Zafier menatap Shine tidak percaya. Wanita itu terlihat sangat garang, menakutkan dan seakan memiliki cakar di setiap kukunya tapi justru kesan itulah yang membuat gelagak hormon lelakinya naik ke level paling atas. Shine terlihat sangat seksi dengan aura membunuhnya. Tanpa sadar, Zafier bersiul seraya menyilangkan tangan dengan sikap menantang membuat Shine melotot maksimal."Sekali-sekali sikap semaumu sendiri itu harus diberi pelajaran. Kalau wanita di luar sana tidak ada yang sanggup melakukannya dan pasrah saja kamu permainkan tapi aku tidak!!" desisnya.Zafier menganggukkan kepala. "Teori yang menarik."Shine melepas sepatu heelsnya, menendangnya ke samping, mendekat ke arah Zafier tanpa gentar seraya mengikat satu rambutnya ke atas lalu melakukan gerakan perenggangan otot membuat dadanya tanpa sadar membusung ke depan. Zafier menatap tanpa berkedip.Shine yang akhirnya menyadari tatapan mesum Zafier langsung bergerak cepat untuk meninju wajah Zafier keras.BUKK!!"Ahh—shit!!" Z
Zaf menghela napas, berdiri gagah di sana nampak pasrah, "Baiklah. Kalau itu bisa membuat kemarahanmu mereda. Aku tidak akan melawan dan berdiri di sini menjadi samsak untuk semua kekesalanmu yang tidak beralasan itu.""AKU MEMBENCIMU!!" teriak Shine, melesat maju menghajar Zafier dengan melayangkan kepalan tangannya ke arah wajah tapi Zaf sigap menghindar dan menangkisnya bahkan menahan tangan Shine."Aku berubah pikiran, Sunshine," bisiknya.Shine memukul perut Zaf dengan lututnya membuat lelaki itu berdesis dan mundur."Aku tidak peduli!!" Shine maju lagi, melayangkan tendangan juga kepalan tangannya yang semuanya bisa ditangkis oleh Zafier."Siapa dia?" Ucap Zaf di sela pukulan beruntun Shine yang terlihat sangat bernafsu membunuhnya mengabaikan sengatan hawa dingin bahkan rintikan hujan yang perlahan mulai turun. Setelah bertemu dengan Tantenya tadi, Shine berjalan ke lantai paling atas dari Gedung restoran tempat di mana mereka makan malam tadi."Dia lelaki bajingan sepertimu!
Shine merasa seperti sedang tertidur di atas ranjang bulu yang teramat empuk hingga membuatnya enggan membuka mata tapi rasa pegal dipunggung membuatnya mengerang dan memilih bangun. Hal pertama yang menyambutnya adalah sesuatu yang asing. Shine mengerutkan kening, menelengkan kepala memandangi langit-langit. Sejenak berpikir.Dia ingat menghajar Zafier malam berhujan itu dan kalut luar biasa karena Zafier mengingatkannya akan kebrengsekan Papanya. Seharusnya sih kalau memang lelaki itu balik melawannya sampai tidak sadarkan diri, dia akan terbangun di dalam kamar hotel atau lebih parahnya lagi di rumah sakit.Tapi apa yang sedang dipandanginya jauh dari dua hal itu. Shine mengerjapkan mata berkali-kali memastikan kalau penglihatannya normal. Semoga saja pukulan lelaki itu tidak sampai merusak saraf atau apapun yang ada di kepalanya meskipun dia agak lambat berpikir saat ini.Shine mengulurkan tangan mencoba menggapai langit-langit dan bergumam sendiri."Ini—""Yeah, cabin pesawat. Ap
Respon pertamanya adalah tertawa membahana. Zaf mendengus kesal, mengembalikan anggur yang tidak jadi di makannya dan melipat lengan memandangi Shine yang terduduk memegangi perutnya. "Sialan!!" desis Zaf kesal. "Wajahmu—" Shine tertawa lagi. "Oh astaga, lebih tampan dari yang terakhir kali aku ingat." Zaf menyimpitkan mata tajam membuat Shine menutup mulutnya. "Terima kasih atas pelampiasan kekesalannya." Zaf menarik laptopnya. "Duduklah karena ada yang harus kita bicarakan." Tawa Shine seketika terhenti saat dilihatnya Zaf berucap serius. Shine duduk di tempatnya tidur tadi dan menaikkan kedua kakinya di sana. "Jangan salahkan aku kalau kamu sampai berwajah babak belur seperti itu akibat dari kelakuanmu sendiri. Kalau saja kamu membiarkanku dan menganggapku seperti karyawanmu yang lain dan tidak ikut campur dengan urusan pribadiku maka hal seperti ini tidak akan terjadi. Para wanitamu pasti kabur setelah melihat wajahmu yang babak belur itu." Sebenarnya sih wajah Zaf dalam kea
"Apa kamu yakin kalau Zafier akan datang mengambil barang-barangnya?"Helena menoleh ke arah lelaki yang duduk di balik kemudi yang memarkirkan mobilnya di basemant apartemennya. "Aku tidak yakin benda yang aku ambil itu cukup berharga hingga membuatnya datang langsung padaku."Lelaki itu menoleh dengan seringaiannya yang misterius. "Kita tunggu saja apakah dia akan mengambilnya atau tidak!" Jarinya bergerak mengetuk pinggiran kemudi. "Yang terpenting, kamu tetap harus mengikuti semua rencanaku.""Tentu saja, asalkan Zafier bisa aku dapatkan dan dia mau mengakuiku sebagai kekasihnya di depan publik." Helena tersenyum penuh akal bulus. "Aku sangat menginginkan laki-laki itu bagaimanapun caranya.""Dia lelaki brengsek yang hanya tahu caranya bersenang-senang dengan semua wanitanya selain kamu. Biarpun kamu mendapatkannya, aku yakin dia tetap tidak akan berhenti melakukannya.""Aku akan membuatnya bertekuk lutut tidak peduli kalau dia menolak dan wanita yang dia akui sebagai kekasihnya i
Shine harus banyak-banyak menahan kesabaran selama sebulan bekerja di perusahaan milik lelaki gila bernama Zafier. Apalagi ditambah lelaki itu jadi bertindak semuanya sejak dia tanpa sengaja membongkar rahasia keluarganya. "Shine—" Shine mengalihkan tatapannya dari layar komputer saat mendengar seruan bosnya di ambang pintu dan langsung berdiri. "Iya Pak Williem." "Antarkan ini ke ruangannya Pak Zafier." Williem menyerahkan beberapa katalog di tangannya ke Shine yang menerimanya dengan terpaksa. "Aku tidak bisa membantumu apa-apa karena dia bos yang suka memerintah dan kita hanya anak buah yang harus menuruti kemauannya." "Ya kali Pak saya selain jadi asisten juga jadi kurirnya dia," degus Shine kesal. "Kamu tahu sendiri kalau itu hanya alibinya untuk memanggilmu ke atas." Shine meletakkan katalog itu di lengannya dengan helaan napas berat. "Memang dasar bos sinting!!" Williem menggelengkan kepala saat mendengar gerutuan Shine kemudian mengibaskan tangannya. "Sana cepat kasi
"Apa kamu menganggap semua wanita akan langsung mengatakan ya untuk semua yang kamu minta!" Shine menggelengkan kepala, menunjuk sosok Helena dengan dagu yang berhasil menarik perhatian netizen di luar sana. "Kalau kamu mengatakannya ke wanita yang mengaku sedang hamil anakmu itu, aku yakin dia akan langsung memelukmu dengan suka cita karena pada akhirnya lelaki yang terkenal sering berganti wanita mau berkomitmen, dan dia akan merasa di atas angin saat mendapatkan tatapan iri wanita yang lain," oceh Shine panjang lebar yang hanya dianggukin Zaf seraya mengelus dagu. "Tapi tidak denganku!!" Zaf menyilangkan kaki dan mengerling. "Sebagai lelaki yang mendapatkan predikat playboy dan tidak berkomitmen, kenapa menurutmu saat ini aku membicarakan perihal pernikahan?" "Aku tidak peduli apa alasannya, tapi yang pasti bukan karena tiba-tiba kamu mencintaiku." Shine tertawa sarkas. "Astaga! itu bullshit kalau sampai kamu memberikan alasan yang menggelikan seperti itu. Cinta?" Shine menatap Z
Shine duduk di halte dalam diam seraya mengotak-atik ponsel, melihat sosial media milik Arsen dan cemberut sendiri karena lelaki itu begitu jauh di Inggris sana sampai bus yang ditunggunya datang. Masuk ke dalam dengan tergesa bersama yang lainnya dan menghela napas panjang ketika tidak menemukan tempat duduk kosong hingga akhirnya berdiri di lorong sendirian. "Ah, begini jadinya kalau pulang telat. Penuh," gumamnya seraya berdecak dan berpegangan agar tidak terjatuh. "Hei—" Shine menoleh mendengar sapaan itu dan tertegun melihat ada lelaki yang tersenyum ke arahnya lalu berdiri dan menunjuk tempat duduknya. "Duduklah. Biar aku saja yang berdiri." Shine tercengang kemudian tersadar dan balas tersenyum. "Seriusan?" Lelaki itu mengangguk sopan. "Ya, tentu saja. Aku tidak bisa membiarkan ada wanita yang berdiri sepertimu di sepanjang jalan." Tanpa sadar Shine tersenyum, kemudian mengangguk dan duduk sedangkan lelaki itu menggantikan tempatnya. "Terima kasih banyak." "Tidak masal
Setelah hari itu, hidup Lize sepenuhnya berubah. Dia sama sekali tidak pernah membayangkan suatu saat nanti, dia akan merindukan sinar matahari yang menyengat seperti panasnya Florida. Yang bisa dia lakukan saat ini ketika melihat sinar matahari hanyalah tersenyum tanpa ekspresi, berdiri di balik kaca transparan kamarnya yang tidak bisa ditembus matahari dan mencoba menerima keadaannya dengan lapang dada. Hari itu, saat mereka pergi liburan ke Florida yang seharusnya dua minggu menjadi dua hari, Lize divonis menderita penyakit langka Polymorphous light eruption (PMLE) yang menyebabkan kulit seperti terbakar jika terkena sinar matahari. Intinya, hidupnya terancam bahaya jika dia berada di bawah sinar matahari terlalu lama. Bahkan sekarang, sedikit saja bersentuhan langsung dengan sinar matahari, kulitnya akan mulai melepuh seperti terbakar. Sungguh ironis hidupnya saat ini. Terkurung dalam dinding kaca saat siang dan melakukan semua kegiatan di luar rumah saat malam. Selama setahun d
Florida, Amerika SerikatLize mengangkat pandangannya ke atas, satu tangannya memegangi topi pantai yang menghalau pandangannya dari teriknya matahari yang menyengat meski angin pantai di sekitarnya mengibarkan rambut hitam panjangnya.“Lize—”Lize berbalik saat mendengar panggilan itu, menemukan Papinya yang sudah siap membaur bersama laut yang membentang luas tidak jauh di depannya.“Ya Pap?”“Apa yang kau pandangin sayang?”Lize menunjuk ke ujung cakrawala, ke arah matahari yang bersinar teriķ.“Terlalu panas.”Papinya tersenyum, “Sebaiknya kau bersenang-senang sementara kita berada di sini.”Lize menggelengkan kepala, “Meskipun ingin tapi aku tidak tertarik. Mana Mami?”“Berjemur.”Lize menoleh ke belakang, melihat Maminya yang sedang hamil adik kembarnya memasuki usia kandungan tujuh bulan menikmati teriknya matahari yang langsung menyengat kulitnya. Di sampingnya, Omanya melakukan hal yang sama sembari bermain pasir dengan Lucia.“Pap—”Entah kenapa, Lize merasa tubuhnya tidak e
Semenjak memiliki keluarga, Shine mendedikasikan seluruh perhatiannya untuk merawat kedua putrinya meski sesekali dia menerima tawaran iklan juga model. Meskipun Zafier dengan gaya angkuhnya berulang kali mengatakan kalau uangnya tidak akan habis sekalipun dia membelanjakannya terus menerus tapi Shine ingin tetap bisa melakukan sesuatu yang disukainya. Meski berat namun Zaf menyetujuinya dengan syarat dan ketentuan yang telah disepakati. Suaminya itu bahkan membelikannya pesawat pribadi yang bisa dia gunakan sesuka hati. Meski terlihat agak berlebihan namun Shine mengalah dan menerimanya dari pada Zaf melarangnya menjadi model lagi. Lelah selama perjalanan panjang dari Indonesia akan menghilang saat dia sampai di rumah seperti saat ini. Alih-alih menggunakan mobil untuk menjemputnya, Zaf malah mengirim helikopter yang saat ini mendarat sempurna di belakang mansion keluarga Gaster tidak jauh dari tamannya yang asri. Melintasi kebun mawar merah, Shine berjalan mengarah ke gazebo yang
“Kenapa kalian tidak bisa akur?”“Kenapa kami harus akur?” Zaf bertanya balik.Shine mendengkus, melipat lengan di dada sembari rebahan di tempat tidur saat Zaf bergabung dengannya.“Kalian sudah sama-sama tua dan seharusnya bisa berdamai.”“Kau terlalu berlebihan mengkhawatirkannya.”Shine menghela napas, memiringkan tubuhnya ke arah Zaf dan menatapnya serius. “Dia seharusnya sudah memiliki kehidupan yang lebih baik. Memiliki istri dan anak lalu hidup bahagia bukannya malah menjadi orang tua tunggal karena kesalahan satu malam seperti ini. Aku benar-benar sedih Zaf.” “Seperti yang kau katakan, dia sudah tua dan pastinya tahu bagaimana harus bersikap. Aku yakin dia sedang menata hidupnya lagi jadi kau harus mempercayainya.”“Semoga saja.”Shine membiarkan saja Zaf menariknya dalam pelukan dan membisikkan sesuatu.“Aku juga berharap dia bisa bahagia.” Shine tersenyum. “Agar berhenti mengangguku seperti ini.”Shine melotot membuat Zaf sontak tertawa. Sikap menyebalkan suaminya memang s
“Kau sengaja melakukannya ya,” desis Zaf saat menemukan Arsen sedang menjaga Lize yang asyik dengan es krimnya sementara Lucia tidur di kereta dorongnya di salah satu restoran yang ada di Seattle. Duduk di samping Lize yang langsung tersenyum menyambutnya dan mendaratkan kecupan di pipi. “Tetap tidak berubah,” jawab Arsen entang, mengelus rambut Lize yang tertiup angin. “Tidak bisa membiarkan kami sedikit saja menghabiskan waktu bersama.” “Tidak akan!” ujar Zaf datar, mengalihkan tatapan ke Lize dengan ekspresi berbeda, tersenyum lembut. “Lize, mau Papi suapin makan es krimnya?” Lize sontak menggelengkan kepala membuat Arsen menahan senyumannya di sudut bibir. “Sama uncle Arsen aja.” “Good girl,” ujar Arsen, menyuapi sesendok besar es krim strawberry ke Lize di bawah tatapan kesal Zaf yang melipat lengannya di dada, kalah telak. “Shine bilang kau sedang meeting dan tidak bisa diganggu.” “Karena itu kau sengaja melakukan hal ini kan?” “Tidak. Aku hanya ingin kau tahu kalau ak
“Berapa lama kau akan meeting?”Zaf berjalan ke ruang rapat bersama Nick, sekretarisnya dan beberapa orang penting di perusahaannya yang mengikuti di belakang sembari mengangkat panggilan telepon dari Shine.“Mungkin tiga jam. Ada banyak hal yang harus dibicarakan.”“Oke baiklah. Kami sedang berbelanja saat ini jadi mungkin setelah selesai kau bisa menemui kami untuk makan siang bersama. Lize bilang dia ingin es krim pisang.”Zaf menghentikan langkah kakinya dan semua bawahannya ikut berhenti.“Bagaimana kalau aku tunda rapatnya dan menemani kalian?”Nick ingin menyahut namun terhenti saat Zaf melotot membuatnya langsung mengatupkan bibir.“Tidak perlu!” tolak Shine. “Kau tidak boleh mempermainkan bawahanmu seenaknya.”“Mereka tidak akan protes.” Zaf menoleh ke belakang, menatap satu persatu bawahannya yang hanya diam saja. “Begitulah enaknya jadi bos.”“Dasar bos setan memang!” umpat Shine. “Kau selesaikan saja pekerjaanmu lalu susul kami. Jangan membuatku marah!”Zaf mendesah, kemba
Zaf bangkit membuat Alva langsung kaget, berjalan menghampiri putrinya yang menunggu anak lelaki itu membukakan permen bentuk bunga matahari itu dengan sabar. Zaf menyimpitkan mata, mencoba mengabaikan tatapan Shine yang sesaat tadi beradu dengannya dan menaikkan alis penuh curiga. Zaf mengabaikannya karena yang terpenting saat ini menyelamatkan putrinya dari penggoda yang hanya bermodalkan permen itu. Zaf berdiri di belakang Lize dengan tatapan tajam membuat anak lelaki itu reflek menatapnya dan tertegun. Zaf menarik senyum ke sudut bibirnya menakuti membuatnya langsung mengerjapkan mata. Saat Lize berbalik, Zaf sontak tersenyum. “Papi—“ Ucap Lize dengan senyuman lebar. “Hai sayang, kau sedang apa?” “Mau makan permen,” ujarnya seraya menunjuk permen bunga di tangan anak lelaki itu. “Ah begitu.” Zaf mendekat, melipat satu kakinya agar sejajar dengan Lize sembari tangannya mengambil permen lain di meja dan membukanya. “Rasa strawberry lebih enak. Ini Papi bukakan.” Mengabaikan an
Seattle, Amerika Gaster Coorporation semakin berkembang pesat. Setelah berhasil memperjuangkan cintanya, memperistri Shine dan mendapatkan malaikat secantik Lize juga Lucia yang kedatangannya benar-benar tidak terduga, Zaf memboyong anggota keluarganya menetap permanen di Seattle dan menjalankan bisnisnya yang tersebar di berbagai belahan dunia dari sana. Sebagai kepala keluarga, pebisnis dan suami yang saat ini tengah bahagia menjalankan perannya, Zaf benar-benar merasa sedang berada di momen terbaik hidupnya. Pada akhirnya dia menemukan tempat untuk pulang bukan lagi persinggahan, diberi kesempatan menjadi hot Daddy untuk kedua putrinya. Suatu keberkahan yang diberikan Tuhan padanya. “Bukankah mereka terlalu cepat besar,” gumam Zaf di samping sepupunya, Alva Alexander memperhatikan gadis mereka masing-masing yang sedang asyik bermain bersama teman-teman sepantaran mereka dalam acara ulang tahun Angela, putri Alva yang berumur tujuh tahun di taman kediaman keluarga Alexander di Ne
Teriakan itu membuat Zaf reflek menoleh ke atas tebing dan ternganga saat melihat Shine sudah berdiri di atas sana sembari berkacak pinggang. Bagaimana bisa dia sudah ada di atas sana? “Ngapain kau di situ?” “Hmm, entahlah. Enaknya ngapain ya.” Zaf mengeryit, “Kalau begitu ayo turun.” Meski tebingnya tidak terlalu tinggi dan kalaupun Shine jatuh ke bawah dia akan masuk ke dalam air tetap saja Zaf tidak mau istrinya itu kenapa-napa. “Look at me Zaf.” Zaf yang tadinya sudah berniat menyusul Shine langsung terhenti. Dilihatnya Shine tersenyum menatapnya membuatnya terpaku. Istrinyalah yang tercantik di dunia selain Maminya dan Lize, tentu saja. “Terima kasih banyak untuk semua yang kau lakukan.” Disela suara air, Zaf tidak mengerti kenapa Shine tiba-tiba bersikap sok terharu. “Seharusnya sejak awal kau mengatakannya agar aku senang.” “Dasar menyebalkan!!” dengus Shine. “Sekarang waktunya pertunjukan.” Zaf mengeryit tidak mengerti. Tercengang saat Shine dengan tatapan nakal mul