Kaito menyumpah dalam hati, saat melihat banyaknya wartawan yang berkumpul di depan pintu rumahnya. Ia tidak berharap akan bertemu mereka, meski tadi sudah mendapat sedikit gambaran dari Karin tentang keadaan rumahnya. Rupanya ada lebih banyak orang, melebihi dari apa dibayangkan olehnya.
“Tolong berputar ke arah sana.”
Kaito meminta sopir taksi yang dinaikinya untuk tidak berhenti di depan rumahnya. Ia harus memutar mencari jalan masuk yang lain. Lewat pintu belakang yang lebih tidak mencolok. Berharap tidak ada orang yang menunggunya di sana.
Tapi kembali kecewa. Setelah sampai di area jalan yang menyambung ke pintu belakang rumahnya, Kaito melihat beberapa orang berdiri di dekat gerbang. Jumlahnya tidak terlalu banyak tapi. Itu masih lebih baik daripada pintu depan.
Kaito meminta supir taksi itu untuk berhenti,
“Dasar tolol!"Pria botak yang duduk di belakang meja kerjanya, memaki ke arah televisi yang saat ini menayangkan Kaito Nakamura yang tengah bersujud di hadapan gerbang rumahnya.Ia lalu menoleh pada pria yang ada di belakangnya. “Kenapa Kuryugumi tidak membela mereka? Seharusnya mereka membantu bukan? Mereka yang mengajukan Nakamura.”Pria yang diajak bicara itu membungkuk sekilas, sebagai tanda meminta izin menjawab. “Kemungkinan mereka juga tertipu, Abe–dono*. Tidak tahu keburukan itu dan mengira mereka bersih.”Abe mengernyit, masih menatap bagaimana Kaito yang di matanya tampak malang itu, dengan wajah ragu. Ia sejak tadi juga sudah menduga hal itu, tapi menurutnya tidak tepat.“Tanaka yang ini berbeda dengan Masaki. Dia tidak ceroboh seperti ini. Aku tahu bagaimana kebiasaan mereka saat memilih kandidat untuk diajukan. Sedikit saja hal aneh, mereka akan membatalkan pilihan, mencari yang lain. Cacat Na
Setelah mendengar langkah kaki dan teguran itu, Kyoko tahu apa yang dilakukan Ryu adalah usahanya untuk menutupi keadaan mereka yang bicara. berdua di tempat asing. Tapi tetap cara itu memberinya kejutan.“Kalian bisa mencari tempat lain untuk melakukannya bukan? Jangan memamerkannya di depan umum seperti ini!” Teguran yang keras terdengar.“Maafkan kami.” Ryu memasang senyum menyesal, lalu membungkuk dan meminta maaf.Tapi senyum Ryu yang biasanya mampu untuk melelahkan emosi lawan bicaranya, sedikit kehilangan keampuhan karena penyamaran. Orang yang menegur mereka tidak tampak terbujuk.“Aku bisa melaporkan kalian dan membuat kalian dipecat karena melakukan ini saat jam kerja!” serunya.“Tsukino–san! Jangan begitu. Kami hanya iseng. Tidak perlu sejauh itu. Maafkan ka
“Tapi bagaimana dia tahu tentang Ishida? Mungkin dia hanya membahas memori?” Ryu menenangkan kakaknya.“Tidak. Sebelumnya dia membicarakan Nakamura, lalu tiba-tiba menyebut Ishida.”Yui menghampiri meja, tempat dimana laptop dan peralatannya berada, memilih file, lalu memutar salah satu file yang ada di sana. File rekaman suara Abe dan juga Ueda.Ada beberapa file di sana, dan tugas Yui adalah mendengar dan memilih mana yang penting. Tugas Ryu dan Kyoko adalah memastikan alat penyadap berada di dekat Abe, dan itu sangat sulit.Abe selalu waspada, jadi selalu melakukan penyapuan alat penyadap di ruangannya maupun kamarnya setiap dua atau tiga hari sekali.Agar mereka tidak curiga—karena menemukan penyadap di ruang kerja, Ryu dan Kyoko harus bergantian memasang dan melepas penyadap itu setiap kalinya. Untung mereka sudah bisa membaca kebiasaan Ueda yang sangat teratur. Sejauh ini, mereka tidak mengalami kendala. Tapi pel
Kyoko kurang memperkirakan bagaimana kekuatan Ueda saat mabuk, atau tidak semabuk yang diinginkannya. Ueda masih kuat sekali.Kyoko tentu saja berniat membuat Ueda minum sampai lemas sebelum bisa terjadi pemaksaan seperti sekarang. Ueda saat ini masih bisa bergerak dengan ketepatan yang sangat bagus, sementara Kyoko mulai mengambang di antara sadar dan tidak. Kyoko masih mendorong Ueda untuk melepaskan dirinya, tapi kekuatannya mungkin hanya separuh dari yang biasa.Lebih buruk lagi, Kyoko masih separuh sadar. Jadi masih bisa merasakan ketakutan setiap kali Ueda menyentuhnya. Tidak mampu melawan saat sadar dirinya dalam ambang batas dilecehkan oleh Ueda adalah berkali lipat lebih buruk.“Lepaskan aku, Babi!” Kyoko berteriak sekuat tenaga, saat tak mampu melepaskan kuncian tangan Ueda di samping tubuhnya.“Ken
“Kau tidak membunuhnya bukan?” Ryu bertanya pada Yui yang ada di kursi belakang membereskan katananya.“Tidak. Posisinya tidak pas. Aku tidak ingin dia menyerang saat tanganku lelah.”Yui bergerak meremas dan menggenggam udara untuk melemaskan otot tangannya. Tangannya benar-benar lelah hanya karena berperang urat dengan Ueda. Keinginannya untuk melepaskan diri memaksa Yui mengeluarkan seluruh tenaganya untuk mempertahankan posisi menyandera“Dia gila. Aku tidak yakin akan menang darinya jika menghadapi dengan normal." Ryu langsung melirik ke arah kakaknya dari spion. Ia jarang mendengar kakaknya mengakui kekuatan orang lain dengan amat jujur seperti itu. Yui bahkan sering menghina Hide meski jelas mereka seimbang.“Dia sehebat itu?” tanya Ryu.“Ya! Dia hebat sekali! T
“Maaf, apa di sini ada sanggar untuk kelas ikebana?”Seorang wanita sambil membawa stroller bertanya setelah mendekati area resepsionis.“Oh, apa Anda peserta baru ingin mendaftar?” Wanita yang menjaga meja depan itu, terlihat gembira.“Benar, tapi saya benar-benar amatir.”“Tidak masalah. Akan ada kelas bagi pemula, dan semua yang ahli juga pernah menjadi amatir dulu pastinya.” Resepsionis itu tetap tersenyum lalu menyerahkan formulir untuk di isi.“Tapi maaf sebelumnya, apa tidak masalah jika saya membawa bayi? Saya tidak ingin meninggalkannya di rumah sendiri.” Pendaftar itu bertanya dengan ragu sambil menunjuk stroller.“Oh, tentu tidak masalah. Akan ada penitipan anak bagi semua peserta. Kami memang sudah menyiapkannya karena hampir se
“Memang tidak tampak bengkak, tapi karena Anda kesakitan, lebih baik berhati-hati saat melangkah.”Dokter yang menjelaskan menatap kaki Karin dengan kebingungan. Ia tidak melihat tanda terkilir atau bengkak pada mata kakinya, tapi Karin terus meyakinkan kalau kakinya sakit.Ia tetap membalutnya dengan perban plester sesuai prosedur dan memberi nasehat, walau tidak bisa mendeteksi dari mana sumber rasa sakit itu.“Anda datang lagi saja jika masih sakit saat malam nanti.” Dokter itu memberinya tongkat agar Karin bisa berjalan, saat ia keluar dari klinik itu.Karin tentu tidak lupa membungkuk berterima kasih, sedikit tergesa keluar agar dokter itu tidak semakin curiga ia berpura-pura.“Ken!” Karin mengulurkan tangan pada Ken yang ada dalam gendongan salah satu bodyguard Tanaka.
Begitu mendengar Ryu menyebut kakak, Abe melepaskan kepala Yui.“Ishida hanya punya satu anak.” Abe mengernyit memandang Ryu.“Jangan katakan kau masih percaya dengan omong kosong itu. Astaga!” Hide tertawa mengejek.“Istrimu, dia Ishida. Kau…”“Siapa yang kau sebut istri? Siapa yang mau menikah dengan Batu Hitam itu? Jijik!” Yui menyahut, memotong kalimat Abe sambil menyeringai. Setelah tidak perlu lagi berpura-pura menjadi Ayu, ia tidak ingin mendengar ada yang menyebutnya sebagai istri Hide. Terlalu menjijikkan menurutnya.Hide tampak ingin membalas, tapi Ryu menyenggol pinggangnya. Ini bukan saatnya mereka bertengkar.“Dia bukan istriku, jadi jelas bukan Ishida. Kau salah sama sekali.” Hide menjelaskan agar Abe lebih mudah mencerna. Me