Claire tertawa mengejek mendengar apa yang dikatakan oleh Anna. Ia duduk di sofa ruang tamu dengan anggunnya. “Siapa kamu, yang merasa berhak menolakku berada di tempat ini? Kamu hanyalah seorang pelayan saja, yang berusaha naik tingkat, tetapi sayangnya hal itu tidak berhasil.”Anna menelan ludah dengan sukar, ia merasa lidah mantan istri dari suaminya ini terlalu tajam baginya. Ia berjalan dengan pelan dengan cara yang anggun.Dirinya duduk di sofa tunggal berhadapan dengan mantan istri Ray. Dengan suara yang tenang ia, berkata, “Cepat katakan apa maumu dengan datang ke sini dan setelah itu pergilah! Karena saya tidak mau berlama-lama melihat wajahmu.”Claire memberikan senyum mengejek di sudut bibir, dengan tatapan yang terkesan mencemooh. “Saya juga tidak sudi berlama-lama melihat wajahmu!”Claire membuka tas tangan yang dibawanya, kemudian ia mengeluarkan ponsel. Sementara Anna hanya diam saja, tetapi matanya tidak lepas mengamati apa yang dilakukan oleh Claire.Ia, kemudian mele
Ray menggeram marah mendengarnya. Ia memberikan senyuman sinis yang terbit di bibirnya. “Tidak masalah sama sekali!”Ray bangkit dari duduk, lalu berjalan memasuki rumah. Ia langsung menaiki tangga dan menuju ruang kerjanya. Ia memang tidak peduli tidur di mana, biar saja Anna tidur sendiri di kamar mereka dan meredakan amarahnya.Sesampainya di dalam ruang kerja Ray langsung merebahkan badan di atas ranjang single. Dengan penutup kasur berwarna hitam. Ia berbaring, dengan berbantalkan kedua lengnnya.Peringatan yang ia berikan kepada Claire tidak didengarkan oleh mantan istrinya itu. Ia akan mencari cara lain, biar wanita itu berhenti mengganggu rumah tangganya. Dan juga ia sangat marah kepada Claire, karena sudah mendorong Anna.Dirinya harus mencari tahu, mengapa mantan istrinya bisa masuk ke rumahnya. Dan tidak ada yang melarang Claire memasuki rumahnya.Ray terbangun dari tidur untuk sesaat ia lupa, kalau dirinya tidak tidur bersama dengan Anna. Ia meraba kasur yang ada di sebel
Anna menelan ludah dengan sukar, ia merasa gugup mendengar nada suara Ray yang tegas, walaupun ia sudah sering mendengar tetap saja ia takut. “I-iya, Ray! Saya juga tidak suka dengannya.”Ray menegakkan badan, ia berlalu dari meja Anna dan duduk di kursi kerjanya yang empuk. Dinyalakannya komputer dan ia mulai memeriksa pekerjaan dari stafnya yang dikirim lewat email.Sementara Anna sendiri, pada awalnya ia sedikit bingung, karena tidak mengetahui apa yang harus dikerjakannya. Diperiksanya berkas yang ada di atas meja untuk ia pelajari. Anna menemukan catatan kerja mantan sekretaris Ray yang teratur, sehingga memudahkannya dalam memahami apa yang harus ia lakukan.Pintu ruang kerja Ray diketuk dan setelah dipersilakan, masuklah salah seorang staf Ray yang masih muda. Pada saat melewati meja Anna ia berhenti sebentar dan melihat ke arah Anna, dengan tatapan heran.“Siapa kamu? Dan mengapa kamu duduk di sini?” Tanya orang itu dengan tatapan penasaraan.Ia mengamati wajah cantik Anna den
Anna melirik Ray, ia menjadi takut, kalau Ray akan percaya dengan kebohongan yang dikatakan oleh mantan istrinya itu. “Tolong, jangan berbohong! Saya tidak seperti apa yang kamu katakan.”Anna meraih jemari Ray, meminta kepada suaminya itu untuk memperhatikan dirinya. Namun, Ray hanya memandang ke arah mantan istrinya, dengan tatapan dingin. “Siapa yang meminta pendapatmu?”Seorang petugas keamanan terlihat berjalan tergopoh-gopoh mendatangi mereka. Ia takut melihat tatapan dingin dari Ray yang dilayangkan kepadanya.“Kamu melakukan kesalahan lagi! Apa kamu memang ingin saya pecat, katakan saja!” tegur Ray dengan nada suara tajam.Kepala petugas keamanan itu tertunduk, karena merasa bersalah. “Maaf, Tuan! Nyonya ini masuk begitu saja, saya sudah berusaha mencegahnya, tetapi ia datang bersama dengan seseorang dan saya harus mengamankan teman dari wanita ini terlebih dahulu.”Ray mengerutkan kening mendengar apa yang dikatakan oleh petugas keamanannya. “Apa maksudmu dengan berkata, sepe
Ray menatap layar ponselnya dengan rasa bahagia, karena pencariannya akan orang yang hendak membuat Istrinya terbunuh sudah ketangkap. “Jaga orang itu! Saya akan segera ke sana.”Anna menatap Ray dengan rasa penasaran, tetapi ditunggunya suaminya itu selesai berbicara di telepon. Setelah selesai, ia langsung saja bertanya kepada Ray, “Apa maksud dari telepon tadi?”Ray melirik Anna sekilas. “Tidak ada yang penting! Hari ini saya tidak berangkat ke kantor. Kamu akan diantar sopir.” Ray mengecup kening Anna sekilas, kemudian beranjak dari tempat tidur.Ia berjalan menuju kamar mandi, beberapa saat berlalu Ray kembali ke kamar untuk berganti pakaian.Anna duduk di atas tempat tidur memperhatikan apa yang dilakukan oleh Ray, melalui matanya. Ia menggunakan selimut untuk menutupi tubuhnya yang telanjang.“Kamu tidak apa, bukan saya tinggal?” Tanya Ray, sambil memasang celana kainnya.Anna beranjak dari tidur, dengan selimut melilit di badan. Ia berjalan mendekati Ray dirapikannya kerah kem
Dengan cepat Anna bangkit dari duduk, sampai-sampai kursinya terjatuh. Ia menyentuh pinggang Ray dengan lembut. “Ray! Tolong jangan berkelahi di sini.”Ray melepaskan cekalannya di kerah kemeja stafnya itu, sambil mendorongnya dengan kasar. “Saya peringatkan kepadamu, agar jangan pernah mencoba mendekati, apalagi merayu Istri saya!”Staf Ray mengangkat tangan, dengan suara dan wajah tenang, tidak memperlihatkan rasa takut, karena ancaman dari Ray. “Jangan khawatir, Bos! Saya tidak akan mendekati Istri Anda.”Staf itu berjalan menjauh dari Ray, ia berjalan keluar restoran tersebut, sambil bersiul. Seolah dirinya tidak terpengaruh sama sekali dengan apa yang baru saja terjadi.Ray membalikkan badan ditatapnya Anna dengan raut wajah yang dingin. Tanpa bersuara Ray mendirikan kursi yang dijatuhkan Anna, lalu memberikan kode kepada Istrinya itu untuk duduk.Anna duduk kembali di tempatnya semula. Suasana tegang masih terasa di meja tersebut. Ia melirik Ray, yang sudah duduk di kursi kosong
Anna membalikkan badan, begitu ia mendengar suara langkah kaki di belakangnya. Ia mengacungkan ponsel yang ada di tangannya ke arah Ray. “Mantan istrimu, yang masih mencintaimu menelepon!”Disodorkannya ponsel ke tangan Ray, ia kemudian berjalan dengan cepat keluar dari kamar. Begitu sudah berada di luar kamar Anna mengusap air matanya yang turun membasahi pipi.Ia berjalan terus menuruni tangga menuju dapur. Ia akan membuatkan sendiri makan malam untuk Ray dan dirinya, karena ia juga belum makan. Ia menunggu suaminya itu datang untuk makan bersama.‘Mengapa wanita itu keras kepala dan tidak tahu malu masih saja mengganggu rumah tangga orang! Dan kenapa saya juga merasa sakit, karena wanita itu? Apakah diriku masih meragukan cinta dari Ray?’ batin Anna.Sesampainya di dapur di bukanya pintu kulkas diambilnya daging dan sayuran. Ia mencuci sampai bersih daging dan sayuran, kemudian memotong-motongnya. Ia akan membuat daging cincang untuk makan malam mereka.Anna berdiri di depan kompor
Ray dengan cepat melihat ke arah pintu, senyum sinis dengan tatapan tajam dilayangkannya ke arah Anna. “Apakah kau suka dengan apa yang kau dengar Anna?” sindir Ray.Dimasukkannya ponsel ke saku jas yang ia pakai, kemudian dirinya berjalan melewati Anna, begitu saja. Ia, bahkan tanpa sengaja menyenggol pundak Anna, sehingga Istrinya itu merasa sakit.Ray hanya berhenti sebentar, tetapi tidak meminta maaf. Ia lanjut berjalan tanpa meminta maaf kepada Anna. Ia tidak peduli, dengan perasaan Anna, sepertinya ia hanya ingin secepatnya sampai di tempat mantan istrinya itu berada.“Ray, Apakah kau akan menemui Claire?” Tanya Anna, dengan suara pelan.Ia tahu itu adalah pertanyaan bodoh, karena dirinya tadi secara tidak sengaja mendengar percapakan Ray dengan mantan istrinya di telepon.Ray terus berjalan diabaikannya panggilan Anna, walau ia tahu apa yang dilakukannya itu membuat Anna menjadi kecewa dan terluka.Anna menundukkan kepala, dengan langkah kaki gontai ia berjalan keluar dari rua
Ray yang berada di ujung sambungan telepon berseru memanggil nama Istrinya. ‘Anna! Apa yang terjadi? Siapa yang masuk kamarmu? Apa yang dilakukan orang itu?’ Tanya Ray tidak sabar.Sayangnya hanya suara dengung yang berasal dari ponsel Anna saja. Sementara Anna sendiri tidak memberikan jawaban kepada Ray.Makanan yang sudah ada di atas meja Ray terlupakan. Ia langsung menghubungi orang kepercayaannya.‘Halo, apakah kamu sudah sampai di salon tempat Istri saya berada?’ Tanya Ray, begitu sambungan telepon terhubung.‘Saya sedang dalam perjalanan, Tuan! Saya berusaha secepat mungkin untuk sampai di tempat Istri Anda berada,’ sahut orang kepercayaan Ray.‘Cepatlah!’ perintah Ray.Ray menutup sambungan telepon, ia berjalan keluar dari ruang kerjanya dengan terburu-buru. Sorot mata dan wajahnya yang penuh dengan amarah membuat staf hotel urung menyapanya. Mereka menghindari untuk berbicara dengan bos nya itu, daripada kena marah.Sesampainya di luar sopir Ray sudah siap membukakan pintu. Ia
Anna yang sedari tadi terus-menerus untuk masuk kamar tidak dapat lagi menahan emosinya. “Mengapa tidak kamu dan pria itu, kalian semua memerintahkan kepadaku untuk masuk kamar? Apa kalian pikir saya akan aman di sana? Bagaimana, kalau pria itu menyusup masuk kamar, sementara kalian berdua tidak ada?”Ray menggaruk kepalanya yang mendadak terasa gatal. Ia ingin bersikap tegas kepada Istrinya itu, tetapi ia juga harus jujur, kalau Anna pastinya merasa tidak yakin dengan apa yang sebenarnya sedang terjadi.“Turunlah kamu ke bawah! Dan lakukan apa yang tadi saya perintahkan,” tegas Ray kepada sopirnya.Sopir itu menganggukkan kepala, sambil memberikan sikap hormat kepada Ray. Ia berjalan meninggalkan Ray dan Istrinya yang tetap berada di tempat mereka berdiri.Ray merangkul pundak Anna, lalu membimbingnya untuk masuk kamar mereka. “Sekarang kita nikmati saja sarapan ini selagi masih panas.” ajak Ray ketika dilihatnya, kalau di atas meja sudah tersaji makanan dan minuman.Mau tidak mau An
Anna memejamkan mata, sebelum ia memutuskan untuk mengikuti perintah nakal dari suaminya. “Kamu membuatku bersikap liar, Ray!”Ray memasangkan bathrobe ke badan Anna, lalu memegang pundak Istrinya dengan lembut. “Ini belum liar, seperti apa yang kuinginkan!”Anna berjalan mendahului Ray keluar kamar mandi, sambil berkata, “Saya tidak akan mau memenuhi fantasimu untuk bersikap liar!”Dalam tiga langkah panjang Ray sudah berhasil mensejajari langkah Anna. Ia mengatakan kepada Istrinya itu, kalau dirinya tidak akan memaksa, tetapi Anna sendirilah yang akan melakukannya.Anna memutar bola mata, ia tahu pasti suaminya akan menggunakan pesona maskulinnya. Yang dengan mudah akan membuat Anna bersedia melakukan apa saja untuk menyenangkan suaminya itu.Keduanya, kemudian berganti pakaian bersih. Setelahnya, Anna dan Ray berjalan keluar kamar menuju ruang makan.“Ray! Saya merasa, kalau ada yang mengintip kita.” Anna berhenti berjalan, ia melihat ke arah jendela kaca. Ia tadi merasa melihat ad
Ray menjadi gusar mendengar apa yang dikatakan oleh Anna. Wajahya menjadi merah, dengan tatapan yang menyorot marah. “Kenapa menjadi pengecut, Anna? Kenapa kau suka sekali melarikan diri dari masalah?”Anna memaksakan diri untuk tetap menatap mata Ray, walaupun dalam hati ia merasa ciut melihat tatapan Ray. Kedua tangannya berkeringat dingin, tetapi ia harus menguatkan dirinya. “Saya buk annya ingin melarikan diri dari pesta itu. Hanya saja saya tidak yakin akan bisa menjadi seorang wanita yang anggun.”“Kamu terlalu memikirkan apa yang belum terjadi! Berhentilah untuk berpikir, seperti itu,” tegas Ray.Anna memejamkan mata, ia tampak berusaha untuk menenangkan dirinya, agar tidak berteriak kepada Ray, karena suaminya itu memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Satu hal yang berbeda dengan dirinya.Ia menjauhkan dirinya dari Ray berdiri di depan cermin besar. Dilihatnya pantulan dirinya, dengan mata yang sembab, karena terlalu banyak menangis. Dilepasnya ikat rambut, sehingga rambutn
Anna mengambil pisau dari atas meja dapur, lalu ia genggam dengan erat. Jantungnya berdebar kencang, saat didengarnya suara langkah kaki dari arah luar rumah. ‘Ya, Tuhan! Siapa yang berada di luar dan tadi ia sudah masuk ke rumah ini? Diriku memang ceroboh, karena lupa mengunci pintu. Bagaimana, kalau itu adalah Derek dan ia mencoba untuk mencelakai diriku lagi?’ batin Anna.Tangan Anna terulur hendak menutup pintu dapur, ketika dilihatnya sebuah bayangan panjang. Lutut Anna terasa lemas, tetapi ia tetap memaksakan kakinya untuk tetap berdiri. Dengan tangan yang bergetar ia tetap memegang pisau berharap dapat dijadikan sebagai senjata untuk membela dirinya.“Anna! Apa yang kau lakukan berdiri di situ dengan pisau yang ada di tanganmu? Kau tidak mencoba untuk bunuh diri, bukan?” Tanya Ray dengan santainya.Mata Anna melotot tidak percaya, begitu melihat siapa yang berdiri di depannya. Pisau yang ia pegang jatuh ke lantai sampai menimbulkan bunyi yang nyaring.Begitu tersadar dari rasa
Anna berjalan cepat mendekati Ray, begitu sudah dekat ia mengangkat kedua tangan hendak memukul dada bidang suaminya. “Kamu tidak punya hati, Ray!” maki Anna.Ray dengan cepat menangkap tangan Anna, lalu menghempaskannya dengan kasar. “Kamu yang sudah membuatku melakukannya!”Usai mengatakan hal itu Ray berjalan, lalu masuk mobilnya. Ia tidak peduli, ketika didengarnya suara tangis Anna.Sopir Ray menatap Anna dengan rasa tidak nyaman, karena melihat wanita itu bertengkar dengan bosnya sampai menangis.“Selamat tinggal, Nyonya Anna! Semoga Anda baik-baik saja.” sopir itu, kemudian memasuki mobil, karena ia mendengar suara tidak sabar dari tuannya.Anna hanya diam mematung tidak menyahut ucapan dari sopir Ray, yang memang tidak menunggu tanggapan darinya. Dipandanginya mobil itu perlahan menjauh sampai menghilang dari pandangan.Dirinya berjalan menuju bangku kayu yang berada di bawah pohon, lalu duduk di sana. Dirapatkannya jaket yang ia pakai, karena udara semakin dingin saja.‘Bagai
Anna menjadi terkejut mendengar suara Ray, sampai-sampai keranjang telur yang ada di tangannya terjatuh ke rumput. “R-Ray! Kenapa kamu ke sini? Bukannya kamu lebih senang bersama dengan mantan Istrimu?” Tanya Anna dengan suara tersendat.Ray memejamkan mata dengan tangan ia kepalkan di samping badan. Ia harus menahan dirinya untuk tidak mengguncang tubuh Anna, agar Istrinya itu sadar akibat kekacauan yang telah dibuatnya.Anna mengamati Ray dengan takut-takut. Ia dapat melihat suaminya itu sedang menahan amarah dan itu semua dikarenakan dirinya. Ia juga dapat melihat, kalau Ray tidak dalam kondisi baik-baik saja.“Ka-kamu terluka Ray, apa yang telah terjadi kepadamu?” Tanya Anna, dengan suara pelan.Ray mendengus mendengar pertanyaan Anna. “Apakah kamu peduli kepadaku? Ataukah itu hanya sekedar pertanyaan basa-basi saja!” sindir Ray.Anna menghela napas, ia sudah menduga, kalau Ray akan bersikap skeptis kepadanya, setelah apa yang ia lakukan. Akan tetapi, kesalahan tidak sepenuh pada
Sopir itu membalikkan badan dengan gaya malas-malasan. Dimasukkannya tangan ke saku celana. Ia menatap Ray, dengan raut wajah tidak terbaca. “Istri Anda sudah meninggalkan apartemen ini.”Mata Ray melotot, dengan langkah yang tertatih ia mendekati sopirnya itu, lalu mencengkeram kerah kemejanya. “Kenapa ia bisa pergi dan kamu tidak bisa mencegahnya? Kamu tidak becus dalam menjalankan tugas, yang saya berikan!”Ray memaki sopirnya itu, ia mengangkat tangan ke udara hendak melayangkan pukulan ke wajah sopirnya itu, tetapi dengan cepat ia mengubahnya dan memukul dinding yang ada di samping kepala sopirnya itu, sehingga tangannya menjadi terluka.Dirinya berjalan menjauh dari sopirnya itu, lalu melihat ke sekeliling kamar apartemen yang baru disadari oleh Ray, bahwa apartemen itu terkesan sederhana dan tidak mempunyai banyak perabot.“Saya sungguh menyesal, Tuan! Namun, saya tidak akan berhenti untuk mencari keberadaan Istri Anda. Saya akan mencarinya sampai dapat dan membawa kembali Nyon
Ray menjadi terkejut, ia membalikkan badan. Ditatapnya pria yang baru saja melayangkan tinju ke arah pipinya, dengan keras. Ia berdiridari duduknya. “Saya juga tidak ingin berada di sini! Sekarang saya akan pergi dan katakan kepada istrimu untuk tidak menggangguku dan Istriku!”Ray berjalan menjauh dari suami Claire, dengan tangan terkepal di sisi badan. Ia gatal hendak balas menampar suami Claire. Hanya saja pria itu beruntung, karena Ray tidak ingin berurusan dengan pria itu.Ia hanya ingin cepat pergi dari tempat ini dan mencari keberadaan istrinya. Biar saja Claire menjadi tanggung jawab dari suaminya.‘Halo, apakah kamu sudah mendapatkan informasi kemana sopir taksi itu membawa istri saya?’ Tanya Ray, melalui telepon kepada sopir, sekaligus orang kepercayaannya.‘Saya saat ini sudah berada di depan gedung apartemen istri Anda, Tuan!’ sahut sopir Ray.‘Bagus! Saya sebentar lagi akan sampai di san. Tolong, kamu kirimkan alamatnya,’ ucap Ray.Ditutupnya sambungan telepon, lalu dima