Jakarta, Indonesia."Hai," sapa Shine dengan wajah malu-malu kucing."Hai juga." Putra yang menunggunya di atas motor berjalan mendekat, memperhatikan lekat wajah Shine seraya tersenyum. "Cantik. Kamu terlihat lebih seperti preman sekarang.""Hah?" Buru-buru Shine memperhatikan penampilannya. Celana panjang yang robek di bagian tengahnya, kaos yang dilapisi dengan jaket kulit dan sepatu converse putih. "Kalau gitu aku ganti pake yang berenda-renda deh."Shine nyengir, berniat ganti baju tapi lengannya keburu di tarik ke belakang membuatnya langsung berada di pelukan Putra yang tersenyum."Gak perlu ganti baju. Aku tadi hanya berkata jujur dan lebih senang melihatmu yang seperti ini. Sangat Shine sekali."Shine mengejapkan matanya, berada begitu dekat dengan Putra membuat otaknya rada buntu."Gitu ya? Yakin?" ucapnya seraya berdiri tegak dan mundur."Yakin, Kalau gitu ayo naik supaya kita gak kemalaman."Shine mesem-mesem seraya mengangguk dan menerima uluran helm dari Putra kemudian
"Abigail ada di Italia?" Arsen tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Agam melalui telepon yang mengabarkan tentang perkembangan pencarian Abigail. Beberapa minggu ini dia terlalu sibuk dengan kegiatan kuliahnya supaya bisa lulus tahun ini dan kembali ke tanah kelahirannya, Indonesia, hingga tidak sempat memikirkan hal yang lain. "Susah melacaknya karena dia disembunyikan oleh seseorang tapi menurut orangku dia ada di Italia." Arsen mengusap peluh di wajahnya. "Apa yang selama ini dilakukannya di sana?" "Melayani seseorang, mungkin. Kamu tahu sendiri kalau Italia juga terkenal dengan mafianya. Mereka yang memiliki kekuasaan bisa melakukan apapun termasuk menyembunyikan seseorang." "Tapi itu tidak masuk akal. Kalau itu Shine, aku percaya tapi ini Abigail. Dia kebalikan dari saudara kembarnya itu." "Aku sama sekali tidak tahu tapi aku akan mencoba untuk melacaknya lebih lanjut." Arsen menghembuskan napasnya. "Baiklah. Aku berterima kasih karena kamu sudah memberitahuku inf
Setelah sekian lama sendiri tanpa sandaran seorang kekasih, sekarang Shine Aurora menyandang status relationship dengan perasaan bahagia tidak terkira. Hatinya berbunga-bunga dan tidak ada yang bisa menghancurkannya."Kamu mau makan apa, sayang?"Shine tersenyum malu-malu seraya menutup mulutnya dengan satu tangan sementara tangan yang lain memeluk lengan Putra yang sibuk membalik buku menu dengan wajah serius. Panggilan sayang yang tadi diucapkannya begitu menggelitik telinganya. Rasanya aneh tapi juga menyenangkan. Dia harus terbiasa dipanggil terus seperti itu."Hmm, aku spaghetti aja." Shine menunjuk menu. "Semua makanan yang ada di cafe Sasha ini enak banget kok jadi kamu bisa milih yang mana aja. Kalau aku kebetulan sukanya yang spaghetti."Kebetulan malam ini Shine lagi mode pamer ke Sasha dan sengaja membawa kekasihnya itu ke sana untuk mengenalkan mereka. Sasha sempat kaget dan tidak menduga kalau hubungan mereka sudah secepat ini."Spaghetti ya? Oke." Putra mengangguk. "Kala
"Pak Zafier."Zafier yang baru saja memasuki lobbi kantornya menoleh dan menghentikan langkahnya saat melihat Williem mendekat."Ada apa?" tanya Zafier ketus karena bawahannya yang ini suka nyindir. Untung pintar.Williem menaikkan alisnya. "Pulang dari Amerika sensitive sekali."Zaf melipat lengannya di dada. "Itu bukan urusanmu!""Ya memang bukan. Aku hanya bertanya demi kesopanan. Jadi bagaimana keadaan California?""Panas.""Awalnya aku pikir bos pergi ke California untuk merencanakan pernikahan dengan wanita yang mengaku hamil itu tapi ternyata aku salah. Wanita itu bahkan menghilang entah ke mana saat ini.""Apa kau bahagia kalau aku cepat-cepat menikah?"Keduanya memgobrol di antara para pekerja yang berlalu lalang di lobbi. Bisa menemukan dua lelaki tampan berbeda ras, yang satu lokal dan yang satu import membuat mata para kaum hawa yang melewati mereka tentu saja terpesona. Meskipun duda tapi kharisma seorang Williem tidak bisa dianggap enteng. Sudah banyak yang mendekatinya
Shine terlihat melambaikan tangan, mengiringi kepergian laki-laki itu dengan tatapannya kemudian berbalik dengan senyuman yang masih tertinggal di wajah. Setelah memasuki lobbi kantor, menatap ke depan, langkah kakinya terhenti dan senyuman di wajahnya menghilang saat matanya bersitatap dengan Zafier yang menampilkan ekspresi dingin dan keras. Shine sempat terkejut sesaat tapi kemudian dia bisa menyesuaikan diri, merapikan penampilannya dan berjalan dengan langkah mantap mendekati dua bosnya yang memiliki ekspresi berbeda. "Selamat Pagi Pak Williem." Shine tersenyum dan menganggukkan kepala. "Pagi Shine." "Pagi Pak Japier." Shine nampak malas-malasan menyapanya mengabaikan tatapan Zaf yang terasa berbeda. "Kekasih baru?" tanya Williem. "Mesra sekali?" Shine menutup mulutnya dengan tangan menyembunyikan senyuman lebarnya dan mengangguk. "Bapak melihat aja sih. Iya nih Pak. Kekasihnya Shine." Untuk kalimat yang terakhir, Shine mengatakannya dengan penuh penekanan seraya melirik Za
"Catatannya bersih. Sama sekali tidak ada yang mencurigakan dari laki-laki bernama lengkap Putra Prasetya Wibowo itu." "Kau yakin?" "Yakin bos. Aku sudah menyelidiki semuanya." Zafier duduk di sofa kantornya menghadap ke arah kaca dengan tangan terlipat di dada. Teringat dengan wajah bahagia Shine tadi pagi saat bersama dengan lelaki itu. Zaf tidak suka melihat bagaimana dekatnya mereka. Rey yang diminta untuk menyelidiki hidup laki-laki itu sampai ke akar-akarnya juga tidak membuatnya lebih baik bahkan semakin gusar. Di dalam kepalanya, ada banyak pertanyaan yang membutuhkan jawabannya segera karena dia tidak mau lagi kecolongan. Banyak pihak yang tidak menyukainya dan menginginkan kehancurannya, dan taktik jitu yang banyak mereka gunakan masih sama dengan yang orang-orang zaman kuno lakukan, menggunakan seseorang yang berarti baginya untuk membuatnya menderita. Zaf hanya ingin memastikan kalau Shine tidak lagi diperdaya oleh orang lain apa lagi ini menyangkut tentang hati yang
"Kamu kenapa sayang?" tanya Putra saat merasakan Shine tidak nyaman duduk di sampingnya di antara kumpulan teman-temannya yang malam ini sedang merayakan sesuatu di club malam."Tidak apa-apa. Aku hanya tidak pernah terbiasa dengan tempat seperti ini."Putra tertawa. "Kamu gak perlu takut seperti itu. Ada aku yang menemanimu kan?"Shine tersenyum, memeluk lengan Putra dan mengangguk. "Iya sih tapi lebih asik lagi kalau kita bisa berdua aja malam ini."Putra duduk menghadap ke Shine dan menaikkan alisnya. "Berdua aja?"Shine mengerjapkan mata. "Maksudku kita bisa pergi nonton film atau makan nasi goreng berdua di tempat yang tidak seberisik ini."Putra tertawa. "Besok aja ya. Kita punya banyak waktu untuk melakukannya tapi malam ini kita di sini dulu. Aku tidak enak dengan temanku yang sudah mengundang kita untuk acaranya."Shine mengangguk dan akhirnya diam menemani Putra yang mengobrol dengan teman-temannya. Ada beberapa yang memesan minuman keras tapi Shine perhatikan kalau kekasihn
"Maafkan aku. Apa masih terasa sakit?" Shine mencoba untuk mengobati luka-luka yang di dapat Putra di beberapa area wajahnya dengan kapas, alkohol dan obat merah. Meski tidak terlalu parah tapi itu akan meninggalkan bekas. "Aku tidak apa-apa sayang. Jangan khawatir seperti itu." Shine tersenyum saat merasakan elusan di pipinya. Saat ini mereka sedang duduk di apotik sembari menunggu hujan yang menderas di luar mereda. "Kenapa dia sampai menghajarmu seperti ini?" "Aku tidak tahu. Seingatku tadi, aku hanya duduk di bar menunggu minuman sembari berbincang dengan bartender yang sudah aku kenal tapi tiba-tiba laki-laki itu nyolot, tidak terima dan menghajarku seperti ini. Aku bahkan tidak mengenalnya meski aku tahu dia siapa." Shine menaikkan alisnya. "Memangnya kamu tahu dia siapa?" "Zafier Gaster, right?" kata Putra seraya memperhatikan ekspresi wajahnya. "Pemilik perusahaan tempat di mana kamu bekerja." Shine menghela napasnya dan mengangguk. "Aku minta maaf, dia memang kadang s