Shine duduk di halte dalam diam seraya mengotak-atik ponsel, melihat sosial media milik Arsen dan cemberut sendiri karena lelaki itu begitu jauh di Inggris sana sampai bus yang ditunggunya datang. Masuk ke dalam dengan tergesa bersama yang lainnya dan menghela napas panjang ketika tidak menemukan tempat duduk kosong hingga akhirnya berdiri di lorong sendirian. "Ah, begini jadinya kalau pulang telat. Penuh," gumamnya seraya berdecak dan berpegangan agar tidak terjatuh. "Hei—" Shine menoleh mendengar sapaan itu dan tertegun melihat ada lelaki yang tersenyum ke arahnya lalu berdiri dan menunjuk tempat duduknya. "Duduklah. Biar aku saja yang berdiri." Shine tercengang kemudian tersadar dan balas tersenyum. "Seriusan?" Lelaki itu mengangguk sopan. "Ya, tentu saja. Aku tidak bisa membiarkan ada wanita yang berdiri sepertimu di sepanjang jalan." Tanpa sadar Shine tersenyum, kemudian mengangguk dan duduk sedangkan lelaki itu menggantikan tempatnya. "Terima kasih banyak." "Tidak masal
Zaf menarik pop mienya sambil memperhatikan foto kecilnya di Swedia. "Dia Peter atau Robin?" tunjuknya ke arah foto Papanya lalu memakan mienya. "Seharusnya sih itu Peter sesuai yang tertulis di akta lahir. Memangnya mereka kembar identik?" "Kau bertanya padaku selaku orang luar?" Zaf menunjuk dirinya sendiri lalu berdecak. "Keluarga kalian penuh dengan misteri ternyata." Shine nyolot. "Aku pun juga baru tahu darimu!!" Zaf menikmati mienya, memperhatikan lekat foto lelaki itu begitu juga dengan Shine. "Hanya sedikit informasi tentang kecelakaan itu dan aku harus kerja keras untuk mencarinya tapi kau juga harus membantuku kalau mau mengetahui kebenarannya," ucapnya ke Shine yang terdiam. "Tante Amora kuncinya." Shine menghela napas, membuka air mineralnya dan meneguknya. "Aku akan memikirkannya." Tiba-tiba ponsel Zafier berbunyi dan langsung diangkatnya. "Bagaimana?" Zaf mendengarkan dalam diam, mengangguk sampai seringaiannya nampak di sana lalu menutupnya di bawah tatapan m
"Jadi, wanita gila itu memang benar hamil anaknya bos ganteng?" Reina mengalihkan tatapan dari layar ponsel setelah memantau perkembangan seputar gosip bos gilanya yang sedang ramai diperbincangkan ke Shine yang lahap memakan seporsi bakso di samping Merry yang menghabiskan pecel ayamnya. Soto yang Reina pesan bahkan belum tersentuh sama sekali karena pemiliknya sibuk mengenyangkan pikiran dengan gosip-gosip yang beredar. "Iya." Shine menjawab seraya mengunyah pentolan baksonya. "Dia sendiri yang mengakuinya di depan publik kemarinkan hingga membuat kegemparan." Reina menggeleng, terlihat berat sekali harus menerima kenyataan kalau memang wanita yang mengaku-ngaku sedang hamil itu adalah kekasih Zafier. "Dia tidak mengakuinya, hanya saja dia mengatakan akan bertanggung jawab kalau memang itu adalah anaknya." "Tidak ada bedanya karena dengan mengatakan hal itu, artinya lelaki itu secara tidak langsung mengakui kalau dia memang menjalin hubungan dengan medusa itu. Kalau mau di tes D
Zafier menghentikan mobilnya tepat di depan lobbi apartemen Helena."Sayang, kamu yakin tidak mau mampir?" Helena melepas seatbelt, mengulurkan tangan untuk mengelus paha Zaf dan mengedip genit. "Untuk merayakan kebahagiaan kita menjadi calon orang tua."Zaf tersenyum miring, "Mungkin kapan-kapan. Aku lelah dan aku sedang tidak berminat meladenimu, sayang."Helena cemberut, mengambil tas tangannya kamudian mengelus pipi Zafier. "Jangan lupa untuk segera mengenalkanku dengan orang tuamu supaya kita bisa secepatnya menikah. Aku mau saat anak kita lahir nanti, kita sudah tinggal bersama.""Kita lihat saja nanti. Sekarang lebih baik kau turun dan beristirahatlah."Helena tersenyum, memajukan tubuhnya untuk mengecup bibir Zafier yang hanya diam tidak membalas."Jangan kecewa seperti itu karena memang anak ini adalah anakmu."Helena mengambil tangan Zaf untuk diletakkan di perutnya tapi Zaf langsung menariknya dan memalingkan wajah ke depan. "Cepatlah."Helena terkekeh, mengecup pipi Zaf la
"Layanan delivery." Shine mengangkat plastik yang dibawanya di depan wajah Zafier setelah pintu terbuka tetapi lelaki yang memakai setelan casual itu hanya mengangkat alis dan melipat lengan di dada. Wajahnya yang songong menampilkan seringaian minta ditabok. "Masuk dulu dong, sayang." Kalau saja Shine penggila Zafier, sebelum dipersilahkan masuk, dia akan langsung menjatuhkan dirinya dalam pelukan lelaki itu dan rela di bawa ke dalam tapi maaf saja, Shine seorang anti Zafier. "Tidak!" Shine menaikkan dagunya, menantang. Tidak sudi terpikat dengan senyuman tampannya. "Haram hukumnya gadis polos sepertiku berada satu ruangan dengan lelaki gila dada juga selangkangan sepertimu—KYYYYYAAAAAA!!! Belum selesai berbicara, tangannya ditarik masuk ke dalam dan pintu terkunci otomatis membuat Shine melongo. "Aku tidak mengerti dengan apa yang kau ucapkan tapi sekarang, kau sudah terlanjur masuk jadi dinikmati saja kebersamaan kita malam ini—" Shine ternganga maksimal mendengar ucapan Zaf
Zafier melongo kemudian menggelengkan kepala dan berdiri sedikit dari duduknya lalu menarik paksa Shine agar mendekat ke arahnya sampai dia terduduk tepat di samping Zafier. "Jangan macam-macam!!" Shine melotot dan melepas paksa cekalannya. Zaf menoyor jidatnya. "Menggelikan. Hilangkan hal-hal mesum di kepalamu." Shine menjambak rambut Zaf. "Segala sesuatu yang berhubungan denganmu itu adalah kemesuma!!" Zaf mencubit hidungnya. "Kalau begitu apa sekalian saja aku wujudkan hayalan mesumu itu, hah?" Shine menggeleng kencang membuat Zaf yang gemas menarik hidung Shine dan melapasnya begitu saja. "Astaga, sakit!!" Shine menabok bahunya. "Makanya tidak usah macam-macam!!" Zaf mengambil burger di atas meja. "Bukannya seharusnya aku yang berkata begitu?" "Berisik!!" Shine mendengus lalu tanpa sengaja melihat ke arah layar Macbook pink itu dan tercengang hingga tanpa sadar melorot ke karpet bulu di depan meja pendek itu dan memperhatikan layarnya. "Ini?" Zaf ikut turun, duduk di
Shine duduk di sofa ruang tamu Zafier dengan helaan napas berat, tidak tahu kenapa dia malah berakhir menginap di apartemen lelaki itu yang sekarang pergi entah ke mana meninggalkannya tanpa bisa keluar karena dia tidak tahu passwordnya. Shine merasa lega karena tidak terjadi apa-apa semalam diantara mereka. Kalau sampai dia tadi terbangun tanpa baju, Zaf akan menyesal kembali ke apartemennya.Lalu ponselnya berbunyi dan Shine langsung sumringah melihat nama Putra di sana."Hai, Put?""Hai. Aku ingat kalau kita janjian jogging pagi ini tapi sepertinya kamu tidak di rumah."Shine menepuk jidatnya karena melupakan hal itu. "Ah, maaf. Aku menginap di rumah sahabatku dan lupa dengan janjiku. Maafkan aku."Putra tertawa. "Ah begitu. Santai saja Shine. Tidak masalah. Kita bisa melakukannya minggu depan.""Terima kasih atas pengertianmu." Shine berdiri dari duduknya, berjalan ke dapur. "Bagaimana kalau kita pergi keluar nanti sore?""Ide yang bagus. Hubungi lagi nanti ya. Aku akan menjemputm
Helena menghentikan mobilnya di depan salah satu bangunan rumah sederhana, mengedarkan pandangan saat menuju ke arah pintu dan langsung masuk ke dalam. "Apa yang kamu pikir, kamu lakukan?!" Bentak lelaki yang dikenalnya itu sesaat setelah menutup pintunya. "Sial, Zaf mengancamku! Dari mana dia tahu kalau malam itu kita tidak tidur bersama. Aku menggunakan suntikan dengan dosis yang biasa aku pakai." Lelaki itu menaikkan alis dan duduk di balik meja makan. "Seharusnya rencanamu malam itu berhasil seperti yang sudah-sudah." Helena duduk di kursi, nampak panik sendiri. "Aku tahu. Apa yang harus kita lakukan? Diantara lelaki yang sering aku peras di luar sana, aku sangat menginginkan Zaf untuk diriku sendiri. Dia sangat berbeda dan aku ingin menikah dengannya." Lelaki itu tertawa sarkas. "Aku membenci lelaki itu!" "Kamu tidak boleh melukainya!!!" Desis Helena. "Tidak. Aku mau melihat Zaf menderita sama sepertiku selama ini. Aku kehilangan wanitaku dan dia harus kehilangan wanitanya