Pada malam berikutnya, mereka memutuskan untuk beristirahat di sebuah dataran tinggi. Angin malam yang dingin membuat tubuh mereka menggigil, tetapi mereka merasa sedikit aman di tempat terbuka seperti itu.Saat duduk di dekat api unggun kecil yang mereka buat, Mo Tian memandang Liu Qingxue. “Aku merasa kita hanya menjadi pion di permainan Bai Zhen. Apa yang akan kita lakukan setelah menemukan penawar racun ini?”Liu Qingxue menghela nafas panjang. “Yang pasti, kita harus menghentikan Bai Zhen. Jika dia terus dibiarkan, tidak ada yang bisa menghentikannya untuk menguasai dunia.”Mo Tian terdiam sejenak, memandang pedang usangnya yang kini tampak semakin rapuh. “Aku hanya berharap kita punya cukup kekuatan untuk melawannya.”Namun, ketenangan mereka tidak berlangsung lama. Dari kejauhan, terdengar suara-suara aneh seperti langkah kaki banyak orang. Mo Tian dan Liu Qingxue segera bersiap, meskipun tubuh mereka masih lelah.“Aku yakin mereka menemukan kita lagi,” kata Liu Qingxue dengan
Pagi itu, saat matahari mulai menyelinap masuk melalui celah-celah gua, Mo Tian dan Liu Qingxue bangun dengan rasa tenang yang jarang mereka rasakan. Selama beberapa hari terakhir, mereka menemukan harapan baru setelah bertemu dengan nenek tua yang bijaksana dan penuh teka-teki. Namun, keraguan masih menggelayuti hati mereka.“Kau yakin kita bisa mempercayainya?” tanya Liu Qingxue, sambil mengikat rambutnya dengan tali sutra. “Bagaimanapun juga, kita pernah dibodohi Bai Zhen. Bagaimana jika ini hanya perangkap lain?”Mo Tian, yang sedang memeriksa pedangnya, mengangguk pelan. “Aku juga berpikir demikian. Dunia persilatan penuh dengan tipu muslihat. Tapi, dia menyelamatkan kita dan memberikan kita kesempatan untuk melawan racun ini.”Ketika mereka sedang berbicara, suara tawa lembut nenek itu terdengar dari sudut gua. Mereka terkejut, tak menyadari bahwa nenek itu sudah berdiri di sana dengan tatapan penuh arti.“Kalian berdua masih terlalu muda dalam memahami dunia ini,” katanya sambi
Ketika Mo Tian dan Liu Qingxue melangkah maju, suasana di sekeliling mereka semakin berubah mendadak. Udara yang sebelumnya dingin mendadak terasa berat, seperti menekan dada mereka. Kabut yang menutupi puncak Gunung Langit perlahan berubah menjadi bayangan-bayangan yang bergerak, membentuk wujud-wujud yang tak asing bagi mereka.“Ini… apa yang terjadi?” tanya Liu Qingxue, matanya berkilat penuh kewaspadaan.Mo Tian menggenggam pedangnya lebih erat, mencoba melawan rasa cemas yang merayap di dalam hatinya. “Aku tidak tahu, tapi kita harus tetap fokus.”Namun, sebelum mereka bisa melangkah lebih jauh, bayangan di hadapan mereka mulai membentuk sosok-sosok yang sangat dikenali.Mo Tian melihat dirinya berdiri di tengah desa kecil, tempat ia dibesarkan. Orang-orang desa itu memandangnya dengan tatapan penuh kebencian.“Kau pembawa sial!” teriak seorang pria tua sambil menunjuk ke arahnya. “Sejak kau lahir, desa ini dilanda kemalangan!”Seorang wanita yang pernah ia anggap sebagai ibu ang
Keduanya kembali melangkah maju, mereka yakin bisa mendapatkan Akar Langit Abadi dan mereka juga bisa masuk ke Perpustakaan Besar Gunung Langit.Di bawah sinar bulan yang memancar lembut, ladang kecil dengan tanaman bercahaya redup tampak seperti oasis di tengah kerasnya perjalanan mereka. Tanaman-tanaman itu, dengan akar yang berkilauan seperti kristal biru, adalah Akar Langit Abadi. Cahaya lembutnya terasa hangat, seolah-olah menjanjikan harapan di tengah segala penderitaan yang telah mereka alami.Jika mereka pikir sudah berhasil, itu salah. Ujian belum sepenuhnya berakhir, mendapatkan akar Langit Abadi tidak hanya dengan mengalahkan pikiran. Sudah pasti, mereka akan menemukan ujian lainnya.“Akhirnya,” ujar Liu Qingxue, napasnya berat, tapi penuh rasa syukur.Mo Tian hanya mengangguk, matanya terpaku pada tanaman itu. Namun, sebelum mereka sempat melangkah lebih dekat, udara di sekitar mereka berubah drastis. Angin dingin bertiup kencang, membawa serta suara gemuruh yang menakutka
“Jadi, apakah sekarang kami bisa memetik Akar Langit Abadi?” tanya Mo Tian.Saat pertanyaan Mo Tian menggema di udara, naga penjaga Gunung Langit itu mengangguk sambil tertawa pelan, membuat tanah di bawah mereka sedikit bergetar. “Tentu saja kalian boleh memetik Akar Langit Abadi. Sebanyak yang kalian butuhkan.”Kata-kata itu membawa kelegaan sesaat bagi Mo Tian dan Liu Qingxue. Namun, kegembiraan mereka segera berubah menjadi kebingungan. Saat mereka menoleh ke arah ladang kecil tempat Akar Langit Abadi sebelumnya bercahaya lembut di bawah sinar bulan, ladang itu kini telah lenyap. Tidak ada tanaman bercahaya, tidak ada akar yang bersinar seperti kristal biru. Hanya ada hamparan tanah kosong yang gersang dan tandus.“Apa yang terjadi?” tanya Liu Qingxue dengan nada cemas.Naga itu tersenyum misterius dan mengibaskan ekornya ke arah mereka. “Ikuti aku,” katanya, sebelum membuka pintu besar yang tampak tiba-tiba muncul di sisi tebing. Pintu itu bersinar dengan cahaya emas redup, meman
Di markasnya yang tersembunyi di tengah lembah yang gelap dan dipenuhi kabut tebal, Bai Zhen berjalan mondar-mandir dengan wajah murka. Anak buahnya melaporkan bahwa Mo Tian dan Liu Qingxue telah mencapai Gunung Langit, tempat yang selama ini menjadi tabu bagi banyak pendekar, termasuk dirinya. Bai Zhen tahu persis bahwa Gunung Langit bukan tempat sembarangan—energinya terlalu murni dan kuat, bahkan dirinya yang telah mempelajari seni gelap tidak mampu bertahan lama di sana.“Aku tidak pernah bisa melewati penjaga Gunung Langit,” desisnya dengan suara tajam, menggertakkan giginya. “Namun, jika aku tidak bisa masuk, itu tidak berarti aku tidak bisa menyentuh mereka.”Matanya yang tajam menatap sekeliling ruangan. Ia merogoh ke dalam jubah hitamnya dan mengeluarkan sebuah benda kecil—sebuah lonceng berwarna hitam dengan ukiran rumit di permukaannya. Lonceng itu memancarkan aura dingin yang menyesakkan udara di sekitarnya."Dengan ini, kalian tidak akan pernah bisa melarikan diri dariku,
Li Xiao, naga penjaga Gunung Langit, berdiri gagah di depan Mo Tian dan Liu Qingxue yang tergeletak lemah. Mata merahnya yang besar menyala dengan kehangatan yang berbeda dari sebelumnya.Dengan nafas dalam yang berat, Li Xiao mengerahkan energi dalamnya. Cahaya biru berpendar dari tubuh naga itu, membungkus tubuh Mo Tian dan Liu Qingxue seperti kabut lembut yang menenangkan.“Tenanglah,” ujar Li Xiao dengan suara yang menggema lembut. “Racun ini kuat, tetapi tidak mustahil untuk ditekan. Aku akan melindungi kalian selama kalian berada di sini.”Mo Tian, yang masih berusaha membuka matanya, merasakan tekanan di kepalanya mulai berkurang. Perlahan, nyeri yang menusuk tubuhnya mulai mereda. Liu Qingxue, yang semula terengah-engah, kini bisa bernapas lebih lega.“Bagaimana bisa…” gumam Mo Tian dengan suara serak.“Racun Bai Zhen memang kuat,” jawab Li Xiao. “Tapi selama aku ada, pengaruh racun itu tidak akan mendominasi pikiran kalian. Namun, kalian harus berhati-hati. Racun ini akan ter
Di kediaman Li Xiao, Mo Tian dan Liu Qingxue duduk bersila di ruang meditasi yang tenang. Cahaya biru samar dari kristal alami di dinding gua memberikan suasana damai, sementara akar Langit Abadi yang mereka petik sebelumnya diletakkan di depan mereka.“Mulailah,” kata Li Xiao dengan suara tenang. “Fokuskan energi kalian. Akar Langit Abadi akan membantu menghilangkan racun kendali, tetapi ini membutuhkan tenaga dalam yang besar. Kalian harus sepenuhnya berkonsentrasi.”Mo Tian dan Liu Qingxue mengangguk tanpa sepatah kata. Mereka memejamkan mata, menarik napas dalam, dan mulai mengalirkan energi mereka untuk menyerap kekuatan dari akar suci itu. Begitu energi dari akar Langit Abadi memasuki tubuh mereka, sebuah sensasi hangat menjalar ke seluruh tubuh. Rasa nyeri dan tekanan yang selama ini mereka rasakan perlahan mulai mereda.Namun, seperti yang telah diperingatkan Li Xiao, proses ini tidaklah mudah. Energi dari akar Langit Abadi sangat murni dan kuat, dan tubuh mereka yang telah la
Malam telah larut ketika Wu Zhang duduk di dalam perpustakaan kecilnya. Cahaya lilin menerangi wajahnya yang berkerut karena konsentrasi mendalam. Beberapa buku kuno tergeletak terbuka di depannya, halaman-halamannya penuh dengan tulisan tangan yang hampir tidak terbaca.Ia menelusuri setiap baris dengan seksama, berharap menemukan petunjuk tentang tanda hitam yang menghantui pikirannya sejak ia melihatnya di pundak Mo Tian.Sejak peristiwa itu, Wu Zhang merasa gelisah. Sebagai seorang tetua yang telah menghabiskan sebagian besar hidupnya mempelajari seni bela diri dan pengetahuan kuno, ia tidak asing dengan tanda-tanda supranatural. Namun, tanda hitam berbentuk sabit di pundak Mo Tian berbeda dari apa pun yang pernah ia temui sebelumnya.“Bukan segel biasa,” gumamnya, mengingat kata-katanya sendiri ketika berbicara dengan Mo Tian dan Liu Qingxue. Saat itu, ia mengatakan bahwa ia pernah melihat tanda serupa, tetapi sebenarnya itu hanya asumsi. Kenyataannya, tanda itu benar-benar asing
Wu Zhang berdiri dengan tegak, wajahnya yang penuh kerutan tampak serius namun tenang. Tangannya diangkat, memberi isyarat kepada murid-muridnya yang berkumpul untuk membubarkan diri. Kerumunan itu awalnya enggan bergerak, tetapi tatapan dingin Wu Zhang membuat mereka tidak berani melawan.Qian Lu, yang masih menyimpan seringai penuh kemenangan, tampak ingin mengatakan sesuatu. Namun, ketika tatapan tajam Wu Zhang menghampirinya, keberaniannya surut. Ia mengepalkan tangan dengan frustasi, kemudian melangkah pergi bersama murid-murid lain.Wu Zhang menoleh kepada Mo Tian dan Liu Qingxue, lalu mengisyaratkan mereka untuk mengikutinya ke dalam aula pribadi dojo. Mereka mengikuti dengan tenang, meskipun hati mereka dipenuhi berbagai macam emosi.Setelah pintu aula tertutup, Wu Zhang berbalik menghadap mereka. Cahaya lentera di ruangan itu memantulkan sorot matanya yang tajam, seolah mampu menembus jiwa siapapun yang ia tatap.“Mo Tian,” kata Wu Zhang dengan suara dalam dan penuh wibawa. “
Pagi di dojo Wu Zhang selalu dimulai dengan suara denting pedang dan teriakan murid-murid yang berlatih. Di bawah bimbingan Wu Zhang, latihan bukanlah sekadar demonstrasi teknik, melainkan ujian keberanian dan ketahanan. Wu Zhang percaya bahwa hanya dengan menghadapi bahaya nyata, seorang pendekar bisa memahami esensi sejati dari pedang.Mo Tian dan Liu Qingxue berdiri di barisan murid baru. Pedang tajam di tangan mereka terasa berat, bukan hanya karena bobotnya, tetapi juga karena tanggung jawab yang menyertainya.“Di sini, kita tidak menggunakan pedang kayu,” kata Wu Zhang tegas di hadapan semua murid. “Jika kau takut terluka, kau tidak pantas belajar seni pedang.”Mata Wu Zhang menyapu barisan murid, lalu berhenti pada Mo Tian dan Liu Qingxue. “Kalian berdua sudah membuktikan sesuatu dengan keberanian kalian sebelumnya. Tapi itu belum cukup. Jika ingin belajar dariku, kalian harus menunjukkan tekad yang lebih kuat.”Mo Tian dan Liu Qingxue hanya mengangguk, menatap Wu Zhang dengan
Kota Beiyuan, terletak di kaki Gunung Tianlan, adalah tempat yang gemerlap dengan sejarah panjang sebagai pusat seni bela diri. Jalan-jalan kota dipenuhi toko-toko senjata, arena latihan terbuka, dan aliran murid dari berbagai sekte yang berlalu lalang. Bau logam dan suara denting pedang terdengar hampir di setiap sudut kota, menandakan betapa mendalamnya budaya bela diri di tempat ini.Mo Tian, Liu Qingxue, dan Feng Zhan memasuki Beiyuan menjelang senja. Matahari yang terbenam mewarnai langit dengan semburat oranye keemasan, sementara bayangan gedung-gedung kota mulai memanjang. Kehadiran mereka tidak terlalu mencolok, tetapi aura Mo Tian dengan pedang Langit Membara yang terselip di punggungnya menarik perhatian beberapa orang.“Kota ini ramai sekali,” ujar Liu Qingxue, memandang sekeliling dengan mata berbinar.“Beiyuan memang selalu hidup,” jawab Feng Zhan sambil tersenyum kecil. “Ini adalah tempat di mana ahli bela diri dari berbagai penjuru berkumpul. Jangan kaget jika kita bert
Ketika pagi datang begitu damai, seolah alam mencoba menenangkan hati Mo Tian dan Liu Qingxue setelah malam yang panjang. Embun yang masih menempel di dedaunan menciptakan kilauan seperti permata saat sinar matahari menembus celah-celah pepohonan. Namun, di tengah kedamaian itu, hati Mo Tian dan Liu Qingxue justru terombang-ambing oleh emosi yang sulit mereka pahami, apalagi ungkapkan.Mo Tian duduk di bawah pohon besar, memegangi lengannya yang sudah diperban dengan baik oleh Liu Qingxue. Luka itu masih terasa nyeri, tetapi bukan itu yang mengganggu pikirannya. Pikirannya penuh dengan tatapan Liu Qingxue semalam, penuh air mata dan ketulusan yang tidak pernah ia sangka. Bagaimana bisa seseorang begitu peduli padanya?Ia menghela napas dalam, mencoba menepis perasaan aneh yang mulai tumbuh. Ia yakin itu hanya karena situasi. Mereka telah melalui begitu banyak hal bersama, wajar jika ada rasa kedekatan. Tapi, kenapa kata-kata Liu Qingxue terus terngiang di pikirannya?“Kau tidak menger
Liu Qingxue berlari mendekati Mo Tian yang tengah terduduk lemah di bawah pohon besar. Cahaya bulan menyinari wajahnya yang pucat, dan lengan kanannya terus mengeluarkan darah, membasahi pakaian dan tanah di bawahnya. Liu Qingxue menjerit panik melihat luka itu.“Mo Tian! Apa yang kau lakukan? Kau harus bilang jika lukamu separah ini!”Mo Tian, yang selalu terlihat tegar, hanya tersenyum kecil. “Hanya luka kecil. Aku baik-baik saja, Liu Qingxue.”Namun, senyum itu tidak cukup untuk meyakinkan Liu Qingxue. Air matanya mengalir deras saat ia membuka perban darurat yang membungkus lengan Mo Tian. Luka itu dalam dan panjang, bekas tebasan pedang musuh saat mereka bertarung di kuil. Darah segar masih menetes, membuat Liu Qingxue semakin cemas.“Ini bukan luka kecil, Mo Tian!” serunya, nadanya penuh dengan rasa marah dan khawatir. “Mengapa kau tidak bilang dari tadi?”Mo Tian menghela napas, lalu menatap Liu Qingxue dengan lembut. “Kita harus segera pergi dari kuil tadi, bukan? Aku tidak in
Langit malam membentang gelap di atas kuil kecil yang tersembunyi di tengah hutan. Mo Tian dan Liu Qingxue duduk di dekat perapian yang redup di dalam kuil, menikmati ketenangan yang langka. Setelah perjalanan panjang penuh bahaya, tempat itu memberikan mereka kesempatan untuk bernafas sejenak.“Kita bisa beristirahat beberapa hari di sini,” ujar Liu Qingxue, suaranya lembut tapi mantap. “Yan Wuxi tidak akan menyangka kita ada di tempat seperti ini.”Mo Tian mengangguk setuju. “Tapi jangan terlalu lengah. Kita harus tetap waspada.”Mereka berdua memutuskan untuk berbagi jaga malam itu, memastikan tidak ada yang datang tanpa mereka sadari. Namun, kelelahan akhirnya menguasai mereka. Ketika Mo Tian mengambil giliran pertama, ia tanpa sadar tertidur lebih awal dari yang direncanakan.Di luar kuil, bayang-bayang gelap bergerak diam-diam. Anggota Sekte Langit Berdarah telah menemukan persembunyian mereka. Dengan senyap, mereka mengepung kuil, memastikan tidak ada jalan keluar bagi target m
Kakek tua itu menghilang dari pandangan, langkahnya ringan seolah angin membawanya pergi. Mo Tian menatap ke arah kepergian sang kakek dengan alis berkerut. Sesuatu dalam cerita itu mengusik pikirannya. Namun, sebelum ia sempat melangkah untuk mengejar kakek tua tersebut, Liu Qingxue meraih pergelangan tangannya.“Jangan, Mo Tian,” kata Liu Qingxue pelan namun tegas. Sorot matanya memperingatkan.Mo Tian menoleh ke arah Liu Qingxue dengan ekspresi bingung. “Kenapa? Kita perlu lebih banyak informasi. Jika dia tahu sesuatu tentang Buku Kematian, kita tidak bisa membiarkannya pergi begitu saja.”Liu Qingxue menghela nafas, lalu menatapnya tajam. “Aku tahu kau ingin mencari jawaban, tapi kita tidak bisa sembarangan mempercayai orang asing. Bagaimana jika ini adalah jebakan dari Yan Wuxi? Bukankah terlalu aneh kalau dia muncul di sini, di tengah perjalanan kita?”Mo Tian terdiam, merenungkan kata-kata Liu Qingxue. Ia tahu ada kebenaran dalam ucapan itu. Yan Wuxi dan orang-orangnya dikenal
Hutan malam itu dipenuhi suara samar jangkrik dan angin yang menggoyangkan dedaunan. Mo Tian dan Liu Qingxue tetap duduk di dekat api unggun yang kecil, mencoba menghangatkan diri di udara dingin.Namun, kewaspadaan mereka belum sepenuhnya surut. Mo Tian terus memegang gagang pedangnya erat-erat, sementara Liu Qingxue menatap gelapnya malam dengan sorot mata penuh kehati-hatian.Setelah beberapa saat berlalu tanpa tanda-tanda bahaya, Mo Tian menghela nafas panjang. Ia meletakkan pedangnya di sisinya dan berkata, “Mungkin itu hanya binatang hutan yang berkeliaran.”Liu Qingxue melonggarkan genggaman pedangnya dan mengangguk. “Mungkin saja. Tapi tetap saja, kita harus berhati-hati. Kita tidak bisa mengambil risiko.”Mo Tian hanya tersenyum tipis. “Benar. Tapi aku rasa, malam ini kita bisa sedikit tenang.”Mereka kembali duduk bersisian, membiarkan api unggun kecil itu memancarkan cahaya hangat ke wajah mereka. Hening melingkupi, hanya ditemani oleh suara hutan yang mengalun seperti melo