"Tidak mungkin lelaki seperti dia tidak bisa berenang. Dia sempurna dalam segala-galanya walaupun yah berubah sinting saat berhadapan dengan wanita," gumam Shine, tidak lagi fokus dengan bukunya seraya mondar-mandir di pinggir kolam sampai tidak menyadari seseorang berada di belakangnya. Saat berbalik, Shine langsung memekik kaget dan hampir saja terjatuh ke kolam kalau saja tangan besar itu tidak lebih dulu menarik pinggangnya merapat ke tubuhnya. Shine cengok, Zafier tersenyum manis. "Hati-hati cantik. Airnya dingin." Shine mengerjapkan mata dan—Plak!!! "Aduhh—" Zaf mengaduh saat Shine melepak kepalanya dengan buku. "Ya Tuhan, bisa tidak tanganmu yang halus itu digunakan bukan untuk memukul tapi membelai?" Shine mundur sedikit menjauh. "Bapak mau di belai?" Zaf mengangguk. "Pake sendal mau?" Zaf memutar bola matanya, memasukkan kedua tangannya ke saku celana. "Apa kita tidak bisa berdamai?" "Tidak!!" "Aku akan melakukan apapun!!" "Aku sama sekali tidak peduli." Shine melipa
"Brengsek Helena!!' Zaf yang seharian berada di dalam kamar hotel mengerjakan sesuatu di balik layar laptop miliknya terlihat marah saat melihat apartemen pribadinya melalui layar CCTV yang keadaannya sudah berantakan. Underwear warna warni bertebaran di atas tempat tidur juga tulisan dengan lipstick merah di kaca ruang pakaiannya. Aku rindu ciumanmu yang menggelora, sayang. Temui aku secepatnya -Helena- Seharusnya wanita itu tidak bisa masuk ke dalam apartemen yang terjaga privasinya karena setiap hari password untuk masuk ke sana selalu berganti sesuai keinginannya untuk menghindari hal-hal semacam ini. Tentu saja ada yang tidak beres karena wanita yang hanya tahu urusan ranjang itu bisa masuk ke dalam dengan mudah. Pasti ada seseorang yang membantunya. Setengah hari Zaf mencoba untuk mencari siapa yang sudah berhasil membobol system keamanannya sampai dia mendapati satu nama yang sama yang sebelumnya berusaha untuk masuk ke dalam server perusahaannya. "Damn!!" Zaf mengumpat.
"Pak Zafier ke mana ya?" bisik Alvi seraya mengaduk sup jagungnya."Kenapa? Kamu kangen sama dia," kekeh Shine, mengunyah steak daging juga kentang tumbuk miliknya."Kamu pikir aku lelaki apaan!" decak Alvi. "Aku masih normal bin sehat bin walafiat. Masih suka wanita berdada menonjol dari pada yang berdada bidang. Geli ah!!"Shine tertawa tertahan. Melirik sekilas bosnya yang makan seraya memandangi layar ponselnya, "Sori bro, bukan bermaksud meragukan orientasi seksualmu tapi zaman sekarang lelaki doyan batangan sepertinya lagi ngetren. Pak Zafier kan memiliki segalanya, bukan hanya wanita tapi juga para lelaki pasti bakalan tertarik untuk dijadikan terget.""Dia sepertinya lebih tertarik padamu, Shine."UHUK...UHUK!!Shine tersedak makanannya sendiri, cepat-cepat mengambil gelas air mineralnya dan menegaknya sampai sisa setengah. Nyengir cantik saat Pak williem berdecak melihat kelakuannya."Kamu kalau bicara jangan suka asal! Wanita yang menjadi incarannya itu yang belahan gaunnya
Shine berdecak di depan westafel toilet restoran, menghembuskan napas kesal membuat poninya terangkat dan mencoba menenangkan diri.Perasaannya sudah bahagia seharian tadi,perutnya juga sudah kenyang tapi kenapa lelaki itu justru datang menghancurkan harinya. Seharusnya ya, setelah pulang dia bisa tidur nyenyak sampai besok dan kembali ke Jakarta dengan bahagia."Menyebalkan!!!" Umpatnya.Tidak ada gunanya berlama-lama di toilet, Shine membilas tangannya dan mengeringkannya, memastikan penampilannya masih oke meski hanya mengenakan jeans dan kaos polo yang ada logo perusahaannya di dada bagian kanan.Shine bergegas keluar, meronggoh ponsel di dalam saku jeansnya hingga membuatnya menabrak lengan seseorang."Ah, maaf—" Shine terngang saat melihat siapa yang dia tabrak. Sial!"Ah, keponakanku sayang yang cantik." Shine bergeming di tempatnya."Tante Amora," desah Shine.Memang dasarnya apes. Lengkap sudah kesialannya hari ini karena harus bertemu dengan adik tiri dari Papa brengseknya y
Zafier menatap Shine tidak percaya. Wanita itu terlihat sangat garang, menakutkan dan seakan memiliki cakar di setiap kukunya tapi justru kesan itulah yang membuat gelagak hormon lelakinya naik ke level paling atas. Shine terlihat sangat seksi dengan aura membunuhnya. Tanpa sadar, Zafier bersiul seraya menyilangkan tangan dengan sikap menantang membuat Shine melotot maksimal."Sekali-sekali sikap semaumu sendiri itu harus diberi pelajaran. Kalau wanita di luar sana tidak ada yang sanggup melakukannya dan pasrah saja kamu permainkan tapi aku tidak!!" desisnya.Zafier menganggukkan kepala. "Teori yang menarik."Shine melepas sepatu heelsnya, menendangnya ke samping, mendekat ke arah Zafier tanpa gentar seraya mengikat satu rambutnya ke atas lalu melakukan gerakan perenggangan otot membuat dadanya tanpa sadar membusung ke depan. Zafier menatap tanpa berkedip.Shine yang akhirnya menyadari tatapan mesum Zafier langsung bergerak cepat untuk meninju wajah Zafier keras.BUKK!!"Ahh—shit!!" Z
Zaf menghela napas, berdiri gagah di sana nampak pasrah, "Baiklah. Kalau itu bisa membuat kemarahanmu mereda. Aku tidak akan melawan dan berdiri di sini menjadi samsak untuk semua kekesalanmu yang tidak beralasan itu.""AKU MEMBENCIMU!!" teriak Shine, melesat maju menghajar Zafier dengan melayangkan kepalan tangannya ke arah wajah tapi Zaf sigap menghindar dan menangkisnya bahkan menahan tangan Shine."Aku berubah pikiran, Sunshine," bisiknya.Shine memukul perut Zaf dengan lututnya membuat lelaki itu berdesis dan mundur."Aku tidak peduli!!" Shine maju lagi, melayangkan tendangan juga kepalan tangannya yang semuanya bisa ditangkis oleh Zafier."Siapa dia?" Ucap Zaf di sela pukulan beruntun Shine yang terlihat sangat bernafsu membunuhnya mengabaikan sengatan hawa dingin bahkan rintikan hujan yang perlahan mulai turun. Setelah bertemu dengan Tantenya tadi, Shine berjalan ke lantai paling atas dari Gedung restoran tempat di mana mereka makan malam tadi."Dia lelaki bajingan sepertimu!
Shine merasa seperti sedang tertidur di atas ranjang bulu yang teramat empuk hingga membuatnya enggan membuka mata tapi rasa pegal dipunggung membuatnya mengerang dan memilih bangun. Hal pertama yang menyambutnya adalah sesuatu yang asing. Shine mengerutkan kening, menelengkan kepala memandangi langit-langit. Sejenak berpikir.Dia ingat menghajar Zafier malam berhujan itu dan kalut luar biasa karena Zafier mengingatkannya akan kebrengsekan Papanya. Seharusnya sih kalau memang lelaki itu balik melawannya sampai tidak sadarkan diri, dia akan terbangun di dalam kamar hotel atau lebih parahnya lagi di rumah sakit.Tapi apa yang sedang dipandanginya jauh dari dua hal itu. Shine mengerjapkan mata berkali-kali memastikan kalau penglihatannya normal. Semoga saja pukulan lelaki itu tidak sampai merusak saraf atau apapun yang ada di kepalanya meskipun dia agak lambat berpikir saat ini.Shine mengulurkan tangan mencoba menggapai langit-langit dan bergumam sendiri."Ini—""Yeah, cabin pesawat. Ap
Respon pertamanya adalah tertawa membahana. Zaf mendengus kesal, mengembalikan anggur yang tidak jadi di makannya dan melipat lengan memandangi Shine yang terduduk memegangi perutnya. "Sialan!!" desis Zaf kesal. "Wajahmu—" Shine tertawa lagi. "Oh astaga, lebih tampan dari yang terakhir kali aku ingat." Zaf menyimpitkan mata tajam membuat Shine menutup mulutnya. "Terima kasih atas pelampiasan kekesalannya." Zaf menarik laptopnya. "Duduklah karena ada yang harus kita bicarakan." Tawa Shine seketika terhenti saat dilihatnya Zaf berucap serius. Shine duduk di tempatnya tidur tadi dan menaikkan kedua kakinya di sana. "Jangan salahkan aku kalau kamu sampai berwajah babak belur seperti itu akibat dari kelakuanmu sendiri. Kalau saja kamu membiarkanku dan menganggapku seperti karyawanmu yang lain dan tidak ikut campur dengan urusan pribadiku maka hal seperti ini tidak akan terjadi. Para wanitamu pasti kabur setelah melihat wajahmu yang babak belur itu." Sebenarnya sih wajah Zaf dalam kea