Dengan sekali tarikan nafas, sah lah Masri menikahi Dewi Renata, sang kakak kandung kemenakannya sendiri, sekaligus mantan ‘anak tiri’ Gibran.Dewi pun sempat di dandani seorang istri prajurit, walaupun sederhana dan make upnya hanya tipis-tipis.Tapi kecantikan Dewi tetap bikin semua prajurit memandang kagum kejelitaan sang nyonyah Kompol Masri Harnady ini.Begitu tahu mendiang ayah Dewi mantan tentara yang pernah gugur di Papua, Mayor Rudi pun sebut Dewi bagian dari keluarga besar tentara Republik Indonesia. Dewi sampai berkaca-kaca terharu. Terkuaklah juga, kenapa dulu Dewi ngotot ikut Masri ke pedalaman Papua, Dewi seakan ingin napak tilas ke daerah yang bikin dia jadi anak yatim sejak bayi.Tak lama usai menikah, dengan naik helikopter, Masri dan Dewi berangkat ke Raja Ampat, sebuah tempat wisata yang sangat terkenal di Papua bahkan dunia.“Sayang, kita bulan madu di sini saja dulu yaa, aku mau ke Raja Ampat, pingin lihat tempat itu. Kata Mayor Rudi tempatnya luar biasa indahn
Inilah buah dari siasat Masri, mereka bukannya berdebat saat berduaan, setelah Masri menembak mati pentolan perampok emas Arman alias Bana Bantano.Tapi berunding bagaimana caranya agar emas-emas ini aman, terlebih ada keterlibatan Kapten Lau dan anak buahnya.Apus yang semula ingin marah karena merasa di kadalin Masri, justru berbalik jadi sahabat dekat sang perwira ganas ini.Pada Apus, Masri sebutkan dirinya yakin masih ada lagi orang yang lebih tinggi pangkatnya dibandingkan Kapten Lau yang ikut bermain, dan pasti otaknya bermuara pada Olly Bantano."Daripada emas-emas ini jatuh pada orang serakah dan korup, mending buat kamu saja dan anak buahmu," cetus Masri, Apus pun tanpa basa-basi setuju.Akhirnya, disepakatilah Apus akan pura-pura menodong Masri, tapi Masri minta jangan membawa anak buah Kapten Lau, sebab resikonya mereka akan di kejar-kejar aparat.“Bawa anak buah Bana Bantano saja sebagai sandera, habisi semua. Karena mereka terkenal sebagai perampok-perampok ganas. Entah
“Aldi, kamu nggak pulangkah ke Indonesia liburan panjang ini?” seorang pria bertampang Arab menegur seorang pemuda bertubuh jangkung kurus.Pemuda yang dipanggil Aldi ini terlihat tekun membaca sebuah kitab, di pelataran kampus, yang terletak di pinggiran Kota Kairo.“Nggak Musa, ngirit biaya!” sahut Aldi apa adanya.Musa tertawa maklum dan dia tahu, sahabatnya ini sejak awal kenal di kampus ini mengaku yatim piatu dan tak memiliki rumah di Indonesia, karena sejak usia 11-12 tahun mondok di ponpes.Musa mahasiswa asli Mesir, sejak semester pertama dan kini baru saja akan naik ke semester 5, atau sudah dua tahun jadi mahasiswa, merupakan teman Aldi yang paling dekat.“Mau ikut ke kampung halamanku nggak...? Ayolah masa kamu ngedon di asrama saja, sesekali jalan-jalan lah…tenang saja aku yang traktir brother. Liburan kali ini juga panjang, hingga 1,5 bulan lohh. Kan ada penerimaan mahasiswa baru!” ajak Musa, dalam bahasa Arab yang nyampur dengan aksen Mesir.Setelah mikir sejenak, akhir
“Apaa…kamu mau jadi relawan??” Musa kaget bukan main, saat Aldi mau masuk ke Gaza dan ingin jadi relawan kemanusiaan di sana.Perdebatan kedua sahabat ini terjadi ketika mereka sudah kembali ke rumah, setelah puas keliling-keliling di seputaran perbatasan Mesir-Palestina.Jiwa kemanusiaan Aldi terbangkit melihat banyaknya warga Gaza yang kelaparan dan tak bisa keluar dari tempat itu. Karena dihalangi pasukan penjaga perbatasan“Iya, aku berniat ingin membantu para korban perang, lagian buat apa juga aku berleha-leha di sini. Sementara saudara kita di Gaza tiap hari jadi martil pasukan zionis,” alasan Aldi.“Tapi resikonya nyawa Di, lagian sebulan lagi kita akan masuk kuliah!” Musa masih keberatan dengan niatan sahabatnya ini.“Iya, aku janji hanya sebulan jadi relawan, setelah itu aku akan kembali dan kita balik ke Kairo.” Cetus Aldi lagi, yang sudah membaja niatnya dan gagal lah Musa membujuknya. Orang tua Musa juga kaget dengan keputusan Aldi, namun pemuda ini memiliki kekerasan
Aldi terus berlari sambil merunduk dan kadang berindap-indap, sambil menenteng senjata milik serdadu zionis yang dia rampas sebelumnya.Aldi tak sadar, dia masih pakai baju dan rompi tim relawan. Dalam kebingunan itu, Aldi kaget saat mendengar suara seseorang di balik reruntuhan sebuah bangunan.“Kamu ikuti aku, tentara zionis berkeliaran mencari kamu!??”Menndengar ini, tanpa pikir panjang Aldi pun mengikuti orang tak di kenal ini, kali ini Aldi takjub sendiri, jalan-jalan yang dilewati adalah sebuah terowongan.Dan yang bikin Aldi panas dingin juga, terdengar di atas mereka bentakan serdadu zionis yang berteriak-teriak beri komando pada pasukan untuk cari dirinya. Karena di sebut-sebut pelakunya pakai rompi tim relawan..!!Kini suara teriakan serdadu dan sesekali tembakan mulai terdengar kecil. Tanda Aldi dan orang yang tak dikenalnya sudah sangat jauh dari tempat tadi.Aldi ternyata di bawa di sebuah tempat yang tersembunyi, dan di sana terdapat puluhan orang pejuang Palestina, d
Musa sudah kembali ke Kairo, pemuda ini sedih bukan main, dia sudah menduga Aldi tewas sebagai relawan di Gaza.Semua relawan yang dia tanya sebutkan setelah ditembaki pasukan zionis, mereka masing-masing kocar-kacir selamatkan diri dan tak tahu lagi nasib Aldi.Musa bahkan sampai umumkan di kampus, kalau sahabat mereka sudah jadi korban perang di Gaza dan ini membuat Konsulat RI dibantu yayasan pemberi beasiswa di Kairo lakukan investigasi.Setelah hampir 3 bulan, tak peroleh informasi apapun, Aldi pun resmi dikatakan tewas, semua beasiswa di stop.Karena tak punya keluarga, konsulat dan yayasan kampus kirim surat ke Ponpes Al Iman, tentang nasib Aldi!“Maafkan aku sahabatku, semoga kamu tenang di alam sana,” doa Musa sedih, setiap kali teringat sang sahabat baik ini.Bagaimana dengan Aldi…?Pemuda ini makin hari makin disegani semua pejuang, ia pun di gelari The Killer, tanpa sadar kalau gelar ini dulu juga pernah diberikan pada Masri, pamannya oleh Apus cs saat berada di Papua.Ald
“Kenapa kamu berlindung di sini, sangat berbahaya, bisa saja pasukan zionis nge-bom kamu. Atau menemukan kamu dan bayimu lalu menembak kalian berdua?”Aldi tentu saja kaget dan khawatir dengan keselamatan Ameena dan bayinya. Aldi kini duduk di depan Ameena sambil melihat bayinya yang terlihat nyenyak tidur.“Aku bingung mau berlindung di mana, di mana-mana ada bom dan tembakan, akhirnya aku berlindung di sini, aku ketinggalan dari rombongan pengungsi. Sudah 2 hari aku di sini dan hanya makan roti yang sudah mulai basi!”Ameena lalu perlihatkan rotinya yang mulai beraroma tak enak.Ngenesnya lagi, Ameena bilang sejak kemarin tadi dia sudah kehabisan air. Aldi pun buru-buru membuka ranselnya dan menyerahkan bekalnya pada Ameena.Dengan cepat dan tak malu-malu, bahkan tangannya agak gemetaran karena lapar. Ameena menyantap bekal Aldi hingga ludes.Aldi hanya senyum kecil. “Puasa aku malam ini,” batinnya maklum, sambil memperhatikan Ameena makan dengan lahap.“Ameena, aku ikut bermalam di
Sudah lebih 3,5 jam mereka meninggalkan tempat tadi, Aldi jadi ragu, agaknya jalan mereka nyasar lagi. Karena tempat yang kini mereka lewati sama sekali tak di kenal Aldi,juga Ameena.Dia berhenti sejenak dan saat itulah perutnya yang tak makan sejak malam senyum sendiri, saat melihat makanan milik 4 serdadu yang dia tembak sangat melimpah di mobil ini, termasuk air minumnya.“Ameena kita makan dan minum dulu, seminggu pun kita nggak bakal kelaparan, apalagi kita agaknya nyasar lagi jalannya,” Aldi mengambil kue yang terbungkus plastik.Aldi tak khawatir makanan ini tak halal, sebab dia tahu zionis mengharamkan babi, sebagaimana muslim.Ameena pun ikutan tak ragu dia makan dan minum sambil izin memberi ASI anaknya. Aldi mengangguk dan memandang ke tempat lain, agar tak dianggap kurang ajar.“Sepertinya kita lumayan jauh nyasarnya ini, sayangnya kompas aku tak berfungsi, karena sering eror sejak terrjatuh,” keluh Aldi sambil menatap kiri dan kanan, di mana hanya ada bangunan yang hancu