Helena mengatupkan bibir, bergeming menatap Zaf yang menyunggingkan senyuman bahagia menatap pintu tertutup di belakangnya. "Masuk," ucap Zaf, menyisir rambutnya ke belakang dan berjalan mengarah ke pintu untuk menyambut tamunya melewati Helena yang berdiri dengan tangan terkepal. Pintu terbuka memunculkan seorang lelaki yang diikuti wanita di belakangnya. Helena menyimpitkan matanya tajam. "Ah, datang juga," sambut Zafier setelah Williem masuk dan terlihat memperhatikan Helena, Shine sontak berhenti di ambang pintu karena kaget dengan sambutan ramah setan bergelar CEO itu. Shine sama sekali tidak tahu ada wanita yang lain kerena fokus memandangi ekspresi Zafier yang menyambutnya dengan senyuman lebar. "Sayang—" Eh! Sayang? Williem yang mendengarnya langsung menoleh ke Zafier dan kaget dengan tingkah bosnya sama seperti Helena yang terbakar api cemburu. Keduanya terbelalak saat Zaf memeluk Shine yang mendelik karena pelukan tiba-tiba yang diterimanya. Zaf mengurai pelukannya, me
Zaf mengibaskan tangannya mengusir masih sambil mencium Shine hingga membuat Helana mengepalkan tangan erat, menatap marah Zaf, berbalik pargi dengan emosi dan berakhir membanting pintu ruangan. "Ya ampun, menyebalkan!!!" Desah Zaf seraya melepaskan ciumannya. "Wanita selalu aja menyusahkan kalau banyak maunya." Shine mencoba menetralkan napasnya yang menderu, mengerjap beberapa kali hingga tenang lalu memandangi setan yang bermonolog sendiri di depannya dengan penuh amarah. BUKK!!! Terlambat menghindar, Zaf terhuyung ke belakang saat kepalan tangan Shine tepat mengenai wajahnya. Williem terbelalak kaget melihat Shine yang memukul Zaf tiba-tiba dan tidak hanya sampai di situ. "SETAN IDIOT!!!" Teriak Shine murka. "BASTARD!!! Lalu menjambak rambut Zaf dengan kuat sampai laki-laki itu menggerang dan mendaratkan pukulannya di perut dengan kuatnya juga teriakannya. "GO TO THE HELL!!!" BUKK!!!! Zaf tentu saja tidak bisa berkutik dan langsung terkapar di lantai kantornya seraya mengg
Shine ternganga saat Williem berdecak dan berbalik pergi. “Ah sial!” desisnya. "Setiap penandatanganan kontrak di perusahaan ini ada hukumnya dan itu ada dendanya yang dibayar menggunakan hitungan dollar.” “WHAAT!” teriak Shine. “Kau masuk ke sini dan itu artinya kau sudah diberi akses untuk masuk ke semua sistem yang ada. Kau punya ID sendiri dan itu harus kau jaga jangan sampai jatuh ke tangan orang lain. Hukumannya kurungan penjara kalau sampai ID itu disalahgunakan makanya setiap karyawan yang mengundurkan diri atau dipecat pasti akan menandatangani perjanjian bermaterai untuk tidak membocorkan rahasia prrusahaan." “Aku terjebak!!" Shine merutuki kebodohannya sendiri. "Bisa makan mie instan terus tiap malam di depan mini market." Shine ternganga. Zaf tersenyum lebar. “Jadi, kau tidak ada pilihan selain bekerja padaku kecuali kau punya uang untuk membayar dendanya.” Shine menjambak rambutnya sendiri. "Kerja sana yang benar, nanti kalau rajin aku kasih bonus, menginap semingg
"Fix, aku kena kutuk deh." Sasha memutar bola matanya, jengah. Diabaikannya ocehan Shine dan fokus menonton film Pride & Prejudice sambil mengunyah keripik kentang. "Bayangkan saja, dunia ini ya luasnya kebangetan tapi kenapa setan itu malah hidup di sini dan yang lebih parah lagi dia itu bos sinting yang tidak punya malu ngerjain bawahannya seperti orang yang gak punya kerjaan. Aku kan jadi pengen gampar dia terus, yah, paling gak supaya tuh setan gak kebanyakan tingkah. " "Kalau Bos sih bebas, Shine. Mau dia jalan sambil jungkir balik juga siapa yang larang." "Tapi kenapa harus dia yang jadi bosku." Shine duduk tegak. "Kejadian di pesawat itu sudah setahun yang lalu dan sekarang dia malah muncul menggangguku lagi." Sasha menoleh dengan malas. "Dia memang salah tapi kamu juga. Aku bisa membayangkan kalau dia malah senang bisa bertemu denganmu lagi." Shine mendelik. Minnie yang sejak tadi berada dipangkuannya memilih turun dan bergelung di bantal yang ada di bawah kakinya dan m
Shine tersentak bangun dari tidurnya setelah mendapatkan mimpi yang selalu terulang. Keringat membanjiri wajahnya dan napasnya naik turun tidak beraturan. Shine duduk dan menyisir rambutnya ke belakang. Tahu kalau itu bukanlah mimpi tapi kenangan di masa lalu yang tidak ingin diingatnya. Shine menoleh ke samping, melihat Sasha tertidur nyenyak lalu melihat jam menunjukkan pukul dua belas malam. Dia memutuskan untuk turun dari tempat tidur dan mengambil jaketnya lalu senter juga beberapa lembar uang ke dalam sakunya. Shine menyelinap keluar dan berjalan sendirian di jalan sepi perumahannya menuju ke minimarket depan sekedar untuk mencari angin. Kebiasaannya yang menyebalkan karena dia butuh sesuatu untuk menenangkan perasaannya yang kacau. "Rokoknya satu bungkus," ucapnya ke Amar, penjaga mini market malam ini. Amar menatapnya sejenak kemudian menggelengkan kepala. "Tidak." "Oh come on, Amar Dzon. Aku membutuhkannya saat ini. Hanya untuk malam ini saja." "Shine, aku tidak mau ka
"Bagaimana persiapan produk yang akan kita ikutkan dalam Event RITECH EXPO di Pekan Baru?" Zaf membalik beberapa berkas yang dibacanya sembari menunggu laporan Williem melalui line telpon tentang keikutsertaan perusahaannya dalam pameran teknologi terbesar yang diadakan Pemerintah untuk merayakan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional di Riau. "Aman. Semuanya sudah siap dan beberapa karyawan pemasaran kita sudah berada di sana." "Bagaimana dengan Alvi? Dia sudah stand By?" "Dia sudah berangkat setelah rapat menghebohkan kemarin," sindir Williem membuat Zaf menahan senyum. "Kau mendapatkan kehormatan untuk menjadi tamu undangan dalam bincang-bincang Teknologi yang akan diliput stasiun televisi. Freya sudah mengatakannya bukan?" Zaf membubuhkan tanda tangan di berkas yang sejak tadi di bacanya, mengangkat kepala nampak berpikir setelah melihat tanggal juga layar ponselnya yang menampilkan pesan seseorang. "Aku sudah mendapatkan undangan resminya. Kau saja yang wakilkan. Aku ada urusan
"Pak, saya tunggu di luar saja ya. Siapa tahu Bu Freya butuh teman."Shine nyengir saat Williem yang berdiri di sebelahnya di dalam lift menoleh dan mendengus. "Lebih baik kamu tunggu di ruangan saja dari pada di luar seperti ibu-ibu yang mengantar anaknya ke sekolah."Shite tersenyum. "Kalau begitu saya kembali ke ruangan ya,Pak?"Willem menatap Shine tajam. "Tidak!!"Shine manyun, memeluk berkas yang harus diperlihatkan ke bos Setan di dadanya."Rasanya aneh sekali," gumam Williem yang menatap ke depan membuat Shine heran. "Biasanya, kalau saya ajak asisten saya untuk menemui bos playboy itu, mereka akan langsung melesat ke toilet pada detik pertama keluar dari ruangan, sibuk sendiri membenarkan penampilan di dalam lift membuat saya jengah bukan main tapi kenapa sekarang keadaannya malah aneh." Williem menoleh. "Kamu malah anti bertemu dengannya. Kenapa?""Demi menghindari adegan kekerasan yang mungkin bisa terjadi Pak." Shine memperagakan gerakan menggaruk di depan Wiiliem yang mem
Shine keluar dari lobbi dengan helaan napas panjang. Rasanya hari ini berlalu dengan lambat sekali. Digenggamnya tali tas tangannya yang berisi beberapa berkas juga amplop akomodasi untuk berangkat besok pagi ke Riau bersama Pak Williem. Bersyukur kalau bos setannya itu tidak akan ikut dan dia bisa menikmati pameran dengan hati senang. Shine memutuskan berjalan ke arah halte bus yang berada di persimpangan jalan agak jauh dari area perusahaannya dengan berjalan kaki. Mencoba memikirkan bagaimana caranya dia bisa mendapatkan pisau kesayangannya kembali saat tiba-tiba dia berhenti karena teringat sesuatu. "Astaga, Shine idiot!" ujarnya seraya menepuk dahi "Kenapa bisa lupa sama kalung matahari itu." Shine melanjutkan langkah kakinya di sepanjang trotoar dengan gelengan kepala. Dia yakin kalung itu pasti punya Bos setannya yang bisa dia gunakan untuk barter nantinya. Kalung itu pasti berharga. Kalau dia tetap tidak mau mengembalikannya maka Shine akan langsung datang ke toko perhiasan