Sudah sepekan Adam mencari keberadaan Hanin di sela aktifitasnya di rumah sakit, tetapi belum mendapatkan hasil. Pria itu sudah mencari ke beberapa tempat, termasuk ke Restoran tempat dulu Hanin bekerja, pun dengan menemui Tita yang juga tidak tahu keberadaan sahabatnya.
Meskipun sulit menemukan Hanin, Adam tak ingin menyerah. Usahanya saat ini belum seberapa jika dibandingkan dengan pengorbanan Hanin demi keluarganya. Adam akan terus berusaha mencari sang mantan istri, jika perlu ia akan meminta bantuan pada orang yang berprofesi sebagai detektif.Anggun pun masih sering menghubunginya, tapi tidak ia hiraukan. Biarlah urusan dengan Anggun ia kesampingkan dulu. Setelah Hanin diketemukan, Adam akan segera mengambil keputusan tentang kelangsungan hubungannya dengan Anggun.Dua jadwal operasi hari ini membuat Adam merasakan lelah yang teramat sangat. Pria itu beristirahat sejenak di ruangan miliknya seraya merebahkan diri di atas sofa. Matanya terpejam, hampi"Anggun, aku ... maaf, aku tidak bisa."Anggun terperangah. Jawaban dari Adam membuatnya merasa menjadi wanita yang menyedihkan. Ia kira Adam akan mau memenuhi permintaannya demi bisa bertemu Hanin, tapi ternyata dugaannya salah."Kenapa, Mas? Bukankah kita memang akan menikah? Atau ... Mas berencana untuk membatalkan rencana pernikahan kita?" Suara Anggun bergetar. Air mata menerobos keluar tanpa bisa ia cegah. Sakit ... teramat sakit saat pria yang dicinta memberinya penolakan."Gun, aku mohon jangan mendesakku terus. Saat ini aku hanya ingin bertemu dengan Hanin dan meminta maaf pada dia. Kenyataan yang aku terima membuatku merasa menjadi laki-laki paling buruk. Mungkin aku pun tidak pantas menjadi suami kamu.""Bagiku hanya kamu satu-satunya pria yang pantas menjadi suamiku, Mas! Terlepas dari sikapmu pada Mbak Hanin, itu karena dia sendiri yang mengarang cerita sampai kamu menceraikannya, bukan karena kesalah kamu sepenuhnya.""Tapi
"Ada yang ingin saya bicarakan dengan Mbak Hanin. Ini soal ... Mas Adam."Hanin terhenyak, tetapi kemudian menormalkan kembali ekspresinya dengan cepat. "Pak Adam? Ada apa dengan dia, Mbak?"Anggun menarik napas dalam sebelum berbicara. "Sebenarnya ... saya sudah mengetahui hubungan kalian di masa lalu. Mbak Hanin ini mantan istrinya Mas Adam, juga alasan kenapa dulu kalian sampai berpisah, saya tahu semuanya."Hanin kembali terperangah. Tidak menyangka kalau Anggun telah mengetahui siapa dia sebenarnya. Akan tetapi, kenapa wanita ini masih bersikap baik? Bukankah seharusnya Anggun ikut membenci seperti halnya Adam yang juga membencinya?"Ja-jadi, Mbak Anggun sudah tahu? Saya jadi malu, Mbak Anggun mengetahui keburukan saya di masa lalu," ujar Hanin seraya menundukkan kepala. Rasanya ia tidak punya muka untuk menghadapi Anggun yang masih mau membantunya. Hanin pikir, Anggun hanya mengetahui perselingkuhannya yang berujung perceraian, padahal calon
"M-mas, aku--""Jangan pergi lagi!"Hanin mematung. Perkataan Adam membuatnya ingin memastikan jika ia tak salah dengar. Pria itu bukan menyuruhnya pergi, tetapi memintanya untuk bertahan. Hanin memberanikan diri menatap netra tajam milik Adam. Hanya ingin memastikan jika ia memang tak salah dengar."Jangan pergi. Aku memintamu jangan pergi, Hanin," ulang Adam."Tapi ... kenapa? Bukankah--""Demi aku dan juga Silla," potong Adam cepat. Ia tahu apa yang akan dikatakan Hanin berikutnya."A-apa?" "Ya, kamu pergi demi kebahagiaan aku dan juga Silla, bukan? Sekarang aku memintamu untuk jangan pergi, juga demi aku dan Silla. Karena kami membutuhkanmu," ucap Adam kemudian yang membuat tangis Hanin pecah. Sungguh, memang ia tak salah dengar. Adam memintanya bertahan, tapi ... kenapa? Bukankah kemarin pria itu menyuruhnya pergi? Adam tidak ingin melihat Hanin berkeliaran di sekitarnya."Aku ... tidak bisa, Mas
"Kita turun sekarang?"Adam menatap Hanin yang masih bergeming di tempatnya duduk. Mereka sudah sampai di rumah Adam lima belas menit yang lalu, tetapi Hanin masih belum mau turun, membuat Adam mau tidak mau ikut diam di dalam mobil."Mas, aku takut ... Silla akan menolakku. Selama ini dia begitu dekat dengan Mbak Anggun. Dia sudah menganggap Mbak Anggun seperti ibunya sendiri. Sedangkan aku, empat tahun menghilang tanpa pernah memberinya kasih sayang, hanya mampu memandanginya dari kejauhan. A-aku merasa tidak pantas--""Hei." Adam mengambil salah satu tangan Hanin untuk digenggamnya. "Jangan berbicara seperti itu. Silla sangat merindukan kamu, aku tidak bohong. Kamu percaya kalau ikatan Ibu dan Anak itu kuat? Begitu pun dengan kalian. Meskipun kalian baru bertemu, tetapi kasih sayang dia padamu begitu besar. Beberapa hari ini dia sampai tidak napsu makan karena kamu belum diketemukan," ujar Adam seraya menggenggam tangan Hanin begitu erat, ingin mem
"Nak, buka pintunya, Papa mau bicara!"Sudah satu jam Baskara dan sang istri berdiri di depan kamar Anggun. Mereka dibuat terkejut saat mendengar benda jatuh dari kamar sang putri. Insting seorang Ayah begitu kuat. Ia tahu pasti tengah terjadi sesuatu yang membuat putrinya seperti ini."Gun, Papa bilang buka pintunya! Ceritakan sama Papa apa yang terjadi, Papa akan membantu kamu, Sayang. Jangan khawatir!"Untuk yang kesekian kali Baskara meneriaki nama putrinya, tetapi tetap tidak ada jawaban. Tak ingin terjadi sesuatu pada sang putri, Baskara memanggil Sopir dan Tukang kebun untuk mendobrak pintu kamar itu.Dalam dua kali dobrakan, pintu akhirnya terbuka. Baskara langsung menyongsong tubuh sang putri yang terduduk di lantai sambil memeluk kedua lutut. Tangisnya terdengar memilukan, membuat Baskara ikut merasakan sakit yang tengah dirasakan sang putri."Aku enggak bisa kehilangan dia, Pa. Aku sangat mencintai dia," ucapnya disela isak tan
"Jangan bermimpi!"Teriakan dari arah pintu sontak membuat mereka menoleh ke asal suara. Baskara muncul dari sana diikuti dua orang berbadan besar. Adam pun berdiri melihat siapa orang yang tidak tahu sopan santun menerobos masuk ke dalam rumahnya. Pria itu seketika waspada melihat raut wajah Baskara yang tidak bersahabat."Mau apa Anda ke sini? Main nyelonong masuk ke rumah orang tanpa permisi! Tidak punya sopan santun!"Lestari berkacak pinggang. Rasa kesal dan marah pada pria paruh baya yang arogan ini semakin menjadi. Menurutnya, pria ini yang telah menyebabkan keluarga putranya berantakan. Manusia yang rela menghalalkan segala cara demi memenuhi keinginannya."Saya ke sini ingin meminta pertanggung jawaban dari putra Anda, Nyonya Lestari. Dia sudah berjanji akan menikahi putri saya dan sekarang saya menagih janji itu.""Saya tidak pernah berjanji untuk menikahi Anggun. Justru Anda sendiri yang datang dan meminta saya menika
Ternyata memang benar, Baskara tidak main-main dengan ancamannya. Pria itu sudah menarik diri menjadi donatur tetap di Rumah Sakit milik keluarga Adam. Kini Adam kembali harus berjuang mencari donatur lain yang mau membantu. Meskipun sulit, tetapi Adam sudah bertekad untuk berjuang dan tidak akan pernah mengiba pada Baskara.Adam tahu ini sebagian dari rencana pria itu agar ia mau menuruti keinginannya. Namun, Adam tidak akan kembali jatuh ke dalam lubang yang sama. Dengan segenap kekuatan, akan Adam hadapi Baskara dengan segala kelicikannya.Tidak ada hal yang paling membahagiakan bagi Adam selain melihat pemandangan sang putri tengah becanda bersama Hanin, seperti pagi ini.Arsilla tengah didandani oleh Hanin sebelum gadis kecil itu berangkat ke sekolah. Mbak Ratih tengah membantu membuatkan sarapan untuk sang majikan. Mereka seakan berganti peran, Hanin sebagai pengasuh, sedangkan Mbak Ratih sebagai asisten rumah tangga.Gadis kecil kesayangan
"Ibu kenapa?""Kenapa Bapak tidak melarang mereka untuk pulang?" Suara Hanin bergertar menahan marah, kesal juga rasa khawatir. Meskipun ia tahu Anggun sangat menyayangi putrinya, tetapi setelah kejadian kemarin, ia tidak bisa bersikap tenang. Hanin takut jika Anggun memanfaatkan Arsilla untuk memenuhi keinginannya."Lho, 'kan Bu Anggun sudah izin. Beliau juga yang biasanya menjemput Arsilla. Jadi ya, saya biarkan saja," ujar Satpam itu yang tidak mau disalahkan. Ia jelas tahu siapa Anggun. Mama dari Arsilla yang hampir setiap hari menjemput putrinya. Tidak salah kalau ia membiarkan mereka pulang lebih dulu. Toh Anggun sudah meminta izin pada wali kelas Arsilla, pikirnya.Hanin pun tidak bisa menyalahkan sepenuhnya. Toh dalam hal ini ia yang patut disalahkan karena terlalu asik mengobrol dengan Tita, hingga tidak sadar mobil Anggun terparkir di depan sekolah.Tak ingin membuang waktu, Hanin segera menelepon Adam untuk memberitahu. Dalam
Bunyi tembakan yang memekakan telinga membuat Hanin menjerit histeris dan menutup mata. Ia tidak sanggup kalau harus menyaksikan tubuh Adam yang terkena hantaman timah panas. Namun, Hanin merasa aneh karena Adam sama sekali tidak berteriak kesakitan. Pria itu justru makin mengeratkan pelukan pada tubuhnya."Cepat bawa dia ke mobil!"Suara asing yang terdengar, memaksa Hanin untuk membuka mata. Ia terhenyak saat melihat tiga orang polisi memapah tubuh Baskara yang berjalan pincang. Rupanya bukan Adam yang terkena tembakan, melainkan pria paruh baya itu."Mas gak papa?" tanya Hanin sambil memeriksa seluruh tubuh Adam."Mas baik-baik saja. Beruntung tadi sebelum ke sini Mas sempat menghubungi polisi dan akhirnya mereka datang tepat waktu. Kamu juga baik-baik saja kan? Mereka tidak sempat menyakiti kamu?""Aku juga baik-baik saja, Mas.""Syukurlah." Adam bernapas lega. "Sekarang kita pulang. Kasihan Silla yang menanyakan kamu terus."Hanin mengangguk setuju. Rasa lega dirasakan keduanya k
Adam menjemput Arsilla yang ternyata sudah menunggu di depan gerbang bersama seorang satpam. Ia buru-buru menghampiri sang putri yang sepertinya sudah sangat kesal karena terlalu lama menunggu. Setelah mengucapkan terima kasih kepada satpam tersebut, Adam membawa Arsilla ke restoran tempat Tita bekerja untuk menanyakan perihal Hanin. Namun sayang, jawaban dari Tita membuat Adam kecewa. Tita sama sekali tidak tahu di mana Hanin. Adam makin cemas karena tidak tahu lagi harus ke mana lagi mencari sang mantan istri."Bunda ke mana, Yah? Kok gak jemput Silla?" tanya Arsilla ketika mereka dalam perjalanan ke rumah. "Bunda ada urusan sebentar. Makanya tadi dia nelepon ayah buat jemput kamu," jawab Adam terpaksa berbohong.Silla tidak lagi bertanya dan hal itu membuat Adam sedikit lega. Setelah mengantar putrinya pulang ke rumah, Adam kembali pergi untuk mencari keberadaan Hanin. Setiap ruas jalan ia susuri, pun ke kontrakan yang dulu ditempati sang mantan istri. Akan tetapi hasilnya tetap
Adam bergerak gelisah. Entah mengapa hatinya dirundung cemas semenjak Hanin dan Arsilla meninggalkan rumah. Ditambah, Sudah jam dua belas siang dan mereka belum kembali dari sekolah. Adam berulang kali mencoba menghubungi Hanin, tetapi ponsel mantan istrinya tidak aktif. Tidak biasanya Hanin seperti ini. Tidak mungkin jika hanya karena merasa kecewa padanya, Hanin sampai menonaktifkan ponselnya."Kamu kenapa, Dam? Sepertinya sedang gelisah?" Lestari muncul menghampiri sang Putra yang mondar mandir di ruang tamu."Sudah jam dua belas dan Hanin juga Silla belum pulang, Ma. Ponsel Hanin juga tidak aktif. Adam mengkhawatirkan mereka," jawabnya sembari terus mengotak-atik ponsel, berharap nomor Hanin telah aktif."Mungkin Hanin mengajak Silla ke suatu tempat dulu.""Enggak mungkin. Kalau pun iya, Hanin pasti minta izin dulu sama kita," ujar Adam sambil menghempaskan bobot tubuhnya di sofa.Lestari setuju dengan apa yang diucapkan putranya. Hanin memang biasanya meminta izin terlebih dahulu
Hanin sudah selesai memasak untuk sarapan. Setelah menata makanan di meja makan, ibu dari Arsilla itu bergegas ke kamar sang putri untuk membangunkannya."Putri Bunda sudah bangun. Langsung mandi ya, Nak. Bunda tunggu di ruang makan, kita sarapan sama-sama.""Oke, Bunda!" Arsilla mengacungkan kedua jempol tangan sebelum memasuki kamar mandi. Hanin tersenyum geli melihat tingkah polah sang putri.Saat kembali ke meja makan, Hanin sempat berhenti melangkah ketika melihat Adam sudah duduk di sana. "Silla belum bangun?" tanya Adam saat melihat Hanin hanya berdiri tak jauh dari tempatnya duduk."Sudah. Sekarang lagi mandi.""Kalau Mama?""Mungkin sebentar lagi ke sini."Hanin hanya menjawab singkat setiap pertanyaan yang Adam lontarkan. Adam sendiri memahami perasaan Hanin yang mungkin masih kecewa karena perkataannya kemarin. Tak lama kemudian, Lestari datang sambil tersenyum melihat putra dan mantan menantunya sudah terlebih dahulu berada di sana."Belum dimulai sarapannya? Maaf ya, Mam
Baskara terkejut ketika mendengar teriakan Rima yang berasal dari ruang rawat putrinya. Bergegas ia masuk untuk mengetahui apa yang terjadi. Matanya terbelalak ketika melihat sang istri yang sedang mengguncang bahu Anggun yang sama sekali tidak bergerak."Ada apa ini?" Baskara bertanya dengan suara gemetar. Perasaannya dilanda was-was, takut terjadi sesuatu yang buruk pada putrinya."Anggun, Pa. Putri kita gak mau bangun. Mama sudah mencoba membangunkan dia Anggun diam saja," terang Rima sambil tergugu di samping tubuh sang putri."Kenapa tidak panggil Dokter?" Baskara bergegas melakukannya. Ia memanggil Dokter dengan sedikit berteriak karena panik."Bapak dan Ibu tenang dulu. Biar saya memeriksa kondisinya," ucap Dokter yang baru saja tiba di ruangan. Baskara dan Rima sedikit menyingkir untuk memberi ruang. Raut ketakutan sangat kentara terlihat dari wajah kedua orang tua Anggun."Bagaimana kondisi putri saya, Dok?"Dokter muda bername tag Randy menghela napas sambil menggelengkan k
"Jangan coba-coba kabur, Adam!"Adam menghentikan langkah, begitu pun dengan Hanin dan Lestari. Mereka berbalik menghadap ke arah Baskara yang sudah naik pitam. Adam meninggalkan acara ijab qobul begitu saja dan Baskara tidak terima."Mau ke mana? Kalian mau coba-coba lari dan mengingkari janji?" tanya Baskara sambil menyeringai. "Kalau iya memangya kenapa?" tantang Lestari tanpa rasa takut."Nyonya Lestari, putra Anda sudah berjanji akan menikahi putri saya. Anda jangan ikut campur dengan mempengaruhi Adam agar membatalkan janjinya. Seharusnya Anda tahu bagi seorang laki-laki, yang dipegang adalah janji yang kami ucapkan. Apa Anda mau mengajarkan putra Anda untuk menjadi seorang pengecut?""Saya tidak pernah mengajarkan putra saya untuk menjadi seorang pengecut!" tukas Lestari dengan geram. "Justru Anda yang telah memaksa agar putra saya mau menuruti keinginan Anggun. Dengan dalih umurnya tidak akan lama lagi, hal itu Anda jadikan senja
Lestari begitu terkejut saat mendapati Hanin sudah berdiri di depan pintu. Arsilla terlelap dalam gendongan wanita itu, sama sekali tidak terganggu saat Hanin membawanya naik angkutan umum."Lho, Hanin? Kamu bersama Arsilla saja? Adam di mana?" cecar Lestari saat melihat Hanin yang berdiri dengan mata yang terlihat sembab. Wanita paruh baya itu merasa heran karena Adam tidak ikut serta bersama mantan istrinya."Mas Adam masih di rumah sakit, Ma. Dia--"Hanin tidak mampu meneruskan ucapan. Wanita itu terlalu sakit jika harus membayangkan saat ini Adam sudah resmi menjadi suami Anggun. Memang, Hanin memilih pergi dari rumah sakit. Ia tidak kuat jika harus menyaksikan Adam mengikrarkan janji suci untuk wanita lain. "Kenapa, Nak? Apa yang sebenarnya terjadi?" desak Lestari."Mads Adam. Dia ... dia akan menikahi Anggun.""A-apa?" Lestari menutup mulut karena terkejut. Tidak percaya akan apa yang dia dengar barusan. Bagaimana bisa Ada
Hanin keluar dari ruang rawat Anggun sambil membawa Arsilla yang terlelap dalam gendongannya. Ia memilih duduk di kursi tunggu yang tidak jauh dari ruangan tempat Anggun dirawat. Hanin ingin menetralkan dadanya yang kian sesak. Bohong jika Hanin benar-benar ikhlas Adam menikahi Anggun. Namun, ia tidak ingin bersikap egois dengan mengabaikan permintaan seseorang yang sedang berada di ujung maut. Ah, memangnya kapan ia bersikap egois? Bahkan dulu saja Hanin bersedia mengalah dan pergi demi keluarga Adam. Seharusnya tidak masalah jika kali ini ia mengalah sekali lagi, bukan? Namun, kenapa hatinya terasa berat untuk ikhlas? Kenapa takdir selalu saja tidak berpihak padanya? Di saat Adam mengetahui yang sebenarnya, kini datang masalah baru yang mengharuskan Hanin berkorban sekali lagi. Andai saja diperbolehkan, Hanin ingin pergi saja membawa Arsilla. Tak apa jika memang dia dan Adam sudah tak berjodoh. Asalkan selalu bersama sang putri, Hanin sudah sangat merasa senang.
Pukul sepuluh pagi, Adam sampai di rumah sakit bersama Hanin dan juga Arsilla. Adam sengaja membawa putrinya yang mungkin saja bisa membuat kondisi Anggun akan lebih baik. Ia sangat tahu jika Anggun begitu menyayangi Arsilla, pun sebaliknya. Putrinya itu sudah menganggap Anggun seperti ibunya sendiri.Tiba di depan ruang inap VVIP, Adam langsung disambut oleh Baskara dan istrinya. Raut kelegaan terpancar dari wajah keduanya saat mengetahui ternyata Adam tidak mengingkari janji untuk datang."Terima kasih, Nak Adam. Setelah apa yang keluarga kami perbuat, Nak Adam masih sudi untuk berbaik hati menjenguk Anggun," ujar Rima disertai senyum haru. Sesungguhnya ia malu pada Adam dan juga Hanin yang harus mengalami perpisahan karena ulah suami dan putrinya."Sama-sama. Bagaimana kondisinya sekarang?" tanya Adam seraya mendekat ke ranjang tempat Anggun berbaring, kemudian berdiri di sampingnya."Masih belum sadarkan diri," jawab Rima sembari menyusut air