Tapi, sekuat apapun wanita pasti akan lemah karena kehilangan sosok pria yang biasa menaunginya. Seperti malam ini, dia sangat rindu mengoceh di depan Brata, sedangkan Brata mendengarkannya dengan tatapan seksama. Juga di kala dia mengantuk, maka Brata dengan sigap memberikan tangannya sebagai bantal dan Septi bisa memeluknya dengan leluasa, mencium aroma suaminya yang menenangkan sampai dirinya terlelap.Matanya menghangat. Namun, dia mencoba sekuat tenaga untuk menghalau tangisnya lagi. Ingin rasanya salah faham ini cepat selesai supaya hubungannya dengan Brata kembali seperti yang dulu. Tetapi, bagaimana mungkin bisa? Sementara Brata berada nun jauh di
“Maafkan saya, Nyonya,” ucap Rangga sambil melirik dari kaca spion tengah. Septi hanya tersenyum mafhum.“Ngapain kamu minta maaf. Justru saya berterima kasih sama kamu. Karena kamu sigap melindungi kami. Tapi, yang saya heran. Kenapa sikap Alex mendadak bisa semanis itu.” Septi terkekeh sambil menoleh ke arah Dinda yang semerah tomat.“Sebenernya dia siapa Ma?” tanya Dinda.Ketika Rangga akan menyahut dengan nada tinggi, Septi sudah terlebih dahulu bicara,”Cuma rekan bisnis saja kok.”Rangga mendengus sebal. Kenapa Majikannya justru malah menutupi siapa sejatinya Alex yang sangat berbahaya itu.“Iya, tapi Non Dinda harus hati-hati dengan Alex. Dia orang jahat,” sambar Rangga tanpa memperdulikan Septi protes atau tidak. Dia sudah terlanjur kesal dengan kebiadapan Alex selama ini.Septi menahan tawa, bukan karena Rangga yang masih kesal dengan Alex. tapi, Lihatlah rona wajah Dinda yang semerah tomat. Sikapnya yang malu-malu membuat Septi gemas. Mungkin Septi tidak bisa membaca pikiran
“Rangga, tolong temani saya di taman pusat kota. Saya ingin jalan-jalan ke sana,” pinta Septi. Rangga terdiam sejenak. Bukannya mau menolak. Tadi ketika akan sampai ke mansion, dia sempat melihat mobil jeep yang terparkir dari jalan masuk menuju mansion. Rangga tidak melakukan apa-apa karena mobil itu jeep itu hanya diam dan tidak melakukan gerakan mengancam. Tetapi dia sangat yakin kalau ada yang mereka rencanakan.“Rangga, kok diam?”“Enggak apa-apa, Nyonya. Baik kalau begitu pakai mobil saya saja,” ucap Rangga. Dia tidak ingin membicarakan hal macam-macam di depan majikannya yang sedang hamil. Terlebih, kondisi majikannya yang memang sedang stress mengingat pertengkaran dengan sang suami.“Sebentar, saya panggil Dinda dulu,” Baru saja akan memanggil, Gadis itu muncul dari belakang.“Iya, Mama.”“Temani Mama ke taman pusat kota yuk.”“Boleh, Ma. sebentar aku bangunin PraBrata dulu.”“Jangan! Kasihan dia kecapekan karena kegiatan outdoor di sekolah. Biarkan saja. Lagian, Cuma sebenta
Perth,“Thanks a lot, Honey. You made my day.” Delinda bergelayut manja di pundak kekar Brata. Di tangannya ada dua buah botol Wine versi mereka. Delinda tampak puas karena ikut meracik Wine itu bersama Brata tersayang. Keinginan yang lama terpendam terkabul berkat Brata. Mengunjungi indahnya perkebunan Anggur yang menjadi asal muasal Wine terbaik di dunia, dan yang paling mengesankan adalah kesempatan untuk ikut kecimpung dalam pembuatannya.“Everything I do for you, Honey,” balas Brata. Dia senang karena bisa meluangkan waktu dibalik kesibukannya sebagai design interior. Kepercayaan client yang begitu tinggi, membuat jadwalnya selalu padat. Konsekuensinya adalah kebersamaan yang kurang dengan Delinda.“Maafkan aku, Honey. Baru bisa menemanimu sekarang,” lirih Brata. Mendengar suara yang terdengar sendu, Delinda menegakkan badan. Meletakan kedua botol Wine di jok belakang mobil, dan memberikan perhatian sepenuhnya kepada Brata. “Brata, tidak perlu meminta maaf. I know you have a goo