Zahra masih terdiam membatu di tempatnya berdiri. Tama menatap tajam sang istri yang baru saja dipeluknya itu. Di tangannya ada sebuah ponsel yang layarnya masih menyala menunjukkan nama Ibu Naya disana.“Angkatlah dulu. Aku tidak mau membuat Ibu menunggu dan merasa khawatir,” titah laki-laki itu. Zahra mengangguk.Gadis itu mengambil ponsel miliknya lalu duduk diatas tempat tidur sesuai dengan gerakan tangan sang suami. Sebelum mengangkat panggilan tersebut, laki-laki itu juga memerintahkan Zahra untuk menyalakan loudspeaker agar dia bisa mendengar apa yang dibicarakan menantu dan mertua itu.Tama duduk di samping Zahra dalam jarak yang cukup dekat. Tubuh mereka bahkan hampir saja menempel. Membuat gadis itu semakin tidak enak hati. Perlahan jempol Zahra menggeser tombol hijau lalu suara sang ibu pun terdengar.“Zahra, kamu kemana saja? Dari tadi Ibu menelepon. Kenapa lama sekali menjawabnya. Apa yang terjadi disana?” cerocos sang Ibu.“Ti-tidak… tidak terjadi apa-apa Bu,” jawab Zahr
Sebuah ketukan dari arah pintu menyadarkan dua insan yang sedang hanyut dalam lembutnya bibir sang kekasih. Mereka pun melepaskan tautannya. “Sebentar,” ucap Tama mencium kening Zahra. Laki-laki itu berjalan ke arah lemari terlebih dahulu untuk memakai bathrobe dan lalu melangkah ke arah pintu. Meninggalkan sang istri yang masih merasakan panas di pipinya.Laki-laki itu membuka pintu tersebut dan melihat seorang pegawai hotel membawakan sebuah buket bunga berukuran besar di tangannya.“Maaf mengganggu malamnya Tuan, tapi saya diperintahkan untuk mengantarkan buket bunga ini untuk Tuan dan istri,” ucap pelayan tersebut.“Untuk kami? Dari siapa?” tanya Tama.“Maaf Tuan tapi saya kurang tahu. Saya hanya ditugaskan untuk mengantarkan saja,” jawab pelayan itu lagi.Tama memicingkan matanya untuk mencari tahu apakah ada yang aneh di dalam buket bunga tersebut. Kedua matanya tertarik pada secarik kertas yang terselip di antara rangkaian bunga. Laki-laki itu pun mengambilnya lalu membuka isi
“Sebenarnya kita mau kemana Tuan?” tanya Zahra.Gadis itu terus bergerak mengikuti apa yang diperintahkan oleh sang suami. Sejak tadi Tama terus memaksa sang istri untuk memakai baju dan celana tebal. Dan sekarang dia sedang memasangkan syal dan melilitkannya ke leher Zahra. Tak lupa laki-laki itu juga memasangkan kupluk dan juga sarung tangan.“Tuan, apa ini tidak terlalu berlebihan?” tanya Zahra lagi. Akan tetapi lagi dan lagi Tama tidak menjawab.Akhirnya gadis itu hanya bisa pasrah membiarkan sang suami melakukan apapun yang dia inginkan. Toh Tama memakaikan pakaian kepadanya dan bukan membuka pakaiannya jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan, bukan?“Aku akan mengajakmu pergi ke suatu tempat yang sangat indah,” ucap Tama. Dia mulai memakai jaket tebal miliknya dan juga syal dan kupluk.“Apa sebentar lagi akan turun salju?” tanya Zahra heran. Tama tersenyum.“Mungkin beberapa hari kedepan tapi cuaca saat ini sudah mulai sangat dingin. Jadi kita harus selalu berjaga-jaga. Aku tida
“Tuan ini indah sekali,” ucap Zahra dengan mata yang berbinar.Kini posisi mereka sudah berada di samping danau. Ukurannya sangat luas akan tetapi airnya sangat jernih. Beberapa tanaman bunga berwarna-warni tampak menghiasi pinggir-pinggir danau. Ada juga kursi panjang yang disediakan pengurus untuk digunakan oleh para pengunjung duduk dan beristirahat. Sungguh tempat itu menjadi tempat wisata yang sangat indah.“Kamu tahu jika salju turun, air di danau ini akan membeku,” ucap Tama. Dia memeluk tubuh Zahra dari samping, sedikit menariknya agar bisa saling menempel.“Benarkah itu Tuan?” tanya Zahra. Wajahnya mendongak menatap sang suami. Tama menoleh.“Iya. Apa kamu tidak percaya?”“Bukan begitu Tuan. Saya percaya. Saya hanya belum pernah melihat saja danau yang membeku karena salju. Apa nanti kita bisa datang lagi kesini?” ucap Zahra penuh harap.“Tidak,” jawab Tama tegas.“Tapi kenapa?” rajuk gadis itu.“Belum turun salju saja kamu sudah kedinginan seperti ini. Apalagi jika salju su
“Kak Satria?” Zahra melonjak kaget mendengar mantan kekasih yang hampir saja mencelakainya itu, merupakan salah satu yang terlibat dalam kasus penganiayaan Tasya.“Tapi… bagaimana bisa?” tanya Zahra lagi.“Kenapa harus tidak bisa? Salah satu dari mereka adalah temannya Sonia dan laki-laki itu juga berteman dengan Satria. Data ini sudah aku dapatkan lengkap. Dan ketika aku melihatmu malam itu bersama dengan Satria, membuatku semakin yakin jika kalian memang terlibat dalam kasus kematian Tasya,” jelas Tama. Zahra kembali diam.“Memangnya apa yang kamu harapkan? Aku dengan sukarela membunuh seseorang hanya untuk menolong seorang gadis yang tidak aku kenal? Kamu benar-benar tidak waras. Aku tidak seloyal itu kepada orang yang tidak ada hubungan keluarga apapun denganku,” ucap Tama lagi.“Hmm, ternyata anda memang memiliki tujuan khusus. Sekarang semuanya sudah mulai terlihat jelas. Kenapa anda membunuh Kak Satria, kenapa anda dengan begitu saja menerima saya sebagai alat pelunas hutang d
Perlahan Tama mendorong tubuh Zahra yang masih dalam pelukannya itu untuk berbaring. Sehingga posisinya kini ada di atas sang istri. Satu tangannya menarik selimut yang ada di kakinya lalu menutupi kedua tubuh tanpa busana atas itu dengan kain tebal tersebut.Wajah Zahra tenggelam dalam dada bidang Tama. Pelukan erat dari sang suami menghangatkan suhu tubuhnya dengan cepat. Karena takut tak bisa bernafas, Tama kemudian memiringkan posisinya. Dan kini mereka tidur saling berpelukan berdampingan.“Tidurlah!” titah laki-laki itu.“Tapi…”“Aku berjanji tidak akan melakukan hal lebih. Percayalah. Aku pun belum siap untuk melakukan hal itu denganmu. Aku hanya tidak ingin melihatmu menggigil kedinginan sepanjang malam saja. Jadi tidurlah!” ucap laki-laki itu.Mendengar ucapan dari sang suami, sedikit membuat hati Zahra lega. Rasa khawatir dan juga gelisah yang sejak tadi mengganggu dirinya, kini berubah menjadi rasa tenang dan juga nyaman. Gadis itu pun mulai menutup matanya perlahan. Rasa
Zahra yang sedang duduk di atas sofa sambil memainkan ponselnya langsung berdiri karena kaget dengan teriakan dari sang suami. Gadis itu melihat mata Tama yang membulat sempurna dan mata yang memerah. Setelah sekian lama akhirnya Zahra bisa melihat kembali wajah penuh amarah dari laki-laki itu. Di dalam hatinya gadis itu terus bertanya apa yang sudah terjadi?“Bagaimana bisa seperti itu?” teriak Tama. Salah satu tangannya mengepal dengan kuat.Zahra terus memandang sang suami dari tempatnya berdiri. Dia tidak berani mendekati laki-laki itu. Gadis itu selalu saja merasa ketakutan dengan amarah Tama. Apalagi semenjak laki-laki itu sempat mencekiknya dengan kuat dan membuatnya hampir kehilangan nyawa, Zahra menjadi trauma. “Baik, kami akan pulang hari ini juga,” ucap Tama. Dia langsung menutup ponselnya dan dengan sekuat tenaga laki-laki itu melempar benda pipihnya ke sembarang arah. Zahra sampai menutup mata dan juga telinga melihat apa yang dilakukan oleh Tama. Untungnya ponsel itu j
“Za-Zahra… hat-hati… hati… Rey…”Ucapan dari sang Ibu mertua terputus bersamaan dengan bunyi nada datar dari mesin pendeteksi jantung. Zahra seketika memundurkan wajahnya dan melihat Ibu Naya sudah menutup matanya dengan lemah.“Ibu… ibu…” panggil gadis itu panik.Zahra mengangkat salah satu tangan dari Ibu Naya dan menggenggamnya. Suhu tubuh yang sangat dingin dapat gadis itu rasakan dengan jelas. Air mata semakin deras keluar. Tubuh gadis itu bergetar dan dia sangat takut jika sampai dirinya harus kehilangan satu-satunya wanita yang sangat baik kepadanya itu.Zahra berlari keluar ruangan sambil berteriak memanggil dokter. Tama yang melihat kepanikan dari sang istri, semakin gelisah. Beberapa dokter dan suster dengan cepat masuk ke dalam ruang ICU itu lalu menutup pintu tersebut rapat.“Zahra… zahra apa yang terjadi di dalam? Bagaimana keadaan Ibu?” tanya Tama panik. Dia bahkan sampai menggoyang-goyangkan tubuh sang istri.Belum sempat gadis itu menjawab, dokter keluarga yang menanga
Tama berdiri di depan sebuah cermin besar di dalam salon tersebut. Rambutnya kini sudah sangat rapi dan juga pendek. Jambang dan kumis yang asalnya tebal, kini berubah menjadi tipis. Tak sadar, laki-laki itu pun tersenyum melihat penampilan barunya tersebut.“Bagaimana? Jadi terlihat segar kan?” tanya Zahra berjalan mendekati sang suami.“Hmm,” jawab laki-laki itu dengan jari tangan yang menyisir tipis rambut barunya.Zahra tersenyum. Dia lalu merangkul lengan sang suami dan menyandarkan kepalanya di sana.“Sekarang kamu tidak malu lagi jalan denganku, kan? Sekarang aku terlihat lebih muda,” ucap Tama memandang wajah sang istri dari balik cermin.Zahra mengangkat kepalanya untuk bisa mendongak melihat laki-laki itu. “Mas, sudah aku katakan, bukan? Aku tidak pernah malu untuk bersama denganmu. Aku tidak peduli dengan anggapan orang lain tentang kita. Karena sedih atau bahagia nya hubungan kita, kita sendiri yang tentukan dan kita sendiri yang rasakan. Bukan mereka.” Nada bicara Zahra
Sebuah restaurant seafood yang sangat terkenal di kota itu menjadi tujuan pertama mereka. Sebuah restaurant yang memiliki tiga lantai itu berukuran sangat luas. Zahra bahkan sampai menganga sesaat ketika dirinya menginjakkan kakinya di tempat tersebut. Berbagai gambar menu yang disajikan menjadi penghias dinding berwarna emas itu. Semuanya benar-benar tampak sangat menarik dan tentu saja menggugah selera.“Ini restaurant, kan?” tanya Zahra dengan mata yang terperanjat. Tama tersenyum lalu menarik tubuh sang istri agar lebih menempel dari sebelumnya.“Iya sayang. Ini restaurant seafood nomor satu di kota ini,” jelas laki-laki itu.“Hmm wajar saja. Penampakkannya sangat mewah layaknya sebuah istana seperti ini. Mungkin hanya masyarakat kalangan atas saja yang bisa datang kemari,” jawab Zahra. Kedua matanya masih menyapu semua ornamen yang melekat di dalam ruangan tersebut.Tama memajukan bibirnya lalu berbisik, “Kamu belum melihat spot paling mahal di restauran ini.”Zahra mengalihkan
“Bagaimana dokter?” tanya Tama. Laki-laki itu membantu sang istri duduk di kursi di sampingnya.Pagi itu Tama membawa Zahra untuk memeriksa kondisinya pasca pemukulan yang dilakukan oleh Nufa beberapa minggu yang lalu. Setelah melakukan proses pengecekan panjang, hari ini adalah hari terakhir mereka datang. Sebenarnya apa yang dilakukan oleh Tama memang sedikit berlebihan. Dia bahkan sampai memaksa sang dokter untuk memeriksa seluruh tubuh bagian dalam sang istri dengan berbagai alat.Awalnya dokter keluarga itu merasa bingung karena sesuai dengan apa yang dia ketahui, kecelakaan yang menimpa Zahra tidaklah separah itu. Akan tetapi mau bagaimana lagi. Dia tahu jika yang memintanya itu adalah CEO Kalingga’s Group. Seseorang yang paling tidak suka jika keinginannya dibantah. Apalagi ini menyangkut seseorang yang sangat laki-laki itu cintai.“Semua jenis pemeriksaan yang anda inginkan sudah kami lakukan, Tuan Tama. Dan hasilnya tetaplah sama. Nyonya Zahra baik-baik saja. Bahkan hasil dar
Di dalam sebuah kamar yang memiliki ukuran cukup besar. Sinar matahari sudah mulai merambat masuk melewati kaca jendela yang memang sengaja dibuka. Walaupun demikian, wangi aroma terapi yang dipasang di dalam ruangan tersebut tidak memudar. Udara pagi yang sejuk mulai terasa menusuk di pori-pori kulit seseorang yang ada di dalam sana.Seorang gadis yang sejak semalam terbaring di atas kasur, matanya mulai mengerjap. Kelopak mata yang masih tertutup itu mulai menunjukkan sebuah pergerakan halus. Dan beberapa saat kemudian, Zahra membuka matanya dengan sempurna. Penglihatan yang awalnya kabur, perlahan berubah menjadi jelas. Namun demikian, kondisi tubuhnya yang masih sangat lemas, membuat wanita itu tidak bisa bergerak dengan bebas.“Di-dimana ini?” ucap wanita itu lirih. Mencoba untuk berpikir, membuat luka di bagian belakang kepalanya kembali terasa sakit. Membuat Zahra meringis kesakitan.Mendengar ada suara di dalam kamar sang majikan, pelayan yang ditugaskan untuk menjaga istri da
Pengacara Aldi masih diam menunduk. Dia bahkan tidak berani memandang Rey maupun Nufa yang selama ini menjadi atasannya. Sudut matanya hanya bisa melirik Tama yang duduk dengan tegak di sampingnya. Kedua tangannya dilipat di depan dada dengan sorot mata tajam yang langsung menembus jantung sang pengacara.Laki-laki itu menelan salivanya dengan kuat. Dia sadar jika dirinya kini sedang berada di tengah harimau dan singa. Entah mana yang harus dia pilih, yang jelas keduanya benar-benar sangat berbahaya baginya.“Pengacara Aldi,” panggil Rey kembali. Kali ini dengan nada suara yang sedikit naik.“I-iya tuan,” jawab pengacara Aldi terbata. Keringat dingin semakin terlihat jelas berseluncur di dahinya.“Ayo, keluarkan surat-surat itu! Surat yang menyatakan jika seluruh aset dan juga kekayaan Kalingga sudah jatuh ke tanganku,” titah Rey.“Benar pengacara. Ayo cepat tunjukkan pada laki-laki sok berkuasa ini. Cepat katakan jika sekarang dia sudah berubah menjadi tikus got yang tak memiliki apa
“Silahkan dokter?” ucap Tama. Dia langsung membawa Zahra pulang ke mansion dan meminta dokter keluarga untuk memeriksanya.Sang dokter melakukan pemeriksaan secara detail dan juga teliti. Dia tidak mau melakukan sebuah kesalahan apalagi ini menyangkut istri dari seorang CEO besar. Di sampingnya, Tama masih setia berdiri, memperhatikan sang istri yang masih terkulai tak berdaya. Pakaian yang semula berlumuran darah, sudah dia ganti. Tama melakukannya sendiri karena sejak kejadian Nufa, rasa kepercayaannya kepada para pelayan di mansion menjadi berkurang. Dia takut jika masih ada orang suruhan Rey yang tinggal disana. “Bagaimana, dokter?” tanya laki-laki itu saat melihat sang dokter sudah selesai memeriksa. Dokter tampan itu pun tersenyum.“Tidak apa-apa, Tuan Tama. Kondisi istri anda yang belum sadar, bukan karena ada kesalahan tapi memang itu akibat obat yang diberikan oleh dokter yang memeriksa sebelumnya,” jelas sang dokter keluarga. Tama menghela nafas lega.“Jadi, kira-kira kapan
“Jika kamu berani menembak Rey, maka aku juga berani untuk menghabisi istri tercintamu ini,” ancam Nufa setengah berteriak.Rey dan juga Tama sontak menoleh ke arah sumber suara. Mereka melihat Nufa yang sedang menggenggam sebuah gunting dan bersiap untuk menancapkannya di dada Zahra yang belum juga sadarkan diri. “Coba saja kalau berani, Tama!” ucap Nufa lagi. Tama menatap tajam kedua mata tua sang kepala pelayan. “Dari sejak dulu, aku tidak pernah takut padamu ataupun juga pada Yudha - ayahmu.”Tama sadar jika ancaman Nufa bukan hanya gertakan saja. Dia tahu jika wanita paruh baya itu bisa saja berbuat nekad. Mereka sudah pernah menghabisi sang Ibu secara bersih. Sehingga semua bukti menjelaskan bahwa Naya meninggal karena sakit. Tama tahu jika pasangan bibi dan keponakan ini tidak bisa dianggap remeh.Perlahan laki-laki itu menurunkan senjatanya. Melihat Tama yang sepertinya menyerah, dengan cepat Rey berdiri dan mencuri senjata milik sang CEO. Kini suami istri itu berada di bawah
Senja sudah berakhir. Langit terang telah berubah menjadi gelap. Akan tetapi sampai detik ini Tama masih belum juga menemukan kabar keberadaan sang istri. Laki-laki itu mengemudikan kendaraannya dalam keadaan yang frustasi. Sesekali dia memukul kemudi mobil dengan keras dan sesekali dia juga menjambak rambutnya sendiri.Setelah mendapatkan pengakuan dari penjaga mansion, Tama langsung melajukan kendaraannya keluar dari rumah besar tersebut. Beberapa staf kantor pun sempat dia hubungi untuk mencari tahu tentang Rey akan tetapi mereka semua tidak tahu. Yang mereka katakan hanya satu yaitu Rey keluar dari kantor dengan cepat dan terburu-buru.“Aku berjanji padamu Rey, aku berjanji demi mendiang ayah dan juga ibuku, jika sampai kamu menyentuh Zahra sedikit saja, aku akan membunuhmu,” gumam Tama dengan sorot mata yang tajam.Fokus laki-laki itu membuyar saat dia mendengar ponselnya yang berdering. Dengan cepat dia mengangkat panggilan tersebut.“Bagaimana, Alex?” tanya Tama pada orang diba
Jam sudah menunjukkan pukul empat sore saat mobil yang dikendarai oleh Tama sampai di halaman parkir mansion. Setelah bertemu dengan Kiran dan menyelesaikan masalahnya dengan pengacara Aldi, laki-laki itu memilih untuk langsung pulang ke rumah saja, tanpa menyempatkan diri ke kantor. Dia sudah tahu apa yang sedang terjadi disana dan Tama akan membiarkan Rey bersenang-senang sesaat sebelum besok dia akan membalikkan keadaan.Seperti biasa para pelayan berjajar di depan pintu untuk menyambut sang CEO. Namun ada yang aneh disana. Di dalam barisan para wanita itu, Tama tidak melihat sosok Nufa dan juga sang istri - Zahra. Kedua mata laki-laki itu seketika melirik ke atas. Menatap pintu kamarnya yang masih tertutup.“Hmm, mungkin dia ketiduran lagi karena lelah,” ucap laki-laki itu dalam hati.Sebuah senyum terukir manis di bibir Tama saat dia membayangkan tubuh mungil sang istri yang sedang terbaring di atas kasur. Entah kenapa tapi semenjak hubungan diantara mereka membaik, membuat Tama