Izinkan Suamimu Menikah Lagi Bab 101"Sadar gak, Mas? Mikirin kesalahan ibu saja bisa membuat kecelakaan, itu artinya?" Fathan kembali menghadap ke arah Nabila. Ia tertarik dengan pembahasan ini. "Aku harus menerima takdir adanya Nunik tanpa menyalahkan ibu, begitu? Belum bisa!" tebaknya yang hanya diangguki oleh Nabila. "Suamiku ternyata cerdas! Gak menyesal bersuamikan kamu, Mas!" kelakarnya sukses membuat Fathan cemberut dan itu malah menyemangati Nabila untuk kembali meledeknya. "Uluh, uluh! Suamiku bisa juga ngambeknya," ledeknya seraya menoel hidung Fathan. "Ngomong-ngomong, kemarin sore aku nelpon orang-orang teman kamu, lho. Khawatir, tahu!" lanjutnya dengan pura-pura merengut. "Cie, istriku khawatir, nih, ye! Udah, yang penting kan kita udah berduaan gini sekarang." Fathan meraih tangan Nabila lalu menciumnya. Hal ini menimbulkan pipi Nabila yang bersemu merah. "Kenapa dari dulu kita gak ngurus BPJS ya?" Fathan menerawang ke atas, ia membayangkan jumlah tagihan yang ha
Izinkan Suamimu Menikah LagiBab 102"Hm, minta nomornya Nunik, Bu!" Nabila tengadahkan tangannya pada Bu Saropah. Bu Saropah memang belum tahu apa maksud Nabila, tapi ia menurut saja. Sejurus kemudian, Nunik pun segera mengotak-atik HP Bu Saropah dan mengetikkan sesuatu pada HP miliknya. Tut! Tut! "Halo…." Walaupun nomor Nabila asing bagi Nunik, tapi pada deringan pertama, Nunik langsung mengangkatnya. "Nunik! Cepat kirimkan nomor Pakdemu itu, Pak Warsiman!" Klik. Sambungan telepon segera Nabila matikan sepihak, tanda tidak ingin menerima bantahan dari Nunik.Di atas ranjang pasien, Nunik yang sudah dilepas infus pun segera melaksanakan perintahkan oleh mbak madunya itu. Padahal, ia tidak tahu apa yang akan Nabila perbuat dengan nomor itu. Kendatipun Nunik tidak akur dan dekat dengan keluarganya, beruntung ia sempat menyimpan nomor Pak Warsiman. Meskipun seperti tak berfungsi. Klunting! Tak sampai satu menit, Nunik sudah mengirimkan nomor Pak Warsiman. "Tumben gak bantah tuh o
Izinkan Suamimu Menikah LagiBab 103Ada yang harus kita bayar di setiap hal yang kita peroleh. Dan sebaliknya, akan ada hal yang akan kita terima ketika kita memberi, sekalipun pemberi mengikhlaskan tanpa mengharapkan imbalan apapun. Karena, tidak ada yang gratis di dunia ini. Dengan menyerahkan kartu debit, Nabila justru sangat senang. Sebab, ketika akan membayarkan tagihan RS, ia sudah punya rencana di kepalanya. "Ini kartu debitnya dan nota pembayarannya, silahkan ibunya ke apotek untuk mengambil obat." Suster bagian administrasi memberikan apa yang diucapnya seraya menunjuk loket apotek. Satu jam telah berlalu, kini mereka bertiga, sudah tiba di rumah Nunik. Tepatnya berempat, karena Risma sudah diambil dari rumah Rosinah. "Nunik, langsung saja." Nabila berhenti sejenak lalu memandang sekeliling ruang tamu. "Kamu tahu habis berapa tagihan tadi?" Nunik dengan wajah sayu, menggeleng. "Gak tahu, Mbak!" Nunik menunduk, ia malu. "Nih, baca!" Nabila menyodorkan print-out hasil p
Izinkan Suamimu Menikah LagiBab 104Brak! "Astaghfirullah! Kamu kenapa marah-marah sih, Mas? Datang bukannya salam, malah banting pintu! Gak usah kek orang yang gak punya adab, gitu, lho!" Fathan yang masuk tanpa salam dengan membanting pintu saat pulang dari kerja membuat Nabila langsung menyemprotnya. Bu Saropah yang disamping Nabila ikut melototi lelaki satu-satunya di keluarga itu. "Gimana gak marah, aku sepanjang hari digunjingi orang-orang karena istri kedua di rumah sakit yang sama tapi gak ada yang urus sama sekali. Ini semua gara-gara ibu!" jelas Fathan dengan nada tinggi, tatapannya nyalang ke arah Bu Saropah. "Kok ibu, sih?" Bu Saropah terkejap saat dirinya merasa dituduh, ia yang duduk langsung berdiri. "Jelas gara-gara ibu! Coba saja gak maksa aku untuk nikahin Nunik, pasti kejadian ini tidak akan terjadi." Fathan yang masih berdiri ditambah dikuasai amarah, tidak bisa membendung emosi di hadapan sang ibu. Ia juga lupa bahwa segala sesuatu yang dialaminya adalah takd
Izinkan Suamimu Menikah LagiBab 105Jarum jam sudah menuju pada pukul enam pagi, di mana orang-orang sudah berlalu lalang dan di luar telah terang benderang. Dengan penuh empati, wanita yang diketahui sebagai salah satu pengurus masjid tersebut merapatkan diri pada Bu Saropah. Ya, walaupun tinggal di kampung, namun untuk keadaan masjid yang satu ini cukup makmur. "Perkenalkan Saya Saroh, ibu siapa? Ibu terlihat seperti banyak masalah. Boleh kok kalau mau cerita, siapa tahu saya bisa memberikan solusi. In syaa Allah saya amanah." Meskipun salah satu pengurus, tapi wanita sebaya dengan Bu Saropah itu baru kembali ke kampung ini setelah satu tahun lamanya menetap di kota. Bu Saropah menceritakan permasalahan hidupnya sendiri kepada Bu Saroh, tapi seolah sedang mengisahkan kehidupan orang lain. Sebab, tidak menyebutkan kata ganti saya di dalam cerita tersebut. Melainkan orang lain. Tujuan Bu Saropah tidak jujur, agar dia tidak malu kalau sebenarnya itu adalah kisahnya sendiri"Wah, cuk
Izinkan Suamimu Menikah Lagi Bab 106"Itu ada apa sih, Pak?" Seorang laki-laki kembali ke tokonya setelah melihat apa yang terjadi di lapak Nunik. Secara tidak sengaja Bu Saropah yang sedang belanja di lapak sebelah pun mendengarnya. "Anu, Bu, penjual kue enak yang belum lama dagang itu, tadi jatuh pingsan. Dia tuh sepertinya sudah merasakan sakit tapi tetap maksa jualan. Kasihannya lagi, tueh dagangannya hancur berantakan." Si suami itu menjelaskan dengan mimik prihatin. "Oalah, kasihan ya, Pak. Itu punya suami gak sih? Eh, maksud ibu, suaminya ke mana gitu lho, kok ngebolehin istrinya jualan." Bu Saropah semakin menajamkan pendengarannya. "Udah, Bu, gak usah dibahas! Mending kita doakan saja, semoga si mbaknya baik-baik saja." Si Bapak menyetop pembahasan itu. "Maaf, Bapak, Ibu. Saya tadi tidak sengaja mendengar , kata Bapak ada yang pingsan, ya? Di mana?" Bu Saropah memberanikan diri bertanya sebelum rasa penasarannya membuncah. "Di blok jajanan depan itu lho, Bu. Sekarang m
Izinkan Suamimu Menikah Lagi Bab 107"Jangan banyak pikiran, ya!" titah dokter seraya memberikan kode kepada perawat sebelum meninggalkan ruangan, detik kemudian perawat mengangguk tanda mengerti. Nunik lega karena tidak dimarah oleh dokter. "Dok!" Nunik menghentikan langkah dokter. "Ya, ada keluhan?" Dokter memutar badan dan kembali menghampiri Nunik. "Sebenarnya saya sakit apa sih, dok?" Dengan penuh kecemasan, Nunik berharap dokter bisa mengobati rasa penasarannya.Nampak dokter menarik napasnya sebelum memberikan jawaban. "Sudah, jangan dipikirkan. Yang terpenting adalah ibu menjalani proses medis dengan baik." Banyak pertimbangan yang diambil dokter ketika memilih bungkam. Salah satunya agar pasien tidak terbebani oleh pikiran dan ketakutan. Tujuannya adalah agar proses kestabilan tubuh bisa maksimal dan cepat. *****Tiga hari tiga malam sudah terlewati, hari ini Nunik sudah diperbolehkan pulang. Setelah mendapatkan perintah dari perawat untuk mengurus administrasi, Bu Sa
Izinkan Suamimu Menikah LagiBab 108Nabila yang tidak ingin moodnya rusak, segera menurunkan egonya dengan tidak menanggapi omongan Fathan. Terlebih lagi, Fathan sudah meninggalkan dirinya sendirian. Lebih tepatnya kabur. Akan tetapi…."Bukan hasil dari perselingkuhanmu, kan?" Fathan yang sudah berlalu, kini kembali di hadapan Nabila. Membuat Nabila melototkan matanya, detik kemudian ia murka. "Apa-apaan kamu, Mas?! Aku tidak seperti itu, ya! Jangan seperti ibu yang main tuduh-tuduh, bisa gak? Aku tidak sebejat itu, apalagi untuk membiayai orang yang kubenci, ngerti!" Brak! Nabila menggebrak meja sebelum meninggalkan Fathan. Ia yang benar-benar tersinggung, sama sekali tidak merasakan panas dan sakit di tangannya akibat gebrakan itu. Bukan hanya karena pertanyaan itu ia menjadi tersinggung, tapi juga merasa tidak dihargai padahal sudah mau membiayai Nunik yang notabenenya adalah musuhnya.Malam itu dua insan manusia saling berdiam diri, Fathan dan Nabila hingga pagi menjelang. Ke