Home / Romansa / Istriku Seorang Juragan / Matrealistis atau realistis?

Share

Matrealistis atau realistis?

last update Last Updated: 2024-11-04 08:31:45

Kejam, mungkin satu kata itu pantas tersemat pada diriku malam ini. Saat aku ke kamar mandi tadi, terdengar suara isak tangis yang menyayat bak seperti tengah merasakan pesakitan, biar ku tebak orangnya. Jingga, yap istriku sendiri.

Saat lima menit berlalu, setelah tak ada lagi suara Jingga yang menggoda. Aku suara tangisannya, entah apa yang membuatnya sedih tapi firasatku mengatakan jika tangisannya akibat ulahku yang menolak permintaannya. Tapi yasudahlah, toh nyatanya emang aku belum siap.

Clek.

Bersamaan dengan knop pintu kamar mandi yang ku putar, suara tangis pun bak menghilang begitu saja. Kulirik sekilas wanita yang tengah berbaring itu memunggungiku dengan selimut tebalnya yang menutupi seluruh tubuhnya.

Aku menghela nafas pendek saat melihat punggung itu bergetar, seolah tengah menangis. Ku putuskan untuk berjalan mendekati, lalu duduk disampingnya.

"Maaf," lirihku dengan tangan menyentuh bahu yang bergetar itu.

"Enggak papa kang, jingga paham kok. Maaf Jingga terkesan
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Istriku Seorang Juragan    terbiasa

    Setelah kesepakatan malam itu, Jingga benar-benar menenuhi permintaanku. Surat tanah yang begitu luasnya atas nama dirinya sendiri kini beralih nama menjadi atas nama diriku, Ahmad. Entah harus senang atau sedih, yang jelas aku bingung saat melihat namaku tercetak di kertas tersebut. "Akang jangan bengong aja, ayo kang tandatangani" ujar Jingga memperingatkan dengan menyinggunkan sikutnya ke tanganku. Sementar Ujang yang ku suruh untuk menamaniku bertemu Jingga di kantor pengacaranya nampak senyam senyum dengan mata yang menggoda. "Ayo Mad, ente udah benar itu. Lo teman gue ini mah asli, nurut banget sih saran gue" bisiknya yang duduk di sebelah kiriku. "Tapi gue gak niat morotin dia, sumpah jang" aku membalas berbisik lirih padanya berusaha agar tidak terdengar oleh Jingga yang tengah duduk di sebelah kananku sembari berbicara pada pengacaranya yang duduk berhadapan dengan kami. "Bodo amad dah gue mah, itu udah benar sih. Toh nanti kalau emang lo gak niat, kagak bakalan di jual

    Last Updated : 2024-11-05
  • Istriku Seorang Juragan    pillow talk

    "Jangan tidur dulu atuh kang, kita ngobrol ya"Tanganku terhenti, saat selimut ini hendak ku naikan hingga menutupi dada. Tubuh yang tadinya meronta ingin di rebahkan, kini terpaksa kembali bangun, duduk selonjoran dengan punggu bersandar di sandaran kasur, seperti yang tengah Jingga lakukan saat ini. "Mau ngobrol apa? Kan tiap hari ketemu, kita juga tiap hari ngobrol. Gak bosan apa?" tanyaku menggerutu. Jingga menggeleng, ia berbalik menghadap kearahku. "Apa aja kita obrolin. Pokoknya malam sebelum tidur kita usahain buat ngobrol, kalau kata si Mail mah ya namanya tuh pilow tok."Aku menatapnya bingung. "Deep tok? Apaan itu, saya baru dengar" kekehku sembari memikirkan apa artinya pilow tok. Ada-ada saja. Jingga berdecak, "itu loh kang, percakapan pasangan sebelum tidur" kesalnya.Aku terkekeh hampur ingin menyemburkan tawa saat mendengar penjelasan Jingga, agak bingung sih, tapi juga sedikit geli. "Oh, jadi maksudmu itu 'pillow talk' yang biasa orang-orang bilang? Kalau gitu kena

    Last Updated : 2024-11-06
  • Istriku Seorang Juragan    pengakuan

    Pagi harinya, Jingga begitu terlihat sibuk ku lihat. Mulai dari menyapu, cuci piring, cuci baju hingga membantu memerah sapi-sapi miliknya seperti biasa bersama asistennya. Siapa lagi kalau bukan si Yudi, laki-laki kegatalan itu hampir setiap subuh selalu mengetuk pintu rumah panggung ini dengan alasan mengambil ember lah, vitamin lah, air panas lah padahal semua itu sudah selalu tersedia di dalam kandang. Namun, Jingga selalu saja meladeni, dengan senyuman hangat dan sabar, seolah tak pernah lelah. Padahal, aku tahu betul, dia lebih sering terlihat lelah daripada bahagia. Yudi, si laki-laki kegatalan itu tak hanya sibuk dengan alasan-alasan kecil untuk mendekati Jingga, tetapi juga selalu berusaha mencari celah untuk menunjukkan perhatian lebih pada istriku itu. Hey, dulu kemana aja lu saat aku belum menikahinya? Apa sikapnya seperti saat ini, kegatelan? Kalau lu cinta sama si Jingga, kenapa gak lu nikahin dari dulu? Gedeg banget dah, gak gentle man lu. "Neng jingga, udah gak usah

    Last Updated : 2024-11-07
  • Istriku Seorang Juragan    belanja

    "Mau beli apa lagi sih, ini udah banyak loh?" aku bertanya sembari mendorong troli yang terisi penuh dengan barang belajaan kami, saat kami tengah menelusuri lorong mini market siang ini.Jingga menoleh, "simpan dulu itu trolinya kang, biar Jingga ambil lagi troli baru" ujarnya berjalan mendekat, menyimpan beberapa cemilan kedalam troli yang ku dorong sudah terisi penuh. "Udah ya, kita pulang. Kamu beki barang sebanyak ini emang ada uang? Saya kan cuma ngasih kamu delapan ratus ribu sebulan, mana cukup" pintaku memelas. Ada rasa menyesal terlintas dalam diri, mengapa aku mau menemaninya belanja siang ini? Kalau tau ujungnya begini, aku lebih baik tidak pulang dari sekolah, beristirahat di ruang guru akan terasa menyenangkan barangkali. Jingga hanya terkekeh, senyum nakalnya tampak jelas di wajahnya. "Akang lupa? Jingga ini siapa?""Juragan," gumamku menghembuskan nafas lelah. Senyum nakalnya masih ia sunggingkan, tangannya mengambil alih troli ini dariku. "Nah itu akang tahu, jingga

    Last Updated : 2024-11-08
  • Istriku Seorang Juragan    bisa gak?

    Kedua manik mata hitam itu berbinar kala aku memasuki mobil pick up nya dengan membawa dua cup es kelapa muda yang di pintanya tadi.Sudah seminggu ini sejak kami memutuskan untuk menjadi teman senyum Jingga bahkan tak pernah luntur, wajahnya berseri bak seperti orang yang tengah jatuh cinta. Beda denganku yang semakin hari malah semakin kusut gak karuan karena memaksakan bersikap untuk lebih perhatian padanya sebagai balas budi."Makasih kang," ujarnya saat aku memberikan satu cup es kelapa muda itu padanya. Aku mengangguk lalu kembali keluar untuk memastikan semua belanjaan sudah berada di mobil tanpa kelewat satu pun. "Oke, aman" gumamku setelah memastikannya dan kembali lagi memasuki kemudi mobil pick up tersebut. "Kang, habis ini kita mampir dulu ya ke tukang bakso langgananku"Aku menghela nafas dalam saat suara Jingga kembali terdengar menyambut kedatanganku. "Dimana?" tanyaku agak ketus. Bukan apa, takutnya cibiran yang keluar dari mulut karyawan mini market tadi kembali t

    Last Updated : 2024-11-10
  • Istriku Seorang Juragan    ciuman?

    Huh hah huh hah ...Aku mendelik tajam mendengar suara desahan jingga begitu mengganggu telinga, segera tangan ini terulur untuk mengambil gelas kosong yang berada di tangannya, lalu ku isikan dengan air putih hangat. "Minum dulu, kebiasaan kamu mah ah. So so an paling jago makan pedas," omelku. Jingga segera merebut segelas air hangat di tanganku, lalu meneguknya dengan cepat. "Pelan-pelan, takutnya tersedak. Ini juga sampe keringatan gini," kekehku dengan pelan menyusut keringat di dahinya. Jingga terdiam, ia menatapku begitu lama. Lalu mendengus sebal menepis tanganku dari dahinya. "Gak usah so perhatian deh kang, kalau ujung-ujungnya gak ngasih kepastian" cibirnya kesal. Wajah terlihat memerah bak seperti rebusan tomat. Menggemaskan. "Gak boleh emang, kan sama istri sendiri. Udah jadi teman pula," aku tertawa kecil, berusaha memberikannya perhatian. Obrolan kami di mobil tadi cukup membuatku tersentil, wanita dihadapanku ini hanya ingin merasa di cintai tidak lebih. Ia tak pe

    Last Updated : 2024-11-11
  • Istriku Seorang Juragan    praktek biologi?

    Aku menelan ludah dengan susah payah, saat mendapati diriku kini terjebak dalam situasi yang tak pernah kubayangkan. Jingga, perempuan itu cukup berani sekali terhadapku. Jingga tersenyum nakal, tangannya mulai merangkul tubuhku untuk ia rapatkan pada tubuhnya. Segera kedua tangan ini ku pakai untuk menutup hidung, mencoba sekuat tenaga agar bau di tubuhnya tak ku hirup semakin dalam. "Tangannya awasin atuh kang, biar Jingga aja yang mulai. Akang mah payah, gak berani. Kan kita udah sah, gak papa atuh cuma ciuman doang siapa tau nanti ketagihan sampe ke hal yang lebih jauh" ujarnya dengan suara yang kini terdengar lebih manja, dan penuh godaan.Tolong ... Jauh kan hamba dari godaan setan yang terkutuk ini. Aku menarik napas panjang, wajah ini seketika memanas menahan cemas. Benar-benar ya dia gak punya harga dirinya. "Jangan disini," pintaku lirih, dengan rasa gugup yang menyeruak begitu kentara.Jingga tersenyum sumeringah. "Oh, ayo kekamar kang. Akang gendong jingga ya" ujarnya

    Last Updated : 2024-11-12
  • Istriku Seorang Juragan    bahan gibah?

    Senja hari ini begitu indah, seakan semesta telah berkompromi pada sang pemilik alam untuk aktivitasku dan Jingga yang sudah di agendakan jauh-jauh hari oleh Jingga. Ya, hari ini tepat hari dimana Jingga kehilangan kedua orang tuanya yang sudah bertahun-tahun lama. Untuk memperingati kepergian orang tuanya, setiap tahunnya Jingga dan sang adik selalu mengadakan doa di panti asuhan yang dimana semasa hidup kedua orang tuanya itu merupakan donasi terbesar disana dan sampai saat ini mungkin, bahkan bisa di bilang begitu. Kedua mata ini, masih ku perhatikan gerak-gerik Jingga yang kini tengah berdiri di depan cermin seolah tengah menatap wajahnya sendiri. Mata yang sembab, hidung memerah, kantung mata yang terlihat begitu jelasnya serta wajah yang terlihat lelahnya seolah mempresentasikan suasana hatinya. Rencananya, hari ini aku tidak akan ikut karena si Ujang tidak mau menggantikan rapat agenda tahunan sekolah tetapi melihat kondisi Jingga yang memutuskan untuk memaksa si Ujang mengga

    Last Updated : 2024-11-14

Latest chapter

  • Istriku Seorang Juragan    investor

    Pagi ini, aku sudah berdiri di depan pintu ruangan seorang direktur utama pt. Niasagari. Perusahaan terbesar di bidang industri, tani, ternak dan pertelevisian yang bernama Mr. Jhon. Yang ku dapati infonnya dari mas Abi dan teh Ayu kemarin saat aku dan Mail memutuskan untuk menginap dirumahnya. Beruntung aku memiliki kakak dan kakak ipar yang mendukung penuh apa yang aku lakukan meski awalnya mereka meragukan kemampuanku. Mereka mendukung, sekaligus membantu aku mengenalkan beberapa perusahaan teman-teman mereka yang berpotensi besar yang akan membantuku membangun proyek agrowisata di kampung halamanku sendiri. Tanganku tiba-tiba berkeringat gugup, saat aku dan Mail ditemani karyawan yang mengantarkanku menunu ruangan ini hendak mengetukan pintunya."Masuk!" Seru seseorang dari dalam sana. Tanpa berpikir panjang, karyawan yang ku ketahui namanya bernama Clara itu mempersilahkan aku dan Mail untuk mengikutinya masuk. Aku dan Mail berjalan mengekori, mengikuti langkahnya masuk kedala

  • Istriku Seorang Juragan    karena saya sayang kalian

    Banyaknya orang yang lalu lalang sepagi ini dengan mengangkut banyak barang bahan bangunan, membuat aku tersenyum cerah. Enaknya hidup di pedesaan itu seperti ini loh, budaya gotong royongnya masih kentara. Semua warga bahkan berbondong-bondong ikut serta membantu bahkan dalam hal sekecil apa pun. Ini hari pertama pembangunan proyek yang aku rencanakan, namun semua warga tanpa dimintai tolong pun dengan antusias membantu. "Itulah gunanya manusia Mad, mahluk sosial yang membutuhkan manusia lainnya" ujar bapak menepuk pundakku. Ia menghirup napas udara pagi ini dengan banyak dan tersenyum penuh syukur. "Zaman sekarang, jarang sekali manusia membantu dengan keikhlasan. Semuanya butuh uang, tapi hidup di pedesaan? Hal itu masih sangat jarang, mereka masih dengan suka rela membantu satu sama lain. Bersyukurlah kamu masih hidup di desa," Aku mengangguk, meneguk secangkir kopi panas yang ku buat tadi. "Iya pak, Ahmad bersyukur. Terimakasih juga ya pak, sudah mau mendukung impian Ahmad"

  • Istriku Seorang Juragan    sayang

    "Rencana pembangunannya kapan kang?" Setelah saling memadu kasih, aku disajikan dengan pertanyaan yang lontar dari mulut Jingga. Perempuan ini benar-benar tidak ada kata lelahnya, padahal setelah ini ingin rasanya aku tertidur sebentar sebelum kembali memikirkan proyek yang hendak aku jalankan di pagi harinya. "Besok rencananya sudah mulai, tadi sore keluar sekalian beli bahan bangunannya. Rumahnya sederhana gak sebesar rumah kamu atau rumah ini, gak papa kan?" jawabku diakhiri pertanyaan.Jingga terdiam, tangannya masih saja nakal dengan mengelus-elus perut sixpack yang mungkin sebentar lagi akan buncit. Khas bapak-bapak, mungkin."Gak papa kok, yang penting nyaman" ujarnya, kali ini tangannya merayap, mengusap peluh di dahiku. Aku merengkuhnya kedalam pelukan, tangan besarku ini berusaha menyingkirkan anak rambut yang menghalangi kecantikannya yang tak pernah membuatku bosan. "Konsep rumahnya kaya rumah panggung seperti di pondok, gak papa kan?" tanyaku lagi memastikan. Aku harap

  • Istriku Seorang Juragan    menjadi teman sekasur

    "Kang, tadi sore Jingga dengar ibu kaya marah-marah. Ada apa?" Jingga bertanya ketika aku baru saja membaringkan tubuh di sebelahnya malam ini setelah urusanku dengan pihak selesai tadi. Mata yang tadinya memaksa untuk di pejamkan, kini berubah segar seakan ada cipratan air yang menyadarkan.Aku menoleh, kearah Jingga yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan pakaian tidur. Rambut panjangnya basah, menandakan kalau ia baru saja selesai mandi. Aku menarik napas, bangun dari pembaringan lalu tangan ini bergerak mengambil haidrayer. "Sini, biar akang bantu keringkan rambutnya" titahku pada Jingga agar ia duduk di bawah karpet sementara aku duduk di atas ranjang. Jingga terdiam sejenak, lalu tersenyum lebar dengan menuruti perintahku. Aku mulai menyeka rambut Jingga yang masih basah itu dengan lembut. Wangi shampo terdengar kuat di indra penciumanku. "Pipinya udah gak perih lagikan?" tanyaku khawatir. Jingga tergelak, "jingga kebal kang. Gak papa kok, cuma kelihatan ya masih mera

  • Istriku Seorang Juragan    suport keluarga lebih penting

    Aku menghambuskan napas jengah saat menatap punggung mamang yang tengah memasuki mobil kesayangannya yang baru kami pakai itu dengan emosi yang tak teratur, bahkan pintu mobil yang ia naiki pun dengan kesalnya ia banting. Beberapa kali bapak mengusap dada dengan gelengan diiringi istighfar, sementara Mail ia dengan segala emosinya terduduk lemas. "Mulai sekarang, kalian jadi tanggung jawab saya!" Putusku berujar pada Mail yang tengah berusaha memperbaiki moodnya. Bapak mengangguk, ia menepuk pundakku dengan bangga. "Bapak dukung," ujarnya."Yasudah, masuk dulu deh. Kamu baru sampai pasti capek" lanjut bapak. Aku mengangguk, mengusap wajah kasar dan berjalan beriring memasuki rumah. Pertengkaranku dengan mamangnya Jingga benar-benar menguras emosiku. "Mak, Jingga mana?" tanyaku ketika tak mendapati Jingga di ruang tamu, hanya emak dan tontonan tv yang menyala. Emak menunjuk ragu pada lantai dua, "mungkin di kamar, tadi pamitnya mau istirahat dulu sebentar" jawabnya. Oke, aku ber

  • Istriku Seorang Juragan    pulang

    Sepanjang perjalanan, senyum Jingga tak henti-hentinya terbit menghiasi wajah Ayu. Aku hampir terkekeh sendiri melihat bagaimana bahagianya Jingga saat ini, bahkan beberapa kali ia menyenandungkan lagu yang tidak pernah ku dengar sebelumnya. Ah, sebahagia itu rupanya. Perjalanan hampir memakan waktu setengah hari, dengan santai aku mengemudikan mobil ditemani music yang sengaja ku putar mengalun lembut, menemani perjalanan kami. "Kang, mau gantian?" tawarnya Jingga saat aku beberapa kali menguap. Aku menoleh, lalu menggeleng sebagai penolakan. "Kita istirahat dulu aja ya, sambil beli makanan. Kamu bosan kan dari tadi gak ngemil, biar saya belikan dulu" ujarku sembari menatap lurus, fokus pada jalanan dengan harapan ketemu rest area setelah ini. "Boleh kang, tapi kalau akang lelah, juga gak papa biar aku aja yang nyetir" tawarnya lagi yang cepat ku tolak. "Tuan putri duduk manis aja, gak usah mau di repotin sama pangeran" kekehku yang membuatnya bersemu merah. Aku tertawa pelan m

  • Istriku Seorang Juragan    diterima jadi adik ipar

    Hari ini aku dan Jingga memutuskan untuk berkunjung kerumah teh Ayu sebelum kami memutuskan untuk kembali ke kampung, menata masa depan kami. Bau tubuh Jingga yang sudah hampir tidak tercium, membuat Jingga percaya diri untuk bertemu sang kakak ipar. Aku tersenyum, menatap Jingga yang tengah mematut dirinya di depan cermin. Senang lihatnya melihat Jingga yang sudah seceria ini dan bahkan ia juga sudah bisa bersolek sekarang. Grep. Aku memeluk ia dari belakang, dengan kepala ku benamkan dibahunya, mencium aro parfum yang baru saja ia semprotkan sehabis mandi ini. "Kang," tegurnya memukul lenganku yang melingkar di tubuhnya. "Kenapa ih? Biarkan seperti ini, wanginya enak" jujurku. Jingga mendengus, ia berbalik hingga kami saling berhadapan. Kepalanya mendongak, menatapku dalam. "Sejak kapan suami aku ini jadi manja kaya gini?" tanyanya dengan kekehan geli. Beberapa kali ia mengucup bibirku gemas."Jangan mancing, kalau kamu gak mau keramas lagi" tuturku frontal membuat ia tersipu

  • Istriku Seorang Juragan    serius boleh punya anak?

    "kondisi istrimu sudah cukup baik Mad, baunya juga sudah berkurang" aku dan Jingga saling pandang dengan senyuman saat dokter Anwar memberitahu bagaimana kondisi Jingga sekarang. "Mentalnya di jaga, jangan buat dia stres ya Mad," ucapnya lagi dengan diselingi tawa renyah. Aku mengangguk cepat. "Tentu itu dok," jawabku malu-malu. Dokter Anwar menggeleng dengan kekehan. "Kalian tidak perlu sering kesini, lagi pula penyakitnya bukan penyakit yang parah. Kuncinya sih jaga pola makan dan rubah pola hidup, jangan stres. Hindari aktivitas yang menyebabkan keringat berlebih" pesan dokter Anwar. "Penggunaan sabun dan shampo juga sudah benar itu," lanjutnya. Kami mengangguk, "jadi dok penyakit ini bisa sembuh?" tanya Jingga dengan cepat. Dokter Anwar terdiam cukup lama, seolah tengah memilah-milih kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan Jingga. Aku tau, sindrom bau ikan ini tidak dipastikan sembuhnya, bahkan obatnya sampai saat ini juga belum di temukan secara pasti. "Ada kemungkinan,

  • Istriku Seorang Juragan    resiko ditanggung sendiri!

    "mang Juned menghubungi mas sama teteh tadi" aku melirik kearah pria yang tiba-tiba berada di kontrakanku diwaktu yang nyaris tengah malam kini berada. "Mang Juned sudah ngomong sesuatu?" tanyaku dengan hembusan napas lelah. Sialnya, aku lupa kalau mang Juned. Adik bungsunya si emak itu orangnya bawel. Punya mulut lemesnya kaya perempuan. Ada anggukan samar yang mas Abi berikan sebelum ia menjawab. "Emak marah, kenapa kamu meminta pinjaman sebesar itu sama bank? Ngapain juga kamu berhenti ngajar?" tanyanya menatapku dalam. Kabar berhembus begitu cepat, bak angin lalu. Ini juga apa-apaan Mas abi pulang dinas bukannya langsung pulang ke rumah, malah mampir ke kontrakan dan bertanya seperti itu. Apa dia mau ikut campur urusanku? Ah, itu pasti!"Sudah ku pikirkan matang-matang sebelumnya mas. Bapak juga setuju," jawabku apa adanya. Ya memang rencana ini ku atur selain melibatkan adiknya jingga, bapak juga termasuk. Bahkan ia mendukung penuh strategi yang aku buat itu. Mas manggut-man

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status