Flashback On "ZAfier—" Suara seorang gadis memanggil seraya mengguncang tubuhnya. "Oh come on. Bangunlah, Zaf." Zaf perlahan membuka mata, merasakan sinar matahari menyinari wajah, diletakkannya lengan di atas kepala menghalangi sinar matahari agar bisa melihat lebih jelas. Matanya langsung menangkap wajah cemberut sunshine-nya. Zaf langsung bangkit untuk duduk. "Kau gak apa-apa kan?" Victoria cemberut, memperlihatkan tangannya yang terkena cakaran kucing membuat Zaf kaget. "Demi Tuhan!!" "Zaf, aku tahu kau takut sama kucing tapi kenapa kau malah pingsan dan membiarkanku di cakar seperti ini. Katanya kau mau melindungiku dari apapun." "Maafkan aku." Zaf panik, meniup luka Victoria dengan wajah penuh penyesalan. "Aku pengecut. Maaf." "Apa kucing tidak ada di dalam kata apapun yang kau ucapkan itu?" Zaf menghela napas, duduk berhadapan di bawah pohon rindang setelah insiden kucing agresife tadi. "Seharusnya dari apapun itu aku akan melindungimu. Fobiaku dengan kucing membuat
Zaf berdiri, menggendong Shine dalam pelukannya kemudian mengedarkan pandangan. "Suruh lima orangmu ganti baju untuk menjaga Shine di rumah sakit. Aku tidak mau kejadian seperti ini terjadi lagi." "Siap bos," ucap Rey dan berbalik pergi. "Sok bossy," dengus Shine, merasa terlalu lemah untuk jalan sendiri. Tubuhnya terasa sakit semua. "Aku memang boss dan kau juga sok jagoan." Zaf mendekap erat Shine dalam pelukannya dan membawanya pergi dari sana. "Aku memang jagoan!!" Zaf memutar bola matanya. "Oke, aku akan mengingatnya juga tindakan heroikmu tadi dan ah ya teriakan penyemangatmu. Idiot? Berani sekali kau meneriaki bosmu sendiri indiot." Sepanjang perjalanan mereka ribut berdua. "Kamu memang idiot. Kenapa kamu malah diam aja dihajar begitu?" "Hei, aku memikirkan keselamatanmu. Wanita macam apa kau ini yang ditawan tapi terlihat tenang-tenang saja." "Lalu aku harus apa? Histeris? Menangis tersedu-sedu seperti semua wanita yang dalam adegan penculikan?" "Yah begitu lebih
"Shine—" Shine tersentak ketika tangan seseorang melambai di depan wajahnya."Kamu ngelamunin apa sih?""Ah maaf Put. Aku memikirkan sesuatu tadi."Putra meletakkan sendoknya dan memandangi Shine lekat. "Apa kamu kurang nyaman selama beberapa hari ini aku ajak makan siang terus?"Shine sontak menggeleng dan tersenyum manis. "Tentu saja aku gak keberatan. Kenapa kamu mikirnya gitu?""Sepertinya pikiranmu lagi ada di tempat lain dan aku masih penasaran dengan bekas memar di wajahmu itu." Putra menunjuk pipinya. "Apa sudah tidak apa-apa?"Shine menggeleng. "Gak apa-apa kok. Kejadiannya kan sudah seminggu yang lalu. Nanti bekasnya juga hilang sendiri.""Preman itu gak datangin kamu lagi kan? Aku khawatir sekali. Sebaiknya aku akan memastikan kamu pulang ke rumah dengan selamat."Shine tersipu-sipu mendengar kalimat Putra itu. Siapa yang tidak bahagia saat gebetannya ternyata perhatian juga padanya. Bukankah itu artinya lampu hijau. Merry dan Reina bilang kalau Putra pasti juga memiliki p
Los Angeles, California "Pengadilan memutuskan terdakwa Sean Ackerley terbukti bersalah melakukan tindak pidana percobaan pembunuhan terhadap Zafier Gaster, pemalsuan identitas dan surat-surat untuk masuk ke wilayah Negara Indonesia dan penyelundupan senjata tajam. Terdakwa dijatuhi hukuman penjara seumur hidup, fasilitas rehabilitasi juga denda ratusan ribu dollar untuk kerugian yang telah ditimbulkan." Tok..Tok..Tok.. Zafier menghembuskan napas lega, semingguan ini dia berusaha menahan diri untuk tidak kembali ke Indonesia karena harus memastikan Sean mendapatkan hukuman yang setimpal untuk perbuatannya. Rey berhasil mengumpulkan bukti tindak kejahatan Sean setelah keluar dari penjara untuk menyeretnya kembali ke sana. "Apa menurutmu dia akan menyesal?" "Dia itu gila." Zaf menoleh ke Aldrick. "Sejak dulu." Aldrick memperhatikan Sean yang duduk dengan kepala menunduk. Kedua orang tuanya yang juga orang tua Victoria terlihat terpukul tapi tidak mengajukan banding kerena mereka t
Lima hari kemudian,Zafier sama sekali tidak pernah menyangka akan berdiri di tempat di mana dia berada saat ini. Di depan makam Victoria.Kepergiannya yang tidak terduga membuatnya terpukul dan tidak sanggup menyaksikan wajah sahabat yang dicintainya untuk yang terakhir kalinya. Dia memilih lari seperti pengecut dan menyimpan kenangan Victoria seperti yang terakhir dia ingat meskipun dia dihantui bayangan itu sampai saat ini, setelah beberapa tahun berlalu."Hai, Sunshine." Zaf tersenyum. "Aku membawakanmu bunga matahari favoritmu."Zaf tersenyum sendu, mencoba untuk bersikap tenang tapi emosi dalam dadanya menguasai."Maaf aku terlalu lama datang ke sini." Zaf meletakkan bunga matahari itu di dekat ukiran nama Victoria. Memilih diam dan memandangi makan itu selama bermenit-menit ke depan. Banyak yang ingin dikatakannya tapi tidak ada yang bisa dikeluarkannya jadi dia mencoba menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan."Aku datang untuk mengatakan satu hal—" Zaf memasukkan k
Jakarta, Indonesia."Hai," sapa Shine dengan wajah malu-malu kucing."Hai juga." Putra yang menunggunya di atas motor berjalan mendekat, memperhatikan lekat wajah Shine seraya tersenyum. "Cantik. Kamu terlihat lebih seperti preman sekarang.""Hah?" Buru-buru Shine memperhatikan penampilannya. Celana panjang yang robek di bagian tengahnya, kaos yang dilapisi dengan jaket kulit dan sepatu converse putih. "Kalau gitu aku ganti pake yang berenda-renda deh."Shine nyengir, berniat ganti baju tapi lengannya keburu di tarik ke belakang membuatnya langsung berada di pelukan Putra yang tersenyum."Gak perlu ganti baju. Aku tadi hanya berkata jujur dan lebih senang melihatmu yang seperti ini. Sangat Shine sekali."Shine mengejapkan matanya, berada begitu dekat dengan Putra membuat otaknya rada buntu."Gitu ya? Yakin?" ucapnya seraya berdiri tegak dan mundur."Yakin, Kalau gitu ayo naik supaya kita gak kemalaman."Shine mesem-mesem seraya mengangguk dan menerima uluran helm dari Putra kemudian
"Abigail ada di Italia?" Arsen tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Agam melalui telepon yang mengabarkan tentang perkembangan pencarian Abigail. Beberapa minggu ini dia terlalu sibuk dengan kegiatan kuliahnya supaya bisa lulus tahun ini dan kembali ke tanah kelahirannya, Indonesia, hingga tidak sempat memikirkan hal yang lain. "Susah melacaknya karena dia disembunyikan oleh seseorang tapi menurut orangku dia ada di Italia." Arsen mengusap peluh di wajahnya. "Apa yang selama ini dilakukannya di sana?" "Melayani seseorang, mungkin. Kamu tahu sendiri kalau Italia juga terkenal dengan mafianya. Mereka yang memiliki kekuasaan bisa melakukan apapun termasuk menyembunyikan seseorang." "Tapi itu tidak masuk akal. Kalau itu Shine, aku percaya tapi ini Abigail. Dia kebalikan dari saudara kembarnya itu." "Aku sama sekali tidak tahu tapi aku akan mencoba untuk melacaknya lebih lanjut." Arsen menghembuskan napasnya. "Baiklah. Aku berterima kasih karena kamu sudah memberitahuku inf
Setelah sekian lama sendiri tanpa sandaran seorang kekasih, sekarang Shine Aurora menyandang status relationship dengan perasaan bahagia tidak terkira. Hatinya berbunga-bunga dan tidak ada yang bisa menghancurkannya."Kamu mau makan apa, sayang?"Shine tersenyum malu-malu seraya menutup mulutnya dengan satu tangan sementara tangan yang lain memeluk lengan Putra yang sibuk membalik buku menu dengan wajah serius. Panggilan sayang yang tadi diucapkannya begitu menggelitik telinganya. Rasanya aneh tapi juga menyenangkan. Dia harus terbiasa dipanggil terus seperti itu."Hmm, aku spaghetti aja." Shine menunjuk menu. "Semua makanan yang ada di cafe Sasha ini enak banget kok jadi kamu bisa milih yang mana aja. Kalau aku kebetulan sukanya yang spaghetti."Kebetulan malam ini Shine lagi mode pamer ke Sasha dan sengaja membawa kekasihnya itu ke sana untuk mengenalkan mereka. Sasha sempat kaget dan tidak menduga kalau hubungan mereka sudah secepat ini."Spaghetti ya? Oke." Putra mengangguk. "Kala