Gerald memang ceroboh.
Namun, sebelas orang pria kuat dari Desa Gigan – ternyata juga sama cerobohnya!
Mengandalkan kekuatan yang memang jauh di atas rata-rata kebanyakan orang kuat pada umumnya, kesebelas lelaki dari Desa Gigan tersebut tidak memedulikan peringatan Mathias tentang kemungkinan adanya para pengawal tersembunyi Keluarga Wijaya dari Negara Vicinus yang merupakan ahli beladiri tingkat tinggi. Kesebelas lelaki bertenaga badak tetapi berotak kerbau itu keluar dari tempat persembunyian dan langsung menghampiri para pengawal yang telah tak bersenjata.
Salah seorang pria dari Desa Gigan bahkan berteriak memberi komando dengan penuh semangat, “Cepat, habisi orang-orang itu! Jangan sisakan satu orang pun!”
Begitu saja, pembantaian pun mulai berlangsung dengan amat brutal.
Suara tulang patah bercampur jerit kesakitan terdengar parau menyanyikan lagu putus asa para pelayan dan pengawal Keluarga Wijaya dari Negara Vicinus yang
Hari itu, Gerald Wijaya tewas tertembak.Tanpa sempat bersuara sedikit pun, tubuh cucu lelaki kebanggaan Winston Wijaya itu tumbang saat selembar nyawanya melayang pergi. Di antara sepasang matanya masih mendelik lebar, sebuah lubang kecil terlihat mulai mengalirkan cairan kental berwarna merah bercampur putih.“Tuan Muda!” desis Arnold putus asa, tak sempat berbuat apa-apa untuk menyelamatkan Gerald.Pengawal tersembunyi Keluarga Wijaya dari Negara Vicinus itu hanya bisa terpana menyaksikan kematian Gerald, tak pernah mengira bahwa salah satu anggota keluarga inti yang paling penting justru meninggal dunia ketika sedang berada di bawah perlindungannya.Arnold Permana si Jagal Tua benar-benar tiba di puncak amarahnya.Suaranya melengking tinggi dia saat menebas leher dua orang terakhir dari sebelas penduduk Desa Gigan yang datang mengacau di kediaman Keluarga Wijaya pada hari itu. Dua kepala langsung jatuh ke tanah dan menggelinding tan
Hari itu juga, sebuah mobil jenazah berwarna hitam mengkilap yang membawa peti mati berisi mayat Mathias Sungkono diberangkatkan ke Morenmor. Mobil tersebut tiba di kawasan istana kediaman Keluarga Sanjaya saat matahari sedang bersiap-siap untuk kembali ke peraduannya di ufuk barat.“Berhenti! Siapa kamu dan mengapa datang menggunakan mobil jenazah?” ujar salah satu di antara enam orang pengawal Keluarga Sanjaya yang berjaga di gerbang utama.Sopir mobil jenazah menjawab sambil menyerahkan kartu pengenal berikut selembar surat pengantar, “Saya adalah utusan Tuan Edward Desplazado dan Nyonya Grace Wijaya, datang untuk mengantarkan jenazah mendiang Tuan Mathias Sungkono.”Mendengar sopir mobil jenazah menyebut nama Mathias Sungkono dengan didahului kata mendiang, para pengawal penjaga pintu gerbang langsung terhenyak dan saling berpandangan satu sama lain. Sebagai sesama anggota pasukan pengawal Keluarga Sanjaya, tentu saja nama Mathias cuk
Martin meninggalkan ruang kerja pribadi Kakek Sanjaya dengan langkah ringan dan penuh tekad, selaras dengan wajah tuanya yang entah kenapa mendadak tampak seperti belasan tahun lebih muda. Samar-samar, tampak seulas senyum dingin mengembang di bibirnya yang berwarna kecokelatan. Siapa pun yang pernah mengenal lelaki gagah berlengan tunggal itu di masa lalu, pasti mengerti bahwa senyum dingin itu mewakili titah Dewa Kematian!Hari itu, Martin akhirnya memperoleh dukungan dan persetujuan pemimpin tertinggi Keluarga Sanjaya untuk mengibarkan bendera perang dan menyerang Keluarga Wijaya dari Negara Vicinus secara terbuka!Sebagai langkah awal, dia berencana menemui Gubernur Morgan Hanjaya – untuk meminta izin.Akan tetapi, rencana tersebut harus langsung batal begitu saja saat sebuah limusin putih yang dilengkapi dengan bendera Negara Vicinus ternyata sudah lebih dahulu terparkir dengan angkuh di depan paviliun utama kediaman resmi Gubernur Hanjaya.Ter
Morgan Hanjaya menggeram pelan.Dia marah, tetapi tak bisa berbuat apa-apa.Dia ingin melawan, tapi tak punya cukup kekuatan dan kekuasaan. Jabatannya saat ini tidak ada artinya sama sekali apabila harus berhadapan kekuasaan dan kekebalan diplomatik yang dimiliki Duta Besar Bernard Wijaya. Sebaliknya, dia bahkan akan langsung kehilangan posisinya sebagai Gubernur Morenmor jika Duta Besar itu sampai mengadu pada Presiden – tak peduli apakah pengaduan tersebut berdasarkan fakta atau hanya sekedar fitnah semata!Selain itu, dia juga masih menyandang status sebagai pemimpin Keluarga Hanjaya!Tentu saja, dia tak mungkin menuruti kehendak Duta Besar Bernard Wijaya yang ingin mengangkap Leon yang merupakan pewaris tunggal tahta Keluarga Sanjaya. Bagaimanapun, seluruh dunia tahu bahwa leluhur Keluarga Hanjaya dan leluhur Keluarga Sanjaya adalah saudara kandung! Morgan Hanjaya benar-benar terjebak pada situasi yang amat sulit.Sekali lagi, dia menggeram pelan.“Aku tidak boleh jadi pengecut!”
Tentara bayaran itu menembak lagi.Retakan di kaca depan mobil Martin makin luas.“Tetap merunduk!” perintah Martin pada sopirnya saat melihat retakan sudah hampir memenuhi seluruh permukaan kaca depan mobil.Sementara di luar, beberapa tentara bayaran suruhan Duta Besar Bernard Wijaya mulai bergerak mendekati mobil sambil menyeringai buas. Semuanya membawa senjata api, tetapi tidak satu pun yang memegangnya dengan cara sewajarnya. Mereka menggenggam senjata pada larasnya, bukan pada gagangnya sebagaimana layaknya orang memegang pistol.Sepertinya, mereka bukan ingin menggunakan senjatanya untuk menembak – melainkan sebagai alat pemukul.Prang …!!!Kaca depan mobil Martin pun pecah berantakan.Di saat yang sama, tentara yang memukul hancur kaca mobil Martin – mendadak tumbang dengan tubuh yang juga hancur berantakan!Bukan hanya satu tentara itu saja, tetapi ada belasan orang tentara bayaran suruhan Duta Besar Bernard Wijaya yang ternyata juga mengalami nasib sama. Belasan tentara itu
Pagi belum lama menjelang, akan tetapi suasana di Ibu Kota Negara Pecunia bahkan sudah lebih panas daripada tengah hari.Puluhan stasiun televisi dan media informasi lainnya tiba-tiba menyiarkan secara langsung pernyataan terbuka Duta Besar Bernard Wijaya yang menyampaikan kekecewaan dan keberatan keras atas keberadaan dua buah truk besar berisi ratusan mayat yang diparkir sembarangan di depan gerbang kantor Kedutaan Besar Negara Vicinus.Duta Besar Negara Vicinus itu menyatakan bahwa kedua truk berisi ratusan mayat tersebut adalah suatu bentuk penghinaan serius bernuansa ancaman yang tak mungkin untuk diabaikan begitu saja.“Saya atas nama pemerintah dan seluruh rakyat Negara Vicinus menyatakan amat marah dan kecewa atas tindakan tidak bermoral orang-orang yang tadi malam telah mengirimkan dua truk berisi ratusan mayat ke depan gerbang kantor Kedutaan Besar Negara Vicinus. Atas kejadian ini, kami menuntut Presiden Negara Pecunia agar segera mengambil langkah tegas dan tindakan nyata
Presiden Negara Pecunia memang berhasil meredam kemarahan Duta Besar Bernard Wijaya. Namun, sebagai akibatnya – dia harus menghadapi kemarahan Keluarga Sanjaya.Sehari setelah perjanjian kerjasama kesehatan antara Negara Pecunia dan Negara Vicinus ditanda tangani, dua orang tokoh terpenting dalam Keluarga Sanjaya terlihat berkunjung ke Istana Kepresidenan.Kedua orang itu adalah Kakek Sanjaya dan cucunya, Leon Sanjaya!Meskipun tidak ada satu orang pun pengawal yang menyertai Tuan Besar dan Tuan Muda keluarga teratas paling berpengaruh di Morenmor itu ke dalam Istana Kepresidenan, tetapi semua orang dapat melihat dengan jelas keberadaan delapan helikopter bergambar lambang Keluarga Sanjaya yang terbang rendah – dalam formasi siaga!Tentu saja, Presiden juga mengetahui akan hal itu.Namun, dia memilih untuk mengabaikan keberadaan semua helikopter itu. Walaupun sebenarnya, dia bisa saja mengerahkan puluhan helikopter pengawal kepresidenan untuk menghalau semua helikopter milik Keluarga
Presiden Negara Pecunia memang amat licik.Namun, Keluarga Wijaya dari Negara Vicinus adalah kumpulan orang licik.Mereka langsung menyadari maksud dan tujuan Presiden Negara Vicinus yang membatasi program kerja sama hanya di wilayah Morenmor. Apalagi, program kerja sama tersebut ternyata hanya melibatkan dua keluarga teratas dari kedua Negara, yaitu Keluarga Sanjaya dari Negara Vicinus dan Keluarga Wijaya dari Negara Vicinus!Para tetua dan tokoh penting Keluarga Wijaya dari Negara Vicinus sadar sepenuhnya bahwa program kerja sama dalam bidang kesehatan itu bukanlah program kerja sama biasa. Bahkan, mereka pun cukup mengerti bahwa program kerja sama itu sebenarnya adalah medan perang yang sengaja digelar oleh Presiden Negara Pecunia!Akan tetapi, sepertinya – mereka tidak keberatan sama sekali!Sebaliknya, mereka bahkan memandang medan perang yang digelar oleh Presiden Negara Pecunia itu sebagai peluang – untuk menjadi pemenang akhir dalam konflik abadi antara Keluarga Sanjaya dan Ke