"Ada yang salah, Dek Mayang?" tanya sang Ustadz yang sedang mengisi kajian. "Tidak, Pak Us. Maaf tadi ada nyamuk yang menganggu saya, mau ditepok malah kena meja," jawab Mayang beralasan. "Oh, saya kira ada masalah dengan yang saya sampaikan. Boleh saya melanjutkan penjelasan?" "Silahkan, Pak," jawab Mayang sambil mengangguk. Barusan Mayang dengan geramnya menepuk meja karena teringat akan Furqon yang mungkin saja memang terpikat dengan wanita lain, yang lebih segala-galanya dari dirinya. Semua remaja yang berada di Masjid tersebut kembali fokus dengan apa yang di jelaskan oleh Ustadz Rahmat. "Sampai mana tadi?" tanya Ustadz Rahmat. "Sampai laki-laki terpikat oleh wanita lain, Ust," sahut Afifah. "Halah, bocah ini sengaja banget kayaknya mau nyidir aku!" batin Mayang sambil melotot pada sahabatnya. "Iya, gimana jadinya kalau setelah berkomitmen tau-tau salah satunya malah menikah dengan orang lain? Ya gak gimana-gimana, wong mereka belum terikat pada pernikahan jadi sah-sah s
"Ada yang bisa dibantu, Nak?" tanya Bu Muslim, nama wanita yang sudah melahirkan Syahid dan juga Ustadz Rahmat. Afifah menyikut badan Mayang, meminta gadis itu untuk menyampaikan maksud dan tujuan mereka datang ke rumah itu. Sedangkan pikiran Mayang masih kosong, mengembara entah kemana. "Kami ingin bertemu dengan Ustadz Rahmat, Bu," jawab Afifah pada akhirnya. "Oh, orangnya masih di ladang. Mungkin sebentar lagi pulang, mau menunggu?" tanya Bu Muslim. "Boleh tidak, Bu, kami titip pesan saja. Kami minta tolong agar beliau mengisi acara buka bersama sekaligus penutupan acara kami di desa yang berada di atas sana," ucap Mayang menjelaskan. "Wah, kok mendadak sekali. Khawatirnya dia ada acara sendiri, jadi kalian tunggu saja sebenar, ya," pinta Bu Muslim. Mayang menghela nafas panjang, harus menunggu dalam keadaan seperti ini. Rasanya dia ingin pergi ke kamar mandi, mendadak pengen buang air kecil. "Tunggu saja, May. Kalau bukan Ustadz Rahmat, siapa yang mau ngisi acara?" bisik Af
Balai warga mulai rame dipenuhi oleh warga kampung dari dua jam sebelum bedug Magrib. Acara buka bersama di adakan di tempat itu, di samping balai warga ada Mushola, jadi bisa juga lanjut shalat tarawih di tempat itu bagi yang berminat. Saat Syahid dan teman-temannya mengatakan ingin mengadakan acara penutupan sekaligus buka bersama, warga langsung antusias. Mereka mengusulkan untuk membuat makanan sendiri-sendiri, jadi setiap rumah akan menyerahkan 5 bungkus nasi dan lauk, serta takjil untuk mendukung acara itu. Sekental itu memang rasa kekeluargaan di desa, jadi semua ditanggung bersama-sama. Kursi-kursi plastik sudah tersusun rapi dan terisi orang-orang yang memenuhi ruangan balai desa, dibagian depan terpasang beground hasil karya anak-anak, bertuliskan tema acara. Terdapat juga meja dan kursi untuk pengisi acara. Di bagian teras berjejer meja-meja yang sudah terisi dengan berbagai jenis makanan. Makanan berat berupa nasi sudah dibungkus tiap porsi. Tapi makanan ringan, gorenga
"Buk, gimana dengan anak gadis yang beberapa hari lalu ke sini?" seorang pria bertanya pada wanita yang usianya jauh lebih tua dari padanya, wanita itu baru selesai membaca Alquran. "Gadis yang mana, Ham?" sang ibu balik bertanya."Mayang Bu, Mayang," terang Pria itu dengan gemas. Gemas karena ibunya pura-pura tidak tahu. Padahal sang ibu sudah diberitahu sejak awal sebelum Mayang datang mencarinya. Dia mengatakan kalau Mayang adalah gadis yang dia inginkan untuk menjadi pendamping hidupnya. Meminta Mayang pergi ke rumah Ustadz Rahmat menjelang hari H acara penutupan hanyalah akal-akalan syahid saja.Syahid dan sang Kakak, Rahmatullah Hamid, yang jika di rumah dipanggil Hamid itu, bersekongkol agar gadis itu datang ke rumah dan ibunya melihat sendiri bagaimana gadis itu. "Anaknya baik, sopan, cantik, cerdas, dan sepertinya gampang bergaul," tutur Bu Muslim. "Ibu setuju aku dengannya?" tanya Hamid"Yang jadi masalah, dia setuju apa tidak menikah dengan kamu, Mas," sahut Syahid samb
"May, tapi Kakakku itu-"Mayang langsung menutup telinganya, tidak mendengar perkataan Syahid. Gadis itu langsung bangkit dari duduknya dan berlalu meninggalkan Syahid dan Afifah. "Afifah, kamu mau ikut aku atau tetap di situ," seru Mayang tanpa menoleh lagi. "May, tapi kakakku mau bantuin kami kerjain skripsi biar cepat kelar dan nikah." Syahid berteriak sambil tertawa. Kapan lagi bisa menggoda calon kakak iparnya. Sedangkan orang yang digoda tak peduli dan tetap melangkahkan kaki dengan tangan masih menutupi telinganya. Mayang pergi dari kelas menuju taman yang ada di kampus, mencari angin dan duduk di bawah pepohonan rindang lebih baik daripada mendengarkan ocehan Syahid, temannya. "May, kamu yakin mau menikah dengan pria pilihan Bapak yang kamu tidak kenal itu dan menolak Ustadz Rahmat?" tanya Afifah sambil ikutan duduk di samping Mayang. "Iya," jawab Mayang pendek. "Apa kami gak akan menyesalinya. Pria pilihan Bapak, kamu gak kenal. Tapi Ustadz Rahmat, kamu udah kenal. Set
Telepon genggam milik Mayang berdering saat gadis itu hendak tertidur. Badannya lelah setelah tadi acara wisuda, ditambah lagi dia harus kucing-kucingan dengan Ustadz Rahmat yang terus saja berusaha untuk mendekat padanya. Bahkan tadi Mayang melihat keluarga mereka sempat terlihat akrab dengan Bapak dan Emak Mayang. Terlihat tertawa bersama, lalu setelah itu, Ustadz Rahmat tidak lagi berusaha mendekati Mayang. Mayang berpikir jika Bapaknya telah menolak Kakaknya Syahid tersebut, sehingga dia tak lagi berusaha berbicara padanya.Mayang hanya memandang dengan rasa malas untuk mengangkat telpon genggamnya yang terus meraung, yang menelpon adalah nomor baru tidak ada di dalam kontaknya sehingga gadis itu malas menerimanya. Hingga panggilan ke-tiga, Mayang baru menerima panggilan tersebut. Mungkin saja sang penelepon memang sedang ada perlu. "Assalamualaikum...." sapa Mayang setelah gadis itu menggeser tombol bergambar telepon berwarna hijau."Wa'alaikumsalam, May."Deg! Jantung Mayang
Gadis bertubuh langsing dengan balutan gamis pesta berwarna ungu muda, tampak sedang memaut diri di sebuah cermin besar. Senyum mengembang di bibirnya melihat pantulan dirinya sendiri. Dua hari setelah merengek pada Pak Ismail, akhirnya Mayang akan dinikahkan juga. Malam itu setelah gagal membangunkan sang ayah, Mayang merengek di pagi hari. Terus meminta pada Pak Ismail untuk menghubungi temannya sekaligus orang tua si pria misterius. Mayang meminta seakan-akan gadis itu sudah kebelet nikah. Bahkan sang ayah mencurigai Mayang sudah melakukan hal-hal yang dilarang hingga terjadi sesuatu tidak diinginkan, kemudian gadis itu ngebet pengen nikah. Sampai-sampai Mayang menantang Pak Ismail untuk melakukan tes kehamilan, keperawanan kalau perlu, gara-gara diragukan oleh sang ayah. Akhirnya setelah merengek, Pak Ismail menelpon calon besan dan mengatakan semuanya. Meminta dilakukan pernikahan secepatnya. Alasannya, Mayang tidak ingin membuat calonnya menunggu lagi.Karena serba mendadak,
"Ada apa, Dek?" tanya Hamid seakan ikut terkejut. Padahal dialah yang menjadi sebab keterkejutan Mayang. "Iya, kenapa Nduk?" tanya Bapak mertuanya setelah menghentikan laju kendaraan dengan mendadak."Maaf, Pak. Jadi bikin kaget Bapak. Itu, anu, eemmm...." Mayang kebingungan hendak menjawab apa. Tidak mungkin juga dia mengatakan kaget karena sang suami mengengam tangannya. "Ada apa, Nduk?" tanya Bu Muslim."Ada yang kelupaan, saya mau kirim pesan dulu ke Bapak," ucap Mayang sambil mencari ponselnya yang berada di dalam tas selempang. Mobil kembali berjalan, Mayang pura-pura sibuk dengan telepon genggamnya. Padahal dia hanya memegang tanpa melakukan apapun, pikirannya masih berkelana kemana-mana. Ponsel yang berada di tangannya berdering dan bergetar, dari notifikasi pop up terlihat ada pesan masuk dari nomor baru. Dengan penasaran Mayang membukanya.~Dek, aku hanya ingin memegang tanganmu, tolong jangan teriak~Mayang menoleh pada pria di sampingnya. Pria itu juga sedang memegan