"Saya tidak bisa menerima kalian kembali karena kami sudah mendapatkan pengganti kalian." Bagaikan tersambar petir, mereka terperanjat. Bersamaan mendongak menatap Brata dengan tatapan memohon."Tuan, tolong terima kami kembali lagi. Nyonya," tatapan mereka beralih ke Septi yang hanya diam. pertanda dia sepemikiran dengan suaminya."Kalian tidak dengar apa yang saya bicarakan tadi?" Brata menegaskan perkataanya. Dia geram karena kejadian beberapa malam lalu, saat mereka bahkan tanpa permisi pergi bersama dengan Anton. Bagi Brata, tidak ada tolerir bagi mereka yang sudah berkhianat."Tuan, tolong...""Lebih baik kalian keluar dari sini, atau saya akan bertindak kasar!" bentak Brata yang membuat mereka menciut. Mereka bangkit dari bersimpuh di lantai sambil menunduk. Tidak ada gunanya mengiba di hadapan Brata yang sepertinya sudah membatu. Dengan langkah gontai mereka berbalik arah dan meninggalkan rumah itu."Sabar, Mas. ayo kita ke kamar lagi," ucap Septi setelah memastikan mantan pek
"Sayang, kamu enggak apa-apa?" tanya Brata yang memandang pantulan cermin di mana istrinya tengah berias. Septi dengan wajah datar masih sibuk memoles bibirnya dengan lipstick. Dia tidak menanggapi pertanyaan Brata, seakan tidak menganggap keberadaan suaminya itu.Brata mengerutkan dahi. Mulai dari bangun tidur, dia mendapati sikap istrinya berubah sedingin es. bahkan dia selalu menghindari tangan Brata yang mencoba menyentuhnya. Tidak seperti biasanya.Septi yang sudah tampil cantik pun bangkit dari kursi riasnya. Tanpa sepatah katapun Septi meninggalkannya. Brata tidak berusaha mencegah, Namun dia mengikuti Septi sampai ke meja makan.Saat sarapan tengah berlangsung, Brata sedang mengingat kejadian semalam. Mencari penyebab kenapa Septi mendiamkannya.Sedangkan, Septi mengamati suaminya yang sedang mengambil makannya sendiri. Seharusnya, dia yang membantu untuk mengambilkan makanan itu. Tetapi karena Septi sedang tidak enak hati makanya dia hanya mengamatinya saja.Nasi dan lauk, ta
Delapan Bulan Kemudian, Brata kembali menegakkan kepalanya. Kepuasan terlihat saat melihat wajah erotis Septi yang menginginkan dirinya. Istri yang sangat sempurna. selain cantik dan sexi, kepribadiannya juga menarik. Membuat Brata beruntung memilikinya. Septi tersenyum genit sambil meliukkan tubuhya. Dia sedikit memutar badan. Memencet sabun di atas busa dan meremasnya. Kemudian dengan gerakan pelan, dia menyapukannya ketubuh Brata. Setelah area depan selesai, Septi menempelkan tubuh bagian depannya dengan Brata untuk menggapai area punggung. Terlihat mereka saling melempar senyum, pertanda bahwa mereka sangat menyukai momen seperti ini. “Turun, Sayang.” Kaki Septi kembali menapaki lantai. Dia menurunkan tubuhnya untuk membersihkan kedua kaki kokoh Brata. Sedangkan Brata terlihat memperhatikan Septi dengan wajah nakalnya, sungguh keseksian Septi tiada tara. Membuatnya selalu ingin berbuat hal yang buas. Septi baru menyadari kalau suaminya itu masih pakai celana dalam. Dia meneg
“Papa kenapa?” tanya Bagas saat bertemu di ruang makan. Dia menunjuk kening ayahnya yang memar.“Habis jatuh semalam, Nak,” sambar Septi yang mengambil posisi duduk di dekat anaknya. Dia mengusap rambut anaknya yang sedikit berantakan.“Iya, Papa jatuh karena berantem sama monster,” ucap Brata sambil memperagakan gerakan ultraman.“Monster di mana, Pa? Wah Papa hebat?” sambut Bagas antusias. Imajinasi anak kecil tentang tokoh superhero memang sangat kental. Makanya ketika ada cerita seperti itu, dia terlihat sangat bersemangat.“Mas!” tekan Septi sambil melotot. Brata tergelak. Namun tak lama, karena Bagas yang memandangnya aneh.“Nanti setelah pulang sekolah, main Ultramen sama Papa ya, kamu jadi Ultramen, Papa jadi monsternya,” Rona wajah anak itu berubah cerah. Dia berdiri di atas kursi sambil tertingkah seperti superhero. Septi terhenyak melihatnya dan langsung meminta anaknya untuk duduk di posisi semula. Sedangkan Brata hanya terkekeh. Septi yang melihatnya hanya menggeleng-gele
Kehamilan Septi sudah mencapai delapan bulan. Selama itu, tidak ada masalah yang berarti dalam kehidupan mereka. Semua berjalan dengan lancar. Septi sebagai pemilik perusahaan juga sekaligus ibu hanya tinggal di rumah, sesuai dengan permintaan dengan Brata. Sedangkan Brata berlaku menjadi baik sebagai seorang suami sekaligus dengan jabatan baru yang dia sandang sekarang sebagai Presiden Direktur yang membawahi semua Direktur di seluruh perusahaan. Posisinya kini membuatnya menjadi orang yang paling di segani seantero negeri. Gelar sebagai Perfect Ceo berganti menjadi Gorgeous Presdir.Meski kehidupan sudah jauh berbeda, Namun, gaya hidup mereka sangat jauh dari kesan glamour. Semua karena Septi yang tidak ingin terlalu menonjol meskipun semuanya terlihat lebih. Bahkan, Ketika Brata mengusulkan untuk pindah ke Mansion yang lebih mewah dan megah, Septi tidak mau. Menurutnya dia sudah nyaman dengan Mansion yang dia tempati sekarang ini. Apalagi mengingat kehamilannya yang sudah menua. Su
“Mas,” panggil Septi yang baru saja menerobos kamar. Terlihat Brata yang sedang membelakanginya. Dia tengah mengenakan baju tidur.Septi menyergap punggung Brata yang akan membalikan badan. Membenamkan kepalanya di tempat ternyaman selain pundak sang suami.“Ada apa, Sayang?”“Mas, maafkan aku karena tidak bisa memenuhi kewajiban….” Brata melepas pegangan istrinya dan membalikan badan. Jemarinya yang kekar menyelusup di antara rambut yang berjuntai sampai ke punggung.“Enggak apa-apa, Mas paham,” sahutnya lembut. Namun, tidak mampu meredamkan gemuruh di hati Septi. Dia tahu kalau suaminya itu berpura-pura bersikap biasa saja di hadapannya.Brata membimbing Septi untuk berbaring di atas ranjang dan menutupnya dengan selimut sampai sebatas leher. Pria itu mengusap-usap keningnya dan mengecupnya mesra. Septi sangat bahagia mendapatkan perlakukan seperti itu.“Mau kemana, Mas?” tanya Septi saat melihat suaminya menuju pintu.“Aku mau tidur di kamar sebelah, Sayang?”“Kenapa?”Brata terdia
“Apa yang Pak Brata lakukan di kamar saya?” seru Dinda di ambang pintu. Tatapannya nanar melihat Brata yang sedang melirik ponselnya yang menyala. Cepat-cepat dia masuk dan menyembunyikan ponsel itu di dalam laci. Meski itu adalah hal yang percuma.“Kamu suka dengan saya?” tanya Brata yang membuat wajah Dinda semerah tomat. Belum sempat Dinda protes karena Brata yang masuk kamarnya tanpa izin, dia sudah di cecar dengan pertanyaan yang terasa menusuk sampai lubuk hati.“Benar kamu suka sama saya? Enggak apa-apa jujur saja,” desak Brata.“Enggak,” sahut Dinda refleks setengah membentak. Tumben gadis yang lemah lembut itu berbicara dengan nada tinggi. Apa mungkin karena Brata yang sembarangan masuk kamarnya.Brata diam. Memang tidak seharusnya dia masuk di kamar orang lain dengan sembarangan. Meskipun notabene dia adalah majikan di rumah ini, tapi sudah seharusnya dia menjaga privasi dari para pekerjanya.“Maafkan saya karena sudah masuk kamar kamu tanpa izin, saya hanya ingin mengembali
“Mas, biar saya bantu bawa tasnya,” ucap Septii setelah selesai sarapan. Brata yang akan bergegas ke depan pun menoleh. Dia tersenyum.“Tidak perlu Sayang, ini tasnya berat lho,” canda Brata. Namun, Septii bersikeras dengan merebut tas kantor suaminya.“Enggak apa-apa, Mas. sekali-kali boleh kan?” tanya Septii. Dia merasa lega karena suaminya itu tidak uring-uringan terhadapnya. Sedari tadi, dia melihat suaminya itu lebih irit berbicara. Tidak seluwes seperti biasanya. Mungkin karena kebutuhan batin yang terganjal, tetapi Brata berusaha tampak baik-baik saja. Septii sudah sangat mengenal Brata luar dalam, meski sekeras apapun pria itu berusaha menyembunyikan sesuatu terhadapnya.“Sudah sampai di sini saja, Makasih ya Sayang,” ucap Brata yang mengambil alih tas itu saat sudah sampai di teras. Septii menatap suaminya yang seakan sedang berbicara.“Kenapa Sayang?” tanya Brata saat mendapatkan tatapan yang tidak biasa. Dia melihat bibir yang begitu sensual, merah muda yang merekah tampak