Share

Ada Yang Dibicarakan

Penulis: Lily Arriva
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Makan malam kali ini terasa sedikit sepi. Sebenarnya, Jevano sangat senang saat mengetahui bahwa Jamal pulang terlebih dahulu dan menyiapkan mereka makan malam. Akan tetapi kejumudan yang masih melanda di ruang makan ini membuat Jevano masih merasa berat. Apalagi saat dia melihat mata bundanya yang sedikit membengkak. Dia juga bisa melihat semburat merah di hidung sang Bunda.

Jamal memandang anaknya. Dia tahu bahwasanya Jevano hendak mengatakan sesuatu.

"Kamu mau ngomong apa, Jev?" tanya Jamal saat melihat Jevano yang menunduk kembali setelah mengangkat pandangannya, melihat Juwita.

Jevano menggeleng pelan. Dia melihat ke arah bundanya lagi dengan agak ragu. "Bunda, apa aku boleh bilang ke Ayah?"

Juwita mengangkat k

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • JADI ISTRI DUDA? BOLEH JUGA   Lantang

    Jamal membuka matanya. Napasnya masih tenang. Dia menghirup banyak oksigen untuk mengembalikan seluruh kesadarannya. Di sebelahnya, ada Juwita yang duduk dengan menggunakan bathrobe. Wanita itu sudah wangi dan segar."Akhirnya bangun juga kamu, Jae. Mandi, gih, kita sarapan habis ini." Juwita menyentuh pipi Jamal dan mengelusnya pelan. "Kamu butuh cukuran. Udah mulai ada bulunya."Jamal menarik tangan Juwita hingga wanita itu terjatuh di atas dadanya. Dia tersenyum nakal sambil menatap wajah sang istri penuh arti. "Cium aku dulu, baru aku mau beranjak dari sini."Tanpa omongan dua kali, Juwita mencium bibir Jamal dan melumatnya. Dia merasakan tangan Jamal yang masuk ke dalam bathrobe-nya tanpa izin. Dia hendak menghentikan ciuman mereka dan protes malah tidak bisa karena

  • JADI ISTRI DUDA? BOLEH JUGA   Semua tentang Relasi

    "Jevano, kamu ke mana aja, sih? Dicariin malah telat." Rani mengomel saat Jevano baru saja memasuki ruangan mereka. Dia mendatangi pemuda itu dan menariknya agar berjalan lebih cepat. Dia mendudukkan Jevano di sofa sebelah Arina.Jevano yang baru datang pun sedikit plonga plongo, tidak tahu apa yang sedang terjadi. Dia melihat ke tiga orang yang duduk di sana dan hanya diam."Ada apa?" Dia bertanya ke Rani."Arina tadi dicegat sama Alvaro," kabar Rani. Dia duduk di sebelah Haikal."Terus?"Rani melihat ke arah Arina. Temannya itu masih diam dan menunduk dalam. Tangan Arina saling meremas satu sama lain."A

  • JADI ISTRI DUDA? BOLEH JUGA   Jaket Prada

    "Bunda! Jaket coklat biru Jeje ada di mana?"Sudah sedari sore Jevano sibuk dengan barang-barang yang akan dia bawa ke Batu untuk menginap di sana. Rencana dia dan teman-temannya berangkat jam delapan menggunakan mobil Syahid. Mereka harus menyelesaikan urusan mereka di rumah terlebih dahulu sebelum berangkat. Masalahnya sekarang adalah Jevano tidak ingin pergi tanpa jaket kesayangannya dari kecil itu. Jarang-jarang dia menggunakan jaket kesayangannya itu. Akan sayang sekali kalau di momen seperti ini dia tidak bisa memakainya. Meskipun sudah lama, tapi jaket itu terlihat bagus serta mahal. Dia juga tidak ingin jaket pemberian spesial dari ayahnya itu absen di momen penting seperti ini. Apalagi ini kali pertamanya dia keluar jauh sendiri, tanpa sang ayah, untuk berlibur. Paling tidak harus ada kesannya, lah."Apa, sih, sayang

  • JADI ISTRI DUDA? BOLEH JUGA   Perjalanan Ke Batu

    Jevano dan teman-temannya terlihat masih segar, tidak ada yang mengantuk. Mata mereka masih lebar dan masih saja terdengar ocehan dari mulut mereka. Yah, memang dasar para anggota geng yang tidak mau diam, ada saja yang dibahas. Bahkan topik pembahasan yang mereka ambil pun terdengar sangat tidak mutu. Sopir Syahid pun sampai menggeleng-geleng mendengarkan ocehan mereka. Dalam batin pria itu pasti mereka ini jelmaan dari bayi burung atau ayam yang baru lahir, berisik."Lo tebak, nih, gue punya pertanyaan yang bagus," ucap Haikal di sela percakapan dan candaan mereka."Apa coba?" Rani menantang. Gadis itu duduk di tengah bersama Haikal. Arina dan Jevano ada di belakang. Sedangkan Syahid, dia memilih aman saja dengan duduk di depan. Kalau tidak, dia tidak akan bisa mengisi energi kalau kehabisan.

  • JADI ISTRI DUDA? BOLEH JUGA   Mirip

    Jevano menoleh dengan cepat dan menyembunyikan gawainya. Dia melotot ke arah temannya itu, isyarat untuk diam. Syahid berdiri di belakangnya sambil membawa minuman empat gelas di tangannya. Kedua lelaki itu saling memandang dan mengedipkan mata beberapa hitungan. Mereka berdua sama-sama kaget dan melongo."Kalian berdua kalau dilihat-lihat mirip juga. Malah udah kayak anak kembar," ucap pak sopir yang beranjak dari tempat duduknya untuk mengambil minuman di tangan tuan mudanya."Siapa, Pak?" tanya Arina yang datang dan meletakkan dua bungkus makanan di tangannya di atas meja bundar yang tersedia."Mas Syahid sama Mas Jevano ini." Pria empat puluh tahun itu berisyarat dengan dagunya kepada dua lelaki yang masih membeku di tempat masing-masing. Syahid berdiri di belakang J

  • JADI ISTRI DUDA? BOLEH JUGA   Panggilan Menyesakkan

    "Belum tidur, Bae?" tanya Jamal langsung saat sambungan teleponnya bersambut. Dia sedang merebahkan tubuhnya sejenak di atas sofa, menunggu Arjuna yang sedang ijin ke kamar mandi. Kata pria itu, perutnya sakit habis mencoba makan pizza dengan saus jalapeno. Kesempatan tersebut dimanfaatkan oleh Jamal untuk menelepon sang istri."Kangen, Jae."Jamal melebarkan matanya. Senyumannya mengembang. "Tunggu. Tunggu. Aku enggak salah dengar, kan?""Enggak." Suara Juwita terdengar serak."Hey, Bae. Kamu nangis?""Pengin.""Bae, maaf. Aku enggak bisa pulang sekarang. Kalau kerjaannya udah kelar, aku langsung pulang.

  • JADI ISTRI DUDA? BOLEH JUGA   Villa Nyonya Anggari

    Jevano dan teman-temannya melongo. Sejak dari pintu gerbang, mereka dibuat terpukau dengan taman villa High Hills milik Nyonya Anggari ini. Ada pepohonan yang menjulang tinggi dan juga berbagai tumbuhan bunga yang menghiasinya. Meskipun langit sudah gelap, penerangan yang ada di taman memberitahukan kepada mereka tentang hijaunya rumput yang terhampar di sana."Anjir ini villa apa mansion?" Haikal dan mulut blak-blakannya mewakili perasaan semua teman-temannya yang melihat ke luar jendela.Tadi, di depan sana ada tiga penjaga. Mereka melihat penjaga juga di pintu masuk bangunan tersebut. Di teras juga ada. Lampu yang menyorot bangunan tersebut membuatnya terlihat semakin megah dan seakan tidak nyata."Jevano, beneran ini villanya?" tanya Rani tanpa menoleh ke teman

  • JADI ISTRI DUDA? BOLEH JUGA   Jujur-Jujuran Saja

    Jamal mengaktifkan mode telepon nirkabel di mobilnya. Dia tidak mau menyiakan teknologi maju kendaraannya. Pun itu mempermudahnya untuk mengemudi."Halo, Bae. Kamu di rumah?" tanya Jamal langsung. Dia masih ingat perkataan istrinya yang tidak mau bertemu dengannya hari ini yang disampaikan tadi malam. Walaupun dia tahu itu hanya gurauan, tapi ... rasanya akan sangat mengecewakan saat tahu dengan benar bahwa ucapan istrinya adalah kebenaran."Iya. Emang kenapa, Jae?" Juwita baru saja selesai membuat kukis. Dia ingin mencoba resep dari kenalan mamanya yang menjual kue dan roti. Dia tidak berniat untuk menjajakannya ke orang lain, cukup keluarganya saja.Jamal menghela napas lega. "Syukurlah. Kamu enggak jadi ke butik, kan, hari ini? Sabtu, loh."

Bab terbaru

  • JADI ISTRI DUDA? BOLEH JUGA   Expart 1

    "Jairaaaa!"Jevano segera menghampiri adiknya yang sekarang berusia tiga bulan. Dia melepas tas punggungnya dan meletakkan benda tersebut ke sembarang tempat. Adiknya ada di stroller depan rumah karena sedang waktunya mandi matahari. Lelaki itu langsung menciumi wajah bayi tersebut sampai membuat si bayi bangun."Pulang-pulang yang disapa bukan bundanya malah adiknya dulu." Juwita duduk di teras sambil menjaga bayi perempuannya. Di atas pangkuannya ada buku sketsa rancangan baju dan alat tulis.Jevano nyengir. Dia baru saja pulang dari menemani ayahnya ke Swiss untuk perjalanan bisnis. Karena Jamal berangkat bersama Suwono, Jevano dan Syahid langsung minta ikut saat tahu bahwa orang tua mereka akan menuju negara yang sama. Walhasil, dua pasangan bapak dan anak itu harus

  • JADI ISTRI DUDA? BOLEH JUGA   Keluarga Jamal 2

    Hari ini adalah hari yang paling ditunggu.ANAK PEREMPUAN JAMAL DAN JUWITA LAHIR.Dua lelaki yang sedari masuk rumah sakit penuh dengan kepanikan, kekhawatiran dan kebahagiaan itu masih belum beristirahat sama sekali. Juwita masuk ke operasi karena air ketubannya sudah pecah saat di rumah.Akan tetapi, semua itu terbayar saat terdengar tangisan bayi dari dalam. Jamal yang diminta untuk menemani Juwita pun sampai menangis saat menggendong bayinya. Rasanya lega sekali. Tuan dan Nyonya Anggari datang setelah Arjuna dan Hellen. Bahkan Arjuna dan Hellen sampai berpelukan saking bahagianya.Jevano yang tersenyum bahagia harus tertawa melihat om dan tantenya yang jadi canggung. Lucu sekali.Otomatis, rumah utama keluarga Anggari dipenuhi dengan hadiah dan ucapan selamat. Jevano pun sampai bosan sekali melihat satpam keluar masuk pintu utama untuk mengirimkan paket yang datang. Apalagi saat buka kado. Terlalu banyak sampai dia muak."Baju lagi, Yah.

  • JADI ISTRI DUDA? BOLEH JUGA   Keluarga Jamal

    "Ayah, tadi itu siapa?" tanya Jevano saat mereka memasuki rumah.Jamal berjalan cepat di depan Jevano dan tidak ada niat untuk menjawab pertanyaan anaknya yang sedari tadi dilontarkan."Ayah, tolong jawab." Jevano agak meninggikan nada bicaranya. Dia sebal karena diabaikan oleh sang ayah."Bukan urusanmu, Jevano Kalindra!" Jamal menghadap anaknya. "Gara-gara kamu yang berantem, Ayah harus bertemu dengan dia!"Pemuda itu tersentak. Ayahnya terlihat sangat marah. Dia tidak pernah melihat mata ayahnya yang membelalak dan wajah merah padam ditujukan kepadanya.Di sisi lain, Juwita yang mendengar ada keributan di ruang tengah, berusaha bangkit dari kasurnya. Itu pas

  • JADI ISTRI DUDA? BOLEH JUGA   Panggilan Ke Sekolah

    Jevano menatap pusara ibunya dengan mata yang masih sembab. Dia memakai kemeja putih dan celana bahan hitam, masa dengan Jamal dan Lukman. Juwita berdiri di samping anaknya dan memeluk pundak lelaki itu. Air mata mereka belum kering. Sama seperti tanah persemayaman akhir Bunga.Semua orang sudah kembali, meninggalkan pemakaman."Aku masih mau di sini." Jevano berucap saat merasakan kedatangan seseorang. Dia yakin itu adalah salah satu sopir keluarganya."Jev," ucap Juwita yang tidak tega melihat wajah sedih anaknya.Jevano menggeleng. Waktu yang begitu singkat dia rasakan bersama ibunya belum cukup. Dia ingin melepas kepergian ibunya untuk yang terakhir kali. Dia masih ingin di sini lebih lama lagi.

  • JADI ISTRI DUDA? BOLEH JUGA   Permintaan Bunga

    Juwita menatap Jevano yang sedang duduk terdiam di ruang tunggu rumah sakit. Sesekali dia mengusap pundak anaknya dengan lembut untuk menenangkannya. Suaminya duduk di sisi kanan Jevano. Sedangkan Lukman, pria itu sedang mengurus administrasi."Udah jam sepuluh malam, Sayang. Kamu enggak mau pulang?" tanya Juwita kepada sang anak. Dia tahu ini adalah pertanyaan yang agak ceroboh, tapi dia juga tidak bisa membiarkan anaknya terus-terusan begini."Bunda sama Ayah pulang aja dulu. Aku di sini sama Om Lukman." Jevano berusaha untuk tidak meneteskan air matanya. Sedari tadi, dia diliputi oleh kekhawatiran akan keadaan sang ibu di dalam ruang operasi. Sudah sepuluh jam dan belum ada tanda-tanda operasi ibunya selesai."Besok kamu mulai sekolah lagi, Jev." Juwita mengusap lembu

  • JADI ISTRI DUDA? BOLEH JUGA   Berbicara Dengan Bunga

    "Kamu kenapa, sih, Jae?" Pertanyaan Juwita itu muncul saat melihat suaminya yang tidak fokus. Padahal mereka sedang menikmati waktu berdua setelah lebih dari dua minggu Jamal menghabiskan waktu untuk mengurus proyek barunya dengan klien dari Kanada. Jamal sendiri yang melakukan observasi tempat di restoran ternama.Pria itu tersadar. Dia memaksakan senyum tipis seraya menggeleng. "Enggak papa. Aku cuma kepikiran Jevano aja, Bae."Juwita menatap suaminya lekat dengan penuh pengertian. Dia paham perasaan Jamal sekarang. "Kak Bunga pasti menepati janjinya, Jae. Aku yakin."Jamal membalas tatapan sang istri. "Tahu dari mana?" tanyanya meragu."Aku udah bicara sama Kak Bunga. Sama Jevano juga. Toh, Jevano juga enggak abs

  • JADI ISTRI DUDA? BOLEH JUGA   Menemui Ibu

    Jevano menunduk saat turun dari tangga dan duduk di ruang makan. Dia menjadi pusat perhatian ayah dan bundanya. Hatinya bimbang. Dia takut untuk mengatakan sesuatu yang ada dalam benaknya. Dia takut jika menyakiti dan mengecewakan orang tuanya."Makan, Jevano." Juwita memberikan senyumannya kepada bocah murung itu.Sang ayah memanjangkan tangan untuk mengelus kepala anaknya. "Kalau mau ngomong, ngomong aja, Jevano. Ayah dan Bunda bakalan dengerin."Jevano tambah bingung. Perlahan dia mengangkat kepalanya. "Kalau misalnya aku ketemu sama Ibu dulu nanti boleh apa enggak?" tanyanya sangat hati-hati. Dia tidak mau menyakiti perasaan kedua orang tuanya. Dia sudah menimbang rasa orang tuanya jika dia mengatakan hal ini. Ayahnya pasti sebenarnya sangat berat hati. Apalagi selam

  • JADI ISTRI DUDA? BOLEH JUGA   Bunda Tahu Ibu

    Hellen memicingkan matanya saat melihat sesosok wanita yang tidak asing di matanya. Dia bahkan sampai menarik tangan Ari untuk bersembunyi dan memperhatikan gerak gerik wanita tersebut."Apa, sih, Len." Ari yang tak tahu menahu dengan maksud kelakuan Hellen pun berusaha untuk lepas dari tangan wanita itu."Sssttt. Aku tahu wanita itu." Hellen menunjuk ke wanita yang memakai dress panjang setengah betis berwarna hijau elegan. Terlihat kasual dan anggun di satu waktu."Siapa?" tanya Ari penasaran. Matanya melebar saat melihat wajah wanita tersebut. "Bunga Dahlia enggak, sih? Top model agensi Bu Diyanah temennya direktur kita?"Hellen menoleh ke pria yang ada di sampingnya itu. "Kok tahu?"

  • JADI ISTRI DUDA? BOLEH JUGA   Aku Berjanji, Juwita

    Arjuna keluar dari ruang rapat. Dia meminta izin untuk menghubungi Juwita. Jamal tadi membisikinya kalau salah satu berkas yang akan menjadi bahan presentasinya di rapat relasi dengan klien Kanada itu tertinggal di kantor rumahnya. Arjuna mendengkus kesal. Sudah banyak kali dia bilang kepada Jamal agar meneliti kembali berkas yang dibawa pulang ke rumah. Kalau seperti ini pasti dia yang direpotkan."Hallo, Mbak Juwita." Arjuna menyapa wanita yang ditelepon olehnya."Ada apa, Kak?" Juwita pulang ke rumah setelah bercakap dengan Bunga tadi. Menahan emosi dari awal sampai akhir percakapan dengan wanita itu membutuhkan energi yang kuat. Dia tidak jadi pergi ke butik untuk sekarang. Bahkan dia sedang rebahan di atas sofa lebar untuk mengembalikan energi dan mengelola emosinya kembali. Dia menenangkan diri.

DMCA.com Protection Status