Restoran Burgary Zafier sudah lama bergelut dalam dunia bisnis. Dia bisa menilai karakter orang-orang yang bekerja sama dengannya hanya dengan mengamati tingkah laku mereka selama berinteraksi. Sebisa mungkin dia begitu berhati-hati terhadap orang yang bermuka dua dan penjilat. Sejujurnya, sejak awal Zafier tidak mempermasalahkan jika perusahaannya kalah dalam Tender Franklin walaupun orang-orang kepercayaannya di kantor yang sudah berkerja keras untuk mendapatkan proyek itu tidak terima. Baginya, menang atau kalah dalam bisnis itu hal yang biasa. Masih banyak pintu yang akan terbuka jika pintu yang satu terbuka bukan untuk dimasuki olehnya dengan catatan dia sudah sampai dalam batas maksimal kemampuannya dalam mengusahakan untuk bisa memasuki pintu itu. Tapi untuk kasus proyek Franklin, Zafier harus menggunakan kemampuannya untuk bisa mendapatkannya. Di sana dia mendapatkan banyak sekali perjanjian terselubung yang selama beberapa tahun ini terjadi antara Allison Corp dengan Pih
“Kau akan meninggalkanku di sini?"Zaf tersenyum miring menanggapi pertanyaan Helena yang duduk di atas westafel kamar mandi tepat di sampingnya. Hanya mengenakan kemeja putih miliknya tanpa mengenakan apapun di dalam setelah percintaan mereka satu jam yang lalu."Aku juga ingin ikut denganmu ke Amerika," desahnya seraya meraba dada Zafier yang sedang mengancingkan kemeja hitamnya. "Bawa aku ke sana bersamamu."Zaf menjauhkan telapak tangan Helena yang langsung merengut, berharap diajak berlibur ke Amerika dengan pesawat Jet-nya."Kita tidak sedekat itu sampai aku harus membawamu ke Amerika," jawab Zaf santai membuat harapan Helena langsung runtuh.Helena tentu saja tidak terima. "Kita sudah bersama satu bulan lebih dan itu artinya kita sudah sepasang kekasih bukan?"Zafier memastikan penampilannya rapi lalu menoleh ke Helena yang menatapnya dengan wajah kesal, bergerak mendekat dan mengurung tubuh wanita cantik itu dengan kedua tangan bertumpu di pinggiran westafel saling memandang d
Seminggu kemudian,“Shine Aurora Friza."Panggilan dari belakang punggungnya menyentak Shine yang tegang hingga reflek berdiri dari duduknya. "Iya Pak. Saya sendiri.""Siap untuk lembur hari ini?""Hah?" Mulutnya sedikit terbuka menanggapi pertanyaan itu. Pak Williem meletakkan map merah yang dibawanya di atas meja dan duduk santai di kursinya tidak peduli Shine terdiam cukup lama sebelum menjawab. "Lembur?"Williem mengangguk, mengamati keterkejutan Shine yang masih berdiri di depannya."Saya tidak akan basa-basi," ucapnya serius.Perlahan Shine duduk lagi di tempatnya, berharap kalau pertanyaan tadi berarti satu hal. Dia diterima bekerja sebagai asistennya. Semudah itu kah?"Kamu wanita yang beruntung. Saya membutuhkan seseorang untuk mengisi posisi ini secepatnya dan satu wanita lainnya yang tadinya akan saya wawancarai tidak bisa hadir." Shine menyadari hal itu dari tadi dan hertanya-tanya, kenapa hanya dia yang datang memenuhi panggilan wawancara ini. "Kamu punya pengalaman di ba
Zaf takjub mendapati dirinya berjalan berputar-putar di blok salah satu perumahan sejak setengah jam lalu. Mobil jemputannya menunggu di depan gang sementara dia mencoba menyusuri blok perumahan yang malam itu jadi tempat adu gulatnya dengan wanita itu. Entah kenapa bukannya langsung ke apartemen, dia malah singgah dulu ke sini. Tentu saja keberadaan Zaf yang mencolok menyedot perhatian ibu-ibu yang kebetulan berada di depan rumah termasuk Bu Anah yang tadinya asyik dengan tanaman anggreknya. Dia heran kenapa ada lelaki bule tampan yang seharusnya hanya muncul di film-film holywood itu sejak tadi berputar-putar di jalanan rumahnya seperti mencari seseorang. "Ser...ser..serr…" Zafier kaget dan berhenti melangkah saat melihat ada ibu paruh baya bergegas mendekatinya dengan kamus di tangan. "Wait," ucapnya seraya memandangi bergantian antara kamus dan Zafier yang tadinya bengong dan langsung tersenyum geli melihatnya. "Need helep?" Tanyanya kemudian dengan senyuman lalu kembali memb
"Kalau kau lagi bosan, coba sekali-sekali memandang dunia dengan cara yang berbeda." Zaf yang duduk memandangi kilauan permukaan air kolam renang rumahnya menolehkan kepalanya ke gadis yang duduk di sampingnya, asyik menghabiskan es krim strawberry-nya. Semilir angin sore menerbangkan helaian rambut pirangnya yang terurai cantik. Zaf mengulurkan tangan untuk merapikannya. "Bosan ya bosan. Akan tetap seperti itu adanya meskipun kita melihatnya dari sudut mana pun. Tidak akan ada pengaruhnya." Victoria memutar bola matanya yang bulat dengan iris mata hijau cemerlang, melebarkan bibir mungilnya dan menghabiskan es-nya dalam satu kali bukaan mulut membuat Zaf terkekeh melihatnya. "Dasar maniak es," sindir Zaf, mengusap sudut bibir Victoria yang belepotan dengan jemarinya. Victoria tertawa mendengarnya dan menonjok lengan Zaf. "Sebutan yang tepat itu es creamlovers. Siapa sih di dunia ini yang tidak suka es krim. Membuat mood yang tadinya berantakan jadi lebih baik. Apalagi rasa stra
Gaster Technology menjadi salah satu perusahaan yang bergerak di layanan penyedia perangkat lunak untuk berbagai macam kebutuhan teknologi di luaran sana. Menjual produknya dalam bentuk aplikasi-aplikasi canggih yang dibutuhkan jaringan besar untuk mendukung sektor perkantoran, sektor industry, sosial media juga beberapa video games. Selain itu juga menjual jasa berupa tenaga profesional untuk melakukan pemeliharaan perangkat keras dan lunak jaringan skala besar lengkap dengan sistem keamanan tercanggih untuk menghindari masuknya penyusup yang hobinya meretas demi mendapatkan data penting perusahaan untuk kepentingan tertentu. Shine yakin, dia bisa betah dan belajar banyak selama bekerja. Di hari pertama saja meskipun dia harus lembur dan sekarang waktu sudah menunjukkan hampir lewat jam sembilan malam tapi dia tidak merasa tertekan. "Aku lembur tapi berasa kayak di rumah sendiri, Sha. Di sini suasananya santai banget tapi kalau sudah melihat mereka bekerja, kamu akan takjub. Meman
PRAAAANKKK!!! Shine berhenti melangkah saat mendengar suara benda pecah dari arah belakang membuatnya langsung berbalik. Suara itu berasal dari ruangan CEO yang pintunya terbuka sedikit. Shine penasaran karena itu dia nekat mendekat dan mengintip tapi gelap. Shine menggidikan bahunya dan berbalik. BRUUKK!!! Shine kembali balik badan dan dengan mantap memegang pegangan pintu lalu membukanya perlahan. Ruangannya luas tapi gelap. Shine mengedarkan pandangan mencari sumber suara tapi yang ada hanya keheningan. "Siapa di sana?" Ucapnya seraya melangkah pelan. "Apa ada orang?" Shine berdiri di tengah ruangan, tidak melihat siapapun sampai merasakan ada tangan yang memegang bahunya. Shine tersentak kaget, reflek memegang tangan itu dan membanting siapapun orang itu ke depan. BUKK!! "Arrghh. Shit!!!!" Terdengar suara lelaki yang tubuhnya langsung tergeletak dengan punggung yang menghantam kerasnya lantai marmer dengan erangan tertahan. Shine merunduk untuk membuka hoodienya tapi or
"Arsen." Arsen mengalihkan tatapannya dari ramainya jalanan di luar cafe ke lelaki yang berjalan mendekati mejanya."Hai bro."Mereka berpelukan singkat dan sama-sama duduk di kursi, saling berhadapan."Maaf ya, aku memintamu datang di jam-jam kerja. Aku harap kamu sedang tidak sibuk.""Santai saja. Sekalian kita bisa makan siang bersama sebelum kamu kembali ke Inggris."Arsen mengangguk, memanggil pelayan untuk mencatat pesanan mereka lalu pergi. Arsen mengambil rokoknya dan menghisapnya sebelum berbicara. ""Gam, aku boleh minta bantuanmu lagi nggak?""Bantuan seperti apa? Kalau memang aku bisa bantu maka aku akan mengusahakannya.""Aku nggak bisa minta bantuan sama Om untuk masalah ini karena beliau sudah memiliki banyak kesibukan. Selama dua tahun aku mencoba sebisaku tapi sekarang aku stuck. Ini sesuatu yang berhubungan dengan Shine.""Aku tahu hidupmu lebih banyak dihabiskan untuk seorang Shine. Jadi bantuan yang seperti apa?""Aku ingin kamu membantuku mencari seseorang. Kamu p
Setelah hari itu, hidup Lize sepenuhnya berubah. Dia sama sekali tidak pernah membayangkan suatu saat nanti, dia akan merindukan sinar matahari yang menyengat seperti panasnya Florida. Yang bisa dia lakukan saat ini ketika melihat sinar matahari hanyalah tersenyum tanpa ekspresi, berdiri di balik kaca transparan kamarnya yang tidak bisa ditembus matahari dan mencoba menerima keadaannya dengan lapang dada. Hari itu, saat mereka pergi liburan ke Florida yang seharusnya dua minggu menjadi dua hari, Lize divonis menderita penyakit langka Polymorphous light eruption (PMLE) yang menyebabkan kulit seperti terbakar jika terkena sinar matahari. Intinya, hidupnya terancam bahaya jika dia berada di bawah sinar matahari terlalu lama. Bahkan sekarang, sedikit saja bersentuhan langsung dengan sinar matahari, kulitnya akan mulai melepuh seperti terbakar. Sungguh ironis hidupnya saat ini. Terkurung dalam dinding kaca saat siang dan melakukan semua kegiatan di luar rumah saat malam. Selama setahun d
Florida, Amerika SerikatLize mengangkat pandangannya ke atas, satu tangannya memegangi topi pantai yang menghalau pandangannya dari teriknya matahari yang menyengat meski angin pantai di sekitarnya mengibarkan rambut hitam panjangnya.“Lize—”Lize berbalik saat mendengar panggilan itu, menemukan Papinya yang sudah siap membaur bersama laut yang membentang luas tidak jauh di depannya.“Ya Pap?”“Apa yang kau pandangin sayang?”Lize menunjuk ke ujung cakrawala, ke arah matahari yang bersinar teriķ.“Terlalu panas.”Papinya tersenyum, “Sebaiknya kau bersenang-senang sementara kita berada di sini.”Lize menggelengkan kepala, “Meskipun ingin tapi aku tidak tertarik. Mana Mami?”“Berjemur.”Lize menoleh ke belakang, melihat Maminya yang sedang hamil adik kembarnya memasuki usia kandungan tujuh bulan menikmati teriknya matahari yang langsung menyengat kulitnya. Di sampingnya, Omanya melakukan hal yang sama sembari bermain pasir dengan Lucia.“Pap—”Entah kenapa, Lize merasa tubuhnya tidak e
Semenjak memiliki keluarga, Shine mendedikasikan seluruh perhatiannya untuk merawat kedua putrinya meski sesekali dia menerima tawaran iklan juga model. Meskipun Zafier dengan gaya angkuhnya berulang kali mengatakan kalau uangnya tidak akan habis sekalipun dia membelanjakannya terus menerus tapi Shine ingin tetap bisa melakukan sesuatu yang disukainya. Meski berat namun Zaf menyetujuinya dengan syarat dan ketentuan yang telah disepakati. Suaminya itu bahkan membelikannya pesawat pribadi yang bisa dia gunakan sesuka hati. Meski terlihat agak berlebihan namun Shine mengalah dan menerimanya dari pada Zaf melarangnya menjadi model lagi. Lelah selama perjalanan panjang dari Indonesia akan menghilang saat dia sampai di rumah seperti saat ini. Alih-alih menggunakan mobil untuk menjemputnya, Zaf malah mengirim helikopter yang saat ini mendarat sempurna di belakang mansion keluarga Gaster tidak jauh dari tamannya yang asri. Melintasi kebun mawar merah, Shine berjalan mengarah ke gazebo yang
“Kenapa kalian tidak bisa akur?”“Kenapa kami harus akur?” Zaf bertanya balik.Shine mendengkus, melipat lengan di dada sembari rebahan di tempat tidur saat Zaf bergabung dengannya.“Kalian sudah sama-sama tua dan seharusnya bisa berdamai.”“Kau terlalu berlebihan mengkhawatirkannya.”Shine menghela napas, memiringkan tubuhnya ke arah Zaf dan menatapnya serius. “Dia seharusnya sudah memiliki kehidupan yang lebih baik. Memiliki istri dan anak lalu hidup bahagia bukannya malah menjadi orang tua tunggal karena kesalahan satu malam seperti ini. Aku benar-benar sedih Zaf.” “Seperti yang kau katakan, dia sudah tua dan pastinya tahu bagaimana harus bersikap. Aku yakin dia sedang menata hidupnya lagi jadi kau harus mempercayainya.”“Semoga saja.”Shine membiarkan saja Zaf menariknya dalam pelukan dan membisikkan sesuatu.“Aku juga berharap dia bisa bahagia.” Shine tersenyum. “Agar berhenti mengangguku seperti ini.”Shine melotot membuat Zaf sontak tertawa. Sikap menyebalkan suaminya memang s
“Kau sengaja melakukannya ya,” desis Zaf saat menemukan Arsen sedang menjaga Lize yang asyik dengan es krimnya sementara Lucia tidur di kereta dorongnya di salah satu restoran yang ada di Seattle. Duduk di samping Lize yang langsung tersenyum menyambutnya dan mendaratkan kecupan di pipi. “Tetap tidak berubah,” jawab Arsen entang, mengelus rambut Lize yang tertiup angin. “Tidak bisa membiarkan kami sedikit saja menghabiskan waktu bersama.” “Tidak akan!” ujar Zaf datar, mengalihkan tatapan ke Lize dengan ekspresi berbeda, tersenyum lembut. “Lize, mau Papi suapin makan es krimnya?” Lize sontak menggelengkan kepala membuat Arsen menahan senyumannya di sudut bibir. “Sama uncle Arsen aja.” “Good girl,” ujar Arsen, menyuapi sesendok besar es krim strawberry ke Lize di bawah tatapan kesal Zaf yang melipat lengannya di dada, kalah telak. “Shine bilang kau sedang meeting dan tidak bisa diganggu.” “Karena itu kau sengaja melakukan hal ini kan?” “Tidak. Aku hanya ingin kau tahu kalau ak
“Berapa lama kau akan meeting?”Zaf berjalan ke ruang rapat bersama Nick, sekretarisnya dan beberapa orang penting di perusahaannya yang mengikuti di belakang sembari mengangkat panggilan telepon dari Shine.“Mungkin tiga jam. Ada banyak hal yang harus dibicarakan.”“Oke baiklah. Kami sedang berbelanja saat ini jadi mungkin setelah selesai kau bisa menemui kami untuk makan siang bersama. Lize bilang dia ingin es krim pisang.”Zaf menghentikan langkah kakinya dan semua bawahannya ikut berhenti.“Bagaimana kalau aku tunda rapatnya dan menemani kalian?”Nick ingin menyahut namun terhenti saat Zaf melotot membuatnya langsung mengatupkan bibir.“Tidak perlu!” tolak Shine. “Kau tidak boleh mempermainkan bawahanmu seenaknya.”“Mereka tidak akan protes.” Zaf menoleh ke belakang, menatap satu persatu bawahannya yang hanya diam saja. “Begitulah enaknya jadi bos.”“Dasar bos setan memang!” umpat Shine. “Kau selesaikan saja pekerjaanmu lalu susul kami. Jangan membuatku marah!”Zaf mendesah, kemba
Zaf bangkit membuat Alva langsung kaget, berjalan menghampiri putrinya yang menunggu anak lelaki itu membukakan permen bentuk bunga matahari itu dengan sabar. Zaf menyimpitkan mata, mencoba mengabaikan tatapan Shine yang sesaat tadi beradu dengannya dan menaikkan alis penuh curiga. Zaf mengabaikannya karena yang terpenting saat ini menyelamatkan putrinya dari penggoda yang hanya bermodalkan permen itu. Zaf berdiri di belakang Lize dengan tatapan tajam membuat anak lelaki itu reflek menatapnya dan tertegun. Zaf menarik senyum ke sudut bibirnya menakuti membuatnya langsung mengerjapkan mata. Saat Lize berbalik, Zaf sontak tersenyum. “Papi—“ Ucap Lize dengan senyuman lebar. “Hai sayang, kau sedang apa?” “Mau makan permen,” ujarnya seraya menunjuk permen bunga di tangan anak lelaki itu. “Ah begitu.” Zaf mendekat, melipat satu kakinya agar sejajar dengan Lize sembari tangannya mengambil permen lain di meja dan membukanya. “Rasa strawberry lebih enak. Ini Papi bukakan.” Mengabaikan an
Seattle, Amerika Gaster Coorporation semakin berkembang pesat. Setelah berhasil memperjuangkan cintanya, memperistri Shine dan mendapatkan malaikat secantik Lize juga Lucia yang kedatangannya benar-benar tidak terduga, Zaf memboyong anggota keluarganya menetap permanen di Seattle dan menjalankan bisnisnya yang tersebar di berbagai belahan dunia dari sana. Sebagai kepala keluarga, pebisnis dan suami yang saat ini tengah bahagia menjalankan perannya, Zaf benar-benar merasa sedang berada di momen terbaik hidupnya. Pada akhirnya dia menemukan tempat untuk pulang bukan lagi persinggahan, diberi kesempatan menjadi hot Daddy untuk kedua putrinya. Suatu keberkahan yang diberikan Tuhan padanya. “Bukankah mereka terlalu cepat besar,” gumam Zaf di samping sepupunya, Alva Alexander memperhatikan gadis mereka masing-masing yang sedang asyik bermain bersama teman-teman sepantaran mereka dalam acara ulang tahun Angela, putri Alva yang berumur tujuh tahun di taman kediaman keluarga Alexander di Ne
Teriakan itu membuat Zaf reflek menoleh ke atas tebing dan ternganga saat melihat Shine sudah berdiri di atas sana sembari berkacak pinggang. Bagaimana bisa dia sudah ada di atas sana? “Ngapain kau di situ?” “Hmm, entahlah. Enaknya ngapain ya.” Zaf mengeryit, “Kalau begitu ayo turun.” Meski tebingnya tidak terlalu tinggi dan kalaupun Shine jatuh ke bawah dia akan masuk ke dalam air tetap saja Zaf tidak mau istrinya itu kenapa-napa. “Look at me Zaf.” Zaf yang tadinya sudah berniat menyusul Shine langsung terhenti. Dilihatnya Shine tersenyum menatapnya membuatnya terpaku. Istrinyalah yang tercantik di dunia selain Maminya dan Lize, tentu saja. “Terima kasih banyak untuk semua yang kau lakukan.” Disela suara air, Zaf tidak mengerti kenapa Shine tiba-tiba bersikap sok terharu. “Seharusnya sejak awal kau mengatakannya agar aku senang.” “Dasar menyebalkan!!” dengus Shine. “Sekarang waktunya pertunjukan.” Zaf mengeryit tidak mengerti. Tercengang saat Shine dengan tatapan nakal mul