Sial, kenapa si Bastian bisa bawa adiknya kemari? Jasmine mergokin penyamaranku dan tanpa malu langsung nempel ke aku terus!
"Dean, kamu aneh deh nyamar- nyamar kayak gini. Kurang kerjaan aja! Kak Bastian bilang kamu nyamar gegara mau ngecek kinerja karyawan lo. Tapi gak perlu seekstrim jadi satpam gini kelesss." Si bawel itu menggerutu panjang lebar hingga bikin aku enek mendengarnya.
"Jasmine, kalau kakakmu sudah menjelaskan seperti itu, ngapain Kamu disini? Kamu menganggu misitu! Pergi sana! Dan jangan panggil namaku terus," kataku jutek.
Dia merengut kesal.
"Dih, selalu aja jutek! Tapi aku suka! Lihat aja, suatu saat kamu akan jatuh dalam pelukan aku Dean!"
"Dalam mimpimu Jasmine!" balasku dingin.
Ting ..tong.. Ada bunyi sms masuk. Dari Elenaku . Aku segera membacanya.
Sial! dia marah. Apa tadi dia melihat kemari?
"Jasmine, tolong tinggalkan tempat ini sekarang. Dan jangan pernah ke
"Morning My Sweetie, bang Erik cayangnya Mila,” sapa Mila saat ngelihat aku ama Erik lewat. Sial, aku dianggap kagak ada. Sebelum Erik ngejawab sapaan kenes itu, aku sontak memiringkan kepalanya dan melumat bibirnya mesra. Mila mendelik seakan gak terima. ”Woi, meşum di muka umum! Digerebek satpam baru tau rasa Lho! l' cemoohnya bodoh. "Biarin, paling ya dIkawinin lagi, gak ngaruh. Lagian mana mungkin satpam gerebek. İni yang aku mesumin bang satpamnya sendiri! Hweekk!” Aku melet ngeledekin Mila yang terpekur meresapin kata-•kata aku . Wajahnya seakan mengatakan 'iya juga Sih, kok aku begok gak Mikir kayak gitu tadi?!' Si Erik ketawa—tiwi ngerasa bangga diperebutin dua cewek! Yaelah Rik, gak usah bangga banget! Lawan aku gak level gitu, dia kan pembokat sok seksi dengan bodi macam tukang pukul. ini aku ladeni dia juga gegara kayaknya level aku melorot drastis sejak kumpul kebo ama orang senorak elho! PIkir aku miris. Gak sad
Hari ini hari istimewa buat aku. Erik ngajakin aku pergi rekreasi bareng. Aku lupa pergi ke air terjun mana. Gak penting ah. Pokoknya akhirnya aku bisa jalan—jalan! Yeach, perasaan udah lama banget aku gak pergi rekreasi.Aku sengaja pakai baju aku yang terbaik, kaus streech press body dan hotpan pendek yang sempat aku ambil pas nginap di rumah Papa. Wow, tampilan aku oke dah. Tapi Erik malah ngelihat dengan pandangan gak suka." Mbak Ena, masa pakai baju kayak gini?" protesnya begitu lihat tampilan aku.Dia sendiri pakai celana ungu tujuhperlapan noraknya kayak biasanya dan kaus hijau berkerah yang dIkancing semua sampai nyekek leher dan warnanya udah bulak itu. Duh, aku gak protes dia aja udah syukur—syukur. Secara kan aku sekarang belajar nerima tampilan noraknya apa adanya."Yaelah Erik, kita kan mau jalan—jalan. Ya pakai baju gini lah yang pantas.""Tidak Mbak! Terlalu seksi. Aku tidak Senang Isteriku ditonton orang lan
Aku sudah tak meragukan cinta Elena lagi. la mencintaitu apa adanya, meski dimatanya aku tak kaya, norak, dan Erik. RALAT! Elena mencintai Erik. Bukan Dean atau aku yang sebenarnya! Dean itu kaya, pemilik multi usaha yang bergerak di banyak bidang, dan gak sok narsis. Juga aku termasuk pria tampan yang jenius. Intinya aku itu pria yang sangat diidamkan sebagai calon suami. Tapi kini mengapa aku jadi tak pede mengaku i identitasku yang sebenarnya pada Elena? Jangan- jangan ia lebih mencintai Erik daripada Dean! Lalu seandainya ia menolak aku sebagai Dean, apa yang harus kulaku kan? Masa aku harus berperan jadi Erik selamanya? Aneh kan. Tapi tetap saja aku lebih baik mengatakan kebenarannya pada Elena. Sakit kan kalau kita dibohongi terus menerus padahal kita sudah percaya dengan orang itu. Hanya saja, satu kebohongan yang dibongkar akan membuka kebohongan yang lain! Keputusanku juga menpengaruhi nasib Papa
Sialan! Aku baru mengenali orang yang dipanggil Abang ini. Dia dulu pernah tanding judo melawan aku dan langsung kukalahkan di ronde pertama. Dia PIkir aku cuma lihai di bidang judo, padahal aku menguasai hampir seluruh kemampuan bela diri. Hanya saja memang aku sering mengkayaki pertandingan judo sehingga namaku terkenal di bidang itu. Elena menatap aku dengan pandangan bertanyaætanya. Masa penyamaranku harus terbongkar sekarang? Bagaimana janjitu kepada Papa? Saat aku masih belum bisa memutuskan berbuat apa, pertolongan datang dari orang yang tak kuduga sama sekali! Elena mendesah keras lalu menepok jidatnya sendiri seakan teringat sesuatu. "Dean! Tentu aja aku baru aja ingat siapa dia. Kapan hari dia pernah nabrak mobil aku, tepatnya supirnya Sih yang ngebawa mobilnya dan nyerempet mobil aku." Si Abang itu jadi heran mendengar ucapan Elena. "Rik..eh Erik ini emang mukanya mirip sama yang naman
Aku tak menyangka akhirnya akan berakhir seperti ini. Elena mengetahui identitasku yang sebenarnya dengan mata kepalanya sendiri dan ia marah padaku . Sekarang bagaimana aku bisa menjelaskan padanya kalau aku melaku kan semua ini karena permintaan ayahnya yang merasa hidupnya tak akan lama lagi? Tidak. Aku tak bisa merusak kepercayaan Papa Mertuaku . Lagi&lagi aku harus mengalah. Kubiarkan ia pergi dengan meninggalkan kebencian untukku. Namun kali ini ada sesuatu yang harus kulaku kan. Ku hubungi nomor hape Papa."Dean, ada apa?" terdengar suara Papa menyambut tanpa semangat."Elena sudah mengetahui identitasku yang sebenarnya Pa," kataku to the point.Kudengar suara nafas Papa tercekat di ujung sana."Bagaimana bisa?""la tak sengaja masuk ke kamar pribaditu di kantor dan ia mergokin aku saat ganti baju satpamku," jelasku singkat."Lalu kau jelaskan semuanya?""Belum. Aku tErIkat ja
Aku baru selesai mengajar anak- anak pantai. Kini mereka lagi manfaatin jam istirahat mereka dengan bermain di tepi pantai. Asik aja ngelihat permainan mereka meski mereka main dengan telanjang kaki. Kasihan mereka. Anak- anak pantai ini datang ke sekolah dengan pakaian seadanya yaitu pakaian rumahan yang sangat sederhana. Juga hanya memakai sandal jepit, bahkan kadang mereka gak pakai alas kaki. Tapi semua itu gak menyurutkan semangat mereka untuk belajar di sekolah. Itu juga kalau bangunan nyaris ambruk ini layak disebut sekolah. Makanya aku paham kenapa Pak Sapto amat mengharapkan donasi untuk membangun sekolah yang keadaannya miris ini. Uh, aku pusing Mikirinnya. Si Erik eh Dean mau ngebiayaiin sekolah ini asal aku balik sama dia. Tapi masa aku harus berkorban jadi simpanannya demi sekolah ini? "Mbak Elena," sapa Pak Sapto yang tiba-tiba aja sudah berdiri di sebelah aku. "Iya Pak Guru." "Bagaimana kemarin perbincangan Mbak Elena dengan Mr Alexande
Sepanjang perjalanan aku gak bisa Mikir apapun. Aku shock! Kenapa selama ini Papa nyembunyiin penyakitnya dari aku? Dan aku yang gak tau justru membencinya! Belakangan ini hubungan aku dengan Papa emang memburuk. Dean seperti mengerti apa yang aku rasain. Dia memegang tangan aku, seakan ingin menyalurkan kekuatannya."Dean, Kamu udah tau ini sejak lama ya?" tanya aku curiga."Cukup lama. Tapi papamu memintaku tak memberitahumudulu.""Sampai kapan? Sampai Papa sekarat begini baru aku dIkasih tau?" sindir aku kesal. Airmata aku mulai mengalir tanpa bisa dikendalIkan lagi."Mengapa kalian selalu nipu aku terus menerus?!""Maafkan aku , Elena. Selama ini aku mengharap Papamu lah yang akan menjelaskan semuanya padamu. Dialah yang berhak mengatakan itu, tapi kini kurasa keadaannya tak memungkinkan." Jadi Dean tahu segalanya tapi dia menyembunyIkannya atas permintaan Papa."Sakit apa Papaku? ""Kanker darah. Stadium tiga.
Udah seminggu Papa di ICU. Aku masih setia menunggu Papa di luar ICU. Aku hampir gak pernah pulang rumah. Percuma juga sih, di rumah aku juga gak bisa tidur atau istirahat. Kalau gak ngelihat kondisi Papa aku ngerasa gak lega. Kemarin aku baru aja ngusir Dean dari hadapan aku, ternyata pagi ini dia udah muncul di Rumah Sakit. "Kamu ngapain datang kemari lagi?"sentak aku kejam. Dean cuek aja aku jutekin. Malahan dia duduk santai di bangku Rumah sakit seakan di rumah sendiri aja. "Apa Kamu sudah memutuskan untuk membeli rumah sakit ini?" Aku membulatkan mata bingung ngedengar pertanyaannya yang gak berujung pangkal itu. "Enggak! Buat apa?!"sarkas aku. "Bagus. Kalau begitu Kamu tidak berhak mengusir aku dari sini," ucap Dean puas, ia duduk sambil mejamin mata seakan gak mau diganggu lagi. Oke! Fine. Aku juga gak akan peduliin dia. Anggap aja dia gak ada disini. Aku sibuk mondar—mandir untuk ngelihat kondi