Ting tong… Ting tong…
Pagi-pagi sekali sudah ada yang bertamu. Arin yang sedang ada di kitchen set menata makanan yang sudah dia buat langsung menghentikan kegiatannya. Citra dan Lili masih di kamar masing-masing bersiap berangkat kerja.
Arin berjalan menuju pintu apartemen. Tanpa mengecek interkom, Arin langsung membuka pintu. Di sana sudah ada Joni yang mengenakan seragam pemadam dan tersenyum sopan pada Arin. Omong-omong Arin itu calon kakak ipar Joni, jadi Joni harus sopan pada Arin meski Arin lebih muda darinya.
“Hai, Bang. Pagi banget,” sapa Arin membuka pintu apartemen lebih lebar dan mempersilakan Joni masuk ke dalam apartemen.
“Iya, Rin. Per hari ini sudah mulai kerja di unit dekat sini,” balas Joni melepas sepatu dan menyimpan sepatu miliknya di rak sepatu dekat pintu.
“Langsung ke meja makan aja, Bang. Kita sarapan bareng,&rd
Pintu ruangan Dariel terbuka. Arin. Baru ada 10 menit Fatma menghubungi dirinya tadi jika Dariel memanggilnya, justru yang Arin lihat Dariel tertidur cukup pulas. Dariel yang sedang berbaring di atas sofa sambil menutup mukanya dengan sebelah lengan jadi terbangun. Dia melihat Arin yang sudah datang dan berdiri menatapnya yang sedang tertidur.“Pagi sayang,” ucap Dariel dengan suara yang serak. Dia langsung bangkit dari tidurnya dan duduk menghadap Arin.“Pagi… Well, ini sudah cukup siang, bukan pagi lagi,” balas Arin menghela napas melihat Dariel yang dapat dia pastikan jika semalam Dariel tidak tidur lagi.Rasa ingin memarahi, tapi tidak tega. Arin cukup mengerti dengan keadaan Dariel. Dariel dituntut oleh Andrew dan Frans untuk memajukan Hotel, di samping itu dia juga harus menangani kasus HP Group yang katanya sebentar lagi akan selesai.Arin duduk di samping Dariel. Kebetulan Dariel duduk di tengah sofa, otomatis Arin duduk di ujung sofa. Kesempatan emas bagi Dariel.Arin terkej
“Arghhh… Seneng banget bisa ketemu sama pak Sean,” cicit Saskia sambil menggoyangkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri, bahkan tak jarang Saskia melompat-lompat seperti anak kecil. Meski Saskia sangat ingin teriak, tapi ia sadar bahwa dirinya sedang berada di dalam kamar mandi milik bosnya.Citra dan Fatma hanya geleng-geleng kepala melihat Saskia yang bertingkah seperti fans yang bertemu idolanya. Sangat heboh. Fatma terkekeh melihat Saskia yang sekarang sedang merapikan bajunya, rambutnya dan dia berputar melihat tampilannya sendiri. Seolah jika ada sedikit kerutan saja pada baju miliknya harus disetrika saat itu juga.“Udah Sas, kita ke sana sekarang pak Sean-nya kamu itu pasti udah laper,” ucap Citra.“Aku udah rapi belum, mbak? Tau gini tadi aku mau bawa sisir aja,” Saskia malah bertanya pada Citra. Tidak henti-hentinya Saskia menyisir rambutnya menggunakan jari tangannya.“Oh ya mbak Citra… Aku pernah denger kalo pak Sean itu punya GERD, sakit lambung gitu. Kita harus cepet-cepet i
Setelah di tegur Arin untuk duduk lesehan di bawah bersama yang lain, tidak ada yang bisa dia lakukan selain mengikuti perintah Arin. Jika ibu negara sudah memberi perintah, maka Dariel hanya bisa Arin.Dariel duduk tepat di samping Arin.Arin mencubit paha Dariel dan melotot pada Dariel.“Lain kali jangan gitu. Harus sopan!” tegur Arin dengan suara pelan di dekat telinga Dariel sedang keempat orang yang lain hanya diam saja tidak mendengar apa yang dibisikkan Arin dan fokus pada makanan yang ada di hadapan mereka. Arin sudah seperti ibu yang sedang menegur anaknya yang bertingkah tidak sopan.Sebenarnya memang tidak ada salahnya jika Dariel bersikap seperti tadi, lagi pula dia bos di sini dan juga ini ruangan miliknya. Dia bebas melakukan apa pun. Tapi itu semua jika tidak ada Arin, beda cerita jika Arin sedang bersamanya.“Makan, makan. Ayo makan!” ucap Sean dengan semangat. Setelah beberapa drama yang terjadi, akhirnya dia bisa makan juga. Perutnya sudah sangat lapar.Mereka memula
Sean dan Dariel sudah sampai di Bandara Internasional Incheon. Mereka sudah ditunggu oleh Aldo yang sudah stand by di sana. Aldo memerintah 2 orang yang bersamanya untuk membawakan koper milik Dariel dan Sean, lalu menggiring mereka menuju mobil yang parkir.Setelah mereka masuk mobil, sopir tersebut melajukan mobil menuju hotel tempat Sean dan Dariel akan menginap. Tempat yang sama dengan hotel tempat Aldo menginap juga, dan Ben juga menginap di sana.Dariel menerawang mengingat Arin. Saat dia mengatakan akan pergi ke Korea, Arin terlihat sangat senang dan matanya sangat berbinar. Arin juga seperti sangat menyukai negeri ginseng tersebut.Setelah ia pikir-pikir, Dariel belum pernah membangun hotel di tanah Korea ini. Ia jadi berencana ingin membangun hotel di sini. Biar saat liburan bersama Arin ke sini tidak harus menyewa hotel.Tapi membeli tanah di Korea sangat mahal. Makanya dari dulu Andrew lebih memilih membangun perumahan di Korea ini dibanding hotel, sepertinya Andrew sudah m
Huft…Tidak ada 5 menit tapi Arin sudah mematikan telepon darinya. Padahal Dariel sangat ingin melakukan panggilan dengan Arin dalam waktu yang lama. Sekarang sudah jam 11.00 siang, di Indonesia masih jam 09.00, pantas saja di jam segitu Arin sedang sibuk-sibuknya menerima perintah dari Frans.Dariel tidak ingin bergegas bangun dari duduknya di atas kloset. Dia hanya menatap terus ponsel yang masih menampilkan log panggilan terakhir. Kehidupan cintanya cukup miris. Baru saja dia merasakan cinta tapi malah berlabuh pada Arin.Dariel tidak menyesal jika orang itu Arin, namun Arin terlalu cuek tapi dia bahagia saat bersama Arin. Mungkin karena Arin terlalu sibuk dengan pekerjaannya saat bertemu sepulang kerja juga Arin terlihat begitu lelah dan mereka hanya bisa berpelukan saja dan mengobrol singkat, setelah itu pulang.Akan Dariel pastikan saat Arin sudah menjadi istrinya maka dia tidak akan membiarkan Arin bekerja. Dariel hanya akan mengurung Arin di istana mereka nanti.Istana? Dariel
Dariel, Sean dan Aldo bersiap menuju Lobby. Di dalam lift tidak ada pembicaraan sama sekali. Mereka semua merasa tegang dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. Semua ini akhir dari penantian mereka selama ini. Mereka hanya berharap semoga dalam proses penangkapan ini tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.Pintu lift terbuka.Di sana sudah ada beberapa anggota polisi, kira-kira 8 orang polisi.Dariel mendekati polisi tersebut yang Dariel kira sebagai pemimpin dari kelompok polisi itu.“Siang pa,” ucap Dariel sambil menyalami polisi tersebut. Ingin Dariel menyebut nama polisi itu, tapi polisi tersebut tidak mengenakan seragam jadi tidak bisa mengetahui nama polisi itu. Lagi pula jika ada name tag pun Dariel tidak akan bisa membacanya.“Siang pak Dariel,” balas polisi itu. “Kami sudah mengetahui di mana kamar pak Ben,” lanjut polisi itu.“Kita langsung saja ke sana?” tanya Dariel.Polisi itu mengangguk dan melenggang masuk menuju lift diikuti Dariel, Sean dan Aldo. Beberapa anggota p
“Gue baru tau kalo om Ben termasuk kaum umat Nabi Isa as.” ucap Sean bercanda. Saat ini mereka sedang berada di dalam mobil menuju hotel. Aldo yang duduk di depan juga cukup penasaran dengan yang diucapkan Sean.“Dark joke lo ngga lucu,” peringat Dariel.Sean cemberut.“Emang lo udah tau?”“Barusan taunya. Syukur deh gue ngga jadi sama Jenifer.”“Lo mesti banyak-banyak nyebut.”“Maksudnya?”“Setidaknya lo banyakin hamdalah.Lo harus sering-sering bersyukur bisa ketemu Arin.”Dariel menggeplak belakang kepala Sean, “Tanpa lo suruh juga tiap gue selesai solat gue sering nyebut hamdalah.”“Sombong banget lo. Ibadah diumbar-umbar. Ngga takut dosa lo?” sentak Sean.“Lo yang mulai curut.”“Berisik lo.”Dariel sudah ingin menghajar wajah Sean tapi terhenti saat Aldo bertanya, “Proses interogasinya gimana bos?” tanya Aldo yang cukup penasaran juga.“Lancar. Dia mengakui semuanya. Bahkan dia sampai memberikan nama-nama yang terlibat dalam kasus ini.”“Bos tau siapa aja?”“Sebagian besar bawahan
‘Habis dari Korea Selatan kita bertiga ngga bakalan langsung pulang ke Indonesia, tapi mau ke Perancis.’“Perancis?!” Arin berteriak kaget dari seberang telpon sana.Arin yakin Dariel pasti menjauhkan ponsel dari telinganya. Kaget juga mendengar Arin berteriak. ‘Suaranya, Sayang. Kondisikan.’“Pengen ikut,” pinta Arin dengan merengek.Arin iri dengan Dariel yang bisa pergi dengan bebas ke negara lain tanpa harus memikirkan biaya apa pun. Arin mengerti jika Dariel melakukan perjalanan untuk menyelesaikan kasus HP Group bukan untuk bersenang-senang, tapi tetap saja dia iri.‘Bikin dulu visa sama paspor, gih. Kasus ini selesai kita liburan ke Swiss bareng yang lain.’“Kalau ke Korea sama ke Perancis?” tanya Arin penuh harap.‘Mau juga?’“Mau dong.”‘Ya udah nanti kalau kamu udah jadi istriku, kita honeymoon ke sana.’Bukannya menjawab atau histeris bahagia, Arin justru terdiam. Istri?Yang Arin bayangkan sekarang justru wajah Andrew alias ayah dari Dariel. Meski mereka satu kantor dan se
Fatma dan Saskia menatap Dewa dan Citra yang cukup diam malam ini. Terlihat jika Citra memang tenang, tapi Dewa kebalikannya, Dewa sangat gugup. "Mas? Kok masih belum dimakan?" tanya Citra pada Dewa. Piring Dewa masih penuh dengan makanan. Biasanya Dewa sangat lahap memakan santapan makan malam dimana menu utama di resto hotel ini adalah steak. Citra sangat tahu jika Dewa sangat menyukai makanan yang berbahan protein itu. "Iya, yang," patuh Dewa. Dewa akhirnya memakan steak itu dengan lahap. "Oh ya Fatma, Saskia nanti anter ke supermarket, yuk. Ada yang mau mbak beli," ajak Citra pada Fatma dan Saskia. "Ok, mbak," Pikiran kotor Fatma dan Saskia berkelana kemana-mana. Apa mbak Citra mau beli kondom, ya? Testpack, mungkin? Ngga mungkin deh, masa ngelakuin sekali langsung buncit. Sehari juga belum. Mungkin mbak Citra mau beli obat kuat buat mas Dewa, tapi emang ada di Swiss? Itulah pikiran-pikiran kotor yang keluar dari kepala Fatma dan Saskia. "Mas, mau ikut, ngga?" tanya Cit
"Sudah 2 hari kita di hotel. Aku bosen, yang...." keluh Dewa pada Citra.Dewa saat ini berada di kamar hotel Citra. Dewa tiduran di kasur dan Citra sedang memainkan ponselnya di sofa.Fatma dan Saskia sedang berada di kamar Fatma. Mereka berdua hanya diam di kamar dan menonton drakor secara marathon."Sabar. Arin kirim chat satu jam yang lalu, dia bilang kalo dia lagi di bandara dan akan boarding satu jam lagi,""Chicago-Swiss berapa jam penerbangan, sih?""Mas cek google aja coba,"Dewa menuruti perintah Citra untuk cek di google. Dia mengambil ponselnya yang dia simpan diatas nakas"WHAT??? 9 JAM????" teriak Dewa dan duduk tiba-tiba.Citra terkejut mendengar teriakan Dewa, dia mengusap dadanya. "Ya ampun, mas. Jangan teriak-teriak gitu. Aku kaget.""Ini 9 jam loh, yang. Iya kalo 9 jam kita langsung jalan-jalan, kalo ngga?" ucap Dewa cemberut.Citra melirik jam yang ada di dinding, "Ya ngga bakalan bisa langsung jalan-jalan. Orang mereka bakalan nyampe hotel tengah malem,""Arrggggh
Andrew berjalan keatas panggung. Suasana ballroom yang awalnya penuh dengan suara berbincang dari para pengusaha itu seketika senyap. Mereka fokus melihat Andrew yang ada disana."Good evening everyone. Thank you for coming to this party that I have organized. Everyone here must be very familiar with the state of HP Group in the past year...." Andrew terdiam dan melihat orang-orang yang ada di ballroom sebelum melanjutkan pidatonya. "Yes, as you all know we were at a low point in our company, but we are grateful that we were able to get through it and still survive. I can say that this is one of our best achievements. Speaking of achievements .... I'm not talking about being ranked as the world's number 1 entrepreneur or anything, but an achievement where we can survive the downturn and even we can still hope to continue to grow. There is no such thing as getting tired and giving up. Cheers." Andrew mengangkat gelas yang berisi red wine yang daritadi dia pegang dan meminumnya sedikit,
Arin berdiri di depan cermin di kamar hotelnya. Gaun yang dia kenakan saat ini adalah gaun dengan model off shoulder berwarna ungu tua dengan gradasi hitam. Rambut Arin hanya disanggul sederhana.Cantik. -- batin Arin tersenyum dengan percaya diri untuk menutupi kegugupan yang sedang dia alami sekarang. Berkali-kali Arin menghembuskan napasnya.Tiba-tiba saja Lili datang dan merangkul pundak Arin. Lili menumpukan kepalanya ka pundak Arin, "Kakak tegang, ya?" tanya Lili terkekeh melihat kegugupan Arin.Arin mengangguk sambil meringis."Tenang aja, kak. Kakak kan udah sering ketemu sama ayah sama om-om nya kak Dariel," tenang Lili beberapa kali mengusap punggung Arin."Kondisinya beda, Li. Meskipun kakak itu sekretarisnya pak Bram, terus kenal pak Frans sama pak Andrew juga tapi ya tetap aja beda. Apalagi pak Andrew yang notabenenya ayah Dariel, bahkan pak Andrew jarang nyapa kakak di hotel. Kalo pak Frans sama pak Bram sih udah sering," keluh Arin.Lili memutar tubuh Arin menghadapnya,
Bandara hari ini cukup ramai, terutama hari ini adalah weekend."Kamu udah coba telpon Saskia?" Tanya Dariel pada Arin. Beberapa kali Dariel cek jam tangan miliknya. Satu jam lagi pesawat akan lepas landas. Memang masih ada waktu, tapi jika datang lebih awal akan lebih baik.Tidak henti-hentinya Arin bertukar pesan dengan Saskia di aplikasi hijau, "Udah, aku lagi chat-an sama Saskia. 15 menit lagi dia nyampe," jawab Arin masih dengan berbalas chat dengan Saskia.Hari ini mereka akan berangkat ke Swiss dan Chicago.Arin, Dariel, Lili, Joni dan Sean akan pergi ke Chicago. Sedangkan Dewa, Citra, Fatma, dan Saskia akan berangkat ke Swiss. Sesuai dengan rencana jika rombongan Chicago akan datang ke Swiss setelahnya.Awalnya Sean akan berangkat bersama keluarga Frans dan Bram, tapi dia akhirnya membatalkannya, karena akan sangat kikuk jika pergi bersama mereka.15 menit berlalu, tapi belum terlihat tanda-tanda kedatangan Saskia.Mereka masih menunggu Saskia di ruang tunggu keberangkatan pes
"Cukup meresahkan mendengar aduan dari tetangga-tetangga disini. Apalagi kalian bukan mahrom," ucap pak RT.Sekarang Arin, Lili, Dariel dan Joni berada di rumah pak RT. Ini merupakan ide Arin untuk mendatangi rumah pak RT, yakni meminta ijin agar Joni dan Dariel bisa menginap di rumah mereka. Awalnya Arin sudah mencoba untuk tidak memikirkan gunjingan-gunjingan para tetangga pagi ini, tapi tetap saja dia merasa salah bagaimanapun Dariel dan Joni bukanlah warga disana."Iya pak, saya mau minta maaf. Saya ingin melakukan ijin tapi karena kami baru sampai jam 2 malam, lalu tadi pagi kami langsung ziarah, jadi baru bisa sekarang untuk melakukan ijin kesini," ringis Arin menyadari kesalahannya."Jika sebelumnya kalian tidak sampai menginap jadi tidak terlalu membuat khawatir warga disini, tapi jika sekarang kalian menginap jadi ya banyak gunjingan sana-sini. Saya pribadi tidak mempermasalahkan jika kalian menginap disini, dengan datangnya kalian meminta ijin pada saya setidaknya saya jadi t
Bab 139 : Ziarah dan perihal kakek-nenekSetelah Arin memijat punggung dan pundak Dariel semalam menggunakan alat pijat lumba-lumba, kondisi tubuh Dariel cukup membaik dari yang awalnya pegal-pegal karena kelelahan menyetir sekarang sudah tidak terlalu pegal. Meskipun masih terasa pegal, tapi tidak seburuk semalam.Jam 7 pagi sekarang. Keadaan rumah Arin cukup ramai. Bukan hanya di dalam rumah, tapi diluar rumah juga sangat ramai. Yup, diluar rumah Arin ada beberapa tetangga yang penasaran dengan siapa yang datang ke rumah Arin, secara disana terparkir mobil mewah dan elegan. Sangat jarang ada mobil mewah yang datang ke desa mereka. Memang beberapa kali Arin dan Lili menggunakan mobil Joni atau Citra saat akan berziarah, tapi mobil Joni dan Citra tidak semewah mobil Dariel.Banyak ibu-ibu yang sengaja nongkrong di sebrang rumah Arin karena saking penasarannya.Lili mengintip dari jendela, "Kak, ngga ada kerjaan banget deh itu ibu-ibu ngeliatin rumah kita," ucap Lili kesalArin yang s
Seperti permintaan Dariel 2 hari lalu, akhirnya Arin, Lili, Dariel dan Joni pergi berangkat ke kampung halaman Arin dan Lili. Dalam keadaan lelah sepulang kerja, Arin dan Lili langsung terlelap tidur di kursi belakang, sedangkan Dariel dan Joni duduk di depan, mata mereka masih melek.Dariel memang sengaja tadi hanya masuk kerja setengah hari. Setelah istirahat makan siang, dia pulang ke rumah untuk istirahat dan tidur. Begitu pula dengan Joni. Dia sudah tidak menjadi seorang pemadam kebakaran lagi, tapi dia membantu toko milik keluarganya jadi waktu yang dia miliki juga cukup luang.“Rencana mau lamar Lili kapan?” tanya Dariel pada Joni yang sedang menyetir.“Sudah saya lamar. Kedua orang tua saya sudah melamar Lili pada Arin untuk saya. Jadi sekarang Lili itu tunangan saya, bukan pacar saya.”“Kapan?”“Sudah lama. Bahkan mama yang ngebet ingin Lili jadi istri saya. Dia yang suruh buru-buru.”“Kan sudah dapat lampu hijau buat nikah. Kenapa ngga langsung nikah aja?”“Lili ingin Arin y
Dewa mendapat lemparan bantal.“Bos!”“Gue lagi tidur. Beraninya lo bangunin gue?” teriak Dariel.Bagai singa yang tertidur dan dipaksa bangun. Begitulah Dariel sekarang.Arin, Lili dan Joni kaget mendengar teriakan Dariel dari dalam kamar. Mereka bertiga berbondong menuju kamar Arin.“Apa-apaan ini?” sentak Arin dari pintu kamar. Dia menggeleng melihat bantal tidur miliknya ada di lantai.Arin lihat Dewa hanya diam saja. Begitu juga Dariel. Dariel masih tiduran di atas ranjang Arin.“Wa,” panggil Joni.Dewa melirik ke belakang tubuhnya. Dewa mendekati Arin dan berdiri di belakang Arin.“Bos Dariel lempar bantal ke gue. Padahal gue cuman bangunin dia,” rajuk Dewa dengan wajah memelas. Dewa mengadu pada Arin agar terhindar dari amukan Dariel.“Mas Dewa aku suruh bangunin kamu. Kita makan bareng sekarang,” titah Arin. Setelah mengucapkan itu, Arin melengos dan kembali ke meja makan. Dewa tersenyum pongah ke hadapan Dariel.Sumpah. Dariel kesal setengah mati melihat wajah menyebalkan Dew