Camp itu berbeda dengan perkemahan yang berada di pegunungan Mitah. Tempat itu jauh lebih luas dan dihuni banyak orang. Namun dari sekian banyak penghuni campe tersebut tak ada satupun yang mengenal Rachel atau menatap Rachel dengan tatapan aneh. Mereka semua fokus pada apa yang mereka kerjakan tanpa sibuk mengurusi orang lain. Selain itu, perkemahan itu sangat berbeda dengan Camp sebelumnya karena bukan didirikan dengan banyak tenda melainkan bangunan permanen yang layaknya istana luas. Mereka menyebut kastil itu dengan sebutan Kastil Irdawn.
Elise telah menceritakan sedikit sejarah tentang Crator yang tak pernah Rachel pedulikan sama sekali selama ini. Terutama tentang Redrock dan Vinetree. Dua Klan terbesar di kerajaan ini yang saling bersaing selama bertahun-tahun.
Vinetree adalah golongan orang yang terlahir dengan kemampuan istimewa dalam hal kekuatan fisik. Mereka memiliki kelebihan yaitu memiliki senjata mereka sendiri sejak lahir. Senjata itu akan diserahkan pada mereka sejak mereka berusia 10 tahun melalui sebuah ujian di tempat khusus yang mereka beri nama Moonbeam. Tapi ada satu pengecualian untuk seseorang. Dia adalah Kenneth Alaric.
Kenneth mengambil ujian senjata di usia tujuh tahun dan berhasil mendapatkan senjatanya, sebuah pedang yang diberi nama Shadowfall. Elise mengatakan bahwa itu adalah pedang yang dibawa Kenneth kemanapun dia pergi termasuk kemarin saat menyelamatkan Rachel. Rachel tentu mengetahui pedang itu. Karena sudah dua kali dia melihat pemuda itu mengacungkan pedangnya, pertama ke arahnya lalu kepada Ethan.
Sedangkan Redrock, adalah klan yang berisi orang-orang yang memiliki kemampuan untuk untuk mempelajari sihir. Meski semua orang bisa membaca mantra namun hanya sedikit yang berhasil menguasai dan mengendalikannya. Karena kemampuan mereka ini, mereka seringkali berbuat onar dan mempermainkan orang lain menggunakan mantra mereka. Bahkan kadang tindakan mereka membahayakan nyawa orang lain, itulah mengapa Redrock dan Vinetree berseteru.
“Kau bilang terlahir, jika terlahir bagaimana mereka tahu sebuah senjata terlahir untuk seorang anak?” tanya Rachel pada Elise.
“Akan ada sebuah tanda yang ditunjukkan oleh alam saat sebuah senjata tercipta di Moonbeam.”
“Lalu apa senjata milikmu Elise?”
Elise mengeluarkan sebuah belati kecil dari dalam sakunya. Rcahel mengamati belati itu dan segera menyadari sesuatu. Dia mengeluarkan belati yang selama ini dia bawa dan mensejajarkan kedua senjata itu. Bentuk, ukuran, warna, dan pola yang sama. Belati bersarung coklat dengan ukiran berbentuk sulur rumit berlapis perak diatasnya. Rachel menatap Elise tak percaya. Elise tersenyum melihat rasa terkejut Rachel.
“Aku mendapatkan sepasang belati saat aku masuk kesana.” Jelas gadis itu.
“Kenapa kau memberikannya padaku?” Tanya Rachel heran.
Elise tak langsung menjawab pertanyaan Rachel. Dia terdiam sejenak sebelum menatap Rachel dalam. “Entahlah, aku juga tidak yakin. Namun saat itu aku hanya berpikir bahwa kau mungkin membutuhkannya,” ungkap Elise.
Jawaban Elise mengingatkan Rachel pada situasi yang dia hadapi sebelumnya. Sebuah perasaan yang sulit untuk Rachel jelaskan namun Rachel yakin dia tidak akan pernah melupakan perasaan itu. Perasaan dimana dia akhirnya tahu bahwa dia telah kehilangan segalanya.
“Lupakan saja.” Tukas Elise menyadari atmosfer yang berbeda diantara mereka. “Bukankah kau berhasil melukai Tuan Muda Redrock dengan belati itu.”
Senyum mengembang di wajah kedua gadis itu. Rachel kembali mengamati belati yang selama ini menemaninya. Tidak menyadari ternyata selama ini dia adaah salah satu senjata khusus klan Vinetree.
“Apa nama belati ini?” pertanyaan itu terlintas saat dia ingat bahwa Elise mengatakan ada nama untuk setiap senjata.
“Milikku snowbell, sedangkan yang kau bawa adalah snowdrop.”
“Snowdrop.” Rachel menggumamkan nama senjata itu. MAsih mengagumi senjata yang selama ini ia gunakan. “Ketika senjata ini tercipta apakah kau memiliki semacam ikatan dengan belati ini? Kau bilang ada banyak senjata di sana, bagaimana kau bisa yakin bahwa belati ini tercipta untukmu?”
Rachel tidak bisa menghentikan dirinya untuk bertanya lebih jauh tentang Klan Vinetree. Sehingga setiap hal yang terlintas di pikirannya akan langsung ia ucapkan tanpa banyak pertimbangan. Namun hal itulah yang membuar Rachel cepat akrab dengan Elise. Karena gadis itu akan dengan sabara menjawab apapun pertanyaan yang Rachel lontarkan.
“Jadi maksudmu, tidak ada yang tahu senjata apa yang kau miliki hingga kau masuk ke Moonbeam. Hanya saat berada disana, kau akan tahu apa yang kau cari. Begitu maksudmu?”
Elise mengangguk membenarkan ucapan Rachel.
“Lalu, apakah setiap orang di kerajaan Crator bisa memiliki senjata yang terlahir khusus untuk mereka? Maksudnya senjata istimewa seperti ini?”
“Harusnya tidak.” ucap Elise tidak yakin. “Setahuku hanya Klan Vinetree yang mengalami hal tersebut, tapi dari yang aku tahu dulu Klan Jade juga memiliki hal serupa. Namun bukan senjata yang terlahir untuk mereka melainkan Magical Stone.”
“Magical Stone?”
“Orang-orang dari Klan Jade dianggap sebagai The Guardian, karena mereka melindungi Crator. Mereka menggunakan Magical Stone sebagai sumber kekuatan mereka. Kau tahu legenda tentang The Emerald?”
Kerutan di kening Rachel semakin dalam saat Elise berbicara. Gadis itu menepuk dahinya pelan lalu membawa Rachel ke sebuah ruangan tak jauh dari kamar Elise.
***
Ruangan itu memiliki pintu besar dari kayu Oak yang sangat tinggi. Ada dua penjaga yang berdiri di depan ruangan. Setelah meminta ijin pada penjaga itu Elise membawa Rachel kesana. Ternyata ruangan itu adalah sebuah perpustakaan yang teramat besar dengan puluhan atau bahkan ratusan rak buku yang berjajar rapi di sepanjang ruangan. Rachel belum pernah melihat buku sebanyak itu hanya bisa menganga takjub saat Elise membawanya meniti lorong dan mencari buku yang dimaksud Elise.
Elise pergi ke sudut paling ujung dan rak tertinggi di bagian terdalam perpustakaan itu. Dengan sedikit usaha ekstra Elise menarik buku tebal dan penuh debu keluar dari sana. Elise menghapus debu yang menutupi sampul buku itu dan memperlihatkan judul yang tertera di sana, ‘Jade : The Guardians and Their Secrets’.
“Buku ini harusnya tak boleh dibaca oleh orang luar, jadi jangan pernah mengatakan apapun tentang buku ini pada siapapun.” Bisik Elise. Rachel mengangguk paham.
Elise membuka buku itu dan menuntun Rachel menuju halaman terakhir buku itu yang bertuliskan ‘Crator’s Destiny’. Elise menyerahkan buku itu pada Rachel agar dia membacanya.
Di akhir perang Land Of Soul, Pemimpin Jade terakhir meramalkan masa depan Kerajaan Crator. Di sela-sela nafas dan darahnya dia berkata:
Akan ada badai ditengah Kita.
Badai yang tak akan bisa dicegah atau dihindari.
Jiwa-jiwa yang telah mati akan kembali.
Keruntuhan dan kehancuran akan terjadi.
Darah akan memenuhi Dewwy.
Jade tak akan mampu berdiri.
Vinetree akan hancur. Redrock akan jatuh.
Manusia akan sirna . Anima tak lagi ada.
Saat Amethyst bangkit semuanya akan sia-sia.
Saat Rachel membaca buku itu, tiba tiba kepalanya berdenyut sakit. Bayangan tentang mimpi aneh yang menghantuinya beberapa hari yang lalu tiba-tiba kembali. Gambaran seorang wanita yang mendekatinya dan kupu-kupu yang terbang mengelilingi nya. Rachel mengernyit sakit saat denyutan itu terasa semakin kuat namun gadis itu mengabaikannya dan terus membaca buku tersebut.
Di musim dingin tahun ke-425, menjadi tahun terakhir klan Jade. Karena setelah menyampaikan ramalannya, Sang Jade terakhir, Putri Emerald tiba-tiba sirna.
“Sirna? Dia hilang begitu saja?” tanya Rachel bingung.
Elise mengangguk sebagai jawaban pada Rachel. Gadis itu mengambil buku di depan Rachel. Tangannya meniti setiap baris kata yang tertulis di atasnya dengan raut wajah yang cukup sulit untuk Rachel pahami.
“Sepuluh tahun lalu, perang besar tejadi di Kerajaan Crator. Tanah Davian dan Teluk Feilas yang menjadi tempat perang telah hancur tanpa sisa. Perang itu tidak berlangsung lama, namun cukup untuk memusnahkan puluhan pulau dan seluruh anggota klan jade yang ada. Pemimpin mereka saat itu berhasil meninggalkan tanah Davian, tapi pada akhirnya dia juga ikut sirna tepat setelah Dia meramalkan masa depan Crator.”
“Pemimpin Jade? Putri Emerald?”
“Benar. The Emerald, Kailani Shore.”
Akh…
Denyutan itu kembali menyerang Rachel saat Elise menyebutkan nama pemimpin Klan Jade. Kali ini denyut itu terasa lebih kuar. Rachel bahkan berteriak kesakitan dan menekan kedua pelipisnya untuk mengurangi rasa sakit itu. Elise yang melihat Rachel kesakitan terlihat khawatir. Gadis itu meletakkan buku di pangkuannya dan membantu Rachel berdiri. Elise bisa melihat keringat dingin mulai mengalir di dahi Rachel.
“Rachel? Kau baik-baik saja? Rae...”
“Nerissa?”
Pandangan Rachel semakin kabur dan telinganya berdengung keras. Tiba-tiba tubuhnya terasa seperti terjatuh ke dalam air dingin yang sangat dalam. Penglihatannya memudar dan dia kesulitan bernafas. Rachel berusaha meraih apapun di sekitarnya namun sayangnya tak ada apapun disana. Semakin Rachel berusaha bergerak maka semakin dalam dia akan terjatuh dan semakin gelap pula pandangannya.Rachel terbangun di sebuah padang rumput hijau yang dipenuhi bunga. Kupu-kupu beterbangan di tempat itu mengelilingi Rachel. Mereka berkumpul dan membentuk siluet seorang gadis yang menunduk seakan memberi salam pada Rachel. Rcahel mengangguk samar pada kumpulan kupu-kupu itu yang segera beterbangan menjauh. Rachel bangkit dari tempatnya dan mulai menjelajahi tempat itu. Dia berjalan mengelilingi padang rumput itu hingga dia tiba di sebuah tebing tinggi.Saat dia tiba di tebing tinggi itu tiba-tiba langit berubah gelap. Rachel tak tahu apa yang terjadi padanya namun tubuhnya bergerak denga
“Rae..” Rachel mendengar suara Elise dan melihat gadis itu berlari ke arahnya. “Aku lupa ingin menanyakan sesuatu padamu, siapa Nerissa? Kau memanggilku Nerissa sebelum kau pingsan.” Jadi itu hanya bayangan Rachel saja rupanya. “Tidak, aku hanya salah lihat.” “Jadi siapa dia?” “Kupikir kau pernah mendengar namanya, gadis Mermaid.” “Tidak, bukan itu. Maksudku, siapa Nerissa dihidupmu?” Rachel mengamati wajah Elise dengan seksama. Jika orang lain yang bertanya tentang Nerissa saat ini, mungkin Rachel akan mencari berbagai alasan untuk menolak dan mengalihkan perhatian mereka tapi Elise. Gadis ini sedikit berbeda. Aura yang dipancarkan gadis ini mengingatkannya pada Nerissa yang dikenalnya. “Nerissa, dia saudariku. Kami tumbuh dan besar di panti asuhan yang sama. Bagiku dia seperti kakak yang selalu melindungi dan merawatku. Bahkan di akhir nafasnya dia masih berusaha melindungiku.” “Dia telah tiada?” “Aku
Hari ini salju kembali turun menyelimuti kastil Irdawn dengan selimut putih yang lembut dan basah. Di atas lapisan putih itu terdapat jejak halus yang mulai memudar. Sebuah jejak yang tercipta dari sebuah kaki mungil yang berjalan di pagi buta. Jejak tersebut berjalan lurus ke arah gerbang kastil dan menghilang dilebatnya hutan. Namun satu yang tidak di ketahui pemiliki jejak kaki itu. Bahwa ada jejak lain yang mengikutinya tak lama setelah kepergiannya. “Apa kau bermaksud mengelilingi Crator dengan berjalan kaki?” tanya Kenneth saat melihat tubuh kecil Rachel meringkuk dibawah pohon tak jauh dari sungai. Gadis itu mengangkat kepalanya dan membuka tudung yang menutupi wajahnya. Gadis itu tampak terkejut melihat Kenneth namun dia segera mengatur ekspresinya dan kembali menatap datar pada Kenneth. Dia menghela nafas pelan sehingga menciptakan kepulan uap didepan wajahnya yang memerah kedinginan. “Jangan bilang kau mau menukar kudamu dengan busurku. Maaf
Diantara banyak kota yang telah Rachel lalui, Abendbrise adalah kota terakhir yang harus ia datangi. Kota terakhir di dekat teluk Feilas. Tempat yang akan dia tuju, tanah para Jade, Pulau Davian. Rachel sudah berkuda selama dua hari tanpa tidur. Hanya sesekali dia akan berhenti untuk memberi makan kudanya atau meluruskan kakinya sejenak. Saat memasuki gerbang kota Abendbrise, Rachel telah disambut dengan suasana kota tua kecil di pinggiran kerajaan. Kota yang cendurung memancarkan cahaya suram di sekitarnya dengan sebagian besar bangun terbuat dari kayu dengan warna coklat yang telah memudar. Beberapa penduduk berlalu lalang dengan jaring di atas bahu mereka, atau para wanita membawa beberapa keranjang ikan adalah pemandangan yang sedehana. Rachel membawa kudanya menuju kedai pertama yang dia lihat. Mengikatkan kudanya di tempat yang telah disediakan lalu segera memesan makanan untuk dirinya. Dia merogoh saku mantel yang di berikan Kenneth dan menghitung koin yang ma
Satu yang Rachel sesalkan saat meninggalkan camp Vinetree adalah dia lupa mengembalikan belati milik Elise. Meski gadis itu mengatakan bahwa dia tidak menggunakannya namun Rachel tahu bahwa senjata itu bukan miliknya. Elise mungkin akan mendapatkan masalah jika ada anggota Vinetree yang tahu bahwa dia memberikan senjatanya pada Rachel. Rachel memutuskan untuk membawa Belati itu dan memastikan bahwa benda itu selalu dalam pengawasannya.Saat ini Rachel masih berada di kota Abendbrise, setelah beberapa hari badai melanda pesisir, hari ini cahaya matahari mulai terlihat bersinar di ufuk timur. Rachel bangun pagi bersama Aryan dan bergegas melihat pantai yang makin hangat. Musim dingin akan segera berakhir.“Rae, apa kau akan ikut ayah melaut hari ini?” tanya Aryan. Mata bulat bocah itu manatap Rachel dengan sedikit berkaca-kaca. Rachel mengangguk pada bocah berusia sepuluh tahun itu, dia tidak menyangka bahwa dia akan sangat akrab dengan bocah itu. Seb
Kenneth masih mengagumi tempat itu. Keindahan yang telah lama tidak pernah Kenneth temui di tanah Crator. Sejenak pemuda itu seakan melupakan tujuan utamanya jika bukan karena seruan dari sang Elf. “Tertarik untuk tinggal, Tuan Muda Alaric?” tanya Undina Reagen pada Kenneth. Pemuda itu segera mengalihkan pandangannya dan fokus pada wanita itu yang telah menunggunya. Undina Reagen, seorang Elf yang telah tinggal di wilayah gunung Mithre selama ratusan tahun. Penampilan peri wanita itu sedikit membuat Kenneth terkejut. Dimana dia mengenakan sebuah pakaian yang sederhana dan jauh dari kata elegan yang biasa di sematkan pada para kaum Elf. Undina Reagen menyadari arti tatapan Kenneth dan tersenyum ringan. Wanita itu menjejakkan kakinya di atas bebatuan lembab yang ada di sekitar air terjun tak jauh dari tempatnya. Melangkah menuju ke tengah aliran sungai dan membenamkan diri disana. Kenneth terkejut namun dia masih diam di tempatnya. Tak berapa lama wanita itu ke
Terik matahari terasa menyengat di permukaan kulit. Membakar tubuh yang tergolek lemah tak berdaya dibibir pantai. Perlahan pemilik tubuh itu mulai membuka matanya. Menyipit dan mengerjap saat merasakan cahaya terang di sekitarnya. Gadis itu, Rachel Chevalier. Dengan tubuh lemah dia bangkit dan menemukan dirinya berada di sebuah pantai. Rachel melihat ke sekeliling mencari apakah ada orang lain selain dirinya, namun hasilnya nihil. Gadis itu perlahan bangkit dan membersihkan sisa-sisa pasir yang menempel di tubuh dan pakaiannya. Rachel meraskan nyeri di pahanya dan menyadari rasa nyeri itu berasal dari Belati milik Elise yang sedikit terbuka dan menggores kulitnya. Gadis itu memeriksa belati tersebut dan menemukan belati itu sedikit bersinar. Mengeluarkan cahaya biru terang. Rachel belum pernah melihat belati itu bersinar seperti ini. Namun tak lama cahaya itu hilang dan kembali seperti sebelumnya. Rachel memilih mengabaikan hal itu dan perlahan bangkit dari pasir le
Rachel tidak yakin bagaimana semua ini berawal tapi sepertinya Rachel telah tiba di tujuannya. Pulau Davian, Tanah Para Jade. Setelah membaca nama yang tertera di rumah pertama yang dia lihat gadis itu tentu tidak akan percaya. Jadi dia berjalan lagi lebih dalam dan menelusuri puing-puing rumah yang terisa. Membaca satu per satu nama yang tertera dan menemukan banyak kata ‘Jade’ disana.Rachel berhenti di tengah jalan dan melihat sekeliling lagi. Mengatur nafasnya yang terengah-engah dan detak jantungnya yang tiba-tiba saja terasa berpaju. Memastikan sekali lagi apa yang dia temukan. Dia sedang berdiri di reruntuhan pemukiman Klan Jade. Dia berada di tanah mereka. Tanah pada Jade yang telah di tinggalkan. Tanah tak berpenghuni di dekat teluk Feilas. Dia berada di wilayah Jade.Gadis itu berlari. Entah kemana dia tak mengerti. Namun sebuah perasaan berluap-luap terasa didalam dadanya. Gadis itu terus berlari. Mempercepat langkahnya. Tak memperdulikan kemana
Kekuatan. Kekuasaan. kebebasan.Hal yang tak pernah lelah untuk di cari dan dikejar oleh semua orang. Setiap mereka yang hiduo pasti mendambakan kekuatan. Setiap mereka yang Kuat, pasti menginginkan kekuasaan, dan siapa yang berkuasa dialah yang memegang kebebasan. Begitulah kiranya rantai kehidupan yang saat ini tercipta. Buah dari keinginan dan hasrat yang tak ada habisnya. Setiap orang berlomba mencapai kesempurnaan untuk mengejar kekebasan tertinggi. Namun, tahukah mereka arti sejati dari sebuah kebebasan?***"Bydd yr Enaid Sanctaidd bob amser yn effro yn y Corff Mawr." (Jiwa Suci akan selalu terjaga dalam Raga sang Agung)Rachel, sang Jiwa Suci yang terlahir dalam Raga Sang Agung. Inang yang paling tepat untuk kekuatan terakhir dari para Velaryon. Kekuatan kuno yang selama ini menjaga alam semesta.Namun, mereka kadang lupa, bahwa selain para kekuatan kuno nan agung, ada entitas lain yang lebih luar biasa di banding mereka. Sang Jiwa Suci. Cahaya terang itu berpendar keluar d
Di empat penjuru kerajaan Crator, ke-empat Guardians yang tersisa perlahan bangkit. Ada sebuah dorongan dalam diri mereka untuk mengeluarkan kekuatan mereka ketika cahaya ungu pekat itu memenuhi langit. Perlahan, Trisula Aquamarie, Tombak Mitah, Pedang Shadowfall dan Belati Snowbell menunjukkan kekuatannya. Keempat guardians itu memejamkan mata mereka di waktu yang hampir bersamaan dan perlahan cahaya masing-masing armor menyelimuti mereka. Dengan cahaya itu kekuatan masing-masing guardians meningkat secara bersamaan. Ketika kekuatan itu telah berkumpul cahaya itu melesat ke langit, memunculkan cahaya biru, hijau, coklat, dan putih menyatu dengan langit gelap di atasnya. Untuk sejenak gejolak petir itu berhenti. Sejenak, sebelum gelombang besar bencana datang. Angin berhembus kuat menyelimuti Crator. Menerbangkan appaun yang bisa di bawanya. Puing-puing reruntuhan, pohon dan tanaman, kereta, kuda, dan bahkan manusia. Segalanya ikut terbawa oleh amukan angin yang muncul tiba-tiba.Te
Rachel menatap tubuh Sigrid yang penuh luka. Entah berapa kali wanita itu terus mengulang kesalahan yang sama, membalas setiap kali Rachel mengobati lukanya. Niat awal Rachel untuk mengingatkan Sigrid atas rasa sakit berulang yang terus wanita itu torehkan pada penduduk Crator, tapi sayangnya wanita itu seperti tak menunjukkan sedikitpun rasa penyesalan. Rachel ingin mmebuat wanita itu mengingat rasa lelah dan ketakutan karena ancaman yang berulang, tapi Sigrid terlihat sangat berambisi untuk membalas Rachel di setiap kesempatan.‘Kenapa kemarahan wanita ini tak kunjung padam? Kehidupan seperti apa yang sudah dia lalui sebelumnya?’ batin Rachel bertanya-tanya.Rachel kembali menyentuh puncak kepala Sigrid, tapi kali ini sebelum wanita itu bangkit menyerang sebuah rantai hitam muncul dari tanah dan mengikat Sigrid.Arrghhh ... Sigrid menggeram marah dan meronta. “Menyerahlah maka hukumanmu akan lebih cepat selesai,” ucap Rachel.“Kau! Atas hak apa kau memiliki hak menghukumku? Kau sam
Seringai tipis muncul di wajah Sigrid. Hanya beberapa saat sebelum tawa melengking wanita itu terdengar menggema di kastil Enver. Ha... ha... ha... “Kalian semua sama saja,” tukasnya. Sigrid menatap Rachel dengan ekspresi mengejek. Terlihat tenang namun juga menghina di saat yang sama. Sedangkan dalam dada itu sedang ada gemuruh kemarahan yang sedang dia tahan. “Jadi, selain menghukumku kau tidak memiliki tujuan lain datang kemari?” tanya Sigrid. “Sepertinya Para Velaryon itu benar-benar memberikan perhatian istimewa padaku.” Sumpah serapah dan hinaan keluar dari mulut wanita itu. Segala bentuk cercaan dan berbagai macam umpatan dia layangkan pada Rachel dan sosk Velaryon. Rachel hanya diam. Satu tangannya bergerak di atas halaman kastil dan tanaman tumbuh di sekitarnya, membentuk sebuah tempat duduk dari sulur tananam dengan bunga-bungan berwarna ungu dan hitam. Dengan kedua tangan dia letakkan di dada, Rcahel mundur
Katakanlah Rachel kejam, tapi dia memang ‘harus’. Dikepala gadis itu ada banyak hal aneh yang terus bermunculan. Ingatan tentang kehidupan lain dari berbagai sosok yang tidak Rachel kenal. Kekejaman sosok Neith ketika memimpin perang Wylan. Kesedihan Amethys yang tersisih dari para bintang. Kesepian yang terasa dari benak Sassafres. Bahkan kemarahan Sigrid juga bisa Rachel rasakan sekarang. Emosi-emosi itu sedikit banyak mulai mempengaruhi pandangan dan perasaan Racgel terhadap setiap hal yang ada di hadapannya. Dikedalaman samudera, air bergejolak kuat. Mendoron dan menekan tubuh Sigrid yang tak bisa melawan tapi wanita itu masih hidup. Wanita tiu masih bertahan meski tidak bisa melawan. Semakin dalam mereka menyelami samudera semakin terang pula cahaya Aquamarine di sekitar mereka. Hingga Rachel tiba di sebuah altar bawah laut. Jangan tanya bagaimana Rachel bisa tahu, ada sesuatu di kepala Rachel yang memberinya petunjuk. Mungkin Caelum The God of Sky atau bisa jug
Cahaya fajar terlihat di ufuk timur. Cahaya kemarahan yang telah di tunggu-tunggu setelah malam panjang yang hadir tiba-tiba. Helaan nafas lega hampir terlihat pada seluruh penduduk Crator saat mereka berhasil melewati satu malam yang mencekam. Malam dimana kerajaan mereka mungkin akan musnah karena kebangkitan sosok dalam ramalan.Suatu penuh suka cita terlihat dirumah rumah yang penduduknya mulai saling memeluk dalam isak tangis penuh kelegaan. Tanpa mereka ketahui, bahwa nasib mereka baru saja mulai di tinjau pagi ini.*** Cahaya matahari pagi menyinari pegunungan Mithre dengan sinar hangat. Cahaya terang keemasan itu jatuh tepat di atas rumput hijau segar yang dipenuhi embun di setiap pucuknya. Indah, tapi ingat bahwa sebelum itu ada rumput hitam mematikan tumbuh sebelumnya.Rachel berdiri di sana, kali ini dia telah bertekad menyelesaikan segalanya. “Kau benar-benar terlalu membanggakan dirimu sendiri, Rae,” sentak Sigrid. Wanita itu bangkit dan
Percayalah Rachel tak mengerahkan segala kemampuannya kala itu untuk mengalahkan Sigrid. Bukan karena dia tidak mampu, melainkan karena Rachel tak ingin ramalan Putri Emerald menjadi kenyataan. Rachel harus tetap bisa mengendalikan diri dan kekuatannya hingga dia selesai berurusan dengan Sigrid. Rachel tak yakin ke mana Sigrid pergi, dia hanya melesat terbang mengikuti jejak kekuatan milik wanita itu yang menuntunnya meninggalkan Atiria. Ketika Rachel melesat di atas langit, cahaya ungu terlihat memandang mengikutinya. Layaknya ekor meteor yang jatuh ke bumi. Orang-orang di bawahnya yang melihat cahaya ungu melesat di atas mereka semakin ketakutan sebab mereka yakin bahwa kali ini, Amethys benar-benar telah bangkit sempurna. Rachel berhenti di sebuah dataran tinggi di pegunungan yang terlihat tak asing dimatanya. Padang rumput hitam sejauh mata memandang dengan aroma aneh yang mengusik indera penciuman. “Mithre,” desis Rachel menyadari dimana dia berada. Rachel menelisik ke sek
Cahaya terang menyinari tempat itu. Sepanjang mata memandang hanya ada langit tak bertepi dan padang rumput luas tak berpenghuni. Hanya terdengar desau angin dan suara samar burung di kejauhan.Di antara ilalang yang bergoyang pelan, seorang gadis tengah berbaring. Rambut coklat keemasannya yang panjang menyatu dengan tanah kecoklatan di sekitarnya. Kulit putih pucatnya berpendah layaknya dilapisi oleh kerlip bintang yang berpendar memantulkan cahaya. Satu tagan gadis itu menutupi kedua matanya. Ketika tangan itu perlahan terangkat, mata gadis itu terbuka pelan memperlihatkan mata coklat keemasan terindah yang pernah ada. Terang dan dalam. Seakan mata itu mampu melihat menembus apapun yang ada di depannya.Gadis itu perlahan bangkit, menarik kedua kakinya dan membawa tubuh tinggi semampainya bangkit. Gaun putih pucat gadis itu perlahan melambai bersama dengan hembusan angin.Satu tangan gadis itu kembali terangkat. Jemari lentiknya bergerak menyentuh udara kosong di depannya. Satu ket
“Diantara ribuan bintang, ada banyak yang terang penuh sinar. Dilingkupi kehangatan dan membawa kebahagiaan. Namun, di satu sudut langit ada sosok yang kelam. Tersembunyi dalam kegelapan. Penuh rahasia dan kesepian.”“Dia hanyalah satu dari bagian langit yang memutuskan untuk menyendiri. Diam jauh dari pandangan. Sebagai pengamat tanpa turun tangan. Namun, sekiranya dia datang maka percayalah bahwa dia telah habis kesabaran.”*** “Lihat ini Rachel! LIHAT!!” teriakan Sigrid menggema memenuhi langit. “Lihatlah bagaimana aku menghanguskan mereka! Lihat bagaimana aku menghancurkan kerajaan yang kalian jaga! Ha... ha... ha... .”Kening gadis itu berkerut. Otaknya tengah berputar. Dengan rasa pening yang tiba-tiba menghantamnya dia mencoba melesat secepat mungkin mengejar sosok Sigrid.‘Kau tak akan bisa mengalahkannya’ suara Sassafras terdengar di telinga Rachel. Naga itu masih terhubung dengannya.“Aku bisa!” tegas Rachel dalam gumaman pelan.Langit gelap itu telah menghitam sempurna. Bu