Aditya melangkah cepat, menyusul Alleya ke kamarnya. Sebenarnya dirinya tidak tahu ke mana Alleya pergi. Ia mencoba mengikuti kata hati, yang menyuruhnya untuk mendatangi kamar Alleya. Langkah panjang Aditya akhirnya berhenti tepat di depan pintu kamar Alleya. Karena ia memegang kunci cadangan yang kemarin disertakan juga oleh panitia, maka ia tidak perlu mengetuk pintu kamar bernomor 417.
Diketuknya pintu sebanyak tiga kali, sebagai pertanda saja jika dirinya hendak masuk ke dalam kamar. Ketika dirinya masuk, sama sekali tidak tampak sosok Alleya. ia berjalan mendekati balkon kamar hotel, mencoba melihat ke bawah, mencari sosok Alleya di sana.
Tiba-tiba terdengar suara guyuran air dari dalam kamar mandi, membuat Aditya kembali masuk ke dalam kamar. "Al! Alleya!" Ia mencoba memanggil nama calon istrinya. Ia hanya ingin memastikan, jika Alleya benar-benar yang ada di dalam kamar mandi. Ia jadi
Aditya memandang sekilas pria yang baru saja mengajaknya bicara, sebelum dirinya mengijinkan pria itu duduk di sampingnya. "Alleya gadis yang menarik, bukan?" Joe membuka pembicaraan. Aditya diam, menyimak. "Datang terlambat di hari pertama, hahaha... Hanya Alleya yang berani. Waktu itu, aku yang menjadi ketua pelaksana, sedangkan Bobby sebagai wakil ketua," kenang Joe sambil terus menatap Alleya. "Gadis pemberani. Tidak takut dibully gadis-gadis lain, yang tampak iri karena berhasil merebut perhatian Bobby ,yang terkenal kaku dan ketus." "Jika gadis lain akan berusaha merayu agar hukuman mereka diperingan, berbeda dengan Alleya, yang sportif. Ia akan menerima hukuman jika ia memang salah, tapi jika ia tidak merasa melakukan kesalahan, ia tidak takut untuk mengajukan keberatan, meski harus be
Alleya mengganti pakaiannya dengan gaun untuk pesta, yang sudah ia bawa dari rumah. Aditya menelponnya sesaat sebelum ia berangkat ke rukonya. Setelah melepas topeng dan membiarkan kulit wajahnya menghirup udara selama sepuluh menit, Alleya bergegas mencuci muka lalu mulai mengenakan topengnya kembali dan merias tipis topeng itu, layaknya wajah sendiri. Ketika ia sedang merapikan tatanan rambutnya, pintu ruangannya terbuka. Aditya masuk tanpa mengetuk pintu. Pria itu kini sudah berdiri di belakang Alleya. Ia langsung mengambil body mist yang hendak disemprotkan Alleya ke gaunnya. "Tidak perlu banyak-banyak, secukupnya saja. Biar tidak menarik perhatian berlebih dari orang-orang di sekitarmu." Aditya menekan pump botol kecil berwarna pink, menyemprotkan empat kali semprotan ke gaun Alleya. -0- Suasana di sebuah gedung tampak begitu m
Alleya masuk ke dalam ruangannya. Jam di ruangannya menunjukkan angka dua. Gadis itu menata mejanya, memutuskan untuk pulang lebih awal. Ia segera mengganti gaunnya dengan pakaian kasual, yang selalu ia sediakan di ruangannya, untuk berjaga-jaga jika suatu saat ia perlu mengganti pakaiannya seperti sekarang ini. Alleya melepas topengnya. Berjalan ke luar dari ruangan dengan wajah aslinya, dengan sedikit polesan bedak dan lipstick tipis di bibirnya. "Nia, Aku pulang lebih dulu. Jika ada yang datang mencariku, katakan aku ada urusan ke luar kota. Jangan hubungi ponselku untuk beberapa hari. Aku yang akan menghubungimu." Alleya memberi pesan khusus kepada asistennya. "Oh iya, aku sudah menghubungi sopir papa. Aku ganti mobil. Nanti kau berikan kunci ini padanya. Paham?" Asistennya mengangguk paham dan Alleya pun segera keluar dari rukonya melewati pintu belakang. Ia mengenda
Mobil Aditya perlahan memasuki halaman luas rumah keluarga Rudy. Ia membunyikan klakson sekali sebagai tanda jika mereka sudah berada di depan rumah. Pintu utama terbuka, tampaklah sosok Rita berjalan ke luar, tersenyum hangat menyambut kedatangan mereka."Bawa apa ini?"seru Rita heboh saat Lisa mengangsurkan sebuah paperbag berukuran besar kepada Rita. "Bukan apa-apa. Hanya sedikit oleh-oleh hasil panen dari desa," jawab Lisa merendah, lalu terkekeh sendiri. Rita memanggil putri semata wayangnya untuk membantu membawakan bingkisan dari calon besannya. Alleya yang sudah tahu akan ada tamu dari keluarga Abraham ke luar dan terkejut mendapati Aditya berdiri di belakang calon mertuanya.Rita dan Lisa terlibat perbincangan seru sedangkan Alleya dan Aditya, hanya duduk diam di meja makan. Mereka sibuk dengan ponsel masing-masing. Sesekali Aditya
Alleya merebahkan dirinya di atas sofa ruang tamu, membiarkan rasa lelahnya terurai dengan sendirinya. Menatap langit-langit sambil berulang menghela nafas, berusaha mengusir gundah yang terus menyiksanya, sejak hari di mana ia diabaikan Aditya karena seorang wanita. Aaaah. Andai saja ia tidak terlena dengan sikap, perlakuan dan perhatian Aditya. Andai saja ia tetap bisa menjaga perasaannya. Andai saja ia kukuh memegang niatnya sejak awal. Mungkin saja ia tidak akan sekecewa ini. Sebuah pesan masuk ke ponselnya. Dibukanya ponsel yang sejak tadi ada di dalam genggamannya. Besok pagi, aku akan menjemputmu. Kita berangkat bersama-sama. Alleya membaca pesan itu berulang kali. Berharap tulisan itu hanya ilusinya, lalu menampakkan pesan aslinya. Tapi sayangnya, tulisan itu tetap sama, tidak berubah. Alleya tidak membalas pesan Aditya, ia justru me
Alleya berjalan menuju mobilnya. Ia menggunakan hoodie untuk menutupi wajahnya. Kali ini, ia tidak menggunakan topeng buruk rupanya. Ia memutuskan untuk memberitahu kedua orang tua Aditya mengenai penyamarannya. Mungkin, ya mungkin, mungkin saja akan terjadi sesuatu yang buruk pada perjodohannya. Ia tidak perlu susah payah menjelaskan penyebabnya. Ia menjalankan mobilnya perlahan, menikmati keremangan malam. Mencoba memikirkan kembali keputusannya untuk memberitahu kedua orang tua Aditya tentang penyamarannya. Alleya memandang topeng buruk rupa yang ia letakkan di kursi sebelahnya. What should I do? gumamnya pelan. Mobilnya perlahan memasuki halaman luas milik Abraham. Ia bergegas keluar dari mobil dan berjalan santai menuju teras rumah orang tua Aditya. Ditekannya bel rumah bernuansa abu-abu. Pintu besar itu bergerak mundur. "Haloo sayang..." suara Lisa me
Aditya memilih tempat duduk bersama Nara, dan pilihannya jatuh di kursi plastik deretan tengah, yang memang sengaja disediakan tukang martabak untuk pelanggannya, agar tidak capek menunggu pesanan mereka, yang sedang masuk daftar antri. Ketika ia sedang mengalihkan pandangannya sejenak dari sosok Nara yang duduk di sampingya, Aditya melihat seorang gadis turun dari mobil yang ia kenal. Cantik. Berbanding jauh, sangat jauh, dengan pemilik mobil yang selama ini ia kenal, jika memang itu adalah mobil yang sama. Gadis itu terdengar sedang menyebutkan pesanannya, lalu melangkah duduk di kursi yang terletak di sudut, tidak jauh dari kursinya dan Nara. Nara sedang asyik menghabiskan minuman hangatnya. Aditya mengikuti gerak-gerik gadis yang baru saja mencuri perhatiannya, lewat sudut matanya. "Apa rencanamu sekarang?" Aditya menatap lekat Nara. Keinginan yang dulu ada, kini mulai kembali mu
Joe membelalakkan kedua matanya. Ia tidak percaya. Bukankah itu calon suami Alleya? Ia menatap bergantian, antara Alleya dan pasangan yang tengah berjalan mendekati mobil sedan yang sewarna dengan mobil milik Bobby. Bobby dan Joe saling melempar pandangannya. Mereka lantas memperhatikan Alleya yang justru tidak menggubris pasangan yang baru saja pergi. "Al..?" Bobby dan Joe merasa khawatir melihat Alleya yang justru hanya duduk diam memainkan ponselnya. "Al? Dipanggil dari tadi loh, kenapa diem aja?" Bobby memutar wajah Alleya hingga kini mereka saling berhadapan satu sama lain. Alleya justru tersenyum menyebalkan, membuat tangan Bobby mendaratkan sentilan di kening Alleya. "Apa kalian sedang bertengkar?" Joe mendekatkan wajahnya, berusaha mencari tahu yang sebenarnya terjadi.