Respon pertamanya adalah tertawa membahana. Zaf mendengus kesal, mengembalikan anggur yang tidak jadi di makannya dan melipat lengan memandangi Shine yang terduduk memegangi perutnya. "Sialan!!" desis Zaf kesal. "Wajahmu—" Shine tertawa lagi. "Oh astaga, lebih tampan dari yang terakhir kali aku ingat." Zaf menyimpitkan mata tajam membuat Shine menutup mulutnya. "Terima kasih atas pelampiasan kekesalannya." Zaf menarik laptopnya. "Duduklah karena ada yang harus kita bicarakan." Tawa Shine seketika terhenti saat dilihatnya Zaf berucap serius. Shine duduk di tempatnya tidur tadi dan menaikkan kedua kakinya di sana. "Jangan salahkan aku kalau kamu sampai berwajah babak belur seperti itu akibat dari kelakuanmu sendiri. Kalau saja kamu membiarkanku dan menganggapku seperti karyawanmu yang lain dan tidak ikut campur dengan urusan pribadiku maka hal seperti ini tidak akan terjadi. Para wanitamu pasti kabur setelah melihat wajahmu yang babak belur itu." Sebenarnya sih wajah Zaf dalam kea
"Apa kamu yakin kalau Zafier akan datang mengambil barang-barangnya?"Helena menoleh ke arah lelaki yang duduk di balik kemudi yang memarkirkan mobilnya di basemant apartemennya. "Aku tidak yakin benda yang aku ambil itu cukup berharga hingga membuatnya datang langsung padaku."Lelaki itu menoleh dengan seringaiannya yang misterius. "Kita tunggu saja apakah dia akan mengambilnya atau tidak!" Jarinya bergerak mengetuk pinggiran kemudi. "Yang terpenting, kamu tetap harus mengikuti semua rencanaku.""Tentu saja, asalkan Zafier bisa aku dapatkan dan dia mau mengakuiku sebagai kekasihnya di depan publik." Helena tersenyum penuh akal bulus. "Aku sangat menginginkan laki-laki itu bagaimanapun caranya.""Dia lelaki brengsek yang hanya tahu caranya bersenang-senang dengan semua wanitanya selain kamu. Biarpun kamu mendapatkannya, aku yakin dia tetap tidak akan berhenti melakukannya.""Aku akan membuatnya bertekuk lutut tidak peduli kalau dia menolak dan wanita yang dia akui sebagai kekasihnya i
Shine harus banyak-banyak menahan kesabaran selama sebulan bekerja di perusahaan milik lelaki gila bernama Zafier. Apalagi ditambah lelaki itu jadi bertindak semuanya sejak dia tanpa sengaja membongkar rahasia keluarganya. "Shine—" Shine mengalihkan tatapannya dari layar komputer saat mendengar seruan bosnya di ambang pintu dan langsung berdiri. "Iya Pak Williem." "Antarkan ini ke ruangannya Pak Zafier." Williem menyerahkan beberapa katalog di tangannya ke Shine yang menerimanya dengan terpaksa. "Aku tidak bisa membantumu apa-apa karena dia bos yang suka memerintah dan kita hanya anak buah yang harus menuruti kemauannya." "Ya kali Pak saya selain jadi asisten juga jadi kurirnya dia," degus Shine kesal. "Kamu tahu sendiri kalau itu hanya alibinya untuk memanggilmu ke atas." Shine meletakkan katalog itu di lengannya dengan helaan napas berat. "Memang dasar bos sinting!!" Williem menggelengkan kepala saat mendengar gerutuan Shine kemudian mengibaskan tangannya. "Sana cepat kasi
"Apa kamu menganggap semua wanita akan langsung mengatakan ya untuk semua yang kamu minta!" Shine menggelengkan kepala, menunjuk sosok Helena dengan dagu yang berhasil menarik perhatian netizen di luar sana. "Kalau kamu mengatakannya ke wanita yang mengaku sedang hamil anakmu itu, aku yakin dia akan langsung memelukmu dengan suka cita karena pada akhirnya lelaki yang terkenal sering berganti wanita mau berkomitmen, dan dia akan merasa di atas angin saat mendapatkan tatapan iri wanita yang lain," oceh Shine panjang lebar yang hanya dianggukin Zaf seraya mengelus dagu. "Tapi tidak denganku!!" Zaf menyilangkan kaki dan mengerling. "Sebagai lelaki yang mendapatkan predikat playboy dan tidak berkomitmen, kenapa menurutmu saat ini aku membicarakan perihal pernikahan?" "Aku tidak peduli apa alasannya, tapi yang pasti bukan karena tiba-tiba kamu mencintaiku." Shine tertawa sarkas. "Astaga! itu bullshit kalau sampai kamu memberikan alasan yang menggelikan seperti itu. Cinta?" Shine menatap Z
Shine duduk di halte dalam diam seraya mengotak-atik ponsel, melihat sosial media milik Arsen dan cemberut sendiri karena lelaki itu begitu jauh di Inggris sana sampai bus yang ditunggunya datang. Masuk ke dalam dengan tergesa bersama yang lainnya dan menghela napas panjang ketika tidak menemukan tempat duduk kosong hingga akhirnya berdiri di lorong sendirian. "Ah, begini jadinya kalau pulang telat. Penuh," gumamnya seraya berdecak dan berpegangan agar tidak terjatuh. "Hei—" Shine menoleh mendengar sapaan itu dan tertegun melihat ada lelaki yang tersenyum ke arahnya lalu berdiri dan menunjuk tempat duduknya. "Duduklah. Biar aku saja yang berdiri." Shine tercengang kemudian tersadar dan balas tersenyum. "Seriusan?" Lelaki itu mengangguk sopan. "Ya, tentu saja. Aku tidak bisa membiarkan ada wanita yang berdiri sepertimu di sepanjang jalan." Tanpa sadar Shine tersenyum, kemudian mengangguk dan duduk sedangkan lelaki itu menggantikan tempatnya. "Terima kasih banyak." "Tidak masal
Zaf menarik pop mienya sambil memperhatikan foto kecilnya di Swedia. "Dia Peter atau Robin?" tunjuknya ke arah foto Papanya lalu memakan mienya. "Seharusnya sih itu Peter sesuai yang tertulis di akta lahir. Memangnya mereka kembar identik?" "Kau bertanya padaku selaku orang luar?" Zaf menunjuk dirinya sendiri lalu berdecak. "Keluarga kalian penuh dengan misteri ternyata." Shine nyolot. "Aku pun juga baru tahu darimu!!" Zaf menikmati mienya, memperhatikan lekat foto lelaki itu begitu juga dengan Shine. "Hanya sedikit informasi tentang kecelakaan itu dan aku harus kerja keras untuk mencarinya tapi kau juga harus membantuku kalau mau mengetahui kebenarannya," ucapnya ke Shine yang terdiam. "Tante Amora kuncinya." Shine menghela napas, membuka air mineralnya dan meneguknya. "Aku akan memikirkannya." Tiba-tiba ponsel Zafier berbunyi dan langsung diangkatnya. "Bagaimana?" Zaf mendengarkan dalam diam, mengangguk sampai seringaiannya nampak di sana lalu menutupnya di bawah tatapan m
"Jadi, wanita gila itu memang benar hamil anaknya bos ganteng?" Reina mengalihkan tatapan dari layar ponsel setelah memantau perkembangan seputar gosip bos gilanya yang sedang ramai diperbincangkan ke Shine yang lahap memakan seporsi bakso di samping Merry yang menghabiskan pecel ayamnya. Soto yang Reina pesan bahkan belum tersentuh sama sekali karena pemiliknya sibuk mengenyangkan pikiran dengan gosip-gosip yang beredar. "Iya." Shine menjawab seraya mengunyah pentolan baksonya. "Dia sendiri yang mengakuinya di depan publik kemarinkan hingga membuat kegemparan." Reina menggeleng, terlihat berat sekali harus menerima kenyataan kalau memang wanita yang mengaku-ngaku sedang hamil itu adalah kekasih Zafier. "Dia tidak mengakuinya, hanya saja dia mengatakan akan bertanggung jawab kalau memang itu adalah anaknya." "Tidak ada bedanya karena dengan mengatakan hal itu, artinya lelaki itu secara tidak langsung mengakui kalau dia memang menjalin hubungan dengan medusa itu. Kalau mau di tes D
Zafier menghentikan mobilnya tepat di depan lobbi apartemen Helena."Sayang, kamu yakin tidak mau mampir?" Helena melepas seatbelt, mengulurkan tangan untuk mengelus paha Zaf dan mengedip genit. "Untuk merayakan kebahagiaan kita menjadi calon orang tua."Zaf tersenyum miring, "Mungkin kapan-kapan. Aku lelah dan aku sedang tidak berminat meladenimu, sayang."Helena cemberut, mengambil tas tangannya kamudian mengelus pipi Zafier. "Jangan lupa untuk segera mengenalkanku dengan orang tuamu supaya kita bisa secepatnya menikah. Aku mau saat anak kita lahir nanti, kita sudah tinggal bersama.""Kita lihat saja nanti. Sekarang lebih baik kau turun dan beristirahatlah."Helena tersenyum, memajukan tubuhnya untuk mengecup bibir Zafier yang hanya diam tidak membalas."Jangan kecewa seperti itu karena memang anak ini adalah anakmu."Helena mengambil tangan Zaf untuk diletakkan di perutnya tapi Zaf langsung menariknya dan memalingkan wajah ke depan. "Cepatlah."Helena terkekeh, mengecup pipi Zaf la