Dengan gemetar Leona mendaratkan bobotnya di kursi pada meja yang sama. Entah kenapa meski sudah tinggal beberapa hari di rumah ini rasanya masih asing. Mungkin karena mereka tidak menganggapnya ada, kecuali Elisa. Pikir Leona."Kau jangan merasa bangga dulu, karena aku menyuruhmu duduk di kursi ini."Ucapan Lucas makin tidak di mengerti. Sudahlah, lebih baik ia berusaha tetap tenang. Bukankah, tadi malam pun ia duduk berdekatan dengan suaminya itu? Harusnya Leona tidak perlu tegang. "Maaf, Tuan. Memang lebih baik saya tidak ikut makan malam bersama kalian. Saya lebih baik duduk bersama mereka," ucap Leona dengan maksud bersama para asisten rumah tangga lainnya."Kamu tidak perlu bicara, yang sepantasnya boleh bicara hanya aku dan Elisa!" bentaknya.'Astaghfirullah ... ucapanmu menyakitkan, Mas!!'Sepintas ia melihat wajah Elisa tersenyum kecil, ia tutup dengan satu tangannya.'Tunggu, apa aku tidak salah lihat? Nyonya tadi tersenyum. Apa maksudnya dia sedang senang saat Tuan Lucas m
Meskipun ia menganggap bahwa yang di baca hanya mitos. Rasa takut pun tiba-tiba mencuat dalam pikirannya. Ia juga tidak ingin, jika sampai anaknya nanti ngiler dari bayi sampai dewasa. Mengembalikan ponsel pada layar utama, menyimpan kembali ponsel di sakunya. Lucas kembali masuk.Di tengah perjalanan menuju kamar Leona, berpapasan dengan Elisa. "Dari mana kamu, Mas?!""Hanya mencari angin diluar?!" Lucas Hanyar jawab asal saja.Elisa melihat langkah Lucas terlihat akan menuju kamar Leona kembali. "Lalu sekarang kamu mau ke mana? Jangan katakan kamu mau pergi ke kamar Leona?!" Wajahnya sudah menunjukkan kedengkian. "Ah, tidak. Aku hanya ingin menemui mu saja. Terakhir kali kau berada di kamar Leona. Jadi aku berniat mengajak kamu makan malam di luar. Aku lapar, dan sepertinya aku tidak selera makan di meja itu lagi, karena mendengar mualnya Leona tadi." Lucas memberi alasan yang tepat. "Oh ya, kau sudah kasih tahu bibi untuk memasak sesuatu buat Leona?!""Oh, seperti itu rupanya. S
Setelah Lucas melakukan pekerjaannya, Leona kembali bicara. "Tuan, maaf sekali lagi. Anak ini sepertinya sedang menginginkan sesuatu."Lucas menghempaskan nafas kasarnya. "Ada lagi?! Aku mohon. Jangan biarkan dia minta sesuatu yang tidak wajar dari ku. Aku tidak betah melihatnya."Leona hanya tersenyum. "Tidak Tuan, dia hanya menginginkan Anda nanti tidur satu ranjang di sini bersama saya. Dengan mengelus perut saya."Glek!"Kan! Apa yang kupikirkan benar juga. Bayi itu pasti meminta keinginan yang tidak aku setujui.""Entahlah Tuan, dia sendiri yang menginginkannya.""Aku akan pikiran lagi, aku akan mengembalikan mangkuk ini ke dapur," ucapnya penuh tanggungjawab.Di tengah perjalanan ia bertemu Elisa. Wanita itu menghadangnya, dengan berdiri bertolak pinggang."Bagaimana Mas Lucas? Apakah kamu senang dengan permintaan Leona yang aneh itu!!?" Elisa membuang wajah sebal."Kenapa kamu bertanya seperti itu?? Ini kan semua permainan yang kau buat sendiri, Elisa?!" Pria yang sedikit menj
Mira tampak tidak senang melihat Leona ada di antara mereka. "Pantas perutnya buncit juga!" sindirnya setelah melihat perutnya yang sedikit membusung."Ya, Elisa cuma kasian saja kok.""Hamil tanpa suami, awas saja dia bisa berbuat nekad dengan mendekati suamimu, Sa!! Ia bukan wanita baik-baik.""Jangan berkata demikian, Ma. Elisa melihat dia wanita yang baik, tidak mungkin ia melakukan hal itu." Wanita itu terus menerus mencari muka di depan mertuanya. Tidak perduli harus mengorbankan Leona. "Kamu memang wanita yang baik, Lucas beruntung menemukan istri sepertimu.""Mama jangan berlebihan memuji Elisa."Dari kejauhan Mira melihat Leona berjalan ke arah mereka membawa nampan berisi minuman yang diperintahkan Elisa. Saat leona sampai dihadapan mira, dengan sengaja kaki Mira menjulur ke depan, membuat leona kehilangan keseimbangan hingga terjatuh, semua minuman pun tumpah dan beberapa diantaranya pecah. "Nyonya Elisa, maafkan saya." Segera Leona berusaha bangkit dan berniat memunguti
Sorot mata Mira menatap tak sedap ke arah Lucas yang terdiam menatap atas. Saat pandangannya melihat atas, Mira pun melihat arah yang sama. Siapakah yang di lihatnya sampai ia lupa berkedip."Wanita hina!!" umpatnya dengan menggerakkan gigi-giginya. "Benar kan kataku. Jika dibiarkan wanita ini akan ngelunjak. Aku tidak ingin rumah tangga Lucas hancur gara-gara dia!!" lanjutnya masih menatap tidak senang ke atas.Mira akan tunggu sampai acara ini selesai. Wanita paruh baya itu akan memberikan pelajaran berharga padanya. Agar ia bisa melihat siapa sebenarnya dia di rumah ini. Ia tidak lebih baik dari seorang pelacur*r. Batin Mira yang sudah tidak tahan. Lebih dari enam puluh menitan acara kecil-kecilan itu berlangsung. Setelah pembagian berkat, acara pun usai. Seperti yang di tunggu-tunggu, Mira berjalan naik ke lantai atas sampainya disana, Leona tidak terlihat. Rupanya ia sudah masuk ke dalam kamarnya.BRAK! BRAK!Ia menggebrak pintu yang terbuat dari kayu tersebut. Menunggu dengan
"Ma, Elisa mohon. Jangan biarkan Leona pergi. Elisa tidak tega dia hidup sendiri.""Jika dia tidak pergi. Apa mau, kau sendiri yang akan di depak dari rumah ini??!" Pertanyaan Mira mengejutkan Elisa. Cepat-cepat ia menggeleng kepala.Leona memegang tangan Elisa. "Tenanglah Nyonya Elisa, saya tidak apa-apa kok."Elisa memutar bola mata jengah. 'Bagaimana ini? Bisa mampus aku. Rumah Elisa sudah beralih tangan menjadi milik Annete. Wanita ini beserta ayahnya sudah tidak memiliki hak apapun atasnya. Jika dia pulang, rencanaku bisa ketahuan.' batin Elisa ketar ketir. Beberapa saat kemudian, Lucas datang dan menanyakan perihal keributan yang terjadi di kamar Leona. Tanpa sengaja ia melewati dan mendengarnya."Ada apa ini?? Kenapa ada ribut-ribut??" Ekor matanya melihat tas koper yang berniat di geret Leona keluar.Belum sempat mereka menjawab. Ia bertanya kembali pada Leona, "Kamu mau kemana dengan koper itu?!""Mama mau usir wanita ini. Tolong jangan di halangi!!" Mira lekas bicara."Maaf
Mendengar ucapan Lucas Mira makin mempertegas ketidak senangnya dengan wanita itu. Jika tidak ada Lucas di sana, kedua tangannya sudah gemas ingin mendorong tubuh Leona sampai jatuh tersungkur. Cih! "Benar kataku, jika wanita ini memang bukan dari keluarga baik-baik. Anaknya seorang wanita hina dan bapaknya seorang tahanan. Klop sekali. Lantas dimana ibunya??" "I—ibu ..." Bibirnya bergetar saat ia mengucap kata ibu. Namun suaminya itu memotong ucapannya."Ma, tolong hentikan ucapan mama. Lucas dan Leona tidak ada waktu. Kami harus pergi, permisi."Pria itu menggandeng tangan Leona di depan mata ibunya Mereka pergi mengendarai kuda bermesin miliknya.Di dalam mobil, Lucas memperhatikan wajah Leona yang tampak pucat pasi. "Leona, maafkan Mamaku. Dia sangat kelewatan."Entah Leona harus merasa senang atau sedih, bukankah ia pun memiliki sifat demikian? Dan keinginannya lebih kejam dari ibundanya. Jadi percuma juga dia memintakan maaf untuk ibunya. Ia tetap sakit jika ingat surat peny
"Itu, madumu. Abis jalan—jalan sama Lucas." Elisa mengangkat alis, mengerutkan keningnya. Memandang Leona dengan tatapan mengintimidasi. Ah, dia lupa. Saat berhadapan dengan wanita ini, kesabarannya yang sebatas tisu harus ia tunjukkan ke permukaan. "Biarkan saja, Ma. Agar bayi dalam kandungan Leona bisa menghirup udara segar di luar sana. Kasian juga tiap hari harus membantu asisten mengurus rumah besar ini. Dia juga butuh refreshing. Benar begitu, Leona?" Elisa menepuk-nepuk punggung Leona seakan wanita itu adiknya.Elisa melihat bola mata Mira berputar, sebagai pertanda dia amat muak melihatnya."Susah sekali kamu diberi tahu, Elisa! Apa kamu tidak takut, jika nanti Lucas jatuh ke pelukan wanita ini? Kenapa kau tampak biasa saja? Sebagai seorang istri, mama pun takut jika sampai hal itu terjadi."'Ya Tuhan ... apa sebaiknya hamba pergi saja dari rumah ini? Keadaan rumah ini tidak ada tenangnya selama ada hamba. Kapan Tuan Lucas dan Nyonya Elisa berkata jujur, jika hamba adalah is
Tampak Lucas tersenyum, tanpa ke duanya tahu. 'Leona ... Aku akan segera menikahimu. Kita akan hidup bersama selamanya bersama buah hati kita,' batin Lucas. "Aku minta tinggalkan aku! Kumohon keluarlah, biarkan aku sendiri!!" suruhnya pada mereka berdua."Leona ... Maafkan aku, sungguh bukan ini sebenarnya keinginan ku. Namun, keadaan yang memaksa diriku untuk —""Sudahlah, Mas. Dari pada Tuan Lucas membawamu ke jeruji besi, lebih baik kamu berpisah denganku!"Leona sedih, karena tidak ada dari ke dua pria itu memprioritaskan nya. Sungguh, di dunia ini tidak ada yang benar-benar baik padanya.Sebelum Edo pergi, ia memegang tangan Leona. Sungguh Lucas tak ingin melihat mereka seperti itu. Tapi mungkin ini akan menjadi yang terakhir kali untuk itu. Ia pun membiarkan saja. Terdengar langkah kaki setelah pintu terbuka. Mereka melihat, seorang wanita datang. Ya, dia Leona, menggandeng seorang anak kecil, tak lain buah hati Leona, Vinc. Lucas kesal saja melihat wajah Elisa itu."Untuk apa
"Rumah kamu nyaman, Mas. Bersih juga." Manik mata Leona mengedarkan pandangan ke segala sisi ruangan.Tidak ada satupun pakaian tergeletak di kursi atau di gantung. Bug!Terkejut, Edo mendorong tubuh Leona jatuh ke pelukannya. Leona yang belum terlihat siap sedikit menghindari."Kenapa menjauh?" tanya Edo mengernyitkan kening."Tidak apa-apa, Mas." Ia mengangkat sudut bibirnya hambar. Tidak seperti sedang tersenyum. "Boleh kan aku minta sekarang??"Edo menaikkan alisnya ke atas. Meminta jawaban secepatnya. Wajah Leona mendadak panik. Seakan dia lupa jika pria itu suaminya sekarang. "Minta??""Ya? Kamu gak mau ya?" "Ah. T—tidak. Bukan gitu, Mas." Leona tidak siap jika pria itu meminta sekarang. 'Aduh, bagaimana ini? Aku tidak siap. Apa kau menolaknya saja?'"Mau aku buatkan kopi dulu, Mas?" Berniat mengalihkan pembahasan.Edo menggeleng. Dengan cepat ia merangkul dari belakang. Membuat Leona menarik dan menghembuskan napas berulang kali karena gugup."Bagaimana, Mas?" tanya Leona k
Leona menggeleng pelan. "Tidak, Bu. Selama ini Leona bekerja sebagai baby sitter anak ku sendiri.""Maafkan segala kesalahan Ayahmu ya Leona," ucap Nina.Leona mendongak melihat wajah sang ibu. "Ibu tidak perlu merasa bersalah begitu atas kesalahan Ayah. Ini semua sudah takdirku, Bu. Leona menerima dengan ikhlas."Wanita yang sudah tidak muda lagi itu mengelus kening Leona. Ia mengatakan untuk bersabar. "Nak, setelah pernikahan kamu dengan Edo, ibu yakin kau akan menemukan kebahagiaanmu.""Amiin ... Terima kasih doanya, Bu."***Hari yang ditunggu telah tiba, tidak digelar secara besar-besaran. Acaranya berlangsungnya pun sama persis dengan acara pernikahannya dengan Lucas. Di kantor KUA saja.Sungguh ia tidak merasa takut atau hal lain yang dipikirkan. Ia merasa tenang. Didampingi Ibu Nina dan Ben. Meskipun Ben tidak setuju jika Leona menikah dengan Edo. Tidak ada percakapan antara Ibu Nina dan Ben, hati Nina sudah sakit melihat pria itu muncul di depan matanya. Pria berpeci putih,
Leona menunjuk rumah kecil di balik sumur. "Parkir aja motor Tuan di sini," ujarnya.Menurunkan koper dan menariknya menuju pintu yang terlihat usang dan tertutup.Ia menatap Lucas sejenak. Lalu memutuskan untuk mengetuk pintu tersebut.Setelah ketukan ke tiga kalinya. Terlihat handle pintu terbuka. Leona menunggunya dengan hati berdebar. Berharap besar jika orang yang membuka pintu tersebut adalah ibunya. Sungguh selama ini ia membuang waktu dengan mempercayai ucapan sang ayah, jika ibunya telah berkhianat. Bahkan sebenarnya, ayahnya-lah yang membohonginya. Setelah pintu terbuka, barulah mereka dapat melihat wanita ringkih dengan hijab lusuh berwarna hijau. Secepat itu bulir air membanjiri kelopak mata Leona.Terlihat bibir itu bergetar hebat. Seakan ingin mengeluarkan suara namun tercekat di tenggorokan. "Leona?"Leona tidak mampu menggerakkan bibirnya. Hanya tangannya yang lembut lekas merentang dan memeluk tubuhnya. "Ibu ...""Leona anakku. Kau kah ini, Nak?""Iya Bu. Ini Leona
"Mas! Mas!! Aku bisa jelaskan padamu. Tolong dengarkan aku..." pinta Elisa. Ia memohon dengan menciumi tangannya. Namun Lucas sudah terlanjur murka.Sekali dia memberi kepercayaan pada orang lain, dan orang itu membuat noda hitam di dalamnya. Lucas tidak akan memaafkannya. Sudah beberapa kali Elisa membuat kesalahan, Lucas memberikannya kesempatan. Untuk satu ini, ia tidak akan mempercayainya."Kumohon percayalah, aku akan jelaskan semuanya." Elisa menggenggam erat lengannya meminta Lucas percaya padanya.Namun pria itu sudah menunjukkan taringnya. Hingga Elisa terduduk dan bersimpuh, Lucas tidak menghiraukannya. Saat Elisa memegang erat kakinya yang akan pergi, pria itu menendangnya hingga wanita itu menangis."Mas ... Kau mau ke mana?" Teriakan itu tidak di gubrisnya. Ia pergi saja dengan membawa kemurkaannya.Menunggangi kuda bermesin ya. Dengan cepat melesat dengan kecepatan tinggi. Tangannya menggenggam erat. Ia hantamkan pada dasboard mobilnya, Dengan seruan kata-kata kemurkaan
"Breng sek kalian!!?" ucapan kotor itu keluar juga dari mulut Leona. Masalahnya sangat berat, di tambah lagi ini."L—Leona??! Kapan kamu datang, Nak? Kenapa kamu gak bilang-bilang dulu mau ke sini?!" tanya Ben dengan terbata-bata, di sertai suara yang bergetar.Terlihat jelas sekali jika pria itu ketakutan. Ia yakin jika putrinya telah mendengar semua pembicaraannya dengan Annette. Apa lagi wajahnya Leona tidak seperti biasanya. Ben harus berhati-hati.Leona masa bodoh sekarang dengan pria itu. Sudah merasa pantas saja dia masuk penjara. Kenapa Lucas harus susah-susah mengeluarkan dari jeruji besi? Jika memang ayahnya bersalah. Ben berjalan menghampiri Leona yang menunjukkan kemarahan. Berusaha memegangi tangannya, namun Leona membuangnya begitu saja. Menolaknya kasar. Membuat hati Ben tersayat."Lepas!! Aku tak sudi melihat kalian!! Kalian berdua kejam!! Kalian yang menyebabkan ibu pergi!!" ucap Leona dengan air mata menggenang."Ayah akan jelaskan, Leona!!" pinta Ben dengan wajah
Tangis Leona pecah. Ia merebahkan tubuhnya, menarik selimut lebih tinggi sampai menutup kepala. Menumpahkan segala jeritan dalam hatinya. Sementara Edo membiarkan saja, turun dari ran jang dan mengenakan pakaiannya kembali.***Saat itu, Leona harus menemui Lucas. Ya harus menjelaskan; jika semua yang dikatakan oleh Edo adalah bohong. Langkah kakinya berat mencari Lucas di segala penjuru rumah. Ia tidak melihatnya di manapun. Sampai langkah kaki Leona, terhenti di ambang pintu belakang yang terhubung dengan taman di belakang kediamannya. Pria itu duduk membelakanginya di atas tanaman rumput yang sengaja di tanam tukang kebun. Dengan wajah yang disembunyikan di antara dua lutut nya. "Apa yang dilakukan Tuan Lucas di sana?" tanya Leona seorang diri. Tanpa menunggu lama Leona berjalan menghampirinya. Entah salah atau benar dengan lancangnya Leona menemui suami orang di tempat itu. "Tuan," sapanya. Pria itu seketika mengangkat kepalanya mendongak melihat Leona berdiri di sebelahnya
Leona masuk ke dapur, di sana sudah tersedia beberapa hidangan di atas nampan. "Selamat siang, Leona?""Nyonya? Anda belum makan siang?" "Sudah. Ini makanan untuk kamu dan Edo. Kamu tidak perlu repot masak. Kasian Edo menunggu lama nantinya. "Leona berpikir, tumben wanita itu baik pada Leona. Semenjak beberapa bulan lamanya Elisa menunjukkan taringnya, saat ini ia terlihat berbeda. Mungkin ia sudah berubah, tidak ingin memiliki pikiran negatif Leona menerima saja nampan bundar dari dua tangannya."Terima kasih Nyonya," ucapnya. "Sama-sama, lagian itu juga sisa makanan tadi kok. Tidak perlu berterima kasih." Elisa menarik satu sudut bibirnya lalu keluar.Leona tidak peduli lagi, asal cepat menghidangkan makanan ini untuk Edo. Gegas ia berjalan menuju meja makan. Terlihat ia sabar menunggu, buktinya ia tidak pergi dari kursi itu. Beberapa saat lalu, Lucas mengizinkan mereka duduk di meja yang sama. Jika Lucas dan Elisa selesai, mereka boleh memakainya."Silahkan Tuan."Manik mata pem
Hari ini Leona mencoba bicara pada Lucas kembali.Selama di kediaman Lucas, ia tidak di beri izin keluar dari kediamannya. Rasanya ingin menemui ayahnya. Waktu sudah berjalan 2 tahun dan dia belum juga bertemu dengannya.Hari ini Leona mencoba bicara pada Lucas kembali.Terlihat pria itu bersantai di teras dengan meneguk cairan hitam dari sebuah cangkir berbahan dasar porselen.Perlahan ia berjalan mendekati Lucas. Ia menyadari kehadiran Leona. "Tuan, hari ini saya izin bertemu dengan ayah saya."Pria itu menoleh, "Baiklah, aku akan suruh Edo mengantarmu.""Tidak perlu, Tuan. Saya bisa ke sana seorang diri.""Sudahlah, menurut saja!" kata Lucas. Ia pasti terkejut, karena rumah miliknya dahulu telah terjual. Edo akan mengantar Leona ke rumah Beni yang baru, meskipun tidak terlalu besar. Namun Beni sangat berterima kasih padanya. Sudah lebih dari cukup segala bantuan yang di berikan keluarga Lucas."Baiklah. Bersiaplah!!"Hari itu juga Edo mengantarnya. Selama di perjalanan Edo mengaja