Leon memasuki arena pertandingan dengan langkah yang terlihat sedikit gontai.Pikirannya tidak fokus sama sekali. Sepasang matanya melirik berulang kali ke arah tribun penonton sebelah timur, tempat Martin duduk sambil mengawasi setiap pertandingan babak demi babak. Walaupun tak mampu melihat menembus lensa kacamata hitam yang dikenakan Martin, Leon dapat merasakan dengan jelas bahwa guru sekaligus ayah angkatnya itu sedang menatapnya dengan sorot penuh penindasan dan tanpa ampun.Leon sadar betul bahwa dia tidak boleh gagal mematahkan kaki Lucy!Sekilas, dia tampak mendaratkan pandangan aneh pada sepasang tungkai Lucy.Dia terlihat seperti sedang menakar kemampuan daan kekuatan tendangan juara kategori putri itu. Padahal, susungguhnya – dia sedang memilih kaki sebelah mana yang sebaiknya dia patahkan nanti.Leon bimbang.Dia memang harus mematahkan kaki Lucy, tapi dia juga tidak ingin menjadi penyebab karir Lucy pada olahraga taekwondo berakhir. Bagaimanapun, dia tahu bahwa tidak ak
Leon memang sukses mematahkan kaki Lucy.Namun, dia juga sukses menghancurkan hatinya sendiri!Batinnya cedera parah, terluka oleh penyesalan dan rasa bersalah yang berpadu sempurna.Hampir sepanjang waktu, suara tulang kaki yang patah terus terngiang di gendang telinganya. Sementara, adegan peristiwa jatuhnya tubuh Lucy yang roboh sambil melolong kesakitan pun masih terus terbayang di pelupuk matanya.Leon benar-benar tersiksa.Berulang kali dia mencoba datang menemui Lucy di rumah sakit.Akan tetapi berulang kali pula dia dipaksa kembali, bahkan sebelum dia sempat memasuki pintu gerbang rumah sakit.Dia selalu diusir setiap kali ada orang yang mengenalinya.Leon memang sangat terkenal sekarang.Semua orang mengenalinya sebagai remaja paling kejam di seluruh Morenmor.Lebih dari itu, orang-orang juga seperti tak sudi lagi untuk menyebut namanya. Mereka lebih suka menyebutnya ‘Pecundang Curang yang Tak Tahu Malu’!“Pergilah, pecundang dilarang masuk ke sini!”Untuk yang kesekian puluh
Kakek Sanjaya tersenyum misterius.Sepertinya, orang terkaya Morenmor itu mulai tertarik pada kepribadian Leon yang unik.Kakek Sanjaya tahu bahwa cucunya sering memukuli Leon. Tapi dia tak pernah melihat atau mendengar anak itu mengeluh, apalagi menangis.Dia juga tahu jika anak itu senantiasa ditindas oleh teman-teman di sekolahnya. Namun, semua penindasan itu justru membuat anak itu semakin pandai dan berprestasi.Leon memang tabah.Dia tak pernah melawan atau membalas walaupun selalu ditindas habis-habisan. Dia juga tetap cerdas dan berprestasi di sekolah, walaupun hampir setiap hari ada saja bukunya yang hilang.Selain itu, dia pun sangat penurut. Dia bersedia melakukan apa saja, bahkan jika itu sebenarnya bertentangan dengan keinginannya sendiri.Sebenarnya, Leon memang hampir memenuhi semua kriteria yang diinginkan oleh Kakek Sanjaya.Hanya satu yang kurang, Leon sepertinya terlalu rendah diri.Padahal, sebenarnya anak itu memiliki aura bangsawan yang cukup kental – bahkan sepe
“Kamu tidak boleh pergi!” Kakek Sanjaya akhirnya menetapkan keputusannya. “Saya bisa saja membatalkan keputusan untuk menghancurkan rumah sakit itu. Tapi sebagai gantinya, kamu harus tetap di sini. Kalau ada orang yang harus pergi dari Morenmor, maka orang-orang di rumah sakit itulah yang harus pergi. Bukan kamu!” lanjut Kakek Sanjaya, lugas dan tegas. Setelah itu, orang paling kaya dan berpengaruh di Morenmor itu tersenyum aneh seraya menatap Leon dengan sorot mata rumit yang sukar untuk dilukiskan. Tak lama kemudian, tiba-tiba Martin juga ikut tersenyum aneh seperti Kakek Sanjaya. Tampaknya, Martin memang sangat memahami makna di balik senyum dan tatapan rumit majikannya. Bagaimanapun, lelaki gagah setengah baya itu sudah lebih dari 20 tahun mengabdi pada keluarga Sanjaya! Tatapan Kepala Pelayan Keluarga Sanjaya itu terlihat sangat tajam dan berwibawa. Suaranya pun terdengar amat tegas saat dia berkata, “Leon, cepatlah berterima kasih – sebelum Tuan Besar berubah pikiran!” Leo
Keyakinan Kakek Sanjaya tidak salah. Leon berhasil melunasi uang pembelian rumah sakit tidak sampai 10 tahun kemudian. Dia berhasil mengumpulkan uang untuk melunasi semua hutangnya pada Kakek Sanjaya hanya dalam waktu sembilan tahun saja. Dia melalui sembilan tahun itu dengan penuh perjuangan. Setiap hari, dia berusaha semaksimal mungkin untuk mencetak uang melalui prestasi belajar. Di sekolah, Leon hanya mengenal nilai sempurna dalam setiap ujian. Sedangkan selama kuliah di universitas, dia pun hanya mengenal satu peringkat – yaitu peringkat teratas. Semua prestasi itu dapat ditukarkan dengan nilai uang tertentu, sesuai dengan yang dijanjikan oleh Kakek Sanjaya. Bukan hanya itu, orang terkaya Morenmor itu juga memberikan hadiah luar biasa ketika Leon akhirnya diwisuda sebagai sarjana! Saat itu, Leon bukan hanya memperoleh satu gelar akademis. Akan tetapi dua gelar akademis sekaligus – dalam kurun waktu yang sama! Dia berhasil menjadi dokter pada usia yang belum genap 23 tahun.
Malam itu Kakek Sanjaya tidak kembali ke kamarnya. Dia menginap di ruang kerjanya. Tanpa melepaskan sepatu, dia membaringkan tubuh tuanya di atas sebuah sofa mewah berlapis beludru halus berwarna merah tua. Tampak sekali bahwa lelaki tua kaya raya itu sangat lelah secara fisik maupun mental. Kakek Sanjaya memang sudah terlalu lelah. Dia merasa sudah terlalu tua untuk terus menjadi pemimpin Keluarga Sanjaya. Terlalu banyak masalah yang datang silih berganti, seolah tak peduli bahwa dia bukan lagi Wilson Sanjaya yang penuh semangat dan ambisi seperti dulu. Hari ini – dia hanyalah Kakek Sanjaya yang sudah renta dan berusia hampir 80 tahun. Dia ingin pensiun, tapi tak belum ada sosok yang tepat dan layak untuk menggantikannya. Anaknya jauh di perbatasan, sementara cucunya jauh dari harapan. “Ah – seandainya saja Edward bisa seperti Leon,” gumam Kakek Sanjaya setengah putus asa. Bayangan wajah Leon dan Edward tiba-tiba mulai menari-nari, bergantian memenuhi pelupuk mata Kakek Sanj
Nova Sanjaya adalah cucu perempuan Kakek Sanjaya. Dia adalah putri kedua Charles Sanjaya dari perkawinannya dengan istri pertama, Pamela Atmaja. Wajahnya cantik namun sikapnya pendiam. Pembawaannya juga sering terlihat murung. Dia bahkan hampir tak pernah tersenyum, walaupun banyak orang yang mengatakan bahwa bibirnya sangat indah dan akan tampak menawan jika lebih sering tersenyum. Nova belum pernah punya kekasih. Padahal, sebenarnya dia sudah cukup dewasa dan matang untuk berumah tangga. Namun, semua orang tahu bahwa dia adalah gadis pemarah yang senantiasa akan langsung mengamuk jika didekati teman lelaki. Dia memang gadis muda yang amat tertutup. Semua tak terlepas dari masa kecilnya yang menyedihkan. Nova sudah ditolak semua orang bahkan pada hari pertama dia dilahirkan. Kehadirannya di dunia pada 24 tahun silam adalah awal runtuhnya kebahagiaan rumah tangga Charles dan Pamela. Waktu itu, hampir semua orang menyesali dan mengutuk kelahiran Nova – hanya karena dia terlahir
Pamela tertegun mendengar jawaban Martin. Dia bertanya lagi untuk memastikan, “Berarti – dia seumur dengan Edward?” Martin menjawab ringan, “Sepertinya begitu, tapi badan Leon jauh lebih besar dan lebih tinggi.” Pamela tertegun lagi. Dia tidak berani bertanya lebih jauh. Jika benar Leon adalah bayi yang dulu diculiknya pada 23 tahun silam, maka tinggal tunggu waktu saja sebelum semuanya terbongkar dan dia dijebloskan ke dalam penjara bawah tanah di Istana Keluarga Sanjaya – hingga akhir hayatnya! Pamela pun mulai panik. Tubuh wanita galak berusia lebih dari setengah abad itu mulai berkeringat dingin. Bayangan penjara bawah tanah yang dingin dan gelap mulai memenuhi benaknya, membawa ketakutan tanpa batas yang dapat meruntuhkan kesombongan paling angkuh sekalipun. Tidak! Pamela tidak mau berakhir menyedihkan di penjara bawah tanah. Dalam hati dia berharap, “Semoga saja anak bernama Leon ini bukanlah bayi yang aku culik dulu. Kalau tidak, aku akan terpaksa menyelesaikan apa yan