Di tepian pantai yang luas, angin laut bertiup lembut menerpa pasir putih, menciptakan gemerisik yang menenangkan. Di tengah-tengah keheningan, burung camar terbang rendah di atas ombak yang tenang, sayapnya meliuk indah menari dengan irama angin. Dengan mata tajam, mereka melintasi cakrawala biru, mencari sesuatu yang berharga. Tiba-tiba, sekelompok burung camar terbang lebih dekat ke arah perairan yang dalam. Salah satunya, dengan bulu putih bersih, melayang di depan ombak yang berkilauan. Calix, Wilder, Heros, dan Pearline duduk di atas karang yang terhampar di pinggir pantai, menyantap Lumiery dengan penuh kenikmatan. Mereka menikmati kelezatan buah itu sambil menikmati pemandangan yang menakjubkan dari Dendrasia di sekitar mereka. Gua yang mereka singgahi menghadap langsung ke Lautan.Ada kilauan cantik cahaya dari kristal-kristal di langit-langit gua menciptakan atmosfer yang magis dan menenangkan, sementara suara ombak yang berirama menambah keajaiban suasana. Pearline terta
Dalam pelukan hangat gua karang, Iveryne dan Eirisea berbaring berdampingan, di atas alas yang terbuat dari lumut lembut, dan pasir-pasir halus yang menyerupai kasur alami, di bawah atap yang terbuat dari batu karang yang rapat. Pasir itu memberikan rasa kenyamanan dan dukungan yang cukup saat ia meletakkan tubuhnya di atasnya. Sementara batu karang di sekitarnya memberikan perlindungan yang alami dari angin laut yang kadang-kadang berhembus masuk ke dalam gua. Rasanya seperti berbaring di atas pelukan alam yang lembut, membuat Iveryne merasa tenang dan terlindungi.Udara dingin mengalir di sekitar. Iveryne memandang langit-langit dengan pandangan kosong, penuh ketegangan. Cahaya matahari senja menyinari Gua melalui celah-celah kecil di langit-langit Gua, menciptakan bayangan-bayangan menari di sekeliling mereka. Suara ombak yang bergulung-gulung di luar gua mengisi ruangan dengan irama menenangkan.Eirisea dan Iveryne terlihat serius, wajah mereka tercermin dalam sinar senja yang l
Keesokan harinya, Eirisea dan Pearline memandang satu sama lain, sepakat dengan keputusan itu. Dengan gerakan tangkas, mereka mengangkat tangan ke arah laut yang luas. Sebuah kapal muncul dari dasar laut, dihiasi dengan lumut laut dan hiasan karang yang indah. ”Ini adalah hadiah dari kami untuk kalian,” ucap Eirisea dengan penuh kehangatan. “Kapal ini akan membawa kalian ke tempat tujuan dengan aman dan cepat,” sambung Pearline antusias, Calix dan Wilder sebelumnya sudah menjanjikan beberapa buah Lumiery untuknya.Mereka berlima terpesona melihat kapal yang muncul begitu tiba-tiba. Calix menatap dengan kagum, Iveryne merasa terharu, Wilder dan Heros bertukar pandangan penuh ketidakpercayaan, sementara Reiger mengangguk untuk sekedar menghormati.“Ini luar biasa,” seru Wilder dengan suara yang hampir tercekat oleh rasa terima kasihnya. “Kalian sungguh luar biasa!” Iveryne memandang Eirisea dan Pearline dengan pandangan cemas. “Apakah Thalassa akan baik-baik saja dengan ini?” tanyany
Di tepi kapal yang berayun lembut, Iveryne berdiri sendirian, matanya terpesona oleh keindahan yang terbentang di hadapannya. Cahaya bulan menerangi permukaan laut, menciptakan jejak-jejak cahaya perak yang melintasi gelombang tenang. Langit malam dipenuhi jutaan bintang yang bersinar gemilang, menambah pesona malam, seolah-olah diberkahi oleh kehadiran para dewa.Di kedalaman Laut Dendrasia, cahaya dari makhluk laut dalam menerangi dasar laut dengan gemerlapnya. Ada Krakaris raksasa yang mengeluarkan cahaya biru misterius dari tubuhnya yang terpancar di antara alga laut. Ikan-ikan bersisik bersinar dengan warna-warni yang mempesona saat mereka berenang di antara terumbu karang, membawa cahaya ke dalam kegelapan laut yang dalam. Makhluk laut yang lebih kecil, seperti cumi-cumi bercahaya dan medusa laut bercahaya, melintas dengan gemerlap sinar di sekitar mereka, menunjukkan pemandangan yang menakjubkan di bawah permukaan laut, menciptakan pertunjukan alami yang memukau. Cahaya mere
Ketika kapal berlabuh di dermaga Ashtanworth, mereka segera melangkah ke daratan yang dipenuhi oleh bangunan-bangunan tua dan angker. Di sepanjang jalan, patung-patung perwira penjaga tampak menjaga di berbagai titik, perbatasan sampai gerbang masuk.Namun, yang seharusnya menjadi penjaga keamanan itu sekarang hanya menambah ketakutan dengan kehadiran mereka yang tampak seperti hantu, wajah-wajah marmer mereka merayap di bawah efek sihir hitam yang seolah memiliki kehidupan tersendiri.Iveryne merasa bulu kuduknya merinding saat dia melewati patung-patung tersebut. Wajah-wajah mereka yang kaku dan mati memberikan kesan aneh yang membuatnya merasa seperti diawasi oleh mata tak terlihat. Dia merasa sesuatu yang ganjil dalam atmosfir kota, sebuah kegelapan mengintai di balik keindahan arsitektur kuno.Reiger mengamati patung-patung dengan ekspresi dingin. “Ini bukan tempat yang menyenangkan,” ujarnya dengan suara rendah.Heran, Iveryne menatapnya. “Kamu merasakannya juga?”Reiger mengang
“Mengapa kita harus lari!” Wilder setengah berteriak, tergesa-gesa menghindari ranting-ranting pohon yang sakit. Terakhir kali dahinya membentur itu, malah tubuhnya yang jatuh tengkurap.“Setidaknya jelaskan sesuatu!” Iveryne balas berteriak, meski kakinya dengan lincah menghindari bebatuan kecil, serta rumput-rumput tajam. “Kita sudah menyelesaikan penyihir-penyihir itu.”Iveryne ingat betul, masih terbesit dengan jelas dalam kepalanya bagaimana Reiger, Wilder, dan Heros menyelesaikan penyihir gelap dengan beberapa tebasan oleh pedang jiwa mereka.“Mereka mengirim tanda, dalam beberapa menit ke depan, area ini akan dipenuhi penyihir-penyiur lain!” Segera, Wilder dan Calix, dengan napas yang terengah-engah, berlari jauh lebih cepat dari yang lainnya, mendorong diri mereka melampaui batas-batas fisik tertinggi tubuh mereka.Mata Iveryne memandang keliling dengan cepat, mencari-cari tanda-tanda ancaman yang mungkin mengintai di sekitarnya. Udara sekitar terasa tegang, penuh dengan aura
Dalam kegelapan Gua yang terasa semakin menakutkan, langkah kaki mereka yang berhati-hati tanpa disadari mengenai tali yang tersembunyi di antara batu-batu. Tanpa peringatan, tali itu menjerat kaki mereka satu per satu, dan sebelum mereka bisa bereaksi, tubuh mereka terangkat ke atas dan tergantung terbalik secara bergantian. Udara yang panas dan lembab di Gua itu seketika menjadi terasa lebih mencekam saat mereka berada dalam posisi yang tidak nyaman, bergantung dari tali-tali yang mereka sendiri tanpa sengaja aktifkan.Saat tergantung terbalik, belati dan ransel mereka bergoyang-goyang dengan tidak stabil. Ransel-ransel itu terlepas dari bahunya satu per satu, jatuh dengan berat di tanah yang keras. Belati-belati mereka pun ikut terlepas, mendarat dengan gemuruh yang samar di antara dedaunan yang rapuh di bawah. Bunyi keras itu menambah ketegangan situasi, sebelum sempat menahan, pedang mereka ikut jatuh bergantian di lantai batu.“Sialan, ini tidak seharusnya terjadi,” gerutu Reig
“Kalian tidak berhak masuk ke sini!” teriak salah satu dari Kurcaci dengan suara gemetar, mencoba mempertahankan posisinya meskipun ketakutan yang jelas terpancar dari wajahnya.Para penyihir di luar terdiam sejenak, mengamati situasi dengan penuh perhatian. Tatapan mereka tajam, penuh dengan keingintahuan dan keinginan untuk mengetahui keberadaan makhluk-makhluk yang berani berurusan dengan kedua penyihir penunggu gerbang.“Apa kalian tahu sesuatu tentang Iveryne Lechsinska Silverion dan kelompoknya?” tanya salah satu Penyihir dengan tajam, mencoba menekan para Kurcaci untuk mendapatkan jawaban.Namun, para Kurcaci tetap teguh dalam pendirian mereka, tidak ingin memberikan informasi apa pun kepada musuh yang tidak diinginkan itu. Apalagi ketika Iveryne dan yang lainnya menggeleng pada mereka saat pertanyaan itu dilontarkan.Para Penyihir di mulut Gua meningkatkan tekanan, mengancam akan menggunakan kekuatan magis untuk memaksa masuk jika para Kurcaci tidak memberikan informasi yang me
“Elenya ... apakah kamu tahu sesuatu tentang teman-temanku yang lain?” Iveryne terus mendesaknya untuk mengatakan sesuatu setelah beberapa saat lalu, Elenya tidak sengaja mengatakan.“Anda belum mengetahuinya? Yang Mulia Thalorin ... ” Begitu saja, tanda ada niat melanjutkan, dan akibat kata-kata itu, Iveryne kini menuntut jawaban sepenuhnya dengan sorot mata tajam.Di sisi lain, Elenya merasa terintimidasi, tapi di sisi lain, dia tidak bisa mengatakan yang sebenarnya ataupun mengarangnya. Berbohong dan kebenaran di sini tidak lebih seperti lumpur hisap dan jurang.Elenya menatap Iveryne dengan keraguan yang jelas terlihat di matanya. Merasa terjebak dalam dilema antara memenuhi keinginan Lunar Lady dan mematuhi janji yang telah dia buat pada Thalorin. Namun, tekanan Iveryne makin membuatnya merasa tak nyaman.Aura mengintimidasi gadis itu terlalu sulit diabaikan.Iveryne bisa merasakan gelombang kecemasan melanda Elenya, tetapi keinginannya untuk mengetahui kebenaran melebihi semua
Mereka berjalan perlahan, mengendap-endap di antara semak-semak yang rapat, menyusuri tepi danau yang gelap. Cahaya bulan yang redup menyoroti setiap gerakan mereka, menciptakan bayangan yang meliuk-liuk di atas permukaan air yang tenang.“Tidak ada yang akan tahu tentang ini,” ujar Iveryne dengan suara yang hampir tidak terdengar. Berusaha meyakinkan Elenya bahwa apa yang mereka lakukan ini untuk kebaikan, meski melanggar peraturan.Elenya mengangguk pelan, tetapi ketakutannya masih melekat erat. Dia merasa seolah-olah mereka berjalan di tepi jurang, siap untuk jatuh ke dalam ketidakpastian kapan saja. Dan mulutnya, yang hampir berbusa karena terus mengingatkan, tapi tidak pernah didengar.Iveryne tidak tergoyahkan. Dia terus maju, memimpin langkah menuju kegelapan. Meski ada ketegangan di udara, mereka terus melangkah, berusaha untuk tidak terperangkap dalam rasa takut.Saat menjauh dari danau, bayangan semakin menutupi mereka. Iveryne berhenti sejenak, mengamati sekeliling penuh ke
“Lunar Lady ... “ panggil Elenya lelah. “Kita tidak bisa berada di sini, Yang Mulia Eldarion melarang siapapun masuk wilayah ini.” Dia sejak tadi hampir menggumamkan kata yang sama, berusaha membujuk Iveryne mengubah niat untuk mengeksplorasi wilayah Eldarion yang terlarang, ini sungguh salah, tidak benar!Namun, Meski Elenya mencoba keras untuk membujuk Iveryne. Gadis itu tetap teguh dengan niatnya. Dia merasa bahwa ada sesuatu yang tersembunyi di balik larangan tersebut, dan semua itu hanya membuat rasa penasarannya semakin memuncak.Matahari tenggelam di balik cakrawala, meninggalkan langit senja menjadi gradasi warna oranye, merah, dan ungu yang indah. Bulan dan bintang-bintang muncul di langit gelap, memberikan cahaya samar yang memantulkan warna-warni di atas permukaan jalan yang tenang.Pepohonan rindang di sepanjang jalan melemparkan bayangan gelap, kontras di atas rerumputan hijau yang menyelimuti tanah. Suara hening malam hanya terganggu oleh desiran angin dan kadang-kadang
Dalam kegelapan dingin penjara yang menyedihkan, Calix, Wilder, dan Heros duduk bersama di sudut sel, wajah mereka penuh dengan ekspresi kekecewaan dan kebingungan.“Kita sudah berada di sini berjam-jam, tapi tidak ada tanda-tanda pembebasan,” keluh Wilder dengan nada frustrasi, matanya menatap ke langit-langit yang tidak terlihat.“Apa yang harus kita lakukan?” tanya Calix sambil menggerutu kesal. “Aku mulai merasa seperti ini adalah akhir dari segalanya.”Heros hanya menggelengkan kepala dengan lesu. “Aku tidak tahu lagi. Semua rencana kita gagal. Kita terjebak di sini tanpa harapan.”“Kita harus tetap tenang dan bersabar,” kata Calix, mencoba menenangkan teman-temannya meskipun hatinya sendiri penuh dengan kecemasan. “Pasti ada jalan keluar. Kita hanya perlu mencari.”“Iveryne pasti dengan merindukanku,” tambah Wilder.Calix mencibir. “Pftt! Alih-alih merindukanmu, kurasa dia sedang mengkhawatirkan Reiger.” Heros, yang terus berada di sudut sambil menelungkupkan kepala di atas lipa
Ketegangan memenuhi aula. Iveryne berusaha menenangkan diri sendiri sementara tangannya bergerak gelisah dalam lengan baju kain yang panjang. Itu adalah suara Eldarion, pamannya.Iveryne segera merasa ada yang tidak beres, bahwa pamannya ini sengaja menyudutkan dirinya karena liontin mutiara di lehernya. Thalorin memandang ke arah Iveryne, tapi tetap diam. Meski dia tidak memiliki hubungan yang cukup erat dan baru bertemu dengan kakeknya, Iveryne langsung mengerti, kedudukan kakeknya penting. Penting untuk membantunya menghadapi pamannya.Iveryne menatap tidak nyaman pada pamannya. “Tidak ada kebenaran dalam tuduhan itu, Kakek. Saya tidak pernah bersekongkol dengan para Siren atau siapapun yang merugikan bangsa Elf.”Eldarion tertawa sinis. “Ah, tentu saja, kau akan membela diri. Tetapi tindakanmu telah mengkhianati kepercayaan dan keamanan bangsa ini. Bagaimana kita bisa mempercayaimu lagi?”Suasana tegang memenuhi ruangan saat pandangan semua orang bergumul dengan pertanyaan tak t
“Iveryne, apakah sesuatu mengganggumu?” Netra biru cemerlang menoleh kaget, tersentak dengan pertanyaan oleh suara asing. Dia menggeleng cepat, kemudian tersenyum kecil, berusaha untuk tetap tenang dan menetralkan diri, mencoba terbiasa lebih dulu.Iveryne melangkah di samping kakeknya, dengan langkah yang sedikit canggung, mencoba menyesuaikan diri dengan atmosfer beda. Thalorin Silverion, sosok lain yang berjalan di sampingnya, memancarkan aura yang hangat dan ramah, membuatnya sulit untuk menentukan apakah sikap itu dialamatkan padanya secara khusus atau mungkin sikap alaminya terhadap semua orang yang mereka temui. Terlepas dari itu, ketenangan dan kebaikan hati yang terpancar dari kakeknya memberikan sedikit kelegaan dalam suasana asing itu.Sementara itu, Iveryne masih tidak terbiasa dengan perhatian yang diberikan padanya oleh para Elf di sekitarnya. Ketika dia melewati mereka, baik itu Elf wanita yang lembut maupun Elf pria yang tegap, selalu menundukkan kepala dengan horm
“Berhenti membohongi dirimu sendiri!” Seruan kemarahan itu bergema dalam heningnya malam. Satu-satunya lawan bicara menatap datar, seakan tidak peduli sekeras apa teriakan itu terdengar.Cahaya bulan memancar terang, dua sosok berdiri di antara pepohonan yang menjulang tinggi. Desiran angin menyapu daun-daun sekitar menjadi latar belakang pertukaran kata-kata penuh kemarahan.“Kamu yang seharusnya berhenti memaksakan.” Ada penekanan dalam intonasi datar itu, mengintimidasi orang di seberang sana, dia tetap tenang, tapi pria di seberangnya menatap marah.Dua orang dan ketidakpastian jawaban, adalah masalah.Salah satu sosok, dengan netra hitam memancarkan kemarahan, menatap tajam ke arah lawan bicara. Rambut hitamnya yang terurai menyapu pipinya, menambah kesan garang pada wajah tegang.Sementara itu, sosok di hadapannya tetap tenang, dengan netra abu-abu cerah yang tidak menunjukkan tanda-tanda ketakutan.Netra hitam menggelap di bawah desakan kemarahan, beberapa helai rambut hitam me
Bersama dengan Reiger yang masih belum sadar sepenuhnya, Iveryne, Calix, Wilder, dan Heros memulai perjalanan menuju hutan Lunare. Elara memberikan ramuan penyembuh kepada Reiger, harapannya agar pria itu bisa bertahan dalam perjalanan.Perbatasan antara Hutan Lunare dan Arvenwood tidak terlalu jauh, tetapi tetap memerlukan perjalanan yang hati-hati. Untungnya, para Creetress dengan baik hati memberikan kuda-kuda mereka. Sebetulnya meminjamkannya, tapi seperti ucapan Iveryne, kecuali salah satu dari mereka selamat untuk mengembalikannya, atau jika tidak, kuda-kuda itu mungkin tidak akan kembali lagi.Setelah melintasi perbatasan Arvenwood, perjalanan mereka menuju Hutan Lunare semakin tidak mudah saja. Cahaya bulan yang menyinari jalan setapak memberikan sentuhan magis pada lingkungan sekitarnya, tetapi juga menyoroti bayangan-bayangan yang misterius di antara pepohonan yang rapat. Angin malam berbisik dengan suara seram, seakan menawarkan peringatan akan bahaya-bahaya yang mengint
Dalam keheningan malam yang dihiasi gemerlap cahaya bulan, Iveryne duduk di tepi tempat tidur, mengamati penuh kekhawatiran sosok Reiger yang terbaring tak berdaya di sisinya. Cahaya bulan memancar lembut memasuki kamar mereka melalui jendela terbuka, menimbulkan bayangan samar di sekitar ruangan yang tenang.Dengan hati berdebar, Iveryne mendekat pada Reiger yang tidak sadarkan diri. Luka di pinggangnya sendiri sudah hampir sembuh sepenuhnya, tetapi luka-luka yang menghiasi tubuh Reiger masih terasa sangat mengejutkan dan sangat memprihatinkan.Ia meraih tangan Reiger, menempelkan telapak tangannya pada pipi dingin pria itu. Suatu cahaya biru pucat seolah-olah memancar dari kedalaman hati Iveryne, merambat melalui urat dan pembuluh darahnya, menciptakan aliran energi magis yang lembut namun kuat.Cahaya itu mengalir ke dalam tubuh Reiger, menyatu dengan sulur-sulur hitam yang menjalar di sekitar lukanya. Namun, meskipun cahaya itu berkilau sebentar, tidak ada perubahan yang terjadi.