Saat mereka mendekati inti altar, gemuruh semakin kuat, dan aura kegelapan semakin menggila. Percakapan mereka terputus oleh suara-suara yang aneh dan bisikan-bisikan tak terdengar. Sesuatu yang tak terlihat mulai mengitari mereka, dan suasana mencekam menciptakan ketegangan yang hampir tak tertahankan.“Apa yang kita hadapi di sini?” tanya Wilder dengan pandangan cemas. “Ini bukan sihir biasa.” Dia yang sepertiga Elther saja bisa merasakannya, apalagi mereka. Reiger menatap langit-langit yang terasa makin rendah. “Sesuatu di dalam sini ingin menghancurkan kita.”Heros menarik pedangnya, “Apa pun yang akan muncul, kita tidak boleh mundur. Kita harus melalui ujian ini bersama-sama.”Langkah terakhir diambil oleh Iveryne, dan saat tangan-tangannya menyentuh altar di depan sana, suara gemuruh mencapai puncaknya, mengumandangkan kehadiran kegelapan yang mengancam untuk menghancurkan semua yang berani menantangnya.Tiba-tiba, ruang di sekitar mereka dipenuhi bayangan-bayangan gelap meray
Bertempur di dalam gua yang gelap dan mencekam, mereka berusaha mati-matian melawan para Ethereion yang terinfeksi sihir hitam. Serangan pedang bersinar dan sinar magis berkelebat melintasi ruang gua, menciptakan suasana tegang yang tak terelakkan.Reiger, dengan kepiawaiannya, terus memimpin kelompok untuk menghadapi serangan demi serangan. “Jangan hentikan gerakan, kita tidak boleh terjebak di sini!” ujarnya sambil menghindari serangan seorang Ethereion yang mengincar dirinya.Calix, dengan refleks luar biasa, menggunakan kecepatan dan kelincahannya mengelabui musuh-musuhnya. “Tidak seperti melawan goblin di hutan. Mereka punya kekuatan dan kecerdasan luar biasa!”Wilder dan Heros membentuk barisan yang kokoh, saling menjaga dan melindungi satu sama lain. “Kita harus bersatu dan mengatasi mereka bersama-sama,” ucap Wilder dengan tegas. Belum ada tanda mereka mendominasi pertarungan.Sementara itu, Iveryne, dengan hati berdebar, terus berusaha mendekat ke batu Equilibria untuk melet
Mereka sudah bersiap untuk serangan terakhir, dengan Reiger memimpin dengan serangan pamungkas menggunakan Hellfire yang diberdayakan oleh kekuatannya sendiri. Pertarungan mencapai puncak ketegangan, dan nasib mereka tergantung pada serangan ini.Reiger mendorong Hellfire melalui udara dengan penuh kekuatan dan tekad. Cahaya yang memancar dari pedang itu membentuk gelombang energi yang melibas ke arah para Ethereion. Ditengah para keheranan, gelombang energi mengudara.Serangan itu seperti kilat, menyapu setiap penjaga keseimbangan yang terinfeksi sihir hitam di sekitarnya.Iveryne terus berusaha mendekatkan kristal bulan ke tempat batu Equilibria seharusnya berada, meski terhalang pertempuran sengit.Dengan keberanian tak tergoyahkan, Iveryne meletakkan kristal bulan yang dipegang eratnya ke dalam ransel. Sinar kebiruan yang memancar dari kristal tersebut tampak bersentuhan dengan aura kegelapan di sekitar tempat batu Equilibria. Ketika kristal bulan bersentuhan dengan wadah batu i
“Kamu bercanda!” Calix berseru dalam keterkejutan luar biasa.Wilder, dan Heros masih terkesiap mendengar cerita Iveryne tentang tradisi pernikahan Elf. Raut wajah mereka mencerminkan kombinasi kekaguman, kejutan, dan ketegangan menyeluruh.Iveryne baru selesai menceritakan tentang tradisi pernikahan para Elf yang hanya terjadi satu kali seumur hidup. Para Elf hidup sampai seribu tahun lamanya, dan mereka tidak boleh berganti pasangan.Jika pihak pria melakukan kekerasan dalam hubungan pernikahan, atau berselingkuh, hukumannya adalah kematian dan kutukan Dewi Bulan, maka jiwa mereka akan mendekam di neraka selamanya.Hal yang sama jika yang melakukannya pihak wanita. Bedanya, para pria akan dihukum mati di depan seluruh bangsa Elf, namun para wanita akan hidup dalam pengasingan sampai hari kematiannya.Calix, Wilder, dan Heros terdiam sejenak, menerima informasi ini dengan wajah-wajah yang mencerminkan kekagetan dan keheranan. Atmosfer yang tadinya ceria berubah menjadi serius dan teg
Gua Luminaria dipenuhi keindahan yang tak terlukiskan. Mereka menjelajahi lebih dalam, mereka menemukan terowongan berkilauan, dipenuhi dengan Lumiflora yang mekar dengan warna-warna cerah. Bunga-bunga ini memberikan cahaya lembut dan memancarkan aroma yang menenangkan. Lumiflora yang mekar memberikan warna-warna yang semakin intens, menciptakan panorama alam yang magis. Terowongan di sekitarnya dipenuhi cahaya yang terpantul dari kristal-kristal biru kehijauan yang tersembunyi di dinding gua.Ethereion Elder menjelaskan, “Bunga-bunga ini tumbuh dari kekuatan kristal energi, dan batu Equilibria. Mereka adalah penjaga kehidupan dan keharmonisan di sini.”Iveryne, memandang bunga-bunga itu dengan penuh kekaguman, berkata, “Sungguh luar biasa! Aku belum pernah melihat keindahan alam semacam ini sebelumnya.” Wilder ternganga, ini adalah contoh langsung keindahan yang tidak pernah ditemukannya.Ethereion Elder menambahkan, “Luminaria tidak hanya tempat perlindungan bagi batu Equilibria,
“Aku harap aku tidak pernah pergi dari sini,” Calix bergumam, suaranya teredam karena wajahnya di telungkupkan di antara bantal yang terbuat dari serat alami yang lembut dan nyaman. Bantal-bantal itu disediakan di tempat tidur mereka untuk menambah kenyamanan saat mereka beristirahat di Gua Luminaria.Para Ethereion memberikan tempat peristirahatan di dalam Gua Luminaria, sebuah ruangan yang dihiasi dengan gemerlap kristal bercahaya. Di pojok ruangan terdapat empat tempat tidur yang terbuat dari bahan yang tampaknya mengalir dari dinding gua itu sendiri. Tempat tidur itu mengundang dengan penampilan yang mewah dan kenyamanan yang begitu nyata. Setiap tempat tidur dilengkapi dengan selimut halus yang terbuat dari serat alami, memberikan sensasi hangat dan nyaman bagi siapa pun yang berbaring di atasnya.“Bahkan lebih nyaman dari tempat tidurku di Ashtanshire!” Heros menambahkan sembari berguling-guling teramat riang. “Aku bersedia membayar untuk tinggal di sini!” tambah Wilder, mata
Di perbatasan Luminaria, mereka mencapai tempat berteduh, dikelilingi dinding batu yang menjulang tinggi di sekelilingnya. Di tengah-tengah, mereka menyalakan api kecil yang mengeluarkan percikan-percikan cahaya kehangatan. Duduk di sekeliling api, mereka merasa terlindungi dari guyuran hujan yang semakin deras. Iveryne duduk tertegun, matanya terpaku pada burung hantu putih di dekatnya, yakni Archer.Dengan wajah yang masih memancarkan keheranannya, duduk di antara teman-temannya. Tatapan matanya terus mengarah pada Archer yang duduk tenang di cabang pohon di dekatnya.“Wah, hujan ini benar-benar tak kenal lelah,” ujar Calix sambil menepuk-nepuk bahunya untuk menghangatkan diri.“Tapi, ya, setidaknya kita aman di sini,” sahut Wilder sambil menggenggam tangan Heros yang berada di sampingnya.Saat Wilder menggenggam tangannya, Heros merasa jijik dan terkejut. Ia menarik tangannya dengan cepat, merasa jijik setengah mati dengan sentuhan tersebut. Mata Heros memancarkan ketegangan dan k
“Aku sudah pasti kamu, tapi kamu belum tentu aku.” Kata-kata itu menyayat hati Iveryne, menciptakan gelombang kecemasan yang merambat dalam dirinya. Ketika dia menoleh, sekilas, ada sosok gadis lain di belakangnya, tapi kakinya tergelincir hingga jatuh.Terbangun dengan nafas kacau, ia merasakan beban menggantung di bahunya, menggoyahkan keyakinannya, serta membingungkan pikirannya tentang makna dari mimpinya yang misterius itu.“Aku mungkin terlalu lelah.” Dia bergumam pada dirinya sendiri sembari meremas rambutnya. Dia membuka mata, menoleh tiba-tiba, menemukan gulungan perkamen takdir tergeletak di sebelahnya.Warna coklat gelap dari gulungan itu memancarkan aura misterius yang membuatnya merinding. Dengan gemetar, dia menggenggam gulungan itu dan membuka lembaran-lembarannya dengan hati-hati. Namun, saat ia melihat ke dalam, kekosongan masih menghantui halaman-halaman. Tak ada tanda-tanda pesan atau petunjuk apapun. “Apa yang aku lewatkan?” Dia memutar, membolak-balikkannya seca
“Elenya ... apakah kamu tahu sesuatu tentang teman-temanku yang lain?” Iveryne terus mendesaknya untuk mengatakan sesuatu setelah beberapa saat lalu, Elenya tidak sengaja mengatakan.“Anda belum mengetahuinya? Yang Mulia Thalorin ... ” Begitu saja, tanda ada niat melanjutkan, dan akibat kata-kata itu, Iveryne kini menuntut jawaban sepenuhnya dengan sorot mata tajam.Di sisi lain, Elenya merasa terintimidasi, tapi di sisi lain, dia tidak bisa mengatakan yang sebenarnya ataupun mengarangnya. Berbohong dan kebenaran di sini tidak lebih seperti lumpur hisap dan jurang.Elenya menatap Iveryne dengan keraguan yang jelas terlihat di matanya. Merasa terjebak dalam dilema antara memenuhi keinginan Lunar Lady dan mematuhi janji yang telah dia buat pada Thalorin. Namun, tekanan Iveryne makin membuatnya merasa tak nyaman.Aura mengintimidasi gadis itu terlalu sulit diabaikan.Iveryne bisa merasakan gelombang kecemasan melanda Elenya, tetapi keinginannya untuk mengetahui kebenaran melebihi semua
Mereka berjalan perlahan, mengendap-endap di antara semak-semak yang rapat, menyusuri tepi danau yang gelap. Cahaya bulan yang redup menyoroti setiap gerakan mereka, menciptakan bayangan yang meliuk-liuk di atas permukaan air yang tenang.“Tidak ada yang akan tahu tentang ini,” ujar Iveryne dengan suara yang hampir tidak terdengar. Berusaha meyakinkan Elenya bahwa apa yang mereka lakukan ini untuk kebaikan, meski melanggar peraturan.Elenya mengangguk pelan, tetapi ketakutannya masih melekat erat. Dia merasa seolah-olah mereka berjalan di tepi jurang, siap untuk jatuh ke dalam ketidakpastian kapan saja. Dan mulutnya, yang hampir berbusa karena terus mengingatkan, tapi tidak pernah didengar.Iveryne tidak tergoyahkan. Dia terus maju, memimpin langkah menuju kegelapan. Meski ada ketegangan di udara, mereka terus melangkah, berusaha untuk tidak terperangkap dalam rasa takut.Saat menjauh dari danau, bayangan semakin menutupi mereka. Iveryne berhenti sejenak, mengamati sekeliling penuh ke
“Lunar Lady ... “ panggil Elenya lelah. “Kita tidak bisa berada di sini, Yang Mulia Eldarion melarang siapapun masuk wilayah ini.” Dia sejak tadi hampir menggumamkan kata yang sama, berusaha membujuk Iveryne mengubah niat untuk mengeksplorasi wilayah Eldarion yang terlarang, ini sungguh salah, tidak benar!Namun, Meski Elenya mencoba keras untuk membujuk Iveryne. Gadis itu tetap teguh dengan niatnya. Dia merasa bahwa ada sesuatu yang tersembunyi di balik larangan tersebut, dan semua itu hanya membuat rasa penasarannya semakin memuncak.Matahari tenggelam di balik cakrawala, meninggalkan langit senja menjadi gradasi warna oranye, merah, dan ungu yang indah. Bulan dan bintang-bintang muncul di langit gelap, memberikan cahaya samar yang memantulkan warna-warni di atas permukaan jalan yang tenang.Pepohonan rindang di sepanjang jalan melemparkan bayangan gelap, kontras di atas rerumputan hijau yang menyelimuti tanah. Suara hening malam hanya terganggu oleh desiran angin dan kadang-kadang
Dalam kegelapan dingin penjara yang menyedihkan, Calix, Wilder, dan Heros duduk bersama di sudut sel, wajah mereka penuh dengan ekspresi kekecewaan dan kebingungan.“Kita sudah berada di sini berjam-jam, tapi tidak ada tanda-tanda pembebasan,” keluh Wilder dengan nada frustrasi, matanya menatap ke langit-langit yang tidak terlihat.“Apa yang harus kita lakukan?” tanya Calix sambil menggerutu kesal. “Aku mulai merasa seperti ini adalah akhir dari segalanya.”Heros hanya menggelengkan kepala dengan lesu. “Aku tidak tahu lagi. Semua rencana kita gagal. Kita terjebak di sini tanpa harapan.”“Kita harus tetap tenang dan bersabar,” kata Calix, mencoba menenangkan teman-temannya meskipun hatinya sendiri penuh dengan kecemasan. “Pasti ada jalan keluar. Kita hanya perlu mencari.”“Iveryne pasti dengan merindukanku,” tambah Wilder.Calix mencibir. “Pftt! Alih-alih merindukanmu, kurasa dia sedang mengkhawatirkan Reiger.” Heros, yang terus berada di sudut sambil menelungkupkan kepala di atas lipa
Ketegangan memenuhi aula. Iveryne berusaha menenangkan diri sendiri sementara tangannya bergerak gelisah dalam lengan baju kain yang panjang. Itu adalah suara Eldarion, pamannya.Iveryne segera merasa ada yang tidak beres, bahwa pamannya ini sengaja menyudutkan dirinya karena liontin mutiara di lehernya. Thalorin memandang ke arah Iveryne, tapi tetap diam. Meski dia tidak memiliki hubungan yang cukup erat dan baru bertemu dengan kakeknya, Iveryne langsung mengerti, kedudukan kakeknya penting. Penting untuk membantunya menghadapi pamannya.Iveryne menatap tidak nyaman pada pamannya. “Tidak ada kebenaran dalam tuduhan itu, Kakek. Saya tidak pernah bersekongkol dengan para Siren atau siapapun yang merugikan bangsa Elf.”Eldarion tertawa sinis. “Ah, tentu saja, kau akan membela diri. Tetapi tindakanmu telah mengkhianati kepercayaan dan keamanan bangsa ini. Bagaimana kita bisa mempercayaimu lagi?”Suasana tegang memenuhi ruangan saat pandangan semua orang bergumul dengan pertanyaan tak t
“Iveryne, apakah sesuatu mengganggumu?” Netra biru cemerlang menoleh kaget, tersentak dengan pertanyaan oleh suara asing. Dia menggeleng cepat, kemudian tersenyum kecil, berusaha untuk tetap tenang dan menetralkan diri, mencoba terbiasa lebih dulu.Iveryne melangkah di samping kakeknya, dengan langkah yang sedikit canggung, mencoba menyesuaikan diri dengan atmosfer beda. Thalorin Silverion, sosok lain yang berjalan di sampingnya, memancarkan aura yang hangat dan ramah, membuatnya sulit untuk menentukan apakah sikap itu dialamatkan padanya secara khusus atau mungkin sikap alaminya terhadap semua orang yang mereka temui. Terlepas dari itu, ketenangan dan kebaikan hati yang terpancar dari kakeknya memberikan sedikit kelegaan dalam suasana asing itu.Sementara itu, Iveryne masih tidak terbiasa dengan perhatian yang diberikan padanya oleh para Elf di sekitarnya. Ketika dia melewati mereka, baik itu Elf wanita yang lembut maupun Elf pria yang tegap, selalu menundukkan kepala dengan horm
“Berhenti membohongi dirimu sendiri!” Seruan kemarahan itu bergema dalam heningnya malam. Satu-satunya lawan bicara menatap datar, seakan tidak peduli sekeras apa teriakan itu terdengar.Cahaya bulan memancar terang, dua sosok berdiri di antara pepohonan yang menjulang tinggi. Desiran angin menyapu daun-daun sekitar menjadi latar belakang pertukaran kata-kata penuh kemarahan.“Kamu yang seharusnya berhenti memaksakan.” Ada penekanan dalam intonasi datar itu, mengintimidasi orang di seberang sana, dia tetap tenang, tapi pria di seberangnya menatap marah.Dua orang dan ketidakpastian jawaban, adalah masalah.Salah satu sosok, dengan netra hitam memancarkan kemarahan, menatap tajam ke arah lawan bicara. Rambut hitamnya yang terurai menyapu pipinya, menambah kesan garang pada wajah tegang.Sementara itu, sosok di hadapannya tetap tenang, dengan netra abu-abu cerah yang tidak menunjukkan tanda-tanda ketakutan.Netra hitam menggelap di bawah desakan kemarahan, beberapa helai rambut hitam me
Bersama dengan Reiger yang masih belum sadar sepenuhnya, Iveryne, Calix, Wilder, dan Heros memulai perjalanan menuju hutan Lunare. Elara memberikan ramuan penyembuh kepada Reiger, harapannya agar pria itu bisa bertahan dalam perjalanan.Perbatasan antara Hutan Lunare dan Arvenwood tidak terlalu jauh, tetapi tetap memerlukan perjalanan yang hati-hati. Untungnya, para Creetress dengan baik hati memberikan kuda-kuda mereka. Sebetulnya meminjamkannya, tapi seperti ucapan Iveryne, kecuali salah satu dari mereka selamat untuk mengembalikannya, atau jika tidak, kuda-kuda itu mungkin tidak akan kembali lagi.Setelah melintasi perbatasan Arvenwood, perjalanan mereka menuju Hutan Lunare semakin tidak mudah saja. Cahaya bulan yang menyinari jalan setapak memberikan sentuhan magis pada lingkungan sekitarnya, tetapi juga menyoroti bayangan-bayangan yang misterius di antara pepohonan yang rapat. Angin malam berbisik dengan suara seram, seakan menawarkan peringatan akan bahaya-bahaya yang mengint
Dalam keheningan malam yang dihiasi gemerlap cahaya bulan, Iveryne duduk di tepi tempat tidur, mengamati penuh kekhawatiran sosok Reiger yang terbaring tak berdaya di sisinya. Cahaya bulan memancar lembut memasuki kamar mereka melalui jendela terbuka, menimbulkan bayangan samar di sekitar ruangan yang tenang.Dengan hati berdebar, Iveryne mendekat pada Reiger yang tidak sadarkan diri. Luka di pinggangnya sendiri sudah hampir sembuh sepenuhnya, tetapi luka-luka yang menghiasi tubuh Reiger masih terasa sangat mengejutkan dan sangat memprihatinkan.Ia meraih tangan Reiger, menempelkan telapak tangannya pada pipi dingin pria itu. Suatu cahaya biru pucat seolah-olah memancar dari kedalaman hati Iveryne, merambat melalui urat dan pembuluh darahnya, menciptakan aliran energi magis yang lembut namun kuat.Cahaya itu mengalir ke dalam tubuh Reiger, menyatu dengan sulur-sulur hitam yang menjalar di sekitar lukanya. Namun, meskipun cahaya itu berkilau sebentar, tidak ada perubahan yang terjadi.