Bik Ratih mengajak Septi untuk membicarakan tentang Alfi yang merupakan anak dari tetangga di kampung Bik Ratih. Septi duduk diekat Bik Ratih dia melihat kedua anak-anaknya yang sudah tidur di bangku sofa dan Brata yang sedang duduk menjaga kedua anak Septi.“Septi, Bik Ratih ingin bicara tentang Alfi padamu. Apakah kau bisa menyediakan satu tempat pekerjaan untuknya?” tanya Bik Ratih“Aku harus mencaritahu tentang Alfi terlebih dahulu sebelum aku memutuskan untuk menjadikannya sebagai karyawanku,” ujar Septi“Alfi, dia orang yang baik. Dia sopan dan memiliki etika yang baik. Alfi sangat baik padaku, aku menjamin bahwa dia anak yang baik dan berpotensi untuk melakukan pekerjaanya dengan baik, Alfi juga merupajan anak yang cerdas,” ujar Bik RatihSepti mengangguk tapi dia tetap harus membuktikan semuannya itu sendiri, dia tak bisa langsung memutuskan dengan begitu mudahnya untuk mengangkat Alfi sebagai karyawannya“Septi, aku ingin menceritakan sesuatu padamu. Aku memiliki hutang budi
Karena mereka kembali mengadakan reuni secara tidak disengaja, Hanum mengajak Alfi untuk makan bersamannya“Kak, tapi makanan disini-““Jangan dipikirkan, pesan saja apapun yang kamu mau. aku yang akan membyaar semuannya,” ujar HanumAlfi tersenyum senang dia megangguk hormat membuat Hanum kembali tertawa terbahak-bahak“Kamu benar-benar sangat lucu, Alfi. Bertingkah seperti anak kecil, menggemaskan. Kamu selalu saja bertingkah seperti ini sejak kita masih sekolah,” ujar HanumAlfi terkekeh malu dia habis-habisan mendapatkan ledekan dari Hanum“Hanya kamu, satu-satunnya siswa yang sangat beretika baik. bahkan aku saja kalah darimu,” ujar Hanum“Aku cukup terkejut melihatmu yang tiba-tiba masum kedalam ruangan Buk Septi dengan kasar seperti itu,” ujar AlfiHanum merasa sangat malu hingga hanya bisa terkekeh menertawakan kebodohannya“Kak, lain kali jangan seperti itu ya, karena etika itu yang mencerminkan siapa dirimu yang sebenarnya,” ujar AlfiHanum tersenyum, dia sangat gemas dengan
Setelah selesai bekerja, Jihan pulang kembali ke rumahnya yang hanya sederhana tempat tinggalnya dengan Marni juga anaknya. Jihan melihat Marni yang sedang panik menggendong anaknya Jihan, Rista.“Ma, ada apa ini?” tanya Jihan panik“Rista sakit, mama tidak punya uang untuk membawannya berobat. Apakah kamu punya uang?” tanya MarniJihan pun ikut panik karena dia juga tidak punya uang untuk membawa anaknya pergi berobat.“Bagaimana ini, aku juga tidak punya uang ma. bagaimana dengan Dina, apakah dia punya uang?” tanya Jihan“Mama nggak tahu kemana Dina pergi, dia sudah dari siang pergi tidak kembali juga sampai malam. Coba kamu telpon Mas Ardi, mungkin dia lagi nggak sibuk,” pinta Marni“Mas Ardi sudah mengusir kita dari rumahnya, ma. Aku malu kalau harus mengemis padannya lagi,” ujar Jihan“Jihan, tapi kalau kamu tidak melakukan itu. Maka anakmu akan terus menderita kesakitan, apa kamu mau hal itu terjadi sama anakmu?” tanya MarniJihan dalam keadaan bimbang, dia memutuskan untuk men
Pagi ini sangat cerah, setelah mendapatkan pesan dari Septi bahwa Alfi diterima menjadi karyawan di perusahaan Septi. Membuat Alfi tidak ingin membuat Septi kecewa dengan dia yang datang terlambat, karena itu dia pergi sangat pagi sekali untuk bisa ke kantor Septi.“Kau tampan sekali, Alfi,” puji HanumAlfi yang dibilang tampan itu langsung tersenyum dan menunjukan pesonannya, membuat Hanum hanya tertawa mengejeknya.“Kau yang bilang kalau aku ini tampan, kenapa sekarang kau mengejekku,” ujar Alfi kesalHanum hanya tertawa lalu mengusak rambut Alfi dengan lembut.“Kau membuat rambutku berantakan, Kak Hanum,” keluh Alfi“Kemarilah, aku akan merapihkan rambutmu, kau terlihat seperti anak kucing sekarang, lucu sekali,” ejek HanumAlfi hanya mnegerucutkan bibirnya kesal, dia kembali merapihkan rambutnya meskipun Hanum sudah merapihkannya tapi dia tetap tidak terima dan merasa rambutnya masih berantakan“Ini adalah hari pertamaku di kantor, kamu jangan mengerjaiku Hanum,” ujar Alfi kesalH
Bab 60Dengan perasaan yang sangat malu dan cemas, Hanum mengenggam erat foto tersebut wajahnya menjadi sangat merah “Sial, kenapa aku bisa meninggalkan foto itu disana,” gumam HanumHanum melihat Alfi yang sedaritadi memperhatikannya dengan tatapan yang bingung melihat wajah Hanum menjadi sangat merah“Apakah kau sedang sakit?” tanya AlfiAlfi memegang dahi Hanum sontak membuat Hanum menjadi sangat malu juga tertekan, dia melihat Alfi yang terkekeh melihatnya, Alfi mendekatkan kepalannya untuk berbisik di telinga Hanum “Kau malu karena aku, kan?”Sontak Hanum yang sedang sangat malu karena foto Alfi yang terselip di dokumen bosnya, dia langsung mendorong tubuh Alfi dengan pelan “Menyingkirlah dariku, Alfi,” pinta Hanum Hanum kembali duduk dibangkunnya sedangkan Alfi masih senang menggodannya, dia berbisik di telinga Hanum “Ayo kita pergi makan malam,” goda AlfiSontak Hanum menjadi sangat kesal hingga dia mencubit pinggang Alfi dan memukulnya pelan“Kerjakan pekerjaanmu, bajinga
Bab 61Septi sedang dirundung kebingungan juga kecemasan yang membuatnya hanya bisa menangis pasrah dengan nasib hidupnya yang tak bisa membawannya langsung menemui anaknya. Entah apa yang akan dia lakukan, semuannya terasa begitu menyulitkan untuknya, rasannya ingin sekali berteriak memaki siapapun yang ada didepannya.“Bagaimana ini, apa yang harus aku lakukan untuk menemui anakku?” tanya Septi dengan kesal “Septi,” panggil seorang pria yang berdiri didepan Septi Septi begitu terkejut melihat Wisnu yang ada didepannya, membuatnya kembali kesal dan marah“Apa yang ingin kau lakukan disini, Wisnu. Sebaiknya kau pergi saja,” ujar Septi “Aku ingin ke rumah sakit untuk melihat anakku,” ujar WisnuBenar sekali, pihak sekolah Rahmi tidak hanya menghubungi Septi tapi mereka juga menghubungi Wisnu sebagai ayah dari Rahmi. “Kamu ingin pergi denganku?” tanya WisnuSepti terkejut melihat Wisnu yang membawa mobil milik Brata untuk pergi ke rumah sakit“Bagaimana bisa mobil Brata ada bersamam
Bab 62Brata menghabiskan waktunnya semalaman di dalam kantor untuk mengerjakan pekerjaanya. “Akhirnya selesai,” ucap Brata Brata merentangkan tubuhnya kemudian dia melihat kedalam ponselnya dia melihat nomor telpon Septi membuatnya kembali ingin menghubunginnya namun setelah dia melihat jam di ponselnya tak memungkinkan untuk Septi masih terbangun pada pukul segini “Aku akan bicarakan ini kepadannya besok saja,” ujar BrataBrata segera merapihkan semua peralatan kerjannya kedalam tasnya kembali lalu dia membawannya ke dalam mobil, terlihat kantor yang sudah sangat sepi dan Jung juga sudah pulang karena Brata yang memintannya untuk pulang. Saat di dalam mobil, Brata sangat terkejut melihat Septi yang menelponnya di jam segini, dia langsung saja mengangkatnya “Halo Septi,” jawab Brata“Apa yang kamu lakukan?” tanya Septi“Sekarang?” tanya BrataSontak Septi menjadi sangat gugup dia langsung menyangkalnya “Ah tidak, maafkan aku,” ucap Septi“Apa maksudmu, Septi? aku tidak mengerti
Bab 63Sepulang dari rumah sakit, Septi kembali kedalam kantornya dengan wajah lesu, kulitnya yang sedikit pucat seperti suasana hatinnya yang sangat buruk hal ini membuat karyawanya bertanya apa yang terjadi dengannya “Apa yang terjadi dengan buk Septi, kenapa dia lesu sekali seperti itu?”“Apakah buk Septi sedang sakit?”Semua karyawannya bergosip akan dirinnya yang membuat Jihan menjelaskan kepada mereka semua“Anak bungsu Buk Septi mengalami kecelakaan,” jelas HanumSontak semua orang terkejut dia menatap iba Septi“Rahmi dilarikan ke rumah sakit karena kecelakaan, maka dari itu keadaan Buk Septi saat ini benar-benar sangat buruk. Kasihan sekali dia, maka dari itu kita harus lebih giat lagi dalam bekerja,” ujarnya “Iya, kita harus lebih giat lagi. janga sampai membuat Buk Septi semakin memiliki banyak msahal,” ujarnya“Bagaimana kalau kita membawakan makanan untuknya? Sepertinya Buk Septi belum makan apapun,” ujarnya Mereka sepakat untuk membelikan makanan untuk Septi, semua ka
“Bayinya cantik sekali, Bu,” ucap Dokter sambil mendekatkan bayi yang bersih dan sudah terbalut dengan kain di dekat Septi. Septi yang sudah tidak sabar mengulurkan kedua tangannya, sehingga bayi itu beralih ke gendongannya. Dokter itu pun pergi meninggalkan mereka sementara.Septi tidak kuasa menahan haru melihat seorang putri mungil yang sedang menggeliat kecil. Gerakan kehidupan yang menambah kebahagiaan bagi keluarganya. Ekspektasi suaminya terkabul. Bayi yang sekarang ada dalam gendongannya adalah perempuan. Dan wajahnya cantik sekali mewarisi dirinya.“Pratiwi Nagara,” sebut Septi, sesuai dengan nama yang telah disiapkan Brata. Seakan merasakan batin sang ibu, bayi itu menangis. Septi segera menimangnya dan mencium pipi bayi kemerahan itu. Airmatanya tertumpah di sana.Sedangkan Alex memandangnya penuh keharuan. Sebuas apapun dirinya, kalau dihadapkan dengan pemandangan seperti ini pasti luluh juga. Dia yang tadi menyaksikan Septi yang berjuang bertaruh nyawa, hingga lahirlah ke
Brata kembali meringkuk di balik jeruji besi. Pakaian yang dia kenakan adalah tahanan. Dia tidak menyangka seorang predir yang begitu terhormat sekarang tidak ubahnya sampah masyarakat yang tidak berguna. Imbas dari sikapnya yang terlalu arogan.Dalam diamnya, dia menyesali atas semua yang terjadi. Kepalanya dipenuhi oleh pengandaian yang tidak mungkin terjadi. Perasaannya terlalu tertutup oleh bayang-bayang Delinda. Entah kenapa dia sulit untuk melepas bayang-bayang wanita itu.Kejadian di restoran itu kembali tergiang di benaknya. Wanita yang mengaku Merlinda itu sangat mirip dengan Delinda. Kalau dipikir secara logika, apa yang diucapkan Merlinda itu cukup masuk akal. Dia menikah dengan Warren setelah sekian lama sampai mempunyai seorang anak, Jelas sangat mustahil kalau dia adalah Delinda yang masih selamat dari kecelakaan dan kemudian amnesia. Dan dia sudah seringkali mengecek di sebuah situs penerbangan kalau tidak ada korban yang berhasil ditemukan lagi, bahkan jasadnya tidak.
“Pak Brata, Halo. Halo,” ucap Rangga saat panggilannya berhenti secara sepihak. Dia mendecak kesal pandangannya tertuju ke arah ruang bersalin di mana di dalamnya sudah ada Alex yang ikut masuk ke dalam ruangan tersebut.Beberapa saat yang lalu, suster keluar dan bertanya siapa suami dari Septi, Alex yang tidak tahu diri langsung menerobos masuk. Bahkan, sebelum dia bisa mencegah. Alhasil, sekarang Septi berjuang ditemani dengan cecunguk bedebah itu.Rangga tahu kalau tidak mungkin Brata datang hari itu juga karena sedang berada di dalam penjara. Maka perlindungan terhadap Septi jatuh kepadanya sebagai orang kepercayaannya. Persoalan rumah tangga memang rumit dan Rangga justru sering berkecimpung dalam urusan rumah tangga majikannya.“Pak Rangga,” ucap Dinda yang mengejutkannya, dia muncul sembari merangkul Bagas di sampingnya yang terlihat mengantuk.Rangga memaksakan untuk tersenyum. Dia menurunkan tubuhnya hingga sejajar dengan Bagas,”Kamu mengantuk ya? Om minta anak buah om untuk
“Ya Ampun, Brata kamu kenapa?” tanya Jesica khawatir saat melihat Brata duduk di hadapannya. Dia baru bisa bertemu dengan Brata setelah menunggunya sadar dari pingsan, sampai sebuah insiden yang membuat Brata babak belur seperti ini.“Ini gara-gara para bedebah yang ada di dalam penjara itu, Ma. Awas saja kalau aku sudah keluar dari penjara. Akan kulenyapkan mereka dalam sekejap,” gerutunya dengan gusar. Jesica menghela nafas. Lagi-lagi Brata berbuat ulah seakan merasa dialah yang terbaik. Arogansi yang cenderung merugikan dirinya sendiri.“Brata, Stop it! Itu mungkin karena kamu yang membuat ulah duluan, makanya kamu bisa babak belur seperti ini.”Brata menatap Mamanya tidak percaya,”Kok Mama belain mereka. Aku Ini Presdir. Seharusnya pada begundal itu hormat kepada saya, bukannya berbuat kurang ajar!”Jesica menggeleng-gelengkan kepala. Dia mengurut dada melihat anaknya yang masih keras kepala atas kesalahannya. Tidak mau kalah dan mengalah.“Sekarang, Lebih baik Mama bilang kepada
Brata terbangun dari tidurnya. Begitu merasa berada di tempat yang asing, dia terhenyak. Dia memegang kepalanya yang masih terasa pusing.“Jeruji besi?” gumamnya. Dia mencoba mengingat kejadian sebelumnya. Astaga apa mungkin karena kesuruhan itu, dia dijebloskan penjara.“Woi! Get me out from this fucking place!” teriak Brata sambil memegang dua tabung besi. Menghardik petugas yang kebetulan lewat.“Shut up!” pekik tahanan yang lain. Brata menengok ke belakang. Terlihat lima tahanan tengah berdiri dengan raut wajah yang sangat. Demi apapun, tidak pernah terlintas di benaknya berada satu sel dengan para berandal. Dia adalah pria yang sangat terhormat. Sangat tidak selevel berada di tengah-tengah mereka.“Apa? Berani kalian dengan Saya!” hardik Brata dengan arogan. Merasa tersinggung dengan kelakukan penghuni baru itu, mereka saling pandang. Baru kemudian, mereka langsung sikap untuk menghajar Brata.“Heh! Apa-apaan ini!” ujar Brata panik saat kedua tangannya dicekal oleh dua pria bertu
Selepas makan malam, Septi termenung di atas ranjang. Sesekali, dia menengok ke samping di mana suaminya biasanya terbaring. Sudah beberapa malam ini, dia melaluinya tanpa terlelap. Tidurnya tidak tenang bahkan sering terbangun. Kalau sudah begitu dia teringat dengan Brata dan menangis sepanjang malam.Septi adalah wanita yang kuat. Tapi, sekuat apapun wanita pasti akan lemah karena kehilangan sosok pria yang biasa menaunginya. Seperti malam ini, dia sangat rindu mengoceh di depan Brata, sedangkan Brata mendengarkannya dengan tatapan seksama. Juga di kala dia mengantuk, maka Brata dengan sigap memberikan tangannya sebagai bantal dan Septi bisa memeluknya dengan leluasa, mencium aroma suaminya yang menenangkan sampai dirinya terlelap.Matanya menghangat. Namun, dia mencoba sekuat tenaga untuk menghalau tangisnya lagi. Ingin rasanya salah faham ini cepat selesai supaya hubungannya dengan Brata kembali seperti yang dulu. Tetapi, bagaimana mungkin bisa? Sementara Brata berada nun jauh di
“Maafkan saya, Nyonya,” ucap Rangga sambil melirik dari kaca spion tengah. Septi hanya tersenyum mafhum.“Ngapain kamu minta maaf. Justru saya berterima kasih sama kamu. Karena kamu sigap melindungi kami. Tapi, yang saya heran. Kenapa sikap Alex mendadak bisa semanis itu.” Septi terkekeh sambil menoleh ke arah Dinda yang semerah tomat.“Sebenernya dia siapa Ma?” tanya Dinda.Ketika Rangga akan menyahut dengan nada tinggi, Septi sudah terlebih dahulu bicara,”Cuma rekan bisnis saja kok.”Rangga mendengus sebal. Kenapa Majikannya justru malah menutupi siapa sejatinya Alex yang sangat berbahaya itu.“Iya, tapi Non Dinda harus hati-hati dengan Alex. Dia orang jahat,” sambar Rangga tanpa memperdulikan Septi protes atau tidak. Dia sudah terlanjur kesal dengan kebiadapan Alex selama ini.Septi menahan tawa, bukan karena Rangga yang masih kesal dengan Alex. tapi, Lihatlah rona wajah Dinda yang semerah tomat. Sikapnya yang malu-malu membuat Septi gemas. Mungkin Septi tidak bisa membaca pikiran
“Rangga, tolong temani saya di taman pusat kota. Saya ingin jalan-jalan ke sana,” pinta Septi. Rangga terdiam sejenak. Bukannya mau menolak. Tadi ketika akan sampai ke mansion, dia sempat melihat mobil jeep yang terparkir dari jalan masuk menuju mansion. Rangga tidak melakukan apa-apa karena mobil itu jeep itu hanya diam dan tidak melakukan gerakan mengancam. Tetapi dia sangat yakin kalau ada yang mereka rencanakan.“Rangga, kok diam?”“Enggak apa-apa, Nyonya. Baik kalau begitu pakai mobil saya saja,” ucap Rangga. Dia tidak ingin membicarakan hal macam-macam di depan majikannya yang sedang hamil. Terlebih, kondisi majikannya yang memang sedang stress mengingat pertengkaran dengan sang suami.“Sebentar, saya panggil Dinda dulu,” Baru saja akan memanggil, Gadis itu muncul dari belakang.“Iya, Mama.”“Temani Mama ke taman pusat kota yuk.”“Boleh, Ma. sebentar aku bangunin PraBrata dulu.”“Jangan! Kasihan dia kecapekan karena kegiatan outdoor di sekolah. Biarkan saja. Lagian, Cuma sebenta
Perth,“Thanks a lot, Honey. You made my day.” Delinda bergelayut manja di pundak kekar Brata. Di tangannya ada dua buah botol Wine versi mereka. Delinda tampak puas karena ikut meracik Wine itu bersama Brata tersayang. Keinginan yang lama terpendam terkabul berkat Brata. Mengunjungi indahnya perkebunan Anggur yang menjadi asal muasal Wine terbaik di dunia, dan yang paling mengesankan adalah kesempatan untuk ikut kecimpung dalam pembuatannya.“Everything I do for you, Honey,” balas Brata. Dia senang karena bisa meluangkan waktu dibalik kesibukannya sebagai design interior. Kepercayaan client yang begitu tinggi, membuat jadwalnya selalu padat. Konsekuensinya adalah kebersamaan yang kurang dengan Delinda.“Maafkan aku, Honey. Baru bisa menemanimu sekarang,” lirih Brata. Mendengar suara yang terdengar sendu, Delinda menegakkan badan. Meletakan kedua botol Wine di jok belakang mobil, dan memberikan perhatian sepenuhnya kepada Brata. “Brata, tidak perlu meminta maaf. I know you have a goo