Anna mengerjapkan matanya yang mengembun, ia tidak menyangka, kalau Ray memperhatikan dirinya. “Saya hanya memikirkan asyiknya bermain salju.”Ray melayangkan tatapan menyelidik kepada Anna, ia merasa ada yang disembunyikan oleh Anna dan ia tidak mau mengatakan kepadanya. “Kau sudah tidak sabar untuk bermain salju, apakah itu permintaan dari bayi yang sedang kau kandung?” Tanya Ray.Secara otomatis tangan Anna terulur untuk menyentuh perutnya, begitu mendengar apa yang dikatakan oleh Ray. “Sepertinya memang begitu.”Ray menghela napasnya, ia mengatakan kepada Anna, karena tidak mau bayi yang ada dalam perut Anna terus merengek untuk bermain salju. Ia akan membawa Anna sekarang juga untuk bermain.Keduanya bangkit dari duduk mereka berjalan menuju halaman rumah, yang sudah tertutup oleh salju.Anna mulai mengumpulkan butiran salju untuk ia bentuk menjadi boneka, Sementara Ray hanya diam saja, ia merasa usianya yang sudah lebih dari 40 tahun tidak pantas bermain boneka salju.“Ayolah, R
Mendengar apa yang dikatakan oleh orang kepercayaannya, Ray langsung saja menjadi bersemangat. ‘Cepat kamu tangkap orang itu, sebelum ia kabur lagi!’ perintah Ray di sambungan telepon.‘Baik, Tuan! Nanti akan kami kabari kembali, setelah kami berhasil menangkap orang itu,’ sahut orang kepercayaan Ray di ujung sambungan telepon.Ray menutup telepon, ia berjalan keluar ruang kerjanya kembali ke kamar. Alangkah terkejutnya Ray, saat melihat wajah Anna yang pucat dan bibirnya terlihat kering.Dengan langkah panjang ia sampai di dekat Anna. Didengarnya Anna bersuara, “Haus!”“Tunggu, Sayang! Akan saya ambilkan.” Ray mengambil botol air mineral, lalu menuangnya ke dalam gelas.“Apakah kamu bisa bangun?” Tanya Ray.Dengan suara lemah Anna berkata, “Iya.”Melihat Anna yang kesulitan untuk bangun, Ray dengan sigap membantu Anna. Ia memegang punggung istrinya itu, kemudian ia beri tumpukkan bantal untuk Anna bersandar. Setelahnya, Ray mengambil gelas berisi air untuk diminum Anna.Anna meminum
Anna menatap Ray dengan bingung. “Kenapa kau bertanya, seperti itu? Apakah kau dalam bahaya?” Tanya Anna, dengan suara bergetar.Raut wajah Ray dingin dan tak terbaca. Ia tidak menjawab pertanyaan Anna, tetapi langsung saja berjalan pergi.“Saya akan setia menunggumu mengatakan cinta kepadaku, tetapi saya tidak akan ragu untuk mengatakan, kalau saya mencintaimu, Ray! Saya akan setia kepadamu,” ucap Anna lantang.Langkah Ray terhenti, ia membalikkan badan lalu berjalan cepat mendekati Anna. Diangkatnya Anna, yang langsung melingkarkan kaki di pinggang Ray, agar ia tidak terjatuh.Ray mencium bibir Anna dengan dalam, sampai istrinya itu mendesah karenanya. “Terima kasih, untuk cintamu dan maaf, saya belum bisa mengatakan hal yang sama.”Anna tertegun, karena untuk pertama kalinya Ray mengatakan maaf. Walaupun ia menyimpan rasa kecewa, karena suaminya itu belum mau mengatakan cinta kepadanya, karena Anna merasa pria itu sebenarnya mencintainya.Ray menurunkan Anna, kemudian ia melepaskan
Raffael terdiam sejenak, ia terlihat, seperti berpikir. “Anna tidak akan melirik lelaki lain! Ia mencintaiku dan ia tidak akan berpaling dariku,” tegas Ray.Bob menatap Ray dengan lekat, ia merasa peduli kepada Ray yang pernah dikecewakan oleh wanita. “Pernahkah kau berpikir, kalau Anna bersedia menikah denganmu demi uang? Ia terlihat begitu muda bisa saja dirinya memiliki ambisi rahasia dan dirimu merupakan batu loncatan, agar ia bisa meraih tujuannya.”Ray memberikan tatapan tajam menusuk kepada Bob. Ia memukulkan kepalan tangannya ke atas meja dengan keras. Dengan suara bergetar, karena emosi ia mengatakan Bob hanya iri saja, karena ada seorang wanita muda yang bersedia menikah dengannya. Dan wanita itu mencintainya.Bob menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi, ia terlihat tidak terpengaruh dengan kemarahan yang diperlihatkan oleh Ray. “Kau tentu mengetahui, bukan diriku ini tidak hanya sekedar asistenmu saja, tetapi saya juga adalah sahabatmu.”“Saya hanya menginginkan kamu
‘Apa! Ray berteriak di ujung sambungan telepon, begitu mendengar apa yang dikatakan oleh Anna. Ia menggeram marah dan seakan tidak percaya mendengarnya.Bob yang duduk di samping Ray dan mau tidak mau mendengar apa yang dikatakan oleh Anna, meelalui sambungan telepon. Ia hendak menertawakan Ray, tetapi ia juga merasa kasihan kepada sahabatnya itu.Didengarnya Ray mengatakan kepada Anna, agar melakukan panggilan video, karena ia ingin melihat wajah pria itu.‘Baiklah, Ray!’ sahut Anna, melalui sambungan telepon.Mata Ray melotot dan terdengar umpatan nyaring keluar dari bibirnya, sehingg membuat Bob yang duduk di sebelahnya langsung menoleh.Ia merasa penasaran, dengan wajah pria yang menjadi guru Anna, karena sampai membuat Ray berteriak marah, seperti itu.Bob bersiul, begitu melihat wajah pria dalam layar ponsel Anna, dengan ringan ia berkata, “Berat, Ray! Sainganmu masih muda.”Ray memalingkan wajah melihat Bob, dengan tatapan yang seakan hendak membunuh Bob.Bob mengangkat kedua t
Ray diam memperhatikan Anna yang menangis. Setelah dirasanya Anna sudah cukup meluapkan emosi, Ray menariknya ke dalam pelukan. Ia mengabaikan protes Anna, yang memukuli punggungnya dengan kepalan tangan mungi Istrinya itu. “Kamu salah, kalau berpikir seperti itu!”Anna dengan sengaja mengusap air matanya pada kemeja Ray. Ia benci, tetapi juga mencintai Ray. Dan ia tidak ingin pria yang menjadi suaminya itu mempermainkan perasaannya, setelah ia secara terbuka menyatakan perasaannya.Ray tersenyum kecil melihat Anna yang bertingkah, seperti anak kecil. Apa mungkin, karena usia istrinya itu yang masih 22 tahun, sementara ia sendiri sudah berumur. Ray mengusap punggung Anna diangkatnya dagu wanita itu, sehingga netra mereka bertemu.“Kamu tidak mau mendengar alasanku?” Tanya Ray, sambil menatap Anna, dengan lembut.Anna menatap Ray sendu, ia menggigit bibir untuk menahan isak tangis yang hendak keluar kembali. Ia memejamkan mata tidak tahan melihat mata Ray, yang menatapnya dengan lembut
Claire tertawa mengejek mendengar apa yang dikatakan oleh Anna. Ia duduk di sofa ruang tamu dengan anggunnya. “Siapa kamu, yang merasa berhak menolakku berada di tempat ini? Kamu hanyalah seorang pelayan saja, yang berusaha naik tingkat, tetapi sayangnya hal itu tidak berhasil.”Anna menelan ludah dengan sukar, ia merasa lidah mantan istri dari suaminya ini terlalu tajam baginya. Ia berjalan dengan pelan dengan cara yang anggun.Dirinya duduk di sofa tunggal berhadapan dengan mantan istri Ray. Dengan suara yang tenang ia, berkata, “Cepat katakan apa maumu dengan datang ke sini dan setelah itu pergilah! Karena saya tidak mau berlama-lama melihat wajahmu.”Claire memberikan senyum mengejek di sudut bibir, dengan tatapan yang terkesan mencemooh. “Saya juga tidak sudi berlama-lama melihat wajahmu!”Claire membuka tas tangan yang dibawanya, kemudian ia mengeluarkan ponsel. Sementara Anna hanya diam saja, tetapi matanya tidak lepas mengamati apa yang dilakukan oleh Claire.Ia, kemudian mele
Ray menggeram marah mendengarnya. Ia memberikan senyuman sinis yang terbit di bibirnya. “Tidak masalah sama sekali!”Ray bangkit dari duduk, lalu berjalan memasuki rumah. Ia langsung menaiki tangga dan menuju ruang kerjanya. Ia memang tidak peduli tidur di mana, biar saja Anna tidur sendiri di kamar mereka dan meredakan amarahnya.Sesampainya di dalam ruang kerja Ray langsung merebahkan badan di atas ranjang single. Dengan penutup kasur berwarna hitam. Ia berbaring, dengan berbantalkan kedua lengnnya.Peringatan yang ia berikan kepada Claire tidak didengarkan oleh mantan istrinya itu. Ia akan mencari cara lain, biar wanita itu berhenti mengganggu rumah tangganya. Dan juga ia sangat marah kepada Claire, karena sudah mendorong Anna.Dirinya harus mencari tahu, mengapa mantan istrinya bisa masuk ke rumahnya. Dan tidak ada yang melarang Claire memasuki rumahnya.Ray terbangun dari tidur untuk sesaat ia lupa, kalau dirinya tidak tidur bersama dengan Anna. Ia meraba kasur yang ada di sebel