Izinkan Suamimu Menikah LagiBab 103Ada yang harus kita bayar di setiap hal yang kita peroleh. Dan sebaliknya, akan ada hal yang akan kita terima ketika kita memberi, sekalipun pemberi mengikhlaskan tanpa mengharapkan imbalan apapun. Karena, tidak ada yang gratis di dunia ini. Dengan menyerahkan kartu debit, Nabila justru sangat senang. Sebab, ketika akan membayarkan tagihan RS, ia sudah punya rencana di kepalanya. "Ini kartu debitnya dan nota pembayarannya, silahkan ibunya ke apotek untuk mengambil obat." Suster bagian administrasi memberikan apa yang diucapnya seraya menunjuk loket apotek. Satu jam telah berlalu, kini mereka bertiga, sudah tiba di rumah Nunik. Tepatnya berempat, karena Risma sudah diambil dari rumah Rosinah. "Nunik, langsung saja." Nabila berhenti sejenak lalu memandang sekeliling ruang tamu. "Kamu tahu habis berapa tagihan tadi?" Nunik dengan wajah sayu, menggeleng. "Gak tahu, Mbak!" Nunik menunduk, ia malu. "Nih, baca!" Nabila menyodorkan print-out hasil p
Izinkan Suamimu Menikah LagiBab 104Brak! "Astaghfirullah! Kamu kenapa marah-marah sih, Mas? Datang bukannya salam, malah banting pintu! Gak usah kek orang yang gak punya adab, gitu, lho!" Fathan yang masuk tanpa salam dengan membanting pintu saat pulang dari kerja membuat Nabila langsung menyemprotnya. Bu Saropah yang disamping Nabila ikut melototi lelaki satu-satunya di keluarga itu. "Gimana gak marah, aku sepanjang hari digunjingi orang-orang karena istri kedua di rumah sakit yang sama tapi gak ada yang urus sama sekali. Ini semua gara-gara ibu!" jelas Fathan dengan nada tinggi, tatapannya nyalang ke arah Bu Saropah. "Kok ibu, sih?" Bu Saropah terkejap saat dirinya merasa dituduh, ia yang duduk langsung berdiri. "Jelas gara-gara ibu! Coba saja gak maksa aku untuk nikahin Nunik, pasti kejadian ini tidak akan terjadi." Fathan yang masih berdiri ditambah dikuasai amarah, tidak bisa membendung emosi di hadapan sang ibu. Ia juga lupa bahwa segala sesuatu yang dialaminya adalah takd
Izinkan Suamimu Menikah LagiBab 105Jarum jam sudah menuju pada pukul enam pagi, di mana orang-orang sudah berlalu lalang dan di luar telah terang benderang. Dengan penuh empati, wanita yang diketahui sebagai salah satu pengurus masjid tersebut merapatkan diri pada Bu Saropah. Ya, walaupun tinggal di kampung, namun untuk keadaan masjid yang satu ini cukup makmur. "Perkenalkan Saya Saroh, ibu siapa? Ibu terlihat seperti banyak masalah. Boleh kok kalau mau cerita, siapa tahu saya bisa memberikan solusi. In syaa Allah saya amanah." Meskipun salah satu pengurus, tapi wanita sebaya dengan Bu Saropah itu baru kembali ke kampung ini setelah satu tahun lamanya menetap di kota. Bu Saropah menceritakan permasalahan hidupnya sendiri kepada Bu Saroh, tapi seolah sedang mengisahkan kehidupan orang lain. Sebab, tidak menyebutkan kata ganti saya di dalam cerita tersebut. Melainkan orang lain. Tujuan Bu Saropah tidak jujur, agar dia tidak malu kalau sebenarnya itu adalah kisahnya sendiri"Wah, cuk
Izinkan Suamimu Menikah Lagi Bab 106"Itu ada apa sih, Pak?" Seorang laki-laki kembali ke tokonya setelah melihat apa yang terjadi di lapak Nunik. Secara tidak sengaja Bu Saropah yang sedang belanja di lapak sebelah pun mendengarnya. "Anu, Bu, penjual kue enak yang belum lama dagang itu, tadi jatuh pingsan. Dia tuh sepertinya sudah merasakan sakit tapi tetap maksa jualan. Kasihannya lagi, tueh dagangannya hancur berantakan." Si suami itu menjelaskan dengan mimik prihatin. "Oalah, kasihan ya, Pak. Itu punya suami gak sih? Eh, maksud ibu, suaminya ke mana gitu lho, kok ngebolehin istrinya jualan." Bu Saropah semakin menajamkan pendengarannya. "Udah, Bu, gak usah dibahas! Mending kita doakan saja, semoga si mbaknya baik-baik saja." Si Bapak menyetop pembahasan itu. "Maaf, Bapak, Ibu. Saya tadi tidak sengaja mendengar , kata Bapak ada yang pingsan, ya? Di mana?" Bu Saropah memberanikan diri bertanya sebelum rasa penasarannya membuncah. "Di blok jajanan depan itu lho, Bu. Sekarang m
Izinkan Suamimu Menikah Lagi Bab 107"Jangan banyak pikiran, ya!" titah dokter seraya memberikan kode kepada perawat sebelum meninggalkan ruangan, detik kemudian perawat mengangguk tanda mengerti. Nunik lega karena tidak dimarah oleh dokter. "Dok!" Nunik menghentikan langkah dokter. "Ya, ada keluhan?" Dokter memutar badan dan kembali menghampiri Nunik. "Sebenarnya saya sakit apa sih, dok?" Dengan penuh kecemasan, Nunik berharap dokter bisa mengobati rasa penasarannya.Nampak dokter menarik napasnya sebelum memberikan jawaban. "Sudah, jangan dipikirkan. Yang terpenting adalah ibu menjalani proses medis dengan baik." Banyak pertimbangan yang diambil dokter ketika memilih bungkam. Salah satunya agar pasien tidak terbebani oleh pikiran dan ketakutan. Tujuannya adalah agar proses kestabilan tubuh bisa maksimal dan cepat. *****Tiga hari tiga malam sudah terlewati, hari ini Nunik sudah diperbolehkan pulang. Setelah mendapatkan perintah dari perawat untuk mengurus administrasi, Bu Sa
Izinkan Suamimu Menikah LagiBab 108Nabila yang tidak ingin moodnya rusak, segera menurunkan egonya dengan tidak menanggapi omongan Fathan. Terlebih lagi, Fathan sudah meninggalkan dirinya sendirian. Lebih tepatnya kabur. Akan tetapi…."Bukan hasil dari perselingkuhanmu, kan?" Fathan yang sudah berlalu, kini kembali di hadapan Nabila. Membuat Nabila melototkan matanya, detik kemudian ia murka. "Apa-apaan kamu, Mas?! Aku tidak seperti itu, ya! Jangan seperti ibu yang main tuduh-tuduh, bisa gak? Aku tidak sebejat itu, apalagi untuk membiayai orang yang kubenci, ngerti!" Brak! Nabila menggebrak meja sebelum meninggalkan Fathan. Ia yang benar-benar tersinggung, sama sekali tidak merasakan panas dan sakit di tangannya akibat gebrakan itu. Bukan hanya karena pertanyaan itu ia menjadi tersinggung, tapi juga merasa tidak dihargai padahal sudah mau membiayai Nunik yang notabenenya adalah musuhnya.Malam itu dua insan manusia saling berdiam diri, Fathan dan Nabila hingga pagi menjelang. Ke
Izinkan Suamimu Menikah LagiBab 109Walaupun sempat terjadi masalah kecil, Bu Saropah berhati-hati agar tidak terulang kembali. Beruntung, dagangannya cepat habis. Dengan begitu, ia dimiliki waktu senggang untuk menjenguk Nunik. Tak ingin berlama-lama, ia langsung membereskan dan membersihkan bekas dagangnya. Selesai, ia langsung beranjak menuju rumah Nunik. Sebenarnya masih bisa dibilang dekat jika hanya berjalan kaki, tapi ia memilih menaiki ojek agar lebih cepat. Tak butuh lama, Bu Saropah sudah sampai di rumah Nunik. Segera saja, ia mengetuk pintu. "Apa dia tidur, ya?" Setelah beberapa kali salam dan mengetuk pintu, Nunik tidak segera membukakan pintunya. "Jangan-jangan…." Bu Saropah segera berlari dengan begitu paniknya ke belakang rumah dan masuk lewat pintu dapur sebab pintu depan dikunci. Beruntung, pintu belakang tidak terkunci. "Assalamu'alaikum, Nunik! Ima!" Bu Saropah tergesa-gesa masuk, ia memindai semua ruangan, berharap menemukan mereka.Bu Saropah cara mengecek d
Izinkan Suamimu Menikah LagiBab 110Drrt! Drrtt! "Mas Fathan telepon, Bu!" Nabila keluar dari ICU dengan membawa tas selempangnya. "Assalamu'alaikum, ya gimana, Mas?" Nabila sudah berada di lobby menuju UGD. "Wa'alaikumussalam. Kamu di mana? Kenapa rumah gelap gulita begini?" Nabila menepuk jidatnya, saking menyelami perasaan iba yang tiba-tiba hadir terhadap Nunik, ia lupa bahwa waktu sudah sore. "Maaf, mas! Satu jam lagi aku sampai di rumah." Nabila segera mematikan teleponnya agar bisa dipakai untuk memesan taksi online. Ia tidak mempedulikan Fathan yang sudah pasti emosi sebab tidak ada izin keluar rumah, terbukti dari suara Fathan terdengar penuh amarah. Sambil menunggu taksi, Nabila mengabari Bu Saropah melalui pesan. Bahwa, ia akan pulang karena sudah ditelepon Fathan. Waktu berlalu cepat, adzan maghrib berkumandang tepat saat Nabila sampai di rumah. "Assalam…." "Dari mana kamu?" Belum sempat menyelesaikan salamnya, Fathan sudah membentak Nabila tepat saat pintu itu se