Grup Komunikasi Kasus[06.32] Aldo : Nanti malam siap-siap kita pergi ke tempat Aryo.[06.32] Aldo : Semua buron sudah tertangkap, termasuk pembunuh ayah dan ibu Arin dan Lili.[06.33] Lili : Siap Pak![06.33] Citra : Siap Pak! (2)[06.37] Richard : Oke.[06.58] Arin : Siap Pak! (3)[06.59] Joni : Siap Pak! (4)[10.59] Dewa : Siap Pak! (5)[10.59] Dewa : Siap bosque…[11.00] Dewa : Pada ngga kreatif. Semuanya pada copy paste.[11.13] Joni : Bac*t[11.13] Aldo : Bac*t. (2)[11.13] Richard : Bac*t. (3)[17.05] Dariel : Bac*t. (4)Lina tertawa keras melihat isi grup chat tersebut. Nama grup chatnya terkesan kaku, tapi syukurlah jadi agak terhibur dengan kelakukan Dewa.&nb
“Gimana? udah puas hajarnya, Li?” tanya Dariel.Lili yang sedang melamun langsung tersadar. Dia mengangguk pelan sambil meringis.Lili masih tidak menyangka dengan dirinya sendiri, dengan begitu mudahnya dia menghajar ayah dari sahabatnya. Tapi rasa kecewa teramat sangat yang Lili rasakan saat mengetahui pembunuh kedua orang tuanya merupakan ayah dari sahabatnya sekaligus teman dekat ayahnya.Dari tadi Joni berdiri disamping Lili dan merangkul pundak Lili. Beberapa kali juga Joni mengusap pelan lengan Lili. Ia mencoba menenangkan Lili. Menurut Joni Lili terlihat sangat syok.“Bos, kita laper. Pada belum makan malem.” ucap Dewa.“Kita akan ke villa milik keluarga saya. Disana sudah disediakan makanan.” ucap Dariel pada yang lain.“Ya udah hayu atuh. Kita berangkat.” ucap Dewa dengan logat sundanya sambil melirik Citra yang memang orang sunda asli.Mereka memasuki mobil masing-masing seperti tadi.Dariel menghampiri Aryo, “Besok pagi langsung giring mereka ke kantor polisi.” ucap Darie
“Kalo masih kena jet lag ngga usah ikut aja ke rumah kosong tadi.”“Kalo aku ngga ikut nanti ngga ketemu kamu.”Pijatan Arin pada kepala Dariel yang awalnya pelan dan enak malah jadi menjambak rambut Dariel.Argghhh.Ringisan keluar dari mulut Dariel. Tapi Arin tidak peduli.“Bodoh. Kalo kamu sakit siapa yang ngurusin kasus ini?”“Kamu khawatir. Aku suka.”Argghhh.Arin menjambak rambut Dariel lagi.“Kepala aku pusing, Rin. Kalo dijambak malah jadi sakit.”Arin mengusap kepala Dariel ditempat bekas jambakan tadi.“Riel. Ngobrol serius, yuk.” ajak Arin mulai memelankan pijatnnya pada kepala Dariel.Bahagia banget kalo Arin jadi istri gue. Pijatannya mantep. Kalo gue
Di meja makan villa itu pagi-pagi sekali sudah berkeliaran pelayan-pelayan Dariel. Arin, Citra dan Lili hanya memperhatikan dari meja makan. Mereka bertiga sudah menawarkan diri untuk memasak tapi pelayan-pelayan itu menolaknya dengan keras. Mereka bilang jika mereka senang bisa bekerja dan memasak, karena selama ini villa ini kosong jarang ada yang berkunjung.Mereka bertiga bertatapan dan menghela napas bersamaan. Baru kali ini mereka dilayani layaknya orang kaya, tapi justru mereka malah bosan karena tidak ada yang bisa dilakukan.“Tau gini mending semalem pulang aja deh ke apart.” keluh Citra.“Bener banget, mbak.” balas LiliCitra tersadar jika pagi ini mereka ada disini otomatis Lili tidak bekerja.“Kamu ngga kerja, Li? Baru sehari kerja, loh. Udah bolos aja.”“Hari ini aku kebagian shift siang, mbak.”“Syukurlah. Tadinya mbak mau marahin kamu, soalnya kamu bolos kerja.”“Ngga dong. Aku udah panik dari tadi kali mbak kalo kebagian shift pagi.”Hening kembali. Joni dan Aldo berj
“Saya juga kurang tau cerita pastinya gimana, tapi menurut yang saya dengar bos Dariel sangat dekat dengan ibunya tapi ibunya bos Dariel sudah meninggal setelah acara kelulusan senior high schoolnya dulu.” terawang Aldo“Menginggal karena sakit?”“Karena kecelakaan.”Arin menganga karena kaget.Saking speechlessnya Arin tidak tau harus bereaksi seperti apa.Arin dan Aldo diam. Menatap hamparan taman bunga yang cukup luas.“Udah selesai sharing-sharingnya?” tanya sebuah suara yang dari tadi berdiri dibelakang Arin dan Aldo sambil bersidekap dada.Arin dan Aldo menoleh ke belakang.Disana sudah berdiri lelaki jangkung dengan tampang datarnya.Siapa lagi kalau bukan… Dariel…Aldo langsung bangkit dari duduknya dan mengambil tab miliknya yang dari tadi disimpan di meja kecil samping kursi. Aldo jalan melipir ke samping Dariel dan tersenyum pada Dariel.“Izin mandi dulu, bos. Sebentar lagi kita harus balik Jakarta.” ucap Aldo. Setelah mengatakan itu Aldo langsung bergegas lari menjauhi pas
Mereka sekarang sedang berada di mobil untuk perjalanan pulang ke Jakarta. Joni yang biasanya diam hari ini terlihat mengomel pada Dewa karena Dewa susah dibangunkan dan mandinya lama. Bahkan Citra juga jadi ikut kesal sendiri dengan tingkah Dewa.“Lo tau kan kalo bangun siang ntar rezeki lo dipatok ayam?”“Alah itu cuman dongeng ibu-ibu buat nakutin anaknya.”“Ngga bego. Buktinya duit gue lebih banyak dari elo. Duit Arkan lebih banyak dari elo.”“Lo mah bandinginnya duit mulu. Males gue.”“Makanya lo berubah. Kalo lo jadi anak baik gue juga ngga bakal ngomel gini.”“Lo, mama sama papa emang cuman sayang sama Arkan doang. Sama gue ngga.”“Emang!”Citra yang mendengar keributan antara Dewa dan Joni hanya menutup telinganya. Dia sudah je
Seminggu berlalu. Kasus HP Group masih belum selesai. Kasus ini masih menggantung atas permintaan Dariel. Dariel masih ingin mencari bukti lain, padahal menurut yang lain bukti yang dimiliki Dariel sudah cukup kuat menjebloskan para pelaku.Semua polisi tidak bisa berkata apa-apa saat Dariel mengatakan, “Dalang dari semua ini belum ditemukan.”Bukankah Dariel cukup kurang ajar? Dia seolah menitipkan para tahanan pada polisi.Dariel sebenarnya sudah tau siapa pelakunya, hanya saja tidak bisa langsung mengungkapkan pelakunya begitu saja pada polisi. Bisa saja nanti malah jadi boomerang padanya. Ternyata bukti yang diberikan Bram sangat membantu Dariel.Benar apa yang diucapkan Bram, Dariel harus membawa HP Group menjadi perusahaan peringkat atas untuk mengalahkan perusahaan digdaya itu, orang itu memiliki super power yang belum bisa Dariel tandingi.[10.43] Dariel : Kita semua berkumpul di apartemen Arin jam 12 siang ini.Isi pesan yang dikirim Dariel di grup chat Komunikasi Kasus.*Se
Pagi ini Arin dan Citra sedang bersiap untuk berangkat kerja. Mereka sudah bersiap untuk berangkat ke kantor baru. Sedangkan Lili sudah berangkat duluan, selain karena tokonya lebih jauh juga karena Lili harus menggunakan angkutan umumKenapa ngga diantar lagi sama Joni? Karena masa cuti Joni sudah habis. Jadi sekarang Joni kembali bekerja di damkar dan sedang meminta untuk mutasi ke Jakarta.Arin dan Citra berdoa, semoga saja hari pertama mereka bekerja di perusahaan baru berjalan lancar.Di dalam mobil Citra, “Aneh ngga sih kita masuk kerja pas acara peresmian?” tanya Arin.“Iya juga, ya. Harusnya kan ada pelatihan dulu.”“Hah… Gatau lah. Ngikut aja kita. Mungkin kalo kamu kan ada basic sekretaris, sedangkan aku? Ngga ada sama sekali.”“Nyantai aja, Rin. Kalo ada yang kamu ngga ngerti nanti telepon aku aja.”“Siap bosku…”*Sesampainya di hotel bintang 5 tersebut, Citra memarkirkan mobilnya di lahan parkir khusus karyawan.Gapapa lah ya parkir disini, orang bentar lagi juga jadi kar
Fatma dan Saskia menatap Dewa dan Citra yang cukup diam malam ini. Terlihat jika Citra memang tenang, tapi Dewa kebalikannya, Dewa sangat gugup. "Mas? Kok masih belum dimakan?" tanya Citra pada Dewa. Piring Dewa masih penuh dengan makanan. Biasanya Dewa sangat lahap memakan santapan makan malam dimana menu utama di resto hotel ini adalah steak. Citra sangat tahu jika Dewa sangat menyukai makanan yang berbahan protein itu. "Iya, yang," patuh Dewa. Dewa akhirnya memakan steak itu dengan lahap. "Oh ya Fatma, Saskia nanti anter ke supermarket, yuk. Ada yang mau mbak beli," ajak Citra pada Fatma dan Saskia. "Ok, mbak," Pikiran kotor Fatma dan Saskia berkelana kemana-mana. Apa mbak Citra mau beli kondom, ya? Testpack, mungkin? Ngga mungkin deh, masa ngelakuin sekali langsung buncit. Sehari juga belum. Mungkin mbak Citra mau beli obat kuat buat mas Dewa, tapi emang ada di Swiss? Itulah pikiran-pikiran kotor yang keluar dari kepala Fatma dan Saskia. "Mas, mau ikut, ngga?" tanya Cit
"Sudah 2 hari kita di hotel. Aku bosen, yang...." keluh Dewa pada Citra.Dewa saat ini berada di kamar hotel Citra. Dewa tiduran di kasur dan Citra sedang memainkan ponselnya di sofa.Fatma dan Saskia sedang berada di kamar Fatma. Mereka berdua hanya diam di kamar dan menonton drakor secara marathon."Sabar. Arin kirim chat satu jam yang lalu, dia bilang kalo dia lagi di bandara dan akan boarding satu jam lagi,""Chicago-Swiss berapa jam penerbangan, sih?""Mas cek google aja coba,"Dewa menuruti perintah Citra untuk cek di google. Dia mengambil ponselnya yang dia simpan diatas nakas"WHAT??? 9 JAM????" teriak Dewa dan duduk tiba-tiba.Citra terkejut mendengar teriakan Dewa, dia mengusap dadanya. "Ya ampun, mas. Jangan teriak-teriak gitu. Aku kaget.""Ini 9 jam loh, yang. Iya kalo 9 jam kita langsung jalan-jalan, kalo ngga?" ucap Dewa cemberut.Citra melirik jam yang ada di dinding, "Ya ngga bakalan bisa langsung jalan-jalan. Orang mereka bakalan nyampe hotel tengah malem,""Arrggggh
Andrew berjalan keatas panggung. Suasana ballroom yang awalnya penuh dengan suara berbincang dari para pengusaha itu seketika senyap. Mereka fokus melihat Andrew yang ada disana."Good evening everyone. Thank you for coming to this party that I have organized. Everyone here must be very familiar with the state of HP Group in the past year...." Andrew terdiam dan melihat orang-orang yang ada di ballroom sebelum melanjutkan pidatonya. "Yes, as you all know we were at a low point in our company, but we are grateful that we were able to get through it and still survive. I can say that this is one of our best achievements. Speaking of achievements .... I'm not talking about being ranked as the world's number 1 entrepreneur or anything, but an achievement where we can survive the downturn and even we can still hope to continue to grow. There is no such thing as getting tired and giving up. Cheers." Andrew mengangkat gelas yang berisi red wine yang daritadi dia pegang dan meminumnya sedikit,
Arin berdiri di depan cermin di kamar hotelnya. Gaun yang dia kenakan saat ini adalah gaun dengan model off shoulder berwarna ungu tua dengan gradasi hitam. Rambut Arin hanya disanggul sederhana.Cantik. -- batin Arin tersenyum dengan percaya diri untuk menutupi kegugupan yang sedang dia alami sekarang. Berkali-kali Arin menghembuskan napasnya.Tiba-tiba saja Lili datang dan merangkul pundak Arin. Lili menumpukan kepalanya ka pundak Arin, "Kakak tegang, ya?" tanya Lili terkekeh melihat kegugupan Arin.Arin mengangguk sambil meringis."Tenang aja, kak. Kakak kan udah sering ketemu sama ayah sama om-om nya kak Dariel," tenang Lili beberapa kali mengusap punggung Arin."Kondisinya beda, Li. Meskipun kakak itu sekretarisnya pak Bram, terus kenal pak Frans sama pak Andrew juga tapi ya tetap aja beda. Apalagi pak Andrew yang notabenenya ayah Dariel, bahkan pak Andrew jarang nyapa kakak di hotel. Kalo pak Frans sama pak Bram sih udah sering," keluh Arin.Lili memutar tubuh Arin menghadapnya,
Bandara hari ini cukup ramai, terutama hari ini adalah weekend."Kamu udah coba telpon Saskia?" Tanya Dariel pada Arin. Beberapa kali Dariel cek jam tangan miliknya. Satu jam lagi pesawat akan lepas landas. Memang masih ada waktu, tapi jika datang lebih awal akan lebih baik.Tidak henti-hentinya Arin bertukar pesan dengan Saskia di aplikasi hijau, "Udah, aku lagi chat-an sama Saskia. 15 menit lagi dia nyampe," jawab Arin masih dengan berbalas chat dengan Saskia.Hari ini mereka akan berangkat ke Swiss dan Chicago.Arin, Dariel, Lili, Joni dan Sean akan pergi ke Chicago. Sedangkan Dewa, Citra, Fatma, dan Saskia akan berangkat ke Swiss. Sesuai dengan rencana jika rombongan Chicago akan datang ke Swiss setelahnya.Awalnya Sean akan berangkat bersama keluarga Frans dan Bram, tapi dia akhirnya membatalkannya, karena akan sangat kikuk jika pergi bersama mereka.15 menit berlalu, tapi belum terlihat tanda-tanda kedatangan Saskia.Mereka masih menunggu Saskia di ruang tunggu keberangkatan pes
"Cukup meresahkan mendengar aduan dari tetangga-tetangga disini. Apalagi kalian bukan mahrom," ucap pak RT.Sekarang Arin, Lili, Dariel dan Joni berada di rumah pak RT. Ini merupakan ide Arin untuk mendatangi rumah pak RT, yakni meminta ijin agar Joni dan Dariel bisa menginap di rumah mereka. Awalnya Arin sudah mencoba untuk tidak memikirkan gunjingan-gunjingan para tetangga pagi ini, tapi tetap saja dia merasa salah bagaimanapun Dariel dan Joni bukanlah warga disana."Iya pak, saya mau minta maaf. Saya ingin melakukan ijin tapi karena kami baru sampai jam 2 malam, lalu tadi pagi kami langsung ziarah, jadi baru bisa sekarang untuk melakukan ijin kesini," ringis Arin menyadari kesalahannya."Jika sebelumnya kalian tidak sampai menginap jadi tidak terlalu membuat khawatir warga disini, tapi jika sekarang kalian menginap jadi ya banyak gunjingan sana-sini. Saya pribadi tidak mempermasalahkan jika kalian menginap disini, dengan datangnya kalian meminta ijin pada saya setidaknya saya jadi t
Bab 139 : Ziarah dan perihal kakek-nenekSetelah Arin memijat punggung dan pundak Dariel semalam menggunakan alat pijat lumba-lumba, kondisi tubuh Dariel cukup membaik dari yang awalnya pegal-pegal karena kelelahan menyetir sekarang sudah tidak terlalu pegal. Meskipun masih terasa pegal, tapi tidak seburuk semalam.Jam 7 pagi sekarang. Keadaan rumah Arin cukup ramai. Bukan hanya di dalam rumah, tapi diluar rumah juga sangat ramai. Yup, diluar rumah Arin ada beberapa tetangga yang penasaran dengan siapa yang datang ke rumah Arin, secara disana terparkir mobil mewah dan elegan. Sangat jarang ada mobil mewah yang datang ke desa mereka. Memang beberapa kali Arin dan Lili menggunakan mobil Joni atau Citra saat akan berziarah, tapi mobil Joni dan Citra tidak semewah mobil Dariel.Banyak ibu-ibu yang sengaja nongkrong di sebrang rumah Arin karena saking penasarannya.Lili mengintip dari jendela, "Kak, ngga ada kerjaan banget deh itu ibu-ibu ngeliatin rumah kita," ucap Lili kesalArin yang s
Seperti permintaan Dariel 2 hari lalu, akhirnya Arin, Lili, Dariel dan Joni pergi berangkat ke kampung halaman Arin dan Lili. Dalam keadaan lelah sepulang kerja, Arin dan Lili langsung terlelap tidur di kursi belakang, sedangkan Dariel dan Joni duduk di depan, mata mereka masih melek.Dariel memang sengaja tadi hanya masuk kerja setengah hari. Setelah istirahat makan siang, dia pulang ke rumah untuk istirahat dan tidur. Begitu pula dengan Joni. Dia sudah tidak menjadi seorang pemadam kebakaran lagi, tapi dia membantu toko milik keluarganya jadi waktu yang dia miliki juga cukup luang.“Rencana mau lamar Lili kapan?” tanya Dariel pada Joni yang sedang menyetir.“Sudah saya lamar. Kedua orang tua saya sudah melamar Lili pada Arin untuk saya. Jadi sekarang Lili itu tunangan saya, bukan pacar saya.”“Kapan?”“Sudah lama. Bahkan mama yang ngebet ingin Lili jadi istri saya. Dia yang suruh buru-buru.”“Kan sudah dapat lampu hijau buat nikah. Kenapa ngga langsung nikah aja?”“Lili ingin Arin y
Dewa mendapat lemparan bantal.“Bos!”“Gue lagi tidur. Beraninya lo bangunin gue?” teriak Dariel.Bagai singa yang tertidur dan dipaksa bangun. Begitulah Dariel sekarang.Arin, Lili dan Joni kaget mendengar teriakan Dariel dari dalam kamar. Mereka bertiga berbondong menuju kamar Arin.“Apa-apaan ini?” sentak Arin dari pintu kamar. Dia menggeleng melihat bantal tidur miliknya ada di lantai.Arin lihat Dewa hanya diam saja. Begitu juga Dariel. Dariel masih tiduran di atas ranjang Arin.“Wa,” panggil Joni.Dewa melirik ke belakang tubuhnya. Dewa mendekati Arin dan berdiri di belakang Arin.“Bos Dariel lempar bantal ke gue. Padahal gue cuman bangunin dia,” rajuk Dewa dengan wajah memelas. Dewa mengadu pada Arin agar terhindar dari amukan Dariel.“Mas Dewa aku suruh bangunin kamu. Kita makan bareng sekarang,” titah Arin. Setelah mengucapkan itu, Arin melengos dan kembali ke meja makan. Dewa tersenyum pongah ke hadapan Dariel.Sumpah. Dariel kesal setengah mati melihat wajah menyebalkan Dew