Bab 11 - Ke rumah BelaPOV LeonSyukurlah, ternyata Bela tidak mengalami luka yang serius jadi menjelang magrib dia sudah diperbolehkan pulang. Sekarang aku sedang mengantar sampai ke rumahnya. Sambil menyetir, pikiranku berkelana mengingat Nadine. Nadine yang datang berkunjung siang tadi telah pulang, dia tak lama di rumah sakit. Setelah berbasa-basi dengan Bela lalu membahas soal pekerjaan denganku, Nadine-pun pamit pulang. Nadine itu benar-benar profesional, semua langkah dan tindakan sudah dipikirkannya secara matang. Aku semakin kagum padanya, sifat dewasanya semakin menarik hatiku."Mas, kalau nyetir jangan sambil melamun!" seru Bela mengagetkanku. Karena asyik melamun, aku hampir saja menabrak orang yang sedang menyeberang "Maaf-maaf, aku sedang gak fokus," jawabku.Aku kembali mengemudikan mobil menuju ke rumah Bela. Setengah jam kemudian kami tiba di depan gang rumahnya. Bela turun sambil mengucapkan terima kasih."Aku boleh mampir, gak?" tanyaku. Entah kenapa aku malas
Bab 12 - Bertemu Bang RamonBela segera bangkit menyongsong tamu yang datang."Waalaikumsalam, masuk, Bang Ramon. Kak Asih ikut juga, ayo, masuk, Kak!" ajak Bela ramah.Pria yang disapa Bela dengan sebutan Bang Ramon itu masuk dan duduk tepat di hadapanku. Matanya mengawasiku dengan tajam membuat nyaliku seketika menjadi ciut.Bela masuk ke dalam dan keluar lagi dengan nampan berisi air putih seperti yang disuguhkannya padaku tadi."Diminum, Bang, Kak Asih. tapi maaf cuma air putih," tawar Bela. "Terima kasih, Bel. Katanya kamu ketimpa kayu di pasar tadi. Kakak khawatir, makanya datang ke sini," kata wanita yang bernama Kak Asih. Sepertinya dia istri dari pria yang maaih menatapku dengan tajam itu. Siapa sebenarnya pria itu, apa dia abangnya Bela? Sepertinya tidak, karena setahuku, Bela itu tidak mempunyai saudara."Oh, iya, Bang Ramon. Kenalkan ini Mas Leon, dia yang membawa aku ke rumah sakit tadi." Akhirnya Bela memperkenalkan kami berdua. Aku menyambut uluran tangan Bang Ramon y
Bab 13 - The Bodyguard POV LeonSejak pertemuan dengan bang Ramon itu aku mulai memikirkan kembali akan rencanaku semula. Memang benar jika aku terlalu melihat wanita dari penampilannya saja. Sepertinya aku harus mulai memikirkan rencanaku itu. Pagi itu aku pergi ke kantor seperti biasa, cuaca cerah membuat semangatku juga sama cerahnya hari ini.Tiba-tiba pandanganku menangkap pemandangan yang tidak biasa. Di tepi jalan segerombolan pria sedang mengejar seseorang di depannya. Aku hanya bisa melihat punggung mereka karena posisiku yang berada dibelakang orang-orang tersebut.Kupercepat laju mobilnya hingga aku bisa melihat siapa yang sedang di kejar. "Bela!" seruku kaget. Langsung saja aku menepikan mobil lalu membuka pintunya. "Masuk, Bel!" teriakku. Bela melihatku lalu melompat masuk ke dalam mobil. Secepat kilat aku kabur dengan melajukan mobil sekencangnya. Masih bisa kudengar umpatan dan makian dari orang-orang yang mengejar Bela tadi.Beruntung suasana jalanan masih sepi,
Bab 14 - Isyarat Terakhir"Sebentar!" Bela beranjak ke jejeran pakaian yang ada di samping kiriku. Aku memilih duduk di kursi yang ada di toko. Biar saja Bela memilih pakaian yang disukainya, asal sesuai dan tidak membuat aku malu di depan klienku nanti.Lima belas menit kemudian, Bela menemuiku dengan penampilan yang berbeda. Setelan blazer dengan celana panjang berwarna senada terlibat sangat pas di tubuhnya."Oke beres, sekarang tinggal rambut dan wajah," kataku. Dan seperti adegan sinetron di televisi, tak lama setelah aku mengantar Bela ke salon. Aku kini sedang menatap Bela dengan tak percaya. Walau hanya dengan dandanan minimalis dan tak mencolok, tapi sesuai dengan wajahnya. Membuat Bela bertambah cantik saja. "Ehm, oke kita bisa berangkat sekarang?" tanyaku segera, sebelum aku salah tingkah lalu memujinya. Pertemuan hari ini berjalan lancar, klien sangat senang karena aku mau memenuhi permintaan mereka. Terlebih tuan Smith, berulangkali kulihat melirik Bela. Sepertinya
Bab 15 - Tewasnya Bang RamonPOV BelaMataku masih menatap tak percaya pada gundukan tanah di depanku. Air mata terus menetes tak bisa kubendung. Bang Ramon, bos sekaligus sahabat serta sudah kuanggap sebagai Abang sendiri, kini telah terbaring didalam kuburan yang kini sedang ditangisi oleh dua orang wanita.Kak Asih masih terisak di sampingku, aku tahu pasti kalau kak Asih sangat terpukul dengan kepergian suaminya yang tiba-tiba itu. "Sudah kak, jangan ditangisi terus. Kasihan bang Ramon, dia juga gak mau seperti ini," bujukku.Kak Asih memelukku, tangisnya kembali tumpah membasahi pakaian yang kukenakan. "Kakak gak kuat, Dek. Lebih baik kakak ikut saja dengan bang Ramon, hiks!" "Ya, Allah. Istighfar kak, jangan seperti itu. Kasihan Laras, dia masih kecil, masih butuh kasih sayang dari kakak!" Kak Asih masih terus menangis, aku mengusap pelan pundaknya mencoba memberikan semangat. Aku menoleh pada mas Leon yang masih tetap berdiri pada posisinya seperti tadi. Dia berdiri menatap
Bab 16 - TerlukaHanya tinggal seorang lagi yang hanya diam saja sejak tadi. Aku bisa merasakan aura jahat dari dalam tubuhnya. Dia menyeringai menatapku dengan pandangan penuh nafsu. Karena dia tak menyerang juga, aku memilih meninggalkannya. Namun, dia menahan langkahku. Tanganku dicengkeramnya dengan kuat, semakin kucoba melepaskan diri maka semakin kuat dia mencengkeram nya. "Kau mau apa?" tanyaku akhirnya."Ikut aku!" katanya dengan nada dingin. Tanpa berkata apa-apa lagi, dia menarik tanganku membuat aku harus sedikit berlari mengikuti langkahnya yang panjang. Kami berjalan melewati toko-toko yang kebanyakan pedagangnya sudah mengenalku. Mereka kaget melihat tanganku yang ditarik oleh preman pasar yang mereka benci.Namun, untuk menolong kurasa mereka tak mempunyai keberanian untuk itu. Aku mencoba tersenyum pada mereka, walau aku belum tahu akan dibawa kemana. Rupanya aku dibawa ke belakang pasar dimana sekarang telah disulap menjadi markas mereka. Tubuhku didorong dengan
Bab 17 - Pulang ke mana?POV BELA"Bagaimana keadaannya , Dok?" "Sejauh ini masih stabil, lukanya juga sudah dijahit hanya tinggal penyembuhan saja.""Alhamdulillah, saya merasa lega, Dok." "Iya, Mas. Kalau begitu saya permisi!" "Silakan, Dok!" Suara yang saling bersahutan masuk ke indera pendengaranku. Sepertinya itu suara Mas Leon, sedangkan yang satu lagi, mungkin suara dokter. Karena Mas Leon memanggilnya dengan sebutan itu. Rasa nyeri kurasakan di lengan kiriku, luka ini aku ingat karena tembakan bang Jalu yang meleset. Perlahan kubuka mata, warna putih langsung merajai pandanganku. Mas Leon sedang menutup pintu, dia berbalik dan matanya langsung terbelalak melihat aku sudah bangun. Bergegas dia mendekatiku dengan senyum lebar.. "Bela, syukurlah kamu sudah sadar." Mas Leon menatapku dengan lembut. Rasa hangat menjalar di hatiku melihat tatapan dan senyumnya. "Sakit, Mas," keluhku saat ingin bergerak. Lengan kiriku terasa nyeri saat digerakkan "Hati-hati, jangan terlalu
Bab 18 - Leon Sudah Gila Akhirnya, di sini lah aku. Berdiri dengan canggung di depan rumah Mas Leon yang ternyata sangat megah dan mewah."Ayo, masuk!" ajak Mas Leon. Dia baru saja keluar dari mobilnya. Aku mengikuti langkahnya masuk ke dalam rumah."Kamu bawa pembantu baru dari mana, Leon?" Suara wanita yang sepertinya pernah kudengar. WTF, aku dianggap pembantu. Apa penampilanku seburuk itu?"Jaga ucapan, Mama! Dia bukan pembantu, tapi tamu aku. Dia akan tinggal sementara di rumah ini.""Tunggu sebentar, sepertinya kita pernah bertemu. Tapi di mana, ya?" Wanita itu yang ternyata mama tirinya Mas Leon menatapku dengan tajam.Dia benar aku pun rasanya pernah bertemu dengan dia. Oh, iya, aku ingat. Dia wanita tempo hari yang mobilnya mogok di lampu merah, ingatku."Ah, Mama ingat. Kamu wanita preman itu, 'kan?" Ternyata dia ingat juga. Mas Leon menoleh padaku, kemudian menggenggam tanganku dengan erat."Siapapun dia, itu bukan urusan Mama. Yang pasti dia akan tinggal disini dan kali
Bab 51 Kok Bisa Sama"Kita juga masih berusaha mendapatkan darah di PMI pusat, Bu. Karena stok darah tersebut sedang kosong di sini. Namun, Zaki harus segera mendapatkan transfusi darah tersebut. Kalau tidak—""Pakai darah saya saja, Dok. Golongan darah saya sama dengan Zaki," ucap Leon memotong ucapan sang dokter. Semua yang berada di depan ruang IGD menoleh pada Leon. Intan tampak tersenyum samar. Dia bahagia karena yakin akan hubungan Leon dan Bela serta Zaki. "Baiklah, kalau begitu anda ikut saya!" balas sang dokter. Leon menoleh pada Bela yang masih menundukkan wajahnya, kemudian mengikuti langkah dokter tersebut ke dalam ruangan di mana Zaki sedang dirawat. Intan menarik napas lega, seusianya Maslaah darah sudah terselesaikan. Dia pun mengajak Bela untuk duduk dan sabar menunggu sampai operasi selesai dilaksanakan. "Saya takut, Bu. Hanya Zaki satu-satunya milik saya di dunia ini. Kalau sampai terjadi apa-apa dengannya, ah, saya bisa mati dengan membayangkannya saja," keluh
Bab 50 - Kecelakaan ZakiPOV AuthorBela sedang menerima tamu yang dibawa Leon untuk melihat-lihat kondisi panti yang diasuhnya. Intan dan Rangga, beserta ketiga anaknya tidak hanya berkunjung, tetapi mereka juga membawa banyak barang untuk kebutuhan Panti. Tentu saja Bela merasa senang sekaligus bersyukur. Tiba-tiba saja, seorang anak panti berlari mengulitinya dengan wajah cemas. "Ibu, Zaki!" seru sang anak ketakutan. "Zaki kenapa?" tanya Bela ikut khawatir. "Zaki jatuh dari pohon mangga, Bu. Kepalanya berdarah kena batu!" jawab si anak laki-laki takut. "Apa, di mana dia sekarang?" Bela mulai panik, dia langsung berlari mendapati Zaki setelah si anak laki-laki itu memberitahu kalau Zaki ada di kebun belakang. Bagian belakang panti memang anak ditumbuhi pohon buah-buahan seperti Mangga, Rambutan, Jambu Air dan beberapa jenis buah lainnya. Rangga dan keluarga juga ikut berlari menyusul Bela. Sampai di kebun belakang panti, Intan sangat kaget melihat Zaki yang tergeletak di tana
Bab 49 Ketakutan Bela"Suka, Om. Boleh, kan, Ma?" Zaki memandang padaku dengan pandangan memohon. Dia tahu kalau aku tak suka Zaki menerima tawaran makan dari orang lain. Aku memang pernah melarangnya, bukan karena apa-apa. Aku hanya tak ingin dia jadi sering berharap diajak makan oleh siapapun. Namun, kali ini aku tak kuasa menolak permintaannya.Apa lagi yang mengajaknya makan adalah Papanya sendiri. "Boleh, kali ini saja, ya!" kataku akhirnya. "Yeay, Mama paling baik, deh." Zaki memelukku dengan senang hati, lalu kami pun turun ke lantai bawah. Mas Leon mengajakku dan Zaki masuk ke restoran cepat saji asal negeri Paman Sam dengan maskot kakek tua itu. Ternyata pengunjung sedang ramai saat itu, kami kesulitan mencari kursi dan meja yang kosong. Untunglah mata jeli Mas Leon dapat menemukan satu meja yang kosong."Kalian tunggu di sini saja, biar Om yang memesan makanannya, ya!" kata Mas Leon pada Zaki dan tentu saja padaku juga. Mas Leon meninggalkan kami menuju ke kasir. Dia
Bab 48 - Dia juga SukaPOV BelaSetelah percakapan kami sore itu, Zaki tak pernah lagi mengungkit keinginannya itu. Walaupun aku tahu kalau dia masih memendam keinginannya di dalam hati. Maafkan Mama, ya, Sayang. Mama tak mungkin memenuhi keinginan kamu itu.Untuk mengobati kekecewaannya, aku berinisiatif mengajak Zaki berjalan-jalan ke Mal. Kami pergi sejak siang setelah salat Zuhur. Kami hanya pergi berdua saja, sementara panti dan anak-anak yang lainnya kutitipkan pada Bi Ijah. Bi Ijah adalah orang yang membantuku memasak dan mengurus panti selama ini setelah kepergian Umi."Mama, Zaki mau naik mainan yang itu!" seru Zaki menyentak lamunanku. "Iya, Sayang. Ayo kita beli tiketnya dulu, ya," kataku seraya berjalan menuju ke stand penjualan tiket. Aku membeli tiket untuk permainan Komidi putar. Zaki kelihatan sangat bahagia. Sudah lama aku tak melihat tawanya selebar itu. Zaki memilih menaiki kuda bertanduk. Kata Zaki namanya Unicorn, entahlah benar atau tidak. Aku tak pernah men
Bab 47 - Keinginan ZakiTampaknya dia masih penasaran dengan informasi tentang Zaki. Ini sangat membahayakan diriku. Bagaimana jika dia akhirnya mengetahui kalau Zaki--memanggil anaknya. Aku takut, Mas Leon akan mengetahui kebenarannya lalu membawa Zaki dari hidupku. Tidak! Itu tak boleh terjadi!"Papa nya seorang pelaut, tapi sekarang sudah meninggal. Kapalnya tenggelam di laut beberapa waktu."Aku menuturkan cerita yang pernah keceitakan juga pada Zaki. Maafkan Mama, Nak!"Kasihan sekali Zaki, tapi sepertinya dia bahagia.""Tentu saja dia bahagia, apa yang membuatnya tidak bahagia di sini?" tanyaku heran. "Oh, maaf. Maksud saya. Dia tampak tidak tertekan dan baik-baik saja tinggal di panti.""Dia bahagia karena lebih beruntung dari anak-anak yang lain. Dia masih punya Mama dan bisa tinggal bersama mamanya. Sedangkan anak yang lain, orang tua mereka saja entah dimana keberadaanya."Mas Leon sudah selesai sarapannya, aku pun mengajaknya ke depan agar obrolan masalah pribadi selesai
Bab 46 - Leon CurigaPOV BelaKesibukan orang-orang dari WO yang menangani acara aniversary pernikahan mertuanya Mas Leon menjadi pemandangan menarik bagi anak-anak asuhanku.Mereka senang melihat aneka macam bunga yang mulai disusun di halaman panti yang lumayan luas. "Ma, jadi orang kaya itu enak, ya?" tanya Zaki padaku. "Enak apanya?" "Ya, enak. Bajunya bagus-bagus, makanannya enak-enak terus punya mobil, rumah yang besar juga uang yang banyak," jawab Zaki dengan bersemangat."Gak semua orang kaya itu hidupnya bahagia, Sayang. Untuk mendapatkan kekayaan juga gak gampang, harus bekerja keras dan tidak boleh menyerah. Makanya Zaki sekolah yang rajin, biar pintar dan bisa meraih semua impian Zaki."Zaki mengangguk dengan senang, matanya berbinar mendengar nasihatku. Dia pun menurut saat kusuruh untuk main dengan yang lain di dalam saja, agar tak mengganggu karyawan WO yang sedang bekerja. Besok adalah hari H acara aniversary pernikahan mertuanya Mas Leon. Persiapannya sudah hampir
Bab 45 - Flashback 2"Nak, bangun! Kenapa kamu tidur di sini?"Suara bidadari yang merdu menerpa indera pendengaranku. Membawa diriku ke alam sadar kembali, perlahan kubuka kedua mata ini. Untuk sejenak aku tak ingat sedang berada di mana. Semuanya tampak asing, tapi sejurus kemudian aku pun ingat sedang berada di mana. Rupanya aku tertidur di teras masjid sejak malam tadi. Aku pun duduk sambil meminta maaf pada wanita yang menegurku tadi. "Maaf, Bu. Saya kehujanan malam tadi. Maafkan saya," ucapku sambil menunduk. Aku tak berani mengangkat wajah karena merasa malu kedapatan sedang tidur di masjid. Sementara jamaah yang lain mulai berdatangan, ternyata waktunya salat Subuh sudah hampir tiba. "Tak apa, Nak. Nama kamu siapa? Mengapa bisa tertidur di sini?" tanya wanita itu lagi.Suaranya sangat lembut dan bersahaja membuatku berani mengangkat wajah. Pandangan matanya juga teduh dengan senyum yang menenangkan hatiku. "Nama saya ... ehm, Putri, Bu. Saya kehujanan kemarin malam."Aku
Bab 44 - Flashback Bela 1POV BelaZaki, anak kesayanganku itu memberiku sebuah kejutan. Dia membelikan aku peralatan kecantikan yang sengaja tak kubeli karena keuangan yang sedang bermasalah. Donatur tetap banyak yang mengundurkan diri karena usaha mereka sedang susah. Tak ada yang bisa kulakukan untuk mencari dana tambahan. Tak mungkin rasanya jika aku pergi bekerja seharian. Siapa yang akan mengurus panti dan anak-anak nantinya? Syukurlah hari ini ada seorang pengusaha yang merayakan ulang tahun anaknya di panti. Lumayan buat penghiburan untuk anak-anak asuhku. Sudah lama sekali mereka tak diundang ke acara ulang tahun seperti itu. Namun, tak disangka aku malah bertemu dengan Mas Leon. Untung saja dia tak mengenaliku dengan penampilan saat ini. Mas Leon, dia masih gagah dan tampan seperti dulu. Apa kabarnya sekarang? Aku yakin dia telah menikah dengan Mbak Nadine. Mereka memang serasi, karena itulah aku pergi meninggalkan Mas Leon. Namun, aku pergi dengan membawa satu kesalaha
Bab 43 - Keresahan NadineHari hampir menjelang malam ini aku tiba di rumah. Nadine menyambutku dengan tatap mata yang tajam. Matanya menelisik ke setiap tubuhku, kemudian berlalu begitu saja ke dalam kamar.Aku menyusulnya ke kamar juga, ternyata Nadine sedang menyiapkan baju ganti untukku.Aku pun segera masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sambil berendam di bathtub, ingatanku kembali pada Zaki dan mamanya.Mereka bisa membuatku penasaran. Entahlah, rasanya aku mempunyai suatu hubungan dengan mereka."Mas, kamu belum selesai?" tanya Nadine. Gedoran di pintu dan teriakan Nadine membuatku kembali ke alam nyata."Iya, sebentar lagi!" balasku."Cepat, ya. Ada Papa sama Mama datang," teriaknya lagi.Segera kusudahi mandi lalu keluar dan langsung berpakaian. Setelah selesai, aku pun mencari keberadaan Nadine di ruang depan.Ternyata benar, mertuaku datang. Aku menjatuhkan bobot tubuhku di samping Nadine."Mama sama Papa sudah makan?" tanyaku karena perutku juga lapar.Mereka men