Saat keduanya makin hanyut, tiba-tiba bayi Ameena menangis, ini sekaligus menyadarkan keduanya, terutama Aldi.Keduanya sempat hanyut, Ameena bahkan tak sadar mulai melengkuh pelan, saat Aldi mulai 'lihai' menelusuri lehernya dan hampir saja kepala pemuda ini terbenam dalam himpitan bukit kembar membusung miliknya.Darah Harnady yang mengalir dalam diri pemuda ini, seakan jadi bahan bakar yang hebat dan menggelora dalam dirinya.Secara alamiah, Aldi berubah jadi pria sejati!Ameena buru-buru mendekati bayinya, lalu menyapihnya dan…mata Aldi makin terbelalak, saat tanpa ragu Ameena membuka bajunya dan menyodorkan payudaranya ke mulut anaknya, hingga bayi ini pun langsung tenang.Kembali jantung Aldii berdetak kencang, tadi sempat tangannya bergerilya di dada itu dan…Ameena lah yang mengarahkan ke sana.“Ya Tuhan….aku berdosa,” batin Aldi, malu sendiri karena tak mampu nahan nafsu.Aldi pun menghela nafas panjang dan ingat pesan ustaz-ustaznya di Ponpes dulu. Perang yang paling berat a
“Kalau begini terus, aku tak bakal tahan lama-lama, buat dosa terus. Mending ku halalkan saja sekalian,” batin Aldi, sambil melirik Ameena yang kini ketiduran di mobil, sambil mendekap anaknya yang masih menetek.Dan lagi-lagi adegan menetek ini bagi pemuda seperti Aldi yang tak pernah macam-macam dengan wanita justru menimbulkan sensasi tersendiri. Apalagi Ameena juga tak pernah menolak saat di cumbu.Perjalanan ini di tempuh pastinya sangat lama menuju Kairo. Mereka juga sengaja melewati jalan-jalan tikus berdasarkan peta satelit di ponsel. Tujuan Aldi, untuk hindari bentrok dengan pasukan Israel atau pasukan Yordania, yang jaga sangat ketat perbatasan negaranya.Aldi berani pakai ponsel, karena nomornya dari Yordania, bukan ponsel bekas milik serdadu zionis, yang Ameena bilang bisa saja mereka terlacak.Menjelang malam, mereka sampai di sebuah desa yang terletak antara perbatasan Yordania-Israel, tak jauh dari laut mati (dead sea).Wilayah ini secara administratif masih masuk nega
“Anak muda, kamu tau, orang yang ada di foto itu kepalanya dihargai 5 juta dolar amerika?” si pemimpin kelompok ini mulai bertanya agak mendesak.“Maaf tuan, saya tak ikut-ikutan soal sayembara itu, saya hanya seorang mahasiswa di Kairo, ke Yordania saya dan istri hanya liburan sekaligus kunjung family,” sahut Aldi tenang, sengaja bikin alibi.“Lantas…buat apa kamu bawa uang banyak, mata uang asing lagi, yang jumlahnya sangat banyak. Juga senjata…hmm ini made in Israel lagi. Dimana kamu peroleh senjata yang biasa di pakai serdadu zionis ini?” cetusnya mulai curiga sambil memegang dua senapan mesin otomatis ini,sekaligus membolak-baliknya.Aldi pun terdiam, dia bingung menjelaskan, ingin mengaku dia seorang pejuang, itu sama juga buka kedoknya.Tapi kondisi saat ini memang agak genting, keselamatan dirinya dan Ameena plus bayinya ada pada jawabannya.“Aku…membelinya dari serdadu zionis di perbatasan, untuk keperluan jaga diri, uang itu buat bekal, aku mempunyai bisnis di Kairo!”Aldi
“Sekarang kamu tunjukan di mana uangnya, istrimu kami amankan di sini dulu. Bila kamu bohong, maka kalian bertiga tinggal nama!” ancam Abu Dadrak.Setelah berkata begitu, Abu Dadrak lalu minta 7 anak buahnya kawal Aldi untuk menunjukan di mana ia menyimpan uang tersebut.Kagetlah Aldi, dia tak menyangka Abu Dadrak sangat cerdik dan licik, dia sengaja menahan Ameena dan anaknya sebagai jaminan.Di pimpin si Sangar tadi, Aldi pun di bawa pakai mobil miliknya tersebut dan di kawal sebuah mobil lainnya di belakang.Di mobil Aldi ada 3 orang yang mengawalnya, Aldi di minta pegang setiran dan si Sangar duduk disampingnya, lalu dua orang duduk di jok tengah dengan senjata terkokang.Tentu saja Aldi bingung sendiri, kalau kembali ke kota kecil di mana sebelumnya dia menyimpan uang-nya di sebuah bank asing, butuh waktu hingga 10-11 jam perjalanan lagi.Hampir satu jam Aldi memikirkan caranya, atau sudah hampir 35 kilometer dari tempat tadi. Akhirnya saat melihat sebuah gua yang mereka lewati
Aldi lalu menelpon Abu Hanif dan bertanya apakah kenal dengan komplotan Abu Dadrak dan bertanya soal komplotan ini.“Hati-hati, mereka itu komplotan penjahat, yang suka bergerak sesuai order. Mereka juga suka sebut diri sebagai pejuang, padahal itu hanya kedok. Mereka tak berani masuk ke Palestina, karena di cari-cari seluruh pejuang yang dirugikan akibat ulahnya sebagai pengkhianat!??”Abu Hanif langsung beri peringatan, sekaligus sebuatkan siapa adanya Abu Dadrak dan anak buahnya tersebut.Mendapat penjelasan ini, makin marahlah pemuda ini, kini targetnya adalah menyelamatkan Ameena dan anaknya. Sangat khawatir sekali dengan nasib Ameena dan bayinya.Aldi memutar cepat mobilnya dan berencana kejutkan Abu Dadrak dengan komplotannya, yang dia hitung sisanya ada 8 orang lagi.Aldi kini sudah mengintip dari jarak 50 meteran, mobilnya dia sembunyikan di sebuah tempat yang aman.“Hmm…mereka masih berleha-leha,’ Aldi melihat ada 5 orang aseek minum sambil main gaple di depan markas tersebu
Ameena beruntung, Aldi adalah pemuda lulusan ponpes yang tak pernah macam-macam dengan wanita manapun hingga saat inii.Aldi pun selama dalam perjalanan tak pernah sekalipun singgung soal ‘pemandangan indah itu’. Sehingga Ameena pun tak lagi kikuk.Tapi apakah demikian di dalam hati Aldi…?Ameena tak pernah tahu, betapa mulai ‘rusaknya’ jiwa pemuda ini, andai tak kuat ilmu agamanya, pasti hati Aldi akan goyah.Aldi beberapa kali terlihat menghela nafas, Ameena yang mengetahui itu masih berpikiran positif. Dia beranggapan pemuda ini mungkin teringat aksinya membantai kelompok Abu Dadrak.Andai baru sekali ini ikut Aldi, mungkin lututnya terus gemetaran sampai kini. Saking berdarah dinginnya Aldi membantai kelompok penjahat itu di depan hidungnya sendiri.Tak pernah terbetik dalam hatinya, kalau pemuda tampan ini selalu teringat dengan perabotan indah miliknya yang berumput tipis, inilah yang bikin Aldi mabuk kepayang."Apa yang harus aku lakukan, tak mungkin aku jadi penjahat macam si
Di kamar hotel lagi....Ameena bak gadis perawan, malu-malu…!Aldi pun tak bosan-bosannya menatap wajah jelita istrinya ini. Dia lau menarik dagu Ameena dan kembali mengecup perlahan.Seakan masih berasa mimpi, malam ini mereka sudah tak perlu lagi berbuat dosa, Ameena sudah nikahi dan apapun yang dia lakukan sudah halal.“Ganti lampu yang redup Bang, aku malu!” terdengar bisikan lembut Ameena, Aldi pun mengangguk dan mengganti dengan lampu tidur.Anehnya bayi Ameena terlihat sangat nyenyak tidur. Dia seakan paham, malam ini ibunya sudah tak lagi janda, tapi sudah memiliki suami baru. Ayah barunya seorang pemuda tampan penolong dia bersama sang bunda yang masih muda dan cantik jelita.Ameena tak berkedip saat pelan-pelan Aldi melepas bajunya, terlihatlah tubuh kokoh pemuda ini, yang berbulu tipis di bagian dadanya yang bidang.Ameena pun makin menunduk malu, saat Aldi mulai melepas pelan-pelan gaun juga kerudung istrinya, kagum bukan main pemuda ini. Rambut harum Ameena gemuk dan ada
Aldi melupakan peringatan itu, kini mereka sudah tiba di pesisir laut merah. Tempat ini memang unik, karena berada di perbatasan tiga negara sekaligus. Mesir-Yordania dan Israel.Setelah melewati Yordania, mau tak mau Aldi dan Ameena harus melewati daerah Israel, lalu berjarak kurang dari 55 kilometeran, barulah mereka masuk ke wilayah Mesir. Walaupun terlihat adem ayem, tapi Aldi melihat banyak tentara berseleweran dari 3 negara ini, dan seakan-akan bersiap akan perang.Sebelum masuk ke wilayah Mesir, mau tak mau Aldi dan Ameena harus lewati pos perbatasan Israel. Aldi pun mulai waspada, khawatir kalau wajahnya di kenali.Andai dia sendiri, mungkin tak terlalu khawatir. Tapi kali ini dia bersama istrinya dan anak tirinya, Rajiv Farhan.“Semoga serdadu-serdadu zionis ini tak mempersulit aku,” batin Aldi sambil menjalankan mobilnya perlahan dan mulai masuk wilayaah status qou dan 100 meteran lagi masuk wiilayah Israel.Di depan mereka beberapa orang, baik yang jalan kaki atau memba