Satu menit kemudian, pintu mobilnya dibuka olehnya. Kulihat wajah lelaki yang turun dari mobil. Pak Tommy, ia datang rumah ini. Mungkin ada perlu dengan Pak Irsyad. Namun, kali ini pakaian yang ia kenakan biasa saja, tidak berdasi dan tanpa jas, ia hanya mengenakan celana jeans dan sepatu layaknya pemuda. Ia mulai melangkah ke arah kami, kemudian setelah tiba di hadapan kami persis, ia meraih punggung tangan Papa Irsyad dan Mama Nuri."Apa kabar, Tom?" tanya papa mertuaku. "Baik, Om," jawabnya disertai punggung yang tertunduk seraya menunjukkan sopan santun. "Tumben ke sini, ada apa nih? Papamu sehat, kan?" tanya mertuaku lagi membuatku tiba-tiba mengernyitkan dahi.Bukankah Tommy adalah pengacara mertuaku yang ditugaskan olehnya untuk memberikan informasi tanah yang senilai dua milyar itu? Hingga akhirnya aku keceplosan bahwa memiliki uang dari gadai. Ah ini seperti teka-teki yang harus kuungkap. "Maaf, Pak Tommy bukankah pengacara ya?" tanyaku penasaran. Mertuaku dua-duanya ter
"Leman, ngapain dia ke sini? Apa jangan-jangan ...." Aku bergumam sendirian, sebab terkejut melihat kedatangan Leman dan salah satu orang yang tidak kukenal.Mereka berdua melangkah ke arah kami, lalu segera menghampiri dan aku pun sontak menyapa Leman yang sedari tadi menyorotku penuh."Hai, Yud. Gimana kabar lo?" tanyanya membuatku sedikit terkekeh."Nggak usah pura-pura tanya kabar, ini apa maksudnya?" tanyaku balik.Kemudian, Nonik mempersilakan mereka untuk duduk, dan yang mengejutkan, Nonik memanggil Leman dengan sebutan Mas. Satu hal lagi yang membuatku tercengang, nama laki-laki yang bersama Leman adalah Satya. Aku menggelengkan kepala sambil tertawa kecil. Lelucon yang sangat membuatku tidak dapat berkata-kata lagi."Oh jadi kalian ini saling kenal, dan komplotan, gitu kan?" tanyaku ketika semua sudah duduk."Papa tidak tahu menahu maksud kalian, tolong jangan buat kegaduhan di rumah Nenek, kasihan Nenek masih harus istirahat," tutur papa mertuaku.Kebohongan Nonik juga suda
"Itu mobil kamu, Mas, aku nggak ngejualnya," terang Nonik membuatku terperangah. Jadi, selama ini ia ambil kartu ATM, lalu menjual semuanya yang kumiliki hanya sandiwara?"Nonik, jujur aku nggak paham dengan semua ini," timpalku.Kemudian, papa mertuaku berdiri. Wajahnya terlihat garang seperti orang kesetanan."Papa rasa kamu sudah paham dan mengerti maksud Nonik. Jadi lebih baik kau pergi dari sini!" tekan papa sambil membentangkan tangannya ke arah luar.Tidak lama kemudian, orang yang membawa mobilku datang bersama Tari, istrinya Leman. Mereka berdua masuk dan menyodorkan tangannya untuk bersalaman.Tari duduk di sebelah Leman, ia tampak menyunggingkan senyuman di hadapanku. Sedangkan Papa Irsyad kini sudah kembali duduk di antara kami semua.Aku segera bersujud di kaki mertua yang sudah terlanjur kecewa padaku."Pah, aku minta maaf atas semua yang kulakukan, mungkin caraku salah telah menyiksa Nonik dengan jatah yang kuberikan," lirihku membuat semuanya hening. Sorotan mata tertu
"Maaf, Pak, ada apa ya kalau boleh tahu?" tanyaku. Ada perasaan takut dan cemas bercampur aduk."Iya, saya mau mengabarkan bahwa Bu Yuli Karmila mengalami kecelakaan lalu lintas, sekarang ada di Rumah Sakit Grafika," ucapnya membuatku lemas seketika. Lututku bergetar seraya tak kuat menopang kedua kaki untuk berdiri tegak. Seandainya ada Nonik di sampingku, pasti takkan seperti ini. "Bagaimana kronologis nya, Pak?" tanyaku balik."Bu Yuli hendak menyeberang jalan, lalu ada motor melintas, pengendara sudah kami amankan," ucapnya membuatku bertambah linu. Tidak kebayang bagaimana kondisi mama saat ini.Aku tutup teleponnya setelah polisi menceritakan secara detail kronologis nya, dan setelah mengucapkan terima kasih atas informasinya. Kemudian, ambil segelas air putih untuk menenangkan diri sendiri. Setelah itu barulah bergegas ke rumah sakit untuk mengunjungi mama yang sedang membutuhkanku. Di perjalanan, aku terus memikirkan kondisi mama. Sekarang yang di pikiranku hanya mama, masal
Aku dan Rasid mendekat, ada perasaan cemas saat ini. Kalau terjadi sesuatu dengan Mama Yuli, aku tidak bisa memaafkan diri sendiri. Tangan ini mengepal, meremas-remas seraya mengkhawatirkan. Begitu juga dengan Rasid, ia menyandarkan bahunya ke pundakku."Mas, apa karena kita tidak buru-buru operasi Mama?" tanya Rasid."Nggak juga, kita harus tunggu dokter keluar," jawabku menenangkan. Kemudian, salah seorang suster keluar dari ruangan untuk bicara dengan kami."Pak, barusan Bu Yuli kondisinya menurun lagi. Jadi operasi patah tulang ditunda dulu, justru Bu Yuli akan dipindahkan ke ruangan ICU," jelasnya. Itu artinya mama dalam keadaan tidak sadar? Astaga, aku mengelus dada, menahan tangis. Sedangkan Rasid, ia sudah menyeka sudut matanya. "Sus, Mama saya tidak sadarkan diri?" tanyaku sedikit panik."Iya, Pak. Bu Yuli koma," jawabnya. Aku dan Rasid menghela napas panjang. Tidak ada lagi yang bisa kami lakukan."Sus, kami akan urus administrasi untuk ke ruangan ICU. Tolong berikan pel
"Istrimu nggak minta uang lagi, kan?" tanya mama ketika ia menghubungiku melalui sambungan telepon. "Nggak, Mah. Dari aku gajian, uang yang aku berikan sebesar empat ratus ribu belum ada kudengar minta uang lagi," jawabku sambil nyeruput kopi. Weekend ini memang waktunya pencari nafkah istirahat, sedangkan istri tetap bebenah rumah."Oh, baguslah. Jangan banyak-banyak kasih istri jatah, nanti beli skincare terus godain suami orang bisa gawat," celetuk mama Yuli seketika membuatku yang baru saja nyeruput kopi tersedak. "Mana mungkin Nonik beli skincare, Mah, jatahnya cuma empat ratus ribu, kalau beli skincare dia nggak masak dong!" ejekku sambil tertawa."Bagus, ya sudah, kirim ke Mama aja ya duitnya kalau gajian, naik ya bulan ini kan UMR naik," rayu mama menjelang gajian lima hari lagi. Telepon pun terputus setelah mama menyudahi sambungan teleponnya.Kata orang tuaku, jangan terlalu royal pada istri, sebab dia bukan siapa-siapa. Anak orang lain yang akan melahirkan anak-anak nanti
Namaku Yuda Jatmika. Usia 26 tahun, sedangkan istriku, Nonik Aprilia, usia 25 tahun April mendatang.Aku perhatikan uang yang ia lemparkan, ternyata asli uang bukan kaleng-kaleng uang palsu. Wajahku mulai memerah bercucuran keringat seraya ingin marah sekaligus bertanya-tanya, uang dari mana barusan?Kami berdua sama-sama terdiam, hening seketika namun terbesit di otakku ini pikiran kotor tentang istriku. Mataku mulai mengedarkan pandangan ke seluruh tubuhnya, tapi tidak ada perubahan sedikit pun yang menohok. Kemudian, aku bangkit dan beranjak ke lemari yang ia hampiri tadi ketika mengambil uang gepokan."Ngapain kamu, Mas? Mau cari apakah aku masih nyimpan uang lagi? Hah!" Nada bicara Nonik masih meninggi, bukan hanya itu, ia pun mendongakkan dagunya seraya ngajak ribut besar terhadapku."Aku hanya ingin cari bukti dari mana kamu dapatkan uang sebanyak itu?" tanyaku padanya yang masih berkacak pinggang di sebelahku."Kenapa tidak tanya saja? Kok malah ngegeratak lemari orang!" teka
"Emm, syaratnya nggak ada yang lain, Nik? Jangan suruh jadi kamu," tanyaku sambil mencoba tahan kepergiannya."Ya sudah, kalau nggak mau cerai aja, Mas. Gampang kok, aku udah bertahan setahun setengah, dan sekarang ingin lepas jadi wanita sesungguhnya, bukan budak!" timpal Nonik dengan penuh penekanan. Mulutku terasa tertampar dengan kata-kata yang Nonik lontarkan, ada geram ingin mengatakan bahwa tidak pantas seorang wanita bicara dengan suaminya seperti itu. Kelopak matanya berputar menyoroti langit-langit ruangan. Sepertinya akan ada yang diucapkan lagi dari bibirnya yang mulai disunggingkan."Semakin kamu lama membuat keputusan, aku akan tambah syaratnya," sambungnya lagi. Aku menghela napas, akhirnya mengindahkan permintaan yang ia inginkan."Baiklah, kalau itu mau kamu, sebulan ini aku setuju dengan syarat yang tadi diberikan," jawabku dengan lantang. Sebab, kewibawaan seorang laki-laki dinilai dari tindakan yang tegas bukan plin-plan.Kaki Nonik melangkah ke arah meja, ada p