"Arsen." Arsen mengalihkan tatapannya dari ramainya jalanan di luar cafe ke lelaki yang berjalan mendekati mejanya."Hai bro."Mereka berpelukan singkat dan sama-sama duduk di kursi, saling berhadapan."Maaf ya, aku memintamu datang di jam-jam kerja. Aku harap kamu sedang tidak sibuk.""Santai saja. Sekalian kita bisa makan siang bersama sebelum kamu kembali ke Inggris."Arsen mengangguk, memanggil pelayan untuk mencatat pesanan mereka lalu pergi. Arsen mengambil rokoknya dan menghisapnya sebelum berbicara. ""Gam, aku boleh minta bantuanmu lagi nggak?""Bantuan seperti apa? Kalau memang aku bisa bantu maka aku akan mengusahakannya.""Aku nggak bisa minta bantuan sama Om untuk masalah ini karena beliau sudah memiliki banyak kesibukan. Selama dua tahun aku mencoba sebisaku tapi sekarang aku stuck. Ini sesuatu yang berhubungan dengan Shine.""Aku tahu hidupmu lebih banyak dihabiskan untuk seorang Shine. Jadi bantuan yang seperti apa?""Aku ingin kamu membantuku mencari seseorang. Kamu p
"Good job, dude." Shine berbalik saat mendengar sapaan itu dan tersenyum ke Rian, salah satu staff Marketing officer yang mendekatinya. "Thanks." Shine duduk lagi di tempatnya sementara Rian berdiri di depan mejanya. "Semoga betah bekerja dengan si boss. Hmm, dia kadang bisa jinak seperti merpati tapi yah kadang bisa menggigit juga seperti Elang. Aku sarankan, kalau mood-nya sedang jelek, lebih baik kamu iyakan saja semua permintaannya, mengangguk paham dan jangan membantah. Itu akan membuat hidupmu saat itu aman." Setelah mengatakannya, Rian tersenyum lebar hingga menampakkan sederet giginya. "Terima kasih banyak sarannya tapi apa memang semenakutkan itu?" "Yeah, sometimes." Rian memajukan kepalanya dan berbisik seraya melirik ke ruangan bos. "Mood-nya mirip seperti perempuan yang lagi PMS tapi bedanya yang ini tidak bisa diprediksi." Shine terkekeh pelan mendengarnya saat dua wanita seruangannya yang baru saja kembali dari pantry berhenti di samping mejanya. "Apa kalian seda
"Ck, coba saja nanti kamu bandingkan dengan Pak CEO. Kamu pasti akan langsung berpaling dari Pak Duren. Berani taruhan deh," tantang Reina. "Oh ya—" Shine menopangkan dagu di tangan. "Yakin banget?" "Yakinlah karena memang siapa sih yang bisa nolak pesonanya. Lelaki aja bisa jadi belok kok kalau sudah lihat penampakannya." Shine memutar bola matanya. Sangat berlebihan. "Pasti dia seorang playboy kan? Setiap lelaki tampan pasti bermental playboy." Kecuali Arsen, tentunya. "Shine sayang—" Reina menggerakkan jari telunjuknya di depan hidung Shine seakan tidak terima. "Seorang lelaki itu wajar kalau punya banyak kekasih apalagi yang tampan dan tegangannya setinggi level Pak CEO hingga membuat tubuh ini rasanya bergetar nikmat bahkan hanya memandang dari jauh. Bayangkan saja apa yang akan terjadi kalau tangan besar dan mantap itu menjamah tubuhmu—" Shine bergidik ngeri dan seketika memiliki keinginan untuk menghajar siapapun lelaki itu bukannya pasrah disengat-sengat manjah bikin basah
Zaf menatapnya tanpa jeda, menikmati kekagetan Shine dan mengedip singkat membuat Shine langsung menutup wajahnya dengan map di tangannya di belakang Pak Williem yang sangat menyadari di mana tatapan bosnya."Kalau begitu mulai saja meetingnya dan aku akan menikmati setiap detiknya," ucap Zaf seraya duduk di kursinya dengan tampang sombong.Shine menundukkan kepala, mengheningkan cipta sejenak lalu fokus dengan Ipad-nya. Kali ini dia akan menggunakan indra pendengarannya saja dan menutup indra penglihatannya.Zaf duduk santai mendengarkan, mengangguk dan memberikan tanggapannya selama meeting. Tatapannya banyak difokuskan ke Shine yang memilih menulis memo di Ipadnya sambil menunduk dan menghalangi pandangan Zaf dengan rambutnya.Saat Pak Bobby, selaku penanggung jawab di proyek memberikan laporan, Zaf berdiri. Sudah hal biasa bagi mereka melihat Zafier yang tidak tahan duduk berlama-lama di kursinya seperti dia yang tidak sanggup berlama-lama tanpa wanita dan terlihat asik sendiri be
"Aku tidak tahu kalau kau memujaku sampai seperti ini hingga membuat sketsa yang sangat ekspresif. Saya yakin kau membuatnya dengan sepenuh hati," ucap Zaf santai seraya membalik kertas itu dan membuat Pak Williem mendelik. Shine melongo maksimal. "Saya merasa tersanjung." "Pak, aslinya saya menggambar iblis di situ," balas Shine. Alvi berusaha menahan tawa dan memandang kagum seorang Shine dari tempat duduknya. Satu hal yang Shine tahu pasti kalau semua peserta rapat sedang memandanginya dan entah bagaimana tanggapan bosnya tentang hal ini. Shine tidak akan tahan. Misinya ke depan adalah minta dipecat secepatnya supaya dia terbebas dari iblis yang tersenyum penuh kemenangan di depannya. "Hati-hati Shine, iblis bisa sangat menyesatkan—" Zaf berdiri di depannya seraya melipat kertas itu lalu memasukkannya ke saku celananya tanpa mengalihkan tatapannya. "Dan menggoda di saat yang bersamaan." Shine menahan keinginan untuk menendang apa yang ada di antara kedua kaki laki-laki itu sek
"Apa yang kau lakukan di sini?" Geram Zafier saat menemukan wanita itu berdiri di dekat dinding kaca kantornya mengamati kesibukan kota Jakarta. Helena berbalik, tersenyum untuk Zafier di ambang pintu terlihat tidak suka dengan kedatangannya tapi toh dia tidak peduli. Dia sudah bertekad untuk mendapatkan lelaki itu untuk dirinya sendiri. "Halo, sayangku. Bagaimana kabarmu?" Helena bergerak anggun dengan gaun press bodi di atas lutut yang menampilkan jelas lekuk gitar spanyolnya. "Seharusnya, kau tidak menemuiku lagi dan tidak datang ke sini seakan-akan kita memiliki hubungan spesial lebih dari teman tidur." Zaf berdecak seraya menghampiri. "Jangan serakah seperti itu, Hel. Seharusnya semua uang itu cukup untuk membuatmu bersenang-senang di luar sana." Helena tersenyum cantik menanggapi sampai mereka berdiri saling berhadapan di tengah ruangan. "Kenapa?" Tanyanya. Seakan tersadar sesuatu, dia menambahkan. "Ah, apa karena aku tidak berada di apartemen saat kau datang dan itu artiny
Helena mengatupkan bibir, bergeming menatap Zaf yang menyunggingkan senyuman bahagia menatap pintu tertutup di belakangnya. "Masuk," ucap Zaf, menyisir rambutnya ke belakang dan berjalan mengarah ke pintu untuk menyambut tamunya melewati Helena yang berdiri dengan tangan terkepal. Pintu terbuka memunculkan seorang lelaki yang diikuti wanita di belakangnya. Helena menyimpitkan matanya tajam. "Ah, datang juga," sambut Zafier setelah Williem masuk dan terlihat memperhatikan Helena, Shine sontak berhenti di ambang pintu karena kaget dengan sambutan ramah setan bergelar CEO itu. Shine sama sekali tidak tahu ada wanita yang lain kerena fokus memandangi ekspresi Zafier yang menyambutnya dengan senyuman lebar. "Sayang—" Eh! Sayang? Williem yang mendengarnya langsung menoleh ke Zafier dan kaget dengan tingkah bosnya sama seperti Helena yang terbakar api cemburu. Keduanya terbelalak saat Zaf memeluk Shine yang mendelik karena pelukan tiba-tiba yang diterimanya. Zaf mengurai pelukannya, me
Zaf mengibaskan tangannya mengusir masih sambil mencium Shine hingga membuat Helana mengepalkan tangan erat, menatap marah Zaf, berbalik pargi dengan emosi dan berakhir membanting pintu ruangan. "Ya ampun, menyebalkan!!!" Desah Zaf seraya melepaskan ciumannya. "Wanita selalu aja menyusahkan kalau banyak maunya." Shine mencoba menetralkan napasnya yang menderu, mengerjap beberapa kali hingga tenang lalu memandangi setan yang bermonolog sendiri di depannya dengan penuh amarah. BUKK!!! Terlambat menghindar, Zaf terhuyung ke belakang saat kepalan tangan Shine tepat mengenai wajahnya. Williem terbelalak kaget melihat Shine yang memukul Zaf tiba-tiba dan tidak hanya sampai di situ. "SETAN IDIOT!!!" Teriak Shine murka. "BASTARD!!! Lalu menjambak rambut Zaf dengan kuat sampai laki-laki itu menggerang dan mendaratkan pukulannya di perut dengan kuatnya juga teriakannya. "GO TO THE HELL!!!" BUKK!!!! Zaf tentu saja tidak bisa berkutik dan langsung terkapar di lantai kantornya seraya mengg
Setelah hari itu, hidup Lize sepenuhnya berubah. Dia sama sekali tidak pernah membayangkan suatu saat nanti, dia akan merindukan sinar matahari yang menyengat seperti panasnya Florida. Yang bisa dia lakukan saat ini ketika melihat sinar matahari hanyalah tersenyum tanpa ekspresi, berdiri di balik kaca transparan kamarnya yang tidak bisa ditembus matahari dan mencoba menerima keadaannya dengan lapang dada. Hari itu, saat mereka pergi liburan ke Florida yang seharusnya dua minggu menjadi dua hari, Lize divonis menderita penyakit langka Polymorphous light eruption (PMLE) yang menyebabkan kulit seperti terbakar jika terkena sinar matahari. Intinya, hidupnya terancam bahaya jika dia berada di bawah sinar matahari terlalu lama. Bahkan sekarang, sedikit saja bersentuhan langsung dengan sinar matahari, kulitnya akan mulai melepuh seperti terbakar. Sungguh ironis hidupnya saat ini. Terkurung dalam dinding kaca saat siang dan melakukan semua kegiatan di luar rumah saat malam. Selama setahun d
Florida, Amerika SerikatLize mengangkat pandangannya ke atas, satu tangannya memegangi topi pantai yang menghalau pandangannya dari teriknya matahari yang menyengat meski angin pantai di sekitarnya mengibarkan rambut hitam panjangnya.“Lize—”Lize berbalik saat mendengar panggilan itu, menemukan Papinya yang sudah siap membaur bersama laut yang membentang luas tidak jauh di depannya.“Ya Pap?”“Apa yang kau pandangin sayang?”Lize menunjuk ke ujung cakrawala, ke arah matahari yang bersinar teriķ.“Terlalu panas.”Papinya tersenyum, “Sebaiknya kau bersenang-senang sementara kita berada di sini.”Lize menggelengkan kepala, “Meskipun ingin tapi aku tidak tertarik. Mana Mami?”“Berjemur.”Lize menoleh ke belakang, melihat Maminya yang sedang hamil adik kembarnya memasuki usia kandungan tujuh bulan menikmati teriknya matahari yang langsung menyengat kulitnya. Di sampingnya, Omanya melakukan hal yang sama sembari bermain pasir dengan Lucia.“Pap—”Entah kenapa, Lize merasa tubuhnya tidak e
Semenjak memiliki keluarga, Shine mendedikasikan seluruh perhatiannya untuk merawat kedua putrinya meski sesekali dia menerima tawaran iklan juga model. Meskipun Zafier dengan gaya angkuhnya berulang kali mengatakan kalau uangnya tidak akan habis sekalipun dia membelanjakannya terus menerus tapi Shine ingin tetap bisa melakukan sesuatu yang disukainya. Meski berat namun Zaf menyetujuinya dengan syarat dan ketentuan yang telah disepakati. Suaminya itu bahkan membelikannya pesawat pribadi yang bisa dia gunakan sesuka hati. Meski terlihat agak berlebihan namun Shine mengalah dan menerimanya dari pada Zaf melarangnya menjadi model lagi. Lelah selama perjalanan panjang dari Indonesia akan menghilang saat dia sampai di rumah seperti saat ini. Alih-alih menggunakan mobil untuk menjemputnya, Zaf malah mengirim helikopter yang saat ini mendarat sempurna di belakang mansion keluarga Gaster tidak jauh dari tamannya yang asri. Melintasi kebun mawar merah, Shine berjalan mengarah ke gazebo yang
“Kenapa kalian tidak bisa akur?”“Kenapa kami harus akur?” Zaf bertanya balik.Shine mendengkus, melipat lengan di dada sembari rebahan di tempat tidur saat Zaf bergabung dengannya.“Kalian sudah sama-sama tua dan seharusnya bisa berdamai.”“Kau terlalu berlebihan mengkhawatirkannya.”Shine menghela napas, memiringkan tubuhnya ke arah Zaf dan menatapnya serius. “Dia seharusnya sudah memiliki kehidupan yang lebih baik. Memiliki istri dan anak lalu hidup bahagia bukannya malah menjadi orang tua tunggal karena kesalahan satu malam seperti ini. Aku benar-benar sedih Zaf.” “Seperti yang kau katakan, dia sudah tua dan pastinya tahu bagaimana harus bersikap. Aku yakin dia sedang menata hidupnya lagi jadi kau harus mempercayainya.”“Semoga saja.”Shine membiarkan saja Zaf menariknya dalam pelukan dan membisikkan sesuatu.“Aku juga berharap dia bisa bahagia.” Shine tersenyum. “Agar berhenti mengangguku seperti ini.”Shine melotot membuat Zaf sontak tertawa. Sikap menyebalkan suaminya memang s
“Kau sengaja melakukannya ya,” desis Zaf saat menemukan Arsen sedang menjaga Lize yang asyik dengan es krimnya sementara Lucia tidur di kereta dorongnya di salah satu restoran yang ada di Seattle. Duduk di samping Lize yang langsung tersenyum menyambutnya dan mendaratkan kecupan di pipi. “Tetap tidak berubah,” jawab Arsen entang, mengelus rambut Lize yang tertiup angin. “Tidak bisa membiarkan kami sedikit saja menghabiskan waktu bersama.” “Tidak akan!” ujar Zaf datar, mengalihkan tatapan ke Lize dengan ekspresi berbeda, tersenyum lembut. “Lize, mau Papi suapin makan es krimnya?” Lize sontak menggelengkan kepala membuat Arsen menahan senyumannya di sudut bibir. “Sama uncle Arsen aja.” “Good girl,” ujar Arsen, menyuapi sesendok besar es krim strawberry ke Lize di bawah tatapan kesal Zaf yang melipat lengannya di dada, kalah telak. “Shine bilang kau sedang meeting dan tidak bisa diganggu.” “Karena itu kau sengaja melakukan hal ini kan?” “Tidak. Aku hanya ingin kau tahu kalau ak
“Berapa lama kau akan meeting?”Zaf berjalan ke ruang rapat bersama Nick, sekretarisnya dan beberapa orang penting di perusahaannya yang mengikuti di belakang sembari mengangkat panggilan telepon dari Shine.“Mungkin tiga jam. Ada banyak hal yang harus dibicarakan.”“Oke baiklah. Kami sedang berbelanja saat ini jadi mungkin setelah selesai kau bisa menemui kami untuk makan siang bersama. Lize bilang dia ingin es krim pisang.”Zaf menghentikan langkah kakinya dan semua bawahannya ikut berhenti.“Bagaimana kalau aku tunda rapatnya dan menemani kalian?”Nick ingin menyahut namun terhenti saat Zaf melotot membuatnya langsung mengatupkan bibir.“Tidak perlu!” tolak Shine. “Kau tidak boleh mempermainkan bawahanmu seenaknya.”“Mereka tidak akan protes.” Zaf menoleh ke belakang, menatap satu persatu bawahannya yang hanya diam saja. “Begitulah enaknya jadi bos.”“Dasar bos setan memang!” umpat Shine. “Kau selesaikan saja pekerjaanmu lalu susul kami. Jangan membuatku marah!”Zaf mendesah, kemba
Zaf bangkit membuat Alva langsung kaget, berjalan menghampiri putrinya yang menunggu anak lelaki itu membukakan permen bentuk bunga matahari itu dengan sabar. Zaf menyimpitkan mata, mencoba mengabaikan tatapan Shine yang sesaat tadi beradu dengannya dan menaikkan alis penuh curiga. Zaf mengabaikannya karena yang terpenting saat ini menyelamatkan putrinya dari penggoda yang hanya bermodalkan permen itu. Zaf berdiri di belakang Lize dengan tatapan tajam membuat anak lelaki itu reflek menatapnya dan tertegun. Zaf menarik senyum ke sudut bibirnya menakuti membuatnya langsung mengerjapkan mata. Saat Lize berbalik, Zaf sontak tersenyum. “Papi—“ Ucap Lize dengan senyuman lebar. “Hai sayang, kau sedang apa?” “Mau makan permen,” ujarnya seraya menunjuk permen bunga di tangan anak lelaki itu. “Ah begitu.” Zaf mendekat, melipat satu kakinya agar sejajar dengan Lize sembari tangannya mengambil permen lain di meja dan membukanya. “Rasa strawberry lebih enak. Ini Papi bukakan.” Mengabaikan an
Seattle, Amerika Gaster Coorporation semakin berkembang pesat. Setelah berhasil memperjuangkan cintanya, memperistri Shine dan mendapatkan malaikat secantik Lize juga Lucia yang kedatangannya benar-benar tidak terduga, Zaf memboyong anggota keluarganya menetap permanen di Seattle dan menjalankan bisnisnya yang tersebar di berbagai belahan dunia dari sana. Sebagai kepala keluarga, pebisnis dan suami yang saat ini tengah bahagia menjalankan perannya, Zaf benar-benar merasa sedang berada di momen terbaik hidupnya. Pada akhirnya dia menemukan tempat untuk pulang bukan lagi persinggahan, diberi kesempatan menjadi hot Daddy untuk kedua putrinya. Suatu keberkahan yang diberikan Tuhan padanya. “Bukankah mereka terlalu cepat besar,” gumam Zaf di samping sepupunya, Alva Alexander memperhatikan gadis mereka masing-masing yang sedang asyik bermain bersama teman-teman sepantaran mereka dalam acara ulang tahun Angela, putri Alva yang berumur tujuh tahun di taman kediaman keluarga Alexander di Ne
Teriakan itu membuat Zaf reflek menoleh ke atas tebing dan ternganga saat melihat Shine sudah berdiri di atas sana sembari berkacak pinggang. Bagaimana bisa dia sudah ada di atas sana? “Ngapain kau di situ?” “Hmm, entahlah. Enaknya ngapain ya.” Zaf mengeryit, “Kalau begitu ayo turun.” Meski tebingnya tidak terlalu tinggi dan kalaupun Shine jatuh ke bawah dia akan masuk ke dalam air tetap saja Zaf tidak mau istrinya itu kenapa-napa. “Look at me Zaf.” Zaf yang tadinya sudah berniat menyusul Shine langsung terhenti. Dilihatnya Shine tersenyum menatapnya membuatnya terpaku. Istrinyalah yang tercantik di dunia selain Maminya dan Lize, tentu saja. “Terima kasih banyak untuk semua yang kau lakukan.” Disela suara air, Zaf tidak mengerti kenapa Shine tiba-tiba bersikap sok terharu. “Seharusnya sejak awal kau mengatakannya agar aku senang.” “Dasar menyebalkan!!” dengus Shine. “Sekarang waktunya pertunjukan.” Zaf mengeryit tidak mengerti. Tercengang saat Shine dengan tatapan nakal mul