Dariel, Sean dan Aldo bersiap menuju Lobby. Di dalam lift tidak ada pembicaraan sama sekali. Mereka semua merasa tegang dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. Semua ini akhir dari penantian mereka selama ini. Mereka hanya berharap semoga dalam proses penangkapan ini tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.Pintu lift terbuka.Di sana sudah ada beberapa anggota polisi, kira-kira 8 orang polisi.Dariel mendekati polisi tersebut yang Dariel kira sebagai pemimpin dari kelompok polisi itu.“Siang pa,” ucap Dariel sambil menyalami polisi tersebut. Ingin Dariel menyebut nama polisi itu, tapi polisi tersebut tidak mengenakan seragam jadi tidak bisa mengetahui nama polisi itu. Lagi pula jika ada name tag pun Dariel tidak akan bisa membacanya.“Siang pak Dariel,” balas polisi itu. “Kami sudah mengetahui di mana kamar pak Ben,” lanjut polisi itu.“Kita langsung saja ke sana?” tanya Dariel.Polisi itu mengangguk dan melenggang masuk menuju lift diikuti Dariel, Sean dan Aldo. Beberapa anggota p
“Gue baru tau kalo om Ben termasuk kaum umat Nabi Isa as.” ucap Sean bercanda. Saat ini mereka sedang berada di dalam mobil menuju hotel. Aldo yang duduk di depan juga cukup penasaran dengan yang diucapkan Sean.“Dark joke lo ngga lucu,” peringat Dariel.Sean cemberut.“Emang lo udah tau?”“Barusan taunya. Syukur deh gue ngga jadi sama Jenifer.”“Lo mesti banyak-banyak nyebut.”“Maksudnya?”“Setidaknya lo banyakin hamdalah.Lo harus sering-sering bersyukur bisa ketemu Arin.”Dariel menggeplak belakang kepala Sean, “Tanpa lo suruh juga tiap gue selesai solat gue sering nyebut hamdalah.”“Sombong banget lo. Ibadah diumbar-umbar. Ngga takut dosa lo?” sentak Sean.“Lo yang mulai curut.”“Berisik lo.”Dariel sudah ingin menghajar wajah Sean tapi terhenti saat Aldo bertanya, “Proses interogasinya gimana bos?” tanya Aldo yang cukup penasaran juga.“Lancar. Dia mengakui semuanya. Bahkan dia sampai memberikan nama-nama yang terlibat dalam kasus ini.”“Bos tau siapa aja?”“Sebagian besar bawahan
‘Habis dari Korea Selatan kita bertiga ngga bakalan langsung pulang ke Indonesia, tapi mau ke Perancis.’“Perancis?!” Arin berteriak kaget dari seberang telpon sana.Arin yakin Dariel pasti menjauhkan ponsel dari telinganya. Kaget juga mendengar Arin berteriak. ‘Suaranya, Sayang. Kondisikan.’“Pengen ikut,” pinta Arin dengan merengek.Arin iri dengan Dariel yang bisa pergi dengan bebas ke negara lain tanpa harus memikirkan biaya apa pun. Arin mengerti jika Dariel melakukan perjalanan untuk menyelesaikan kasus HP Group bukan untuk bersenang-senang, tapi tetap saja dia iri.‘Bikin dulu visa sama paspor, gih. Kasus ini selesai kita liburan ke Swiss bareng yang lain.’“Kalau ke Korea sama ke Perancis?” tanya Arin penuh harap.‘Mau juga?’“Mau dong.”‘Ya udah nanti kalau kamu udah jadi istriku, kita honeymoon ke sana.’Bukannya menjawab atau histeris bahagia, Arin justru terdiam. Istri?Yang Arin bayangkan sekarang justru wajah Andrew alias ayah dari Dariel. Meski mereka satu kantor dan se
Lili menganga melihat kekasihnya ditarik oleh kakaknya. Dewa dan Citra juga terkejut melihat Arin yang dari tadi hanya melamun sekarang malah tampak bersemangat saat bertemu Joni.“Waduh kak. Jangan mentang-mentang lagi LDR sama pacarnya, eh sekarang malah narik-narik cowok aku,” gumam Lili.Citra terkekeh mendengar Lili yang sedang mendumel.Joni di dorong Arin untuk duduk di samping Dewa. Lalu Arin duduk di tengah-tengah Citra dan Lili yang masih tidak terima jika kakaknya menarik kekasihnya seperti itu.“Tau gini ngga bakal aku minta bang Joni buat mampir dulu.”“Kan kakak udah chat kamu.”“Ya ngga usah main tarik-tarik ‘kan bisa.”Pipi Joni memerah dan tersenyum melihat Lili yang sedang cemburu. Citra dan Dewa geleng-geleng kepala mendengar pertengkaran kedua kakak beradik ini.
“Tadi saya habis dari apartemen Arin,” Joni menghentikan ucapannya.”Dia bilang kalau Ben sudah ditangkap dan dia tidak ada hubungannya sama sekali dengan kasus yang menewaskan kedua orang tuanya.”‘Hm,’ gumam Dariel menunggu kelanjutan cerita Joni.“Arin dan Lili meminta saya untuk cepat-cepat menyelesaikan kasus kebakaran itu, karena mereka merasa terbebani jika kasus itu belum selesai,” Joni menghela napas lagi. “Saya mau meminta izin pada anda untuk menyelesaikan kasus kebakaran ini.”‘Hahhh…’ Dariel menghela napas keras. ‘Boleh. Selesaikan saja.’“Tapi masalahnya saya tidak punya kuasa untuk mengambil alih.”‘Saya akan bilang pada pengacara saya untuk memberi kuasa pada bang Joni untuk menangani kasus itu.’Joni menggaruk kepala belakangnya l
[19.48] Arin : Jangan telepon aku lagi.[19.48] Arin : Yang semalam hanya kompensasi aja. Soalnya aku kasihan.Kasihan?What?Saat itu Dariel tak habis pikir dengan Arin. Dia pikir dia akan bisa menghubungi Arin lagi, tapi tidak sama sekali.Bukannya sepasang kekasih kalau kangen itu saling menghubungi dan memberi kabar ‘kan? Tapi justru Arin sama sekali tidak ingin.But, wait…Apakah mereka masih sepasang kekasih?Waktu Arin minta putus itu beneran ngga ya? Tapi mending putus deh, biar bisa nikah. -- pikir DarielSudah satu minggu Dariel kembali ke Korea Selatan dari Prancis. Sudah satu minggu juga dari semenjak telepon terakhir dari Arin, mereka tidak pernah saling berbagi kabar lagi. Bahkan saat pertama kali Dariel membuka ponsel setelah landing di bandara saat di Prancis dia menerima pesan dari Arin seperti itu.Dariel terus saja menatap pesan terakhir dari Arin. Andai saja dia bisa merampas ponsel Sean lagi mungkin sekarang dia bisa menelepon Arin sekarang. Tapi sekarang Sean jad
“Berdasarkan putusan hakim, saudara Heru Wicaksono dijatuhi hukuman selama 10 tahun dan denda sebesar 50 juta rupiah.Sidang dinyatakan ditutup.”Tok tok tokHakim ketua persidangan mengetok palu sebanyak 3 kali. Seperti yang dikatakan hakim, jika sidang ini sudah selesai.Heru. Tersangka pembunuhan kedua orang tua Arin dan Lili diboyong oleh beberapa polisi keluar dari ruang sidang. Heru terus menundukkan kepalanya. Dia tidak tega saat melihat istri dan anak perempuannya menangis meraung-raung.“Papa… Pa… Pak polisi jangan bawa papa saya. Dia tidak bersalah. Dia hanya disuruh,” suara tangis dan teriakan dari Hasna, anak Heru sekaligus teman dekat Lili.“Mas…” teriak istri Heru.Lili melihat Hasna prihatin. Baru kali ini Lili melihat Hasna ada di posisi titik paling terendah, karena
Arin sekarang percaya bahwa Lili benar-benar adiknya.Lili yang merajuk pada Joni hampir sama dengan apa yang Arin lakukan pada Dariel. Dan respon dari Joni dan Dariel pun sama, rasa gelisah mereka sama. Lagipula apa salahnya tidak saling chat dan telepon. Jujur saja Arin tidak begitu suka dengan chat dan telepon, dia lebih suka bertemu langsung.“Kita ke mall aja bang Joni,” pinta Arin pada Joni yang sedang mencoba membujuk Lili supaya tidak merajuk lagi.“Ngga kak. Aku mau pulang.”“Ya kamu pulang aja sana. Kakak mau belanja baju buat liburan,” kata Arin menggoda Lili supaya dia tidak merajuk lagi. Lagi pula kata Dariel, mereka akan liburan ke Swiss jika kasus sudah selesai. Mereka hanya tinggal menunggu hasil kasus utama HP Group saja. “Ikut.”“Kalau mau ikut berhenti ngerajuk kayak gitu. Kasihan bang Joni.”“Iya,” cicit Lili patuh.Joni melihat Arin melalui kaca spion, dan bergumam ‘Terima kasih’ pada Arin. Joni mencoba meraih telapak tangan Lili lagi, lalu menggenggamnya. Syuku
Fatma dan Saskia menatap Dewa dan Citra yang cukup diam malam ini. Terlihat jika Citra memang tenang, tapi Dewa kebalikannya, Dewa sangat gugup. "Mas? Kok masih belum dimakan?" tanya Citra pada Dewa. Piring Dewa masih penuh dengan makanan. Biasanya Dewa sangat lahap memakan santapan makan malam dimana menu utama di resto hotel ini adalah steak. Citra sangat tahu jika Dewa sangat menyukai makanan yang berbahan protein itu. "Iya, yang," patuh Dewa. Dewa akhirnya memakan steak itu dengan lahap. "Oh ya Fatma, Saskia nanti anter ke supermarket, yuk. Ada yang mau mbak beli," ajak Citra pada Fatma dan Saskia. "Ok, mbak," Pikiran kotor Fatma dan Saskia berkelana kemana-mana. Apa mbak Citra mau beli kondom, ya? Testpack, mungkin? Ngga mungkin deh, masa ngelakuin sekali langsung buncit. Sehari juga belum. Mungkin mbak Citra mau beli obat kuat buat mas Dewa, tapi emang ada di Swiss? Itulah pikiran-pikiran kotor yang keluar dari kepala Fatma dan Saskia. "Mas, mau ikut, ngga?" tanya Cit
"Sudah 2 hari kita di hotel. Aku bosen, yang...." keluh Dewa pada Citra.Dewa saat ini berada di kamar hotel Citra. Dewa tiduran di kasur dan Citra sedang memainkan ponselnya di sofa.Fatma dan Saskia sedang berada di kamar Fatma. Mereka berdua hanya diam di kamar dan menonton drakor secara marathon."Sabar. Arin kirim chat satu jam yang lalu, dia bilang kalo dia lagi di bandara dan akan boarding satu jam lagi,""Chicago-Swiss berapa jam penerbangan, sih?""Mas cek google aja coba,"Dewa menuruti perintah Citra untuk cek di google. Dia mengambil ponselnya yang dia simpan diatas nakas"WHAT??? 9 JAM????" teriak Dewa dan duduk tiba-tiba.Citra terkejut mendengar teriakan Dewa, dia mengusap dadanya. "Ya ampun, mas. Jangan teriak-teriak gitu. Aku kaget.""Ini 9 jam loh, yang. Iya kalo 9 jam kita langsung jalan-jalan, kalo ngga?" ucap Dewa cemberut.Citra melirik jam yang ada di dinding, "Ya ngga bakalan bisa langsung jalan-jalan. Orang mereka bakalan nyampe hotel tengah malem,""Arrggggh
Andrew berjalan keatas panggung. Suasana ballroom yang awalnya penuh dengan suara berbincang dari para pengusaha itu seketika senyap. Mereka fokus melihat Andrew yang ada disana."Good evening everyone. Thank you for coming to this party that I have organized. Everyone here must be very familiar with the state of HP Group in the past year...." Andrew terdiam dan melihat orang-orang yang ada di ballroom sebelum melanjutkan pidatonya. "Yes, as you all know we were at a low point in our company, but we are grateful that we were able to get through it and still survive. I can say that this is one of our best achievements. Speaking of achievements .... I'm not talking about being ranked as the world's number 1 entrepreneur or anything, but an achievement where we can survive the downturn and even we can still hope to continue to grow. There is no such thing as getting tired and giving up. Cheers." Andrew mengangkat gelas yang berisi red wine yang daritadi dia pegang dan meminumnya sedikit,
Arin berdiri di depan cermin di kamar hotelnya. Gaun yang dia kenakan saat ini adalah gaun dengan model off shoulder berwarna ungu tua dengan gradasi hitam. Rambut Arin hanya disanggul sederhana.Cantik. -- batin Arin tersenyum dengan percaya diri untuk menutupi kegugupan yang sedang dia alami sekarang. Berkali-kali Arin menghembuskan napasnya.Tiba-tiba saja Lili datang dan merangkul pundak Arin. Lili menumpukan kepalanya ka pundak Arin, "Kakak tegang, ya?" tanya Lili terkekeh melihat kegugupan Arin.Arin mengangguk sambil meringis."Tenang aja, kak. Kakak kan udah sering ketemu sama ayah sama om-om nya kak Dariel," tenang Lili beberapa kali mengusap punggung Arin."Kondisinya beda, Li. Meskipun kakak itu sekretarisnya pak Bram, terus kenal pak Frans sama pak Andrew juga tapi ya tetap aja beda. Apalagi pak Andrew yang notabenenya ayah Dariel, bahkan pak Andrew jarang nyapa kakak di hotel. Kalo pak Frans sama pak Bram sih udah sering," keluh Arin.Lili memutar tubuh Arin menghadapnya,
Bandara hari ini cukup ramai, terutama hari ini adalah weekend."Kamu udah coba telpon Saskia?" Tanya Dariel pada Arin. Beberapa kali Dariel cek jam tangan miliknya. Satu jam lagi pesawat akan lepas landas. Memang masih ada waktu, tapi jika datang lebih awal akan lebih baik.Tidak henti-hentinya Arin bertukar pesan dengan Saskia di aplikasi hijau, "Udah, aku lagi chat-an sama Saskia. 15 menit lagi dia nyampe," jawab Arin masih dengan berbalas chat dengan Saskia.Hari ini mereka akan berangkat ke Swiss dan Chicago.Arin, Dariel, Lili, Joni dan Sean akan pergi ke Chicago. Sedangkan Dewa, Citra, Fatma, dan Saskia akan berangkat ke Swiss. Sesuai dengan rencana jika rombongan Chicago akan datang ke Swiss setelahnya.Awalnya Sean akan berangkat bersama keluarga Frans dan Bram, tapi dia akhirnya membatalkannya, karena akan sangat kikuk jika pergi bersama mereka.15 menit berlalu, tapi belum terlihat tanda-tanda kedatangan Saskia.Mereka masih menunggu Saskia di ruang tunggu keberangkatan pes
"Cukup meresahkan mendengar aduan dari tetangga-tetangga disini. Apalagi kalian bukan mahrom," ucap pak RT.Sekarang Arin, Lili, Dariel dan Joni berada di rumah pak RT. Ini merupakan ide Arin untuk mendatangi rumah pak RT, yakni meminta ijin agar Joni dan Dariel bisa menginap di rumah mereka. Awalnya Arin sudah mencoba untuk tidak memikirkan gunjingan-gunjingan para tetangga pagi ini, tapi tetap saja dia merasa salah bagaimanapun Dariel dan Joni bukanlah warga disana."Iya pak, saya mau minta maaf. Saya ingin melakukan ijin tapi karena kami baru sampai jam 2 malam, lalu tadi pagi kami langsung ziarah, jadi baru bisa sekarang untuk melakukan ijin kesini," ringis Arin menyadari kesalahannya."Jika sebelumnya kalian tidak sampai menginap jadi tidak terlalu membuat khawatir warga disini, tapi jika sekarang kalian menginap jadi ya banyak gunjingan sana-sini. Saya pribadi tidak mempermasalahkan jika kalian menginap disini, dengan datangnya kalian meminta ijin pada saya setidaknya saya jadi t
Bab 139 : Ziarah dan perihal kakek-nenekSetelah Arin memijat punggung dan pundak Dariel semalam menggunakan alat pijat lumba-lumba, kondisi tubuh Dariel cukup membaik dari yang awalnya pegal-pegal karena kelelahan menyetir sekarang sudah tidak terlalu pegal. Meskipun masih terasa pegal, tapi tidak seburuk semalam.Jam 7 pagi sekarang. Keadaan rumah Arin cukup ramai. Bukan hanya di dalam rumah, tapi diluar rumah juga sangat ramai. Yup, diluar rumah Arin ada beberapa tetangga yang penasaran dengan siapa yang datang ke rumah Arin, secara disana terparkir mobil mewah dan elegan. Sangat jarang ada mobil mewah yang datang ke desa mereka. Memang beberapa kali Arin dan Lili menggunakan mobil Joni atau Citra saat akan berziarah, tapi mobil Joni dan Citra tidak semewah mobil Dariel.Banyak ibu-ibu yang sengaja nongkrong di sebrang rumah Arin karena saking penasarannya.Lili mengintip dari jendela, "Kak, ngga ada kerjaan banget deh itu ibu-ibu ngeliatin rumah kita," ucap Lili kesalArin yang s
Seperti permintaan Dariel 2 hari lalu, akhirnya Arin, Lili, Dariel dan Joni pergi berangkat ke kampung halaman Arin dan Lili. Dalam keadaan lelah sepulang kerja, Arin dan Lili langsung terlelap tidur di kursi belakang, sedangkan Dariel dan Joni duduk di depan, mata mereka masih melek.Dariel memang sengaja tadi hanya masuk kerja setengah hari. Setelah istirahat makan siang, dia pulang ke rumah untuk istirahat dan tidur. Begitu pula dengan Joni. Dia sudah tidak menjadi seorang pemadam kebakaran lagi, tapi dia membantu toko milik keluarganya jadi waktu yang dia miliki juga cukup luang.“Rencana mau lamar Lili kapan?” tanya Dariel pada Joni yang sedang menyetir.“Sudah saya lamar. Kedua orang tua saya sudah melamar Lili pada Arin untuk saya. Jadi sekarang Lili itu tunangan saya, bukan pacar saya.”“Kapan?”“Sudah lama. Bahkan mama yang ngebet ingin Lili jadi istri saya. Dia yang suruh buru-buru.”“Kan sudah dapat lampu hijau buat nikah. Kenapa ngga langsung nikah aja?”“Lili ingin Arin y
Dewa mendapat lemparan bantal.“Bos!”“Gue lagi tidur. Beraninya lo bangunin gue?” teriak Dariel.Bagai singa yang tertidur dan dipaksa bangun. Begitulah Dariel sekarang.Arin, Lili dan Joni kaget mendengar teriakan Dariel dari dalam kamar. Mereka bertiga berbondong menuju kamar Arin.“Apa-apaan ini?” sentak Arin dari pintu kamar. Dia menggeleng melihat bantal tidur miliknya ada di lantai.Arin lihat Dewa hanya diam saja. Begitu juga Dariel. Dariel masih tiduran di atas ranjang Arin.“Wa,” panggil Joni.Dewa melirik ke belakang tubuhnya. Dewa mendekati Arin dan berdiri di belakang Arin.“Bos Dariel lempar bantal ke gue. Padahal gue cuman bangunin dia,” rajuk Dewa dengan wajah memelas. Dewa mengadu pada Arin agar terhindar dari amukan Dariel.“Mas Dewa aku suruh bangunin kamu. Kita makan bareng sekarang,” titah Arin. Setelah mengucapkan itu, Arin melengos dan kembali ke meja makan. Dewa tersenyum pongah ke hadapan Dariel.Sumpah. Dariel kesal setengah mati melihat wajah menyebalkan Dew