Share

Bab 6

Penulis: Nur Meyda
last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-19 20:32:59

Bab 6 - Malaikat Tak Bersayap

 

 

"Ma, Mas Leon bawa cewek cakep banget," Aku yang akan masuk ke kamar menghentikan langkahku karena mendengar suara Yola yang bicara pada mamanya.

 

"Dimana dia sekarang?" Kudengar suara mama bertanya pada Yola. Pasti mereka merasa penasaran karena sore ini aku membawa Nadine ke rumah. 

 

Yola masih hendak menjawab tetapi dibatalkannya karena mendengar pintu kamar kubuka dengan kasar. Aku memang sengaja melakukannya, agar mereka tak bergunjing lagi saat aku ada di rumah.

 

Tak terdengar lagi suara mereka berdua, aku pun melanjutkan rencana ku untuk mandi. Setelah selesai aku pun keluar dari kamar. Namun, aku kaget saat melihat pemandangan yang ada di depan mata.

 

Dua wanita yang kubenci itu sedang mengobrol akrab dengan Nadine. Mereka bahkan sampai tertawa akrab begitu.

 

"Eh, itu Leon. Kalian mau pergi, ya. Bagaimana kalau kita makan di rumah saja  biar Mama yang masak!" Mama bicara sambil menggenggam tangan Nadine dengan erat.

 

"Saya, sih, terserah Leon saja, Tante," jawab Nadine. 

 

"Ayo!" kataku tanpa peduli dengan dua orang yang sedang berusaha menjilat tersebut.

 

Nadine berdiri lalu mengekori langkahku dengan bingung. "Jahat banget, sih, Mas Leon!" gerutu Yola. 

 

Tak kuhiraukan ocehan Yola, aku terus melangkah menuju ke garasi. Tanpa membukakan pintu untuk Nadine, aku masuk ke dalam mobil lalu menghempaskan tubuhku dengan kasar. 

 

Nadine juga masuk dan duduk di sampingku dalam diam, dia hanya melirik tanpa berbicara. 

 

Sampai kami tiba di depan rumahnya, tetap tak ada pembicaraan diantara kami. Setelah keluar dari mobilku, barulah Nadine mengeluarkan suaranya.

 

"Mampir dulu, Mas!" 

 

"Lain kali saja, aku capek. Permisi!" Pamitku, lalu segera meninggalkan kediaman Nadine. Kupacu mobil dengan kecepatan sedang saja, sambil menyetir aku menikmati suasana malam yang lumayan cerah. 

 

Udara dingin yang masuk dari jendela yang sengaja kubuka membuat pikiranku kembali segar. Tak terasa aku telah menyetir mobil jauh ke tengah kota, tepatnya ke daerah pasar. 

 

Aku menepikan mobil di tempat yang agak ramai, ngeri juga kalau memilih tempat sepi. Di tepi jalan kulihat banyak penjual makanan yang hanya buka di malam hari. Mereka menggelar dagangannya di atas trotoar yang seharusnya tempat untuk orang berjalan kaki.

 

Lumayan ramai juga, banyak pasangan yang sedang duduk santai di atas tikar sedang menikmati hidangannya. Mataku mengerjai beberapa kali saat melihat sosok yang sempat mengisi pikiranku beberapa hari lalu.

 

Bela, gadis itu sedang berjalan dengan santai menuju ke salah satu warung yang menjual makanan. Tak berapa lama, dia sudah keluar lagi dengan membawa dua buah bungkusan yang cukup besar di kedua tangannya. 

 

Bela berjalan melewati mobilku, rupanya dia tidak memperhatikan mobilku ini. 

 

"Mau ke mana dia. Sepertinya bungkusan yang dibawanya itu berisi makanan. Baiklah, akan kuikuti dia!" gumamku sendiri.

 

Setelah keluar dan mengunci pintu mobil, aku berjalan perlahan di belakang Bela. Dia terus berjalan dan sekarang menyeberang jalan menuju ke kumpulan anak-anak yang sedang bermain di taman yang berada di bawah jembatan layang. 

 

Aku memperhatikan dari kejauhan, anak-anak itu menyambut kedatangan Bela dengan gembira. Bela memberikan mereka bungkusan yang dibawanya masing-masing satu untuk satu orang. 

 

Anak-anak itu segera melahap pemberian Bela yang ternyata berisi nasi dan lauk pauknya. Setelah selesai dengan anak-anak tersebut, Bela bergerak lagi ke tempat lain. 

 

Aku pun menyeberang jalan kembali, tetap menjaga jarak agar Bela tak menyadari kehadiranku. Kali ini dia mendatangi para pengemis di persimpangan lampu merah. Seperti tadi, para pengemis itu juga menyambutnya dengan gembira. 

 

Sepertinya mereka memang sedang menunggu kedatangan Bela, buktinya begitu melihat kedatangan Bela, mereka langsung merubunginya. 

 

Aku mengamati para pengemis yang sedang makan dengan lahapnya. Rasa haru memenuhi rongga dadaku, ternyata Bela mempunyai hati bak malaikat. Selain cantik, dia juga suka menolong dan peduli terhadap sesamanya.

 

"Mas ngapain ngikutin aku?" 

 

"Astaghfirullah!" Pekikku saking kagetnya. 

 

Aku tak menyadari kehadiran Bela di sampingku karena asyik melamun tadi. Bela tertawa melihatku, kemudian berlalu begitu saja. Segera kukejar dan kujejeri langkahnya yang panjang dan cepat.

 

"Aku gak sengaja lewat tadi, terus lihat kamu sedang membawa bungkusan besar itu. Mengapa kamu melakukan hal itu, Bel?" 

 

Bela berhenti lalu menatapku dengan tajam, kemudian menarik napas sebelum melanjutkan langkahnya kembali. Seperti tadi aku pun menjejei langkahnya kembali.

 

"Seminggu sekali setiap hari Jumat malam, aku sengaja membagi-bagi makanan buat orang-orang yang membutuhkan, Mas," jawabnya.

 

"Biar masuk surga nanti, ya?" 

 

"Biar dapat pahala dan berkah, Mas gak tahu, ya? Kalau kita bersedekah di hari Jumat selain oahakanya lebih besar, rezeki kita juga akan bertambah jika kita ikhlas melakukannya," terang Bela membuatku tertegun.

 

Aku pernah mendengar hal itu, tetapi sampai sekarang belum pernah sekalipun kulaksanakan. 

 

Bela berhenti di tepi jalan, kemudian dia mendekati kumpulan tukang ojek yang sedang mangkal di sana. 

 

"Assalamualaikum, Bapak. Ini ada sedikit rezeki, makan malam buat semuanya. Silakan, diambil satu seorang, ya!" Kata Bela dengan riang.

 

Para pengemudi ojek itu mengambil nasi yang disodorkan Bela sambil mengucapkan terima kasih padanya.

 

"Aduh, Neng Bela. Terima kasih, semoga rezeki Neng Bela semakin berlimpah dan diberi kesehatan serta kebahagian," ucap seorang Bapak bertubuh gemuk dan di-amin kan oleh yang lain.

 

"Amin, terima kasih Bapak. Yang semangat kerjanya, ya! Assalamualaikum," pamitnya. 

 

"Waalaikumsalam," jawab mereka serentak.

 

Bela mengajakku pergi, aku menganggukkan kepala tanda pamit pada para pengemudi ojek itu.

 

Kami berjalan kembali ke tempat mobilku terparkir tadi. Bungkusan di tangan Bela telah habis, kini dia berjalan sambil memasukkan kedua tangannya ke masing-masing kantung celananya. 

 

"Sudah lama kamu melakukan kegiatan ini, Bel?" Tanyaku memecah kesunyian.

 

"Sejak aku bisa cari uang sendiri, Mas. Mungkin sekitar empat tahunan, kalau gak salah," jawabnya santai. 

 

"Apa uang kamu gak habis, aku lihat kamu banyak membeli nasinya tadi."

 

"Sekitar tiga ratus ribuan, aku beli nasinya di temoat langganan. Jadi dapat diskon, lumayan jadi bisa beli yang banyak," jawabnya sambil terkekeh geli.

 

Kami telah sampai di dekat mobilku, Bela pamit pulang. Dia bersikeras tak mau aku antar, alasannya karena mobilku gak muat masuk ke gang rumanya. Benar juga, sih. 

 

"Bela!" Panggilku. Bela berhenti lalu berbalik ke arahku. "Soal peemintaan itu, aku minta maaf! Soalnya ...." 

 

"Gak apa, Mas. Aku maklum, kok. Lagi pula aku tidak begitu tertarik, jadi santai aja. Aku pamit ya!" Kata Bela memotong ucapanku. 

 

Dia kembali berjalan meninggalkanku. Aku menarik napas lega, ternyata Bela tak marah padaku. Dengan hati lega aku pulang ke rumah. 

 

Bersambung.

 

Bab terkait

  • Istriku Preman Pasar    Bab 7

    Bab 7POV ARABELASebenarnya sejak awal aku sudah menyadari keberadaan Mas Leon. Aku mengenali mobilnya yang terparkir di dekat warung tempat aku biasa membeli nasi. Kubiarkan saja dia mengikuti aku, siapa tahu dia merasa tergerak juga untuk melakukan hal yang sama. Setiap Jumat malam aku memang biasa membagikan nasi bungkus pada orang yang membutuhkan di sekitarku. Jumat berkah istilahnya, aku sih dengarnya dari pak ustaz yang sering kasih ceramah di masjid dekat rumah. Alhamdulillah sudah empat tahun ini aku bisa menjalankannya. Sempat terhenti sebentar karena nenekku meninggal dunia, tapi tak lama aku melanjutkannya kembali.Kembali ke Mas Leon, dia merasa kaget saat tiba-riba aku menyapanya. Mungkin dia gak menyangka kalau aku tahu keberadaannya di situ. Setelah puas mengikutiku, Mas Leon pun pamit setelah meminta maaf padaku. Aku menatap kepergian Mas Leon dengan perasaan campur aduk. Sebagian merasa kesal karena aku merasa menjadi korban PHP-nya. Sebagian lagi meraasa lucu,

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-04
  • Istriku Preman Pasar    Bab 8

    Bab 8 - Orang Kaya Rese"Leon, apa Mas Leon itu yang dimaksud ibu ini?" Tanyaku dalam hati. Ah, mana mungkin. Leon di kota ini 'kan banyak. Belum tentu dia yang dimaksud ibu itu. Lagi pula, ngapain juga aku mikirin dia terus. Akhirnya aku meninggalkan si ibu dan mobil mogoknya karena Mang Diman telah datang beserta teman-temannya. Melanjutkan perjalanan menuju ke pasar. Sampai di pasar suasana sudah ramai oleh orang yang berlalu lalang mencari barang kebutuhannya. "Pagi, Bang Ramon," sapaku. Bang Ramon sedang menikmati gorengan plus kopi hitam yang sudah tinggal setengahnya."Hei, pagi Bel. Sudah sarapan, kalau belum, pesan, gih!" "Aku sudah sarapan, Bang. Mana yang lain? Kok sendirian aja?" "Sedang keliling, memantau keamanan pasar. Sepertinya hari ini bakalan ramai, karena besok hari libur. Oh, ya, pria yang bersamamu kemarin itu siapa, Bel?" Aku mengernyitkan dahi, pria mana yang di maksud Bang Ramon?"Itu, lho. Yang berdiri ketakutan di pojokan waktu kamu diserang anak buah

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-04
  • Istriku Preman Pasar    Bab 9

    Bab 9 - Kebakaran di PasarPOV LEONHari ini aku berangkat agak siangan, memang sengaja karena hari ini tak ada meeting atau rapat yang harus aku hadiri.Yola dan mamanya telah berangkat sejak tadi, mama mengantar Yola ke sekolah lalu dia sibuk dengan aktifitasnya sendiri. Biasanya ke salon atau kalau tidak bertandang ke rumah teman sosialitanya.Begitulah kehidupan yang dijalani mama tiriku, menghamburkan uang untuk sesuatu yang tidak perlu. Jika mengingat mereka moodku langsung buyar, seperti pagi ini. Aku menyetir dengan kesal, apalagi jalanan mendadak macet. Padahal aku sudah dekat dengan kantor, hanya tinggal melewati pasar sampai perempatan lalu berbelok ke kiri. "Mengapa pagi ini jalanan bisa macet begini?" tanyaku pada diri sendiri sambil melihat kenderaan di depanku berjalan dengan sangat lambat. "Pak, ada kejadian apa di depan sampai jalanan semacet ini?" tanyaku pada seorang penjual cilok yang lewat. "Pasar kebakaran, Mas. Sudah banyak yang hangus tokonya!" jawab si

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-04
  • Istriku Preman Pasar    Bab 10

    Bab 10 - Bela yang KuatSyukurlah tak berapa lama kami tiba di rumah sakit, Bela langsung dibawa ke ruang UGD untuk pemeriksaan lebih lanjut. Aku menunggu di depan ruangan dengan hati cemas dan khawatir.Lima belas menit kemudian, dokter yang memeriksanya keluar dengan senyum di bibirnya. Hatiku langsung terasa adem, itu berarti Bela akan baik-baik saja. "Bagaimana, Dok?" Tak urung aku bertanya juga. "Sejauh ini dia masih baik-baik saja. Sekarang sudah sadar. Namun untuk pemeriksaan lebih lanjut, sebaiknya pasien dirawat beberapa waktu di sini. Jika hasil pemeriksaannya bagus, pasien boleh pulang," terang dokter panjang lebar. "Alhamdulillah, terima kasih dokter. Apa saya boleh menjenguknya?" tanyaku. Dokter mengangguk lalu permisi untuk kembali ke ruangannya. Setelah mengucapkan terima kasih, aku masuk ke ruangan Bela. Dia sedang duduk melamun di atas tempat tidur. Aku merasa iba melihat keadaanya sekarang. "Bel, bagaimana keadaan kamu?" tanyaku pelan. Bela kaget melihat kedata

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-04
  • Istriku Preman Pasar    Bab 11

    Bab 11 - Ke rumah BelaPOV LeonSyukurlah, ternyata Bela tidak mengalami luka yang serius jadi menjelang magrib dia sudah diperbolehkan pulang. Sekarang aku sedang mengantar sampai ke rumahnya. Sambil menyetir, pikiranku berkelana mengingat Nadine. Nadine yang datang berkunjung siang tadi telah pulang, dia tak lama di rumah sakit. Setelah berbasa-basi dengan Bela lalu membahas soal pekerjaan denganku, Nadine-pun pamit pulang. Nadine itu benar-benar profesional, semua langkah dan tindakan sudah dipikirkannya secara matang. Aku semakin kagum padanya, sifat dewasanya semakin menarik hatiku."Mas, kalau nyetir jangan sambil melamun!" seru Bela mengagetkanku. Karena asyik melamun, aku hampir saja menabrak orang yang sedang menyeberang "Maaf-maaf, aku sedang gak fokus," jawabku.Aku kembali mengemudikan mobil menuju ke rumah Bela. Setengah jam kemudian kami tiba di depan gang rumahnya. Bela turun sambil mengucapkan terima kasih."Aku boleh mampir, gak?" tanyaku. Entah kenapa aku malas

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-04
  • Istriku Preman Pasar    Bab 12

    Bab 12 - Bertemu Bang RamonBela segera bangkit menyongsong tamu yang datang."Waalaikumsalam, masuk, Bang Ramon. Kak Asih ikut juga, ayo, masuk, Kak!" ajak Bela ramah.Pria yang disapa Bela dengan sebutan Bang Ramon itu masuk dan duduk tepat di hadapanku. Matanya mengawasiku dengan tajam membuat nyaliku seketika menjadi ciut.Bela masuk ke dalam dan keluar lagi dengan nampan berisi air putih seperti yang disuguhkannya padaku tadi."Diminum, Bang, Kak Asih. tapi maaf cuma air putih," tawar Bela. "Terima kasih, Bel. Katanya kamu ketimpa kayu di pasar tadi. Kakak khawatir, makanya datang ke sini," kata wanita yang bernama Kak Asih. Sepertinya dia istri dari pria yang maaih menatapku dengan tajam itu. Siapa sebenarnya pria itu, apa dia abangnya Bela? Sepertinya tidak, karena setahuku, Bela itu tidak mempunyai saudara."Oh, iya, Bang Ramon. Kenalkan ini Mas Leon, dia yang membawa aku ke rumah sakit tadi." Akhirnya Bela memperkenalkan kami berdua. Aku menyambut uluran tangan Bang Ramon y

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-05
  • Istriku Preman Pasar    Bab 13

    Bab 13 - The Bodyguard POV LeonSejak pertemuan dengan bang Ramon itu aku mulai memikirkan kembali akan rencanaku semula. Memang benar jika aku terlalu melihat wanita dari penampilannya saja. Sepertinya aku harus mulai memikirkan rencanaku itu. Pagi itu aku pergi ke kantor seperti biasa, cuaca cerah membuat semangatku juga sama cerahnya hari ini.Tiba-tiba pandanganku menangkap pemandangan yang tidak biasa. Di tepi jalan segerombolan pria sedang mengejar seseorang di depannya. Aku hanya bisa melihat punggung mereka karena posisiku yang berada dibelakang orang-orang tersebut.Kupercepat laju mobilnya hingga aku bisa melihat siapa yang sedang di kejar. "Bela!" seruku kaget. Langsung saja aku menepikan mobil lalu membuka pintunya. "Masuk, Bel!" teriakku. Bela melihatku lalu melompat masuk ke dalam mobil. Secepat kilat aku kabur dengan melajukan mobil sekencangnya. Masih bisa kudengar umpatan dan makian dari orang-orang yang mengejar Bela tadi.Beruntung suasana jalanan masih sepi,

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-05
  • Istriku Preman Pasar    Bab 14

    Bab 14 - Isyarat Terakhir"Sebentar!" Bela beranjak ke jejeran pakaian yang ada di samping kiriku. Aku memilih duduk di kursi yang ada di toko. Biar saja Bela memilih pakaian yang disukainya, asal sesuai dan tidak membuat aku malu di depan klienku nanti.Lima belas menit kemudian, Bela menemuiku dengan penampilan yang berbeda. Setelan blazer dengan celana panjang berwarna senada terlibat sangat pas di tubuhnya."Oke beres, sekarang tinggal rambut dan wajah," kataku. Dan seperti adegan sinetron di televisi, tak lama setelah aku mengantar Bela ke salon. Aku kini sedang menatap Bela dengan tak percaya. Walau hanya dengan dandanan minimalis dan tak mencolok, tapi sesuai dengan wajahnya. Membuat Bela bertambah cantik saja. "Ehm, oke kita bisa berangkat sekarang?" tanyaku segera, sebelum aku salah tingkah lalu memujinya. Pertemuan hari ini berjalan lancar, klien sangat senang karena aku mau memenuhi permintaan mereka. Terlebih tuan Smith, berulangkali kulihat melirik Bela. Sepertinya

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-05

Bab terbaru

  • Istriku Preman Pasar    Bab 51

    Bab 51 Kok Bisa Sama"Kita juga masih berusaha mendapatkan darah di PMI pusat, Bu. Karena stok darah tersebut sedang kosong di sini. Namun, Zaki harus segera mendapatkan transfusi darah tersebut. Kalau tidak—""Pakai darah saya saja, Dok. Golongan darah saya sama dengan Zaki," ucap Leon memotong ucapan sang dokter. Semua yang berada di depan ruang IGD menoleh pada Leon. Intan tampak tersenyum samar. Dia bahagia karena yakin akan hubungan Leon dan Bela serta Zaki. "Baiklah, kalau begitu anda ikut saya!" balas sang dokter. Leon menoleh pada Bela yang masih menundukkan wajahnya, kemudian mengikuti langkah dokter tersebut ke dalam ruangan di mana Zaki sedang dirawat. Intan menarik napas lega, seusianya Maslaah darah sudah terselesaikan. Dia pun mengajak Bela untuk duduk dan sabar menunggu sampai operasi selesai dilaksanakan. "Saya takut, Bu. Hanya Zaki satu-satunya milik saya di dunia ini. Kalau sampai terjadi apa-apa dengannya, ah, saya bisa mati dengan membayangkannya saja," keluh

  • Istriku Preman Pasar    Bab 50

    Bab 50 - Kecelakaan ZakiPOV AuthorBela sedang menerima tamu yang dibawa Leon untuk melihat-lihat kondisi panti yang diasuhnya. Intan dan Rangga, beserta ketiga anaknya tidak hanya berkunjung, tetapi mereka juga membawa banyak barang untuk kebutuhan Panti. Tentu saja Bela merasa senang sekaligus bersyukur. Tiba-tiba saja, seorang anak panti berlari mengulitinya dengan wajah cemas. "Ibu, Zaki!" seru sang anak ketakutan. "Zaki kenapa?" tanya Bela ikut khawatir. "Zaki jatuh dari pohon mangga, Bu. Kepalanya berdarah kena batu!" jawab si anak laki-laki takut. "Apa, di mana dia sekarang?" Bela mulai panik, dia langsung berlari mendapati Zaki setelah si anak laki-laki itu memberitahu kalau Zaki ada di kebun belakang. Bagian belakang panti memang anak ditumbuhi pohon buah-buahan seperti Mangga, Rambutan, Jambu Air dan beberapa jenis buah lainnya. Rangga dan keluarga juga ikut berlari menyusul Bela. Sampai di kebun belakang panti, Intan sangat kaget melihat Zaki yang tergeletak di tana

  • Istriku Preman Pasar    Bab 49

    Bab 49 Ketakutan Bela"Suka, Om. Boleh, kan, Ma?" Zaki memandang padaku dengan pandangan memohon. Dia tahu kalau aku tak suka Zaki menerima tawaran makan dari orang lain. Aku memang pernah melarangnya, bukan karena apa-apa. Aku hanya tak ingin dia jadi sering berharap diajak makan oleh siapapun. Namun, kali ini aku tak kuasa menolak permintaannya.Apa lagi yang mengajaknya makan adalah Papanya sendiri. "Boleh, kali ini saja, ya!" kataku akhirnya. "Yeay, Mama paling baik, deh." Zaki memelukku dengan senang hati, lalu kami pun turun ke lantai bawah. Mas Leon mengajakku dan Zaki masuk ke restoran cepat saji asal negeri Paman Sam dengan maskot kakek tua itu. Ternyata pengunjung sedang ramai saat itu, kami kesulitan mencari kursi dan meja yang kosong. Untunglah mata jeli Mas Leon dapat menemukan satu meja yang kosong."Kalian tunggu di sini saja, biar Om yang memesan makanannya, ya!" kata Mas Leon pada Zaki dan tentu saja padaku juga. Mas Leon meninggalkan kami menuju ke kasir. Dia

  • Istriku Preman Pasar    Bab 48

    Bab 48 - Dia juga SukaPOV BelaSetelah percakapan kami sore itu, Zaki tak pernah lagi mengungkit keinginannya itu. Walaupun aku tahu kalau dia masih memendam keinginannya di dalam hati. Maafkan Mama, ya, Sayang. Mama tak mungkin memenuhi keinginan kamu itu.Untuk mengobati kekecewaannya, aku berinisiatif mengajak Zaki berjalan-jalan ke Mal. Kami pergi sejak siang setelah salat Zuhur. Kami hanya pergi berdua saja, sementara panti dan anak-anak yang lainnya kutitipkan pada Bi Ijah. Bi Ijah adalah orang yang membantuku memasak dan mengurus panti selama ini setelah kepergian Umi."Mama, Zaki mau naik mainan yang itu!" seru Zaki menyentak lamunanku. "Iya, Sayang. Ayo kita beli tiketnya dulu, ya," kataku seraya berjalan menuju ke stand penjualan tiket. Aku membeli tiket untuk permainan Komidi putar. Zaki kelihatan sangat bahagia. Sudah lama aku tak melihat tawanya selebar itu. Zaki memilih menaiki kuda bertanduk. Kata Zaki namanya Unicorn, entahlah benar atau tidak. Aku tak pernah men

  • Istriku Preman Pasar    Bab 47

    Bab 47 - Keinginan ZakiTampaknya dia masih penasaran dengan informasi tentang Zaki. Ini sangat membahayakan diriku. Bagaimana jika dia akhirnya mengetahui kalau Zaki--memanggil anaknya. Aku takut, Mas Leon akan mengetahui kebenarannya lalu membawa Zaki dari hidupku. Tidak! Itu tak boleh terjadi!"Papa nya seorang pelaut, tapi sekarang sudah meninggal. Kapalnya tenggelam di laut beberapa waktu."Aku menuturkan cerita yang pernah keceitakan juga pada Zaki. Maafkan Mama, Nak!"Kasihan sekali Zaki, tapi sepertinya dia bahagia.""Tentu saja dia bahagia, apa yang membuatnya tidak bahagia di sini?" tanyaku heran. "Oh, maaf. Maksud saya. Dia tampak tidak tertekan dan baik-baik saja tinggal di panti.""Dia bahagia karena lebih beruntung dari anak-anak yang lain. Dia masih punya Mama dan bisa tinggal bersama mamanya. Sedangkan anak yang lain, orang tua mereka saja entah dimana keberadaanya."Mas Leon sudah selesai sarapannya, aku pun mengajaknya ke depan agar obrolan masalah pribadi selesai

  • Istriku Preman Pasar    Bab 46

    Bab 46 - Leon CurigaPOV BelaKesibukan orang-orang dari WO yang menangani acara aniversary pernikahan mertuanya Mas Leon menjadi pemandangan menarik bagi anak-anak asuhanku.Mereka senang melihat aneka macam bunga yang mulai disusun di halaman panti yang lumayan luas. "Ma, jadi orang kaya itu enak, ya?" tanya Zaki padaku. "Enak apanya?" "Ya, enak. Bajunya bagus-bagus, makanannya enak-enak terus punya mobil, rumah yang besar juga uang yang banyak," jawab Zaki dengan bersemangat."Gak semua orang kaya itu hidupnya bahagia, Sayang. Untuk mendapatkan kekayaan juga gak gampang, harus bekerja keras dan tidak boleh menyerah. Makanya Zaki sekolah yang rajin, biar pintar dan bisa meraih semua impian Zaki."Zaki mengangguk dengan senang, matanya berbinar mendengar nasihatku. Dia pun menurut saat kusuruh untuk main dengan yang lain di dalam saja, agar tak mengganggu karyawan WO yang sedang bekerja. Besok adalah hari H acara aniversary pernikahan mertuanya Mas Leon. Persiapannya sudah hampir

  • Istriku Preman Pasar    Bab 45

    Bab 45 - Flashback 2"Nak, bangun! Kenapa kamu tidur di sini?"Suara bidadari yang merdu menerpa indera pendengaranku. Membawa diriku ke alam sadar kembali, perlahan kubuka kedua mata ini. Untuk sejenak aku tak ingat sedang berada di mana. Semuanya tampak asing, tapi sejurus kemudian aku pun ingat sedang berada di mana. Rupanya aku tertidur di teras masjid sejak malam tadi. Aku pun duduk sambil meminta maaf pada wanita yang menegurku tadi. "Maaf, Bu. Saya kehujanan malam tadi. Maafkan saya," ucapku sambil menunduk. Aku tak berani mengangkat wajah karena merasa malu kedapatan sedang tidur di masjid. Sementara jamaah yang lain mulai berdatangan, ternyata waktunya salat Subuh sudah hampir tiba. "Tak apa, Nak. Nama kamu siapa? Mengapa bisa tertidur di sini?" tanya wanita itu lagi.Suaranya sangat lembut dan bersahaja membuatku berani mengangkat wajah. Pandangan matanya juga teduh dengan senyum yang menenangkan hatiku. "Nama saya ... ehm, Putri, Bu. Saya kehujanan kemarin malam."Aku

  • Istriku Preman Pasar    Bab 44

    Bab 44 - Flashback Bela 1POV BelaZaki, anak kesayanganku itu memberiku sebuah kejutan. Dia membelikan aku peralatan kecantikan yang sengaja tak kubeli karena keuangan yang sedang bermasalah. Donatur tetap banyak yang mengundurkan diri karena usaha mereka sedang susah. Tak ada yang bisa kulakukan untuk mencari dana tambahan. Tak mungkin rasanya jika aku pergi bekerja seharian. Siapa yang akan mengurus panti dan anak-anak nantinya? Syukurlah hari ini ada seorang pengusaha yang merayakan ulang tahun anaknya di panti. Lumayan buat penghiburan untuk anak-anak asuhku. Sudah lama sekali mereka tak diundang ke acara ulang tahun seperti itu. Namun, tak disangka aku malah bertemu dengan Mas Leon. Untung saja dia tak mengenaliku dengan penampilan saat ini. Mas Leon, dia masih gagah dan tampan seperti dulu. Apa kabarnya sekarang? Aku yakin dia telah menikah dengan Mbak Nadine. Mereka memang serasi, karena itulah aku pergi meninggalkan Mas Leon. Namun, aku pergi dengan membawa satu kesalaha

  • Istriku Preman Pasar    Bab 43

    Bab 43 - Keresahan NadineHari hampir menjelang malam ini aku tiba di rumah. Nadine menyambutku dengan tatap mata yang tajam. Matanya menelisik ke setiap tubuhku, kemudian berlalu begitu saja ke dalam kamar.Aku menyusulnya ke kamar juga, ternyata Nadine sedang menyiapkan baju ganti untukku.Aku pun segera masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sambil berendam di bathtub, ingatanku kembali pada Zaki dan mamanya.Mereka bisa membuatku penasaran. Entahlah, rasanya aku mempunyai suatu hubungan dengan mereka."Mas, kamu belum selesai?" tanya Nadine. Gedoran di pintu dan teriakan Nadine membuatku kembali ke alam nyata."Iya, sebentar lagi!" balasku."Cepat, ya. Ada Papa sama Mama datang," teriaknya lagi.Segera kusudahi mandi lalu keluar dan langsung berpakaian. Setelah selesai, aku pun mencari keberadaan Nadine di ruang depan.Ternyata benar, mertuaku datang. Aku menjatuhkan bobot tubuhku di samping Nadine."Mama sama Papa sudah makan?" tanyaku karena perutku juga lapar.Mereka men

DMCA.com Protection Status