Share

Fakta baru

Penulis: AkaraLangitBiru
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-16 22:57:55

Seusai acara tahlil dan bermain dengan anak panti, kami memutuskan untuk pulang ke rumah emak. Malam ini, emak memaksa aku dan Jingga untuk pulang ke rumahnya, katanya emak kangen sama menantu juragannya ini. Padahal setiap hari juga ketemu, cuma gak di rumahnya. Maklum, menghindari teh Ayu biar gak kena penyakit lagi, soalnya indra penciuman teh Ayu terlalu sensitif.

Tapi malam ini, mumpung teh Ayu tengah menginap di rumah Sinta, sahabat kecilku sekaligus sodara jauh kami yang kebetulan pulang ke kampung untuk sekedar mengisi hari libur mungkin.

Kami pun berangkat, dengan Jingga yang terlihat sibuk memastikan kedua keponakan ku yang tengah asik tertidur lelap di pangkuanku dan pangkuannya. Sementara emak dan mail begitu asik bercerita di dengan duduk berdampingan di kursi kemudi.

"Jang, kamu juga nginep atuh sesekali di rumah emak. Gak papa rumah kecil juga, yang penting bisa tidur" aku mendengar di depan kursi yang aku duduki, emak meminta agar Mail juga ikut bermalam bersama kam
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Istriku Seorang Juragan    Akang serius?

    Brugh ...Aku menjatuhkan tubuh ini begitu saja pada kasur yang sudah tak ku tempati beberapa minggu ini. Rasanya begitu nyaman bahkan rasa lelah ini ingin segera ku manjakan di ranjang kesayanganku ini. Setibanya di kamar, sungguh tubuhku rasanya begitu pegal sekali, apalagi tangan. Ah, rasanya tak karuan gara-gara sepanjanh perjalanan aku menggendong si gendut Niko, keponakanku yang super aktif dan cerdas itu. Kali ini, untuk meredakan rasa pegal aku memejamkan mata sejenak, berusaha menikmati empuknya kasur yang sudah lama tak ku tempati ini. Grep!Seketika kedua netra ini terbuka saat merasakan sebuah tangan melingkar di tubuhku. Indra penciumanku kembang kempis, merasakan bau tak sedap kembali terisap. Aku menoleh, melihat wajah Jingga yang begitu dekat denganku. "Kamu ngapain peluk-peluk saya?" tanyaku sembari menepis tangannya dari tubuku, lalu bergeser sedikit menjauh darinya. Jingga merenggut kesal, tubuhnya kembali ia dekatkan dengan tubuhku. "Yaelah kang, jingga cuma p

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-17
  • Istriku Seorang Juragan    Pijat plus-plus

    Alisku terangkat sebelah, saat ekor mata ini tak sengaja melihat wajah Jingga malam ini yang begitu berseri-seri mendekat kearahku yang tengah menyalakan beberapa lilin aroma terapy. Pikiranku semakin dibuat heran saat Jingga mengikuti kemana pun aku melangkah meletakan beberapa lilin aroma terapy yang baru saja ku nyalakan itu. "Kenapa lu?" tanyaku heran dengan berbalik tubuh menatapnya. Jingga tersenyum cerah menatapku, bau keringat tubuhnya kini agak memudar digantikan dengan aroma parfum milikku yang sengaja aku menyuruhnya untuk ia pakai sehabis mandi di tambah lilin aroma terapi yang lumayan bisa menyamarkan bau badannya. "Katanya tadi mau mijitin Jingga kang," ujarnya cengengesan. Kedua tangan ku lipat di dada. "Terus?""Ish," Jingga merengut kesal, bibir tipisnya mengerucut dengan mata yang mendelik. "Yaudah, ambilkan minyak urutnya di lemari sana" suruhku dengan dagu bergerak kedepan menunjukan dimana letak minyak urut yang selalu ku pakai itu. Jingga mengangguk, denga

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-18
  • Istriku Seorang Juragan    Nurut sama suami!

    Aku terbangun dengan wajah sedikit terkejut saat menoleh ke sisi tempat tidur yang menampakan wajah cemberut Jingga sepagi ini.Tanganku yang entah sejak kapan melingkar diperutnya, kini ku lepaskan dengan terburu-buru. "Kenapa?" tanyaku dengan suara serak khas bangun tidur saat terdengar suara decakan keluar dari mulut Jingga. Jingga mengedikan bahu, lalu membalikan tubuhnya membelakangiku. Aku merubah posisi tubuh ini menjadi terlentang, menatap langit-langit kamar sembari memikirkan kesalahan apa yang semalam ku perbuat padanya hingga pagi ini sudah disuguhi wajah masam darinya. Biar ku ingat-ingat lagi, perasaan semalam aku tak melakukan kesalahan apa pun padanga. Bahkan aku dengan mati-matian menahan nafsuku saat memberikan pijatan lembut pada tubuh Jingga, tapi hal yang diinginkan olehnya tak terjadi semalam gara-gara Jingga sendiri yang sudah tertidur pulas meski belum sampai lima menit aku memijatnya. Apa karena itu? Ah, padahalkan salahnya sendiri. Mengapa harus menyalahk

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-19
  • Istriku Seorang Juragan    Kena pelet?

    Saat aku baru saja menginjakan kaki di ruang makan, nampak Sinta dan teh Ayu tengah asik membantu emak memasak di dapur, sementara Jingga aku tinggalkan tadi di kamar dengan sengaja. Berharap dia mengerti akan permintaanku, agar ia tak pergi ke pondok peternakannya hari ini. "Selamat pagi," sapaku ramah kepada tiga wanita yang berharga dihidupku. Ketiganya kompak menoleh, menjawab bersamaan sapaanku yang membuat aku merasa geli dan terkekeh. "Masak apa nih, pagi-pagi sekali. Wanginya bikin cacing di perut Ahmad meronta-ronta" kekehku dengan menarik satu kursi di meja pantri menghadap kearah dapur. "Masak rendang kesukaan kamu kang," jawab Sinta, wajah berbinar-binar menatapku. Aku tersenyum mendengar jawabannya. Sinta memang tahu betul apa yang membuat hatiku senang. Rendang selalu jadi hidangan favoritku, apalagi Sinta yang memasaknya. "Ah, dari dulu kamu memang tau caranya membuatku terharu ya Sin. Bisa aja deh," kataku sambil duduk, menatap piring kosong di meja yang seakan s

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-20
  • Istriku Seorang Juragan    Apakah pantas?

    "apa?" Kedua perempuan beda usia yang tengah beradu argumen itu menatap Sinta tajam, saat gerakan tangannya menunjuk kebelakangku yang kini tengah menghela nafas panjang, begitu lelah mendengarkan keduan perempuan di hadapanku itu. "Teh, mak debatnya ditunda dulu atuh. Itu orangnya datang, sama anak-anak lagi" tegur Sinta dengan suara pelan, nyaris tak terdengar. "Eh?" Emak menoleh ke arah Sinta, rasa kesalnya begitu kentara di wajahnya namun namun matanya sudah mulai melunak, mengikuti arah tangan Sinta yang menunjuk ke belakangku. Sementara itu teh Ayu segera bungkam, tangannya dengan cepat menutup hidung mancungnya. Ah, aku paham sekarang. "Selamat pagi ..." teriakan kedua keponakanku membuat atensiku beralih, segera tubuh ini berbalik ke arah suara. Nampak, Jingga tersenyum manis menyapa kami dibelakanngnya. "Mad, jangan biarkan teteh masuk UGD lagi. Sudah sana, ajak istrimu menjauh" suara teh Ayu terdengar tegas, meski senyum manisnya masih mengembang di bibir. Matanya yan

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-21
  • Istriku Seorang Juragan    Pernyataan cinta

    "apa yang kamu lakukan, Sin?"Aku nyaris saja menjatuhkan kotak makan yang diberikan Sinta, saat suara Jingga mengintrupsi dengan setengah berteriak. Sontak saja aku memutarkan tubuh menghadapnya.Dengan wajah yang memerah, Jingga berjalan mendekati kami. "Kang?" Jingga bertanya, matanya menuntut sebuah penjelasan.Emak mendekat, dengan satu rantang di tangannya. "Emak tidak mau ikut campur, kalian selesaikanlah dulu maksudnya apa. Sin, tolong jaga sikap sekarang kalian sudah dewasa. Sudah memiliki pasangan masing-masing, kalian bukan anak kecil lagi" seru Emak.Aku menghela napas, mencoba menenangkan diri meskipun perasaan kesal mulai meruak. Jingga terus menatapku, seolah menunggu jawaban."Kang, kalian sebenarnya ada hubungan apa?" tanyanya Jingga.Aku menggeleng, sebagai jawaban atas pertanyaan Jingga."Sin, kamu udah punya suami loh. Kenapa cium kang ahmad?" tanyanya Jingga semakin mendekat.Uhuk ...uhuk ...Teh Ayu yang sedari tadi memperhatikan kini terbatuk-batuk, aku menoleh

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-22
  • Istriku Seorang Juragan    Terlalu rumit

    "semua akan baik-baik saja, tak ada yang menyakiti dan tersakiti!"Itulah kalimat afirmasi positif yang ku gaungkan dalam hati akhir-akhir ini setelah pernyataan Jingga yang begitu dalam itu. Entahlah, sudah ku katakan, aku bingung! Tak tau harus bahagia atau sedih. Semua terasa rumit setelah pernyataan itu. Semesta rasanya seolah bercanda, aku menikahinya karena keterpaksaan dari sebuah nadzar yang tak seharusnya kuucapkan dulu dan aku tak pernah sedikit pun memiliki rasa cinta untuknya. Ku harap ia pun begitu padaku, agar aku tidak merasakan rasa bersalah padanya. Tapi nyatanya? Oh my god, aku salah prihal ini. Rupanya pesonaku telah menyihir hatinya, menggerakan energi cintanya padaku. Kalau sudah begini, aku harus apa? Bukan aku yang salah prihal ini, tapi salahkan ketampananku, karismaku hingga terpesona sebegitu dalamnya. Dan aku tidak menyukai pernyataannya. Tidak salah prihal mencintai, yang salah Jingga! Mengapa ia harus mencintaiku? Bukan aku tak mau dicintai, bukan aku

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-23
  • Istriku Seorang Juragan    Slah paham

    "akhir-akhir ini, emak perhatikan istrimu mandinya sering banget. Pernah emak hitung sampai lima kali coba," tiba-tiba saja emak membuka suara saat aku dan emak kini tengah asik berkebun di samping rumah. Aku mengernyit heran, tangan yang tadinya sibuk mencampurkan tanah dan pupuk, kini ku hentikan beberapa saat. Ah, sepertinya kasih sayang emak sama Jingga udah sedalam itu, rupanya emak memperhatikan dia sedetail itu. Beda dengan aku yang kadang emak lupakan. "Kamu jangan sering-seringlah ngegempurnya, kasihan dia. Capek pasti," tegurnya menepuk pundakku pake tangan kotornya. Aku tersentak, menatapnya dengan terkejut. "Ngegempur apaan mak?" tanyaku heran, emang aku ini apaan? Bom? Yang bisa merusak Jingga selamanya?Emak mendelik, tangannya ia turunkan dan kembali keaktivitasnya menanam kangkung. "Itu loh, ah masa kamu gak tau sih. Kalian sudah baikan kan, masalah yang kamu di cium sama si sinta seminggu lalu udah baikan kan?"Aku mengangguk sebagai jawaban. Ya, memang setelah pe

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-24

Bab terbaru

  • Istriku Seorang Juragan    Jangan egois kang!

    "pokoknya, teteh gak mau ya kalau kamu tinggal di rumah teteh sama istri kamu itu. Teteh gak mau sakit lagi, teteh kapok!"Aku mendengus kesal saat mendengar penolakan teh Ayu melalu sambungan telepon malam ini saat aku menghubungi mas Abi, untuk meminta pendapat tetang Jingga.Namun tiba-tiba suara teh Ayu, menggelegar terdengar sebuah ketidaksukaan di sana. Mungkin ia mendengar percakapan aku dan mas Abi yang meminta izin untuk sekalian menginap beberapa hari di rumahnya."Teteh jangan gitu dong. Ahmad ini adiknya teteh loh, kenapa teteh tega sekali?" tanyaku berusaha menahan emosi."Enggak ya mad. Kamu memang adik teteh, tapi untuk saat ini enggak. Kamu cari aja hotel atau apa kek, asal jangan di rumah teteh. Istri kamu itu bawa penyakit""Tega banget, awas ya teh kalau nanti teteh butuh bantuan sama ahmad. Ahmad gak akan bantu!" Ancamku berusaha untuk meluluhkan hatinya."Terserah kamu mad, yang jelas teteh gak mau ya kamu tinggal di sini. Nanti rumah teteh jadi bau, teteh gak suk

  • Istriku Seorang Juragan    Tapi saya suami kamu!

    Bagaimana pun sekarang aku sudah menjadi suaminya dan aku yang bertanggung jawab atasnya sepenuhnya. Setelah perbincanganku dengan dokter, aku menemui Jingga berbicara padanya sembari menguatkannya. Aku tau ini berat, tapi kalau tidak di tangani sekarang takutnya Jingga semakin menderita akibat bau badannya yang tak kunjung hilang. Cukup aku kesihan melihatnya menjadi bahan perbincangan warga kami. "Akang serius mau bawa jingga ke Jakarta setelah ini?" Jingga bertanya saat aku mengemas pakaiannya untuk segera bergegas pulang dari rumah sakit ini. Aku menoleh, menghentikan aktivitasku. "Iya, saya mau telpon mas Abimanyu dulu. Kita bicarain ini di rumah ya," aku menatap Jingga dengan penuh keyakinan, berusaha memberi semangat padanya. Dalam matanya, aku melihat keraguan yang dalam. Itu wajar, tentu saja. Namun, aku tidak bisa membiarkan Jingga terpuruk lebih lama. Masalah ini harus segera ditangani, dan Jakarta adalah langkah terbaik untuknya."Akang... tapi, aku takut," suara Jingga

  • Istriku Seorang Juragan    Terus akunya enggak?

    "Dan aku akan selalu di sini, Jingga. Nggak peduli apa pun yang terjadi,"Ucapan terakhirku pada Jingga, masih terngiang-ngiang di benakku. Ada rasa penyesalan di setiap kepingan ingatan itu. Sungguh itu aku? Kok bisa seorang Ahmad bisa berbicara seperti itu pada seorang perempuan yang bahkan tak aku cintai sama sekali. Mungkinkah karena aku kesihan padanya? Tapi entah mengapa setelah mengatakan hal itu ada rasa lega dihati, disamping penyesalan itu.Ah, sudahlah. Bukankah tujuanku menikah bukan untuk bercerai? Mungkin ini sebuah langkah awal dalam hubungan kami, setidaknya aku sedang belajar mencintainya.Dan hari ini, hari kedua Jingga berada di rumah sakit. Demamnya sudan turun, dokter juga sudah mengizinkan kami untuk pulang, tapi aku memaksa dokter untuk memeriksanya lebih lanjut lagi. Aku ingin tau, penyebab bau badannya yang sedari ramaja itu apa? Kok bisa baunya tak kunjung hilang, dan begitu menyengat, berbeda dengan manusia normal lainnya.Dokter menatapku dengan cermat, sea

  • Istriku Seorang Juragan    Akan terus bersama

    Pov JinggaPagi ini badanku rasanya seperti terasa sangat berat, terutama di bagian perut seperti ada yang melilit erat. Sesak. Mungkin ini akibat asam lambungku naik kembali, selain demam yang tinggi ternyata setelah di observasi rupanya aku memiliki riwayat asam lambung yang kronis selain itu, entah apa lagi yang dibicarakan dokter sama kang ahmad kemarin. Katanya aku butuh pemeriksaan lebih lanjut agar riwayat penyakitku yang lain bisa di ketahui, termasuk bau badanku yang baru ku sadari setelah tak sengaja mendengar percakapan teh Ayu dengan sahabat kecilnya kang Ahmad, siapa lagi kalau bukan Sinta dan ku rasa perempuan itu mencintai suamiku.Tunggu, ini yang berat dan melilit di perutku rasanya bukan berasal dari asam lambung deh. Rasanya beda, ini seperti ...Hupt...Aku terkejut saat meraba-raba dan ku rasakan sebuah tangan melingkar di perutku. Tangan siapa? Tak mungkin tangan Mail sebesar ini dan berbulu.Melawan rasa penasaran, ku cubit saja dengan kencang tangan lancang yan

  • Istriku Seorang Juragan    Apakah memang benar-benar tulus?

    *Pov Juragan Jingga*Malam semakin sunyi, semakin sepi. Bahkan diantara kantuk dan beratnya mata terbuka, aku merasakan sesuatu di keningku, basah tapi juga tidak hangat selain itu perutku terasa berat seperti ada sesuatu yang menindih perutku.Ku buka mata yang masih benar-benar berat dan menemukan wajah seseorang diantara remang pencahayaan lampu tidur.Bibirku menarik seulas senyum saat menemukan see seseorang tertidur di sisi ranjang pesakitan dengan melingkar di perutku seolah ia tengah memelukku."Saya tulus, jangan terlalu berpikiran negatif mulu. Udah makan lagi, mumpung saya baik. Ingat, saya tulus!"Jujur saja, kata-kanya tadi siang selalu terngiang-ngiang di pikiranku. Benarkah apa yang diucapkannya memang tulus? Bahkan aku tak paham dengan perubahannya kini yang begitu peduli padaku. Agak aneh, biasanya juga kalau ia peduli itu ada maunya saja itu pun gak sampai meluk dan rela berkorban apa pun.Ini? Dia bahkan mencium bibirku. Kami berciuman tadi. Eh, benarkah itu? Aku te

  • Istriku Seorang Juragan    Saya tulus!

    Setelah kepergian Mail, kini aku hanya berdua ditemani sisa-sisa kecanggungan akibat ulah kebodohanku yang menciumnya tiba-tiba. Hening menyelimuti, kami sibuk dengan pemikiran masing-masing. Jingga masih diam dengan tak berani menatapku, sementara aku memilih untuk duduk disampingnya sembari memainkan ponsel yang tak menyenangkan sama sekali ku rasa. Kruk ... Kruk ...Aku terhenti memainkan ponsel saat suara keroncongan begitu nyaring terdengar ditelingaku. Aku menoleh ke arah Jingga, yang tampak terkejut dengan suara perutnya yang bergemuruh. Wajahnya merah, seakan-akan mencoba menutupi rasa malu yang mulai memancar dari dirinya. Aku bisa merasakan ketegangan di udara, dan seketika itu juga aku merasa agak canggung."Maaf..." ucapnya pelan, suaranya hampir tenggelam oleh rasa malu yang tak terucapkan. "Aku... lapar."Aku tersenyum tipis, mencoba meredakan suasana yang semakin kaku."makannya, jangan so soan gak mau makan, laparkan" tegurku berusaha menghalau kecanggungan. Jingga

  • Istriku Seorang Juragan    Menerima apa adanya

    ClekAku tersentak saat suara knop pintu terdengar bersamaan dengan dorangan kuat menghentikan aktivitas kami. Aku lebih tepatnya."Hah ... Hah ..." Jingga menarik nafas sebanyak-banyaknya, sementara aku buru-buru agak sedikit menjauh darinya dengan tangan mengusap bibir ini.Manis.Ah, apa yang aku lakukan. Tak seharusnya aku seperti ini. Ini, sungguh menjijikan Ahmad. Bukannya aku tidak menyukainya? Lalu mengapa sikapku seolah bertolak belakang dengan perasaan ini.Tapi, aku adalah pria dewasa yang memiliki hasrat sudah lama kali ku tahan. Jujur saja, Jingga itu menarik dan mungkin saja kalau bau di tubuhnya itu tidak ada mungkin aku akan selalu meminta hak ku padanya, apalagi Jingga itu agresif semakin membuatku tertarik tetapi sayangnya gara-gara bau ditubuhnya aku bukannya betah berlama-lama malah mual dan sangat membencinya. Seiring berjalannya waktu, rasa benci itu kian terkikis oleh sikap Jingga yang begitu perhatian padaku. Segala hal yang aku inginkan pasti dia akan memenuhi

  • Istriku Seorang Juragan    Ciuman pertamaku

    "kamu jangan diam aja dong, kelihatan banget stresnya!" Aku menegur dengan agak kesal saat suana hening menyelimuti kami berdua. Sejak kepergian kedua orang tuaku, Jingga memilih untuk berbaring namun matanya tak pernah ia pejamkan. Beberapa kali helaan nafas panjang terdengar dari mulutnya, kedua bola matanya menatap langit-langit kamar dengan pandangan kosong. Jingga masih tak bergeming, ia masih tetap sama. Berbaring kaku, menatap langit-langit ruang ugd. Tok ... Tok ...Suara ketukan pintu, membuatku beranjak dari duduk. Dua suster yang nampak berbalut masker berjalan menghampiri. "Pak Ahmad, istrinya sudah bisa dipindahkan ke ruang rawat ya setelah mengurus administrasinya.""Sus, saya perlu kamar vvip saja biar nyaman. Kalau perlu ruangannya yang kedap suara dan ...""Jingga, mana ada ruang vvip disini. Lagi pula cuma sebentar juga, yang biasa aja ya" bisikku menegurnya.Jingga menghela napas panjang. "Tapi kang, Jingga gak nyaman kalau harus seruangan sama orang-orang takut

  • Istriku Seorang Juragan    Berikan yang terbaik, untu istrimu!

    Aku bergerak gelisah saat menunggu dokter memeriksa Jingga di dalam saat setelah aku memeluknya tiba-tiba Jingga pingsan di pelukanku dengan hidung mengeluarkan darah segar. Pikiranku kacau saat sudah cukup lama aku dan orangtuaku menunggu sejak Jingga memasuki ruangan ugd puskesmas terdekat. Aku tidak tau apa yang menyebabkan Jingga tiba-tiba pingsan dan mengeluarkan darah segar dari hidungnya. Mungkinkah ia selama ini memiliki penyakit yang serius? Apakah umur hidupnya tidak lama lagi? Kalau iya, itu mungkin lebih baik biar harta warisannya aku yang kuasai semua. Eh tidak! Apaan-apaan kamu Ahmad? Itu istri kamu, apa iya kamu mau jadi duda secepat ini? Tidak, bukan.Suara pintu terbuka membuat aku buru-buru mendekat, di susul emak sama bapak. "Bagaimana keadaannya dok? Apakah terjadi sesuatu yang serius padanya?" tanyaku cepat. Dokter yang baru saja keluar dengan membuka masker nya dan menghirup udara sebanyak-sebanyaknya di depanku itu menatap kami ragu. "Apakah kalian benar-bena

DMCA.com Protection Status