Haloo... Maaf ya, tadi bab nya kebalik publishnya T.T "Keluarga yang benar" seharusnya terbit lebih dulu dari yang "Istri yang Tidak Benar" Baru sadar pun abis terbit T>T Mana ga bisa dibenerin krn editor dah libur smapai tanggal 16. Maaf sekali lagi, dan bacaannya silakan diurut dari bawah dulu terus ke atas. Nanti sore satu bab lagi ya :))
Karin sebenarnya ingin membalas bantahan Hide, tapi kalimatnya tertahan di lidah saat melihat gerakan tangan Ayu menenangkan Hide.Gerakan permintaan itu tidaklah mencolok, tapi mata Karin mengikuti dengan detail bagaimana Hide menutup mulut karena sentuhan kecil itu. Nyatanya, gerakan kecil itu lebih menyakitkan dibanding kata-kata Hide, karena membuatnya semakin menyadari kalau sejak awal tidak ada kesempatan untuknya untuk memiliki Hide.Karin menerima pernikahan itu, dengan keyakinan Hide akan berpaling padanya, dan membuatnya bersikap seperti istri yang sempurna di awal pernikahan.Hide tidak pernah berkata kasar atau membentak apalagi menghinanya secara kasar, dan Karin merasa sikap itu adalah awal positif, tapi Karin sekarang sadar kalau Hide saat itu bukan sedang bersikap baik. Hide saat itu hanya tidak menganggapnya cukup pentin
“Seharusnya memang kita menyelesaikan dia dulu sebelum mengurus Abe kemarin.”Ryu berkomentar setelah mendengar cerita Hide tentang apa yang terjadi di rumah sakit. Ryu baru saja sampai di Osaka—hampir bersamaan dengan Hide dan Ayu yang pulang dari rumah sakit.“Abe lebih berbahaya karena dia mengancam nyawa Yumi. Aku tidak bisa menunda saat dia mulai bertanya-tanya tentang Ishida. Terlalu berbahaya untuk Yumi.” Hide tidak akan merasa salah telah menangani Abe terlebih dulu.“Yah, paling tidak kerusakannya tidak terlalu parah,” kata Ryu. Mengingat Ayu tetap utuh.“Tidak parah karena aku belum bicara pada Yumi semenjak pulang tadi. Keparahan itu akan berubah jika kami bicara.” Hide mengeluh. Ia tahu Ayu akan marah saat mereka bicara nanti.“Pakai saja kartu
Ayu membantu mengencangkan kain gendongan Natsu pada bahu Shogo dan tersenyum puas. Natsu sudah ada dalam posisi yang aman. Shogo adalah wanita paling tua di Kuryugumi saat ini. Usianya kurang lebih berjarak tujuh tahun lebih muda dari Masaki.Untuk upacara Omiyamairi—yaitu upacara mengunjungi kuil pertama kali saat bayi berusia seratus hari—seharusnya Natsu berada dalam gendongan neneknya saat nanti dibawa ke depan altar, tapi tentu hal itu mustahil. Karena itu Ayu meminta Shogo untuk menggantikan. Ia sangat gembira, dan sejak tadi terus menggoda Natsu dan membuat matanya melebar girang.“Matanya mirip sekali dengan Nidaime. Sandaime tidak terlalu mirip, tapi Natsu–chan memiliki wajah Nidaime juga.”Ayu hanya bisa tersenyum saat mendengarnya, dan sengaja menghindar agar Shogo tidak melihat matanya dengan lebih jelas. Ayu tahu mata Natsu sangat mirip dengannya. Akan merepotkan untuk menjelaskan hubungannya dengan Masaki jik
“Kita itu ada dimana?!” Kyoko mendengus kesal, sambil menyingkirkan cabang pohon menghalangi jalan setapak yang dilewatinya.“Aku tidak tahu. Kau yang lebih lama tinggal di sini. Aku harap kau yang lebih tahu.”Ryu di belakangnya menjawab dengan santai. Ia tidak tampak marah maupun susah. Jauh berbeda dari Kyoko.“Jangan coba menyalahkanku! Kau yang tadi berbelok ke arah jalan setapak! Kau yang membawaku ke sini!” bentak Kyoko, sambil berbalik dan menunjuk Ryu.Sudah jelas ia tidak akan menerima tuduhan bersalah itu.“Membawa? Apa tadi aku memaksamu untuk mengikutiku? Kau mengikuti dengan rela. Jangan membuatku terdengar seperti orang yang menculikmu.”Ryu juga tidak ingin disalahkan. Ia memang memiliki ide agar mereka berbelok ke arah jalan setapak saat mer
“Tidak seharusnya kau meminum sebanyak ini.” Ryu mengeluh sambil mengangkat kotak itu agar jauh dari Kyoko.“Eh? Jangan! Aku masih mau!” Kyoko menahan bagian bawah kotak itu sambil mengernyit marah.“Ini minuman untuk menghangatkan tubuh. Bukan untuk mabuk. Kau sudah meminum banyak, jadi cukup. Tidak lagi.” Ryu melepaskan tangan Kyoko dari kotak sementara membawanya menjauh.“Jangan… Aku masih mau… Kau jahat sekali!” Tadi Kyoko membentak, kini merengek sambil menarik tangan Ryu. Persis anak kecil yang tengah meminta mainan.“Boleh ya? Ini enak… Pokoknya enak sekali.” Kyoko mengentakkan kaki ke lantai beberapa kali, dan itu membuat Ryu panik. Ia tidak tahu seberapa kuat lantai kayu kuil tua itu. Kalau rapuh maka kaki Kyoko akan mampu menjebol lanta
“Jangan membuang airnya. Susah sekali menghangatkannya.”Ryu menyayangkan Kyoko yang menyemburkan air hangat tadi. Karena minimnya alat, Ryu harus menghangatkannya memakai botol, dan harus berhati-hati agar tidak pecah.Tapi Kyoko tidak peduli dengan air, sambil mengusap bibirnya ia menatap Ryu yang sudah kembali duduk. Wajah Ryu sangat tenang. Tidak menampakkan tanda kegilaan yang merupakan tebakan Kyoko pertama saat mendengar kata menikah itu.“Apa udara dingin membekukan otakmu sampai mengkerut?” tanya Kyoko dengan wajah heran.“Pagi ini memang dingin, tapi saat ini otakku baik-baik saja. Api ini cukup menghangatkanku tadi malam.”Ryu menunjuk perapian menyala yang beraroma semakin lezat karena daging kelinci itu mulai matang.“Kalau otakmu masih normal, kenapa
“Dia dihukum selama dua puluh lima tahun atas percobaan pembunuhan.”Ryu duduk di hadapan Hide—melaporkan hasil persidangan Karin, kepada Hide yang tengah memangku Natsu. Ia menyingkirkan kelopak sakura yang menyangkut di rambut Natsu.“Aku sudah katakan jangan membahas hal buruk saat aku bersama Natsu.” Hide mendesis.Ia punya peraturan baru, yaitu melarang siapapun untuk membahas sesuatu yang berhubungan dengan kekerasan maupun hal-hal buruk saat dirinya sedang bersama dengan Natsu.Bukan berarti bayi berumur kurang dari lima bulan itu akan mengerti, tapi tidak membuat Hide peduli. Ia tetap meminta siapapun untuk berhati-hati.“Tapi aku sedang menyampaikan berita gembira. Ini tentang Karin yang dihukum. Ini bukan hal yang buruk,” sanggah Ryu.“Apa pun yang
“Hmm…” Ryu mengeluarkan keheranannya dalam gumaman.“Kau ingin mengatakan apa? Katakan saja.” Kyoko tidak marah. Ia hanya tegang.Ini pertama kalinya ia pulang setelah hampir delapan tahun pergi dari rumahnya—dalam keadaan tidak baik. Kyoko perlu menenangkan diri sebelum mereka memasuki rumah itu.“Kau tinggal di kuil?”Ryu menunjuk Torii—pintu gerbang kuil Shinto yang menjadi pembatas antara kawasan suci dengan kawasan tempat tinggal manusia, berwarna merah yang ada di dekat tempat mereka berhenti. Sesuai dengan petunjuk Kyoko.Mereka terbang ke Fukuoka tadi pagi, karena jaraknya memang jauh dari Osaka. Ryu ragu Kyoko akan menyuruhnya berhenti di sembarang tempat. Tapi jelas ia tidak akan siap kalau mereka akan berhenti di depan kuil.“Ya, aku
“Himawari! Natsu!”Terdengar bocah berumur sekitar sepuluh tahun menegur dengan keras, saat menemukan dua bocah yang lain bersembunyi di balik semak yang ada di bawah pohon.“Kenzo–aniki!”Natsu kaget melihat Kenzo yang tiba-tiba muncul lalu menarik anak perempuan—Himawari yang ada di sampingnya untuk berdiri, akan mengajaknya berlari, tapi tentu saja dicegah oleh Kenzo.“Tidak boleh! Kau membuat Okaa-san khawatir. Kau harus kembali.” Kenzo meraih lengan Natsu.“Tapi Himawari takut. Ia tidak suka sekolah.” Natsu menunjuk Himawari yang kini terisak.“Hima–chan.” Kenzo berlutut, lalu mengelus kepala Himawari yang menunduk.“Sekolah tidak menyeramkan. Kau akan bertemu banyak orang baru, dan teman-teman baru.” Kenzo membujuk lembut, sampai Himawari mendongak menatap mata Kenzo.“Tapi… tapi… aku ingin bersama Natsu. Aku tidak mau sekolah…”“Tapi…” Kenzo mengusap wajahnya. Himawari tentu akan ada di sekolah yang berbeda dengan Natsu. Himawari baru akan masuk taman kanak-kanak hari ini, bukan
“Tempat ini tidak buruk.” Hide tidak menolak secara langsung, tapi keberatan itu terlihat.“Memang, aku akan memastikan tempat ini tidak akan pernah buruk untuk anak-anak itu. Tapi Kenzo berbeda dengan anak-anak itu. Mereka anak-anak yang benar-benar tidak punya keluarga, terpaksa tinggal di sini. Kenzo punya aku. Aku keluarganya. Aku satu-satunya yang dimiliki oleh Kenzo.”Ayu tidak ingin mengakui hal itu ketika mengingat perbuatan ibunya, tapi Kenzo tetap adalah anak dari adik ibunya—keluarganya. Satu-satunnya keluarga kandung yang pantas dimilikinya saat ini, tidak ada yang lain.“Aku tidak bisa melupakan fakta itu, dan berpura-pura kalau Kenzo adalah orang lain. Hal ini akan menghantuiku saat tidur.” Ayu kembali membujuk.Hide memainkan kunci mobil yang di bawahnya sambil menatap bagian belakang kepala Kenzo yang kini kembali mencoba untuk menggambar sesuatu dengan krayon di kertas yang baru.“Aku tahu kau membenci ibunya—aku juga sama. tapi kau tidak harus membenci Kenzo. Anak it
“Aku masih tidak ingin melakukannya.” Hide menggerutu.“Aku tahu, tapi aku yakin kau juga tahu kalau ini yang paling benar.” Ayu menatap suaminya yang kini sedang melepaskan sabuk pengamannya. Sudah sekitar dua menit lalu mereka sampai, tapi belum ada yang mencoba turun.Keputusan yang mereka—Ayu ambil, memang sangat besar. Ayu perlu menenangkan diri. Dan Hide sudah menyerahkan pilihan pada Ayu, tapi tetap menjalaninya dengan setengah hati.“Sudah, ayo.” Ayu akhirnya membuka pintu dan turun.Anak-anak yang tadi bermain di halaman, berhamburan mendekat saat melihatnya.“Tanaka–san! Apa yang kau bawa hari ini? Gula-gula? Buku cerita?”Aneka suara bersahutan menyambut Ayu. Ia memang sudah sering mengunjungi panti asuhan itu dengan membawa hadiah, tentu mereka berharap Ayu akan membawa sesuatu.“Aku membawa sesuatu di mobil untuk kalian, tapi rahasia. Kalian bisa…”Ayu tidak bisa menyelesaikan kalimatnya, karena rombongan anak yang megerubunginya langsung berlarian meninggalkannya menuju
“Aku tidak ingin tidur denganmu.” Ryu mengulang pertanyaan itu sebagai bentuk ketidakpercayaan, karena terlalu absurd. Ia lalu menggelengkan kepala sambil mengusap wajahnya.“Aku rasa kemampuanmu untuk menyimpulkan sesuatu sedang tidak amat tajam saat ini,” kata Ryu.“Tidak!” Kyoko tersinggung tentunya. Meski tidak langsung, Ryu kurang lebih menyebutnya bodoh.“Jangan marah, aku maklum malah. Aku akan kecewa kalau keadaan pikiranmu amat tenang saat ini.” Ryu tersenyum puas.“Aku bukan tidak tenang!” Kyoko menyanggah.“Kau baru saja bertanya tentang keinginanku tidur denganmu. Aku rasa hal itu termasuk gangguan yang membuatmu tidak tenang.” Ryu meninggalkan koper, dan mendekati Kyoko, yang mendadak panik, mundur menjauh.“Jangan mengingkari. Kau tidak akan berhasil membuatku berpikir sebaliknya.” Ryu terkekeh pelan melihat kepanikan itu.“Aku tidak…” Kyoko menggigit bibir, tidak punya balasan pintar karena tentu paham juga kalau sikap Ryu yang menjauh memang mengganggu untuknya.“Kemar
“Jangan membukanya sekarang. Kau akan basah.” Ryu menaikkan hoodie jas hujan yang dipakai Kyoko pada saat yang tepat, karena detik berikutnya, air dalam jumlah banyak, menghambur ke arah tempat mereka duduk. Seperti ada yang menyiramkan ember raksasa ke arah mereka. Ini karena pertunjukkan yang mereka lihat, melibatkan paus orca yang melompat keluar dari air. Tentu saat terjatuh akan menghempaskan air dalam jumlah banyak ke arah penonton. Ryu bertepuk tangan seperti yang lain, menghargai kerja keras mamalia raksasa itu, tapi Kyoko tidak bertepuk tangan sekalipun—bahkan sampai pertunjukan itu selesai. “Apa kau tidak menyukainya?” Ryu bertanya saat mereka berjalan keluar dan melepaskan jas hujan yang telah basah kuyup. Ryu meraih handuk kecil yang dibagikan petugas, lalu memakainya untuk mengeringkan rambut dan leher Kyoko. Meski Ryu menutup hoodie pada saat yang tepat, tapi masih ada bagian rambut dan leher Kyoko yang basah. “Kau tidak suka akuarium. Aku akan mencatatnya.” Ryu ters
“Aku ingin pulang.”Kyoko menyahut dengan tiba-tiba, saat Ayu baru saja mengoleskan lipstik berwarna pink di bibirnya.“Hah? Kenapa? Apa ada yang tertinggal?” Ayu menegakkan tubuhnya dengan kebingungan. Ayu sejenak memandang perlengkapan kimono yang akan dipakai Kyoko.Seharusnya tidak ada, karena memang kimono Kyoko lebih sederhana—tidak banyak pernik kecuali hiasan rambut. Tidak seperti yang dipakai Ayu saat menikah di Utoro.Rencana Ryu, mereka akan melakukan pernikahan yang sama seperti Ayu, tapi mau berkompromi, dan menjadi lebih sederhana, yaitu menikah di balai kota. Ryu tidak mungkin berani memaksa, karena tahu benar bagaimana sejarah Kyoko dengan bangunan kuil. Lagi pula pestanya akan tetap ada, hanya upacaranya saja yang berubah.Keputusan itu tentu saja tidak ada yang memperm
“Kau pasti gila!” Kyoko berdiri dan berjalan mondar-mandir di ruang tengah. Sementara kepalanya mengingat-ingat apakah ada sedikit saja tanda Ryu tidak serius.Tapi semuanya serius. Ryu bahkan mengirim foto contoh kimono yang akan dipakainya pada hari pernikahan. Saat melihatnya, Kyoko mengira Ryu gila karena kebohongan mereka akan menjadi sangat sangat extra kalau sampai menyebut soal corak kimono.Namun, pada akhirnya Kyoko memilih, karena ingin mengakhiri pembahasan tidak penting itu. Pembahasan itu penting ternyata.“Apa kau akan diam saja?!” Kyoko membentak marah, melihat Ryu yang malah dengan santai menyesap bir dan memakan kacang yang juga dibawanya tadi.“Kau ingin aku melakukan apa?” Ryu mengernyit.“Ya batalkan itu semua! Hubungi mereka semua! Batalkan!” Kyoko duduk kembali di samping Ryu kemudian menyerangnya. Meraba pinggang Ryu.“Eh, tunggu! Jangan tiba-tiba menjadi agresif begini.” Ryu tentu saja kaget.“Agresif apa?! Ini! Hubungi mereka!" Kyoko hanya mengambil ponsel Ry
Ryu menggelengkan kepala saat kembali dengan mudahnya bisa membuka pintu apartemen Kyoko setelah memasukkan tanggal ulang tahunnya—dan akan datang lusa.Ryu sudah berpuluh kali mengingatkan Kyoko untuk pengganti password yang terlalu mudah ditebak itu. Bukan hanya sekali—saat dulu ia berhasil masuk untuk mencari alat penyadap, tapi beberapa kali setelahnya juga sama.Saat ini Kyoko sudah tidak lagi tinggal di Tokyo. Ia pindah ke Osaka karena memang pekerjaannya lebih banyak di daerah Osaka, setelah benar-benar aktif menjadi bagian dari Kuryugumi yang membantu Hide dan Ryu.Hanya Kyoko belum rajin bekerja setelah kunjungan ke rumah orang tuanya, dan tidak ada yang memaksa juga. Hide tidak menyuruh apapun, tergantung Ryu.Keamanan apartemen itu benar-benar lemah, terutama karena masih tidak ada suara apapun meski Ryu sudah berjalan memasuki ruangan selama beberapa saat. Sudah jelas Kyoko tertidur karena memang hari sudah cukup malam. Ryu memang langsung pergi ke apartemen itu setelah kem
Ayu mematut dirinya di cermin, menatap kimono baru yang akan dipakainya lusa. Kimoni itu dipesan khusus untuknya, jadi tentu semua pas. Tapi Ayu ingin melihat apakah warnanya cocok sesuai bayangan. Dan memang semua cocok. Jatuh dengan pas di tubuhnya, tidak berat dan panas. Itu yang penting, karena saat ini masih musim panas. Kimono modern dengan warna dasar putih itu, dihiasi oleh bunga sakura pink. Ayu bahkan menyiapkan hiasan rambut yang juga penuh dengan hiasan bunga sakura juga untuk melengkapinya. Ayu tidak memakai hiasan bunga itu sekarang, tapi saat mencoba untuk menempelkannya di kepala, warna pink itu juga cocok dengan rambut hitamnya. Semua beres kalau begitu. Ia sudah menyiapkan baju untuk Natsu, juga Hide. BRAK! Ayu tersentak dan menjatuhkan hiasan rambut di tangannya. Suara keras pintu geser yang tertutup itu, tentu membuatnya kaget. Untung saja Natsu ada di kamar sebelah, jadi tidak akan terganggu. Tidak terdengar suara tangis, bahkan saat suara langkah Hide saat m