Bab 17 - Pulang ke mana?POV BELA"Bagaimana keadaannya , Dok?" "Sejauh ini masih stabil, lukanya juga sudah dijahit hanya tinggal penyembuhan saja.""Alhamdulillah, saya merasa lega, Dok." "Iya, Mas. Kalau begitu saya permisi!" "Silakan, Dok!" Suara yang saling bersahutan masuk ke indera pendengaranku. Sepertinya itu suara Mas Leon, sedangkan yang satu lagi, mungkin suara dokter. Karena Mas Leon memanggilnya dengan sebutan itu. Rasa nyeri kurasakan di lengan kiriku, luka ini aku ingat karena tembakan bang Jalu yang meleset. Perlahan kubuka mata, warna putih langsung merajai pandanganku. Mas Leon sedang menutup pintu, dia berbalik dan matanya langsung terbelalak melihat aku sudah bangun. Bergegas dia mendekatiku dengan senyum lebar.. "Bela, syukurlah kamu sudah sadar." Mas Leon menatapku dengan lembut. Rasa hangat menjalar di hatiku melihat tatapan dan senyumnya. "Sakit, Mas," keluhku saat ingin bergerak. Lengan kiriku terasa nyeri saat digerakkan "Hati-hati, jangan terlalu
Bab 18 - Leon Sudah Gila Akhirnya, di sini lah aku. Berdiri dengan canggung di depan rumah Mas Leon yang ternyata sangat megah dan mewah."Ayo, masuk!" ajak Mas Leon. Dia baru saja keluar dari mobilnya. Aku mengikuti langkahnya masuk ke dalam rumah."Kamu bawa pembantu baru dari mana, Leon?" Suara wanita yang sepertinya pernah kudengar. WTF, aku dianggap pembantu. Apa penampilanku seburuk itu?"Jaga ucapan, Mama! Dia bukan pembantu, tapi tamu aku. Dia akan tinggal sementara di rumah ini.""Tunggu sebentar, sepertinya kita pernah bertemu. Tapi di mana, ya?" Wanita itu yang ternyata mama tirinya Mas Leon menatapku dengan tajam.Dia benar aku pun rasanya pernah bertemu dengan dia. Oh, iya, aku ingat. Dia wanita tempo hari yang mobilnya mogok di lampu merah, ingatku."Ah, Mama ingat. Kamu wanita preman itu, 'kan?" Ternyata dia ingat juga. Mas Leon menoleh padaku, kemudian menggenggam tanganku dengan erat."Siapapun dia, itu bukan urusan Mama. Yang pasti dia akan tinggal disini dan kali
Bab 19 - Kamu Mabuk?POV LEON"Apa? Kamu gak sedang mabuk kan, Leon?" tanya mama dengan gusar. Dia melirik kepada Bela yang tampak santai seolah tidak terjadi apa-apa."Tidak, aku sadar sepenuhnya. Kenapa? Apa ada masalah?" Kutatap mama dan adik tiri ku dengan senyum puas.'Rasakan kalian! Pasti kalian kaget setengah mati 'kan?' kataku dalam hati.Padahal sebenarnya, maksud aku membawa Bela ke rumah untuk melindunginya dari kejaran orang suruhan bang Jalu. Mereka masih saja terus mengejar Bela, jadi akhirnya aku memutuskan membawa Bela tinggal di rumahku untuk sementara waktu. Namun, rupanya Allah berkehendak lain. Baru juga sampai, mama dan Yola sudah menabuh genderang perang pada Bela. Syukurnya kulihat Bela tak terpengaruh malah bisa membalikkan kata-kata hingga membuat mama dan Yola melotot tak percaya.Oke, kurasa sebaiknya Bela kunikahi secepatnya. Agar kedua orang tersebut tak betah dan secepatnya angkat kaki dari rumah ini dengan sukarela. Itu sebenarnya tujuanku mengajak Be
Bab 20"Kenapa, sih, Bel. Kenapa aku dicubit begini?" tanyaku hingjh sembari mengelus bekas cubitannya. Lumayan terasa sakit juga."Malah nanya kenapa. Itu tadi maksudnya apa. Tiba-tiba bilang aku calon istri, Mas. Kamu meledek aku, ya, Mas?" protesnya."Gak, aku serius. Setelah kupikir, kita lanjutkan saja rencana kita semula. Kamu membantu menyingkirkan mama tiriku. Sekalian kamu sembunyi dari kejaran preman-preman itu untuk sementara waktu. Bagaimana?" jawabku sembari menguraikan rencanaku dulu. Rencana yang sempat kutunda karena masih bimbang memilih di antara Bela dan Nadine. Bela tampak sedang berpikir keras. Mudah-mudahan dia mau, harapku."Jadi, kita menikah hanya pura-pura?" Aku mengangguk tanpa ragu. "Berapa lama?" tanya Bela lagi."Sampai mereka pergi dari rumah ini!" janjiku."Okelah, aku setuju," balas Bela. Kami saling bersalaman sebagai tanda persetujuan telah dicapai.Keesokan harinya, setelah salat subuh aku tidur kembali. Rasa nya baru saja aku terlelap, sudah ter
Bab 21 - Siapa yang Mama Bicarakan?Kami melangkah bersisian menuju ke warung yang menjual bubur ayam. Pagi itu, entah kenapa terasa sangat indah bagiku. Mungkin karena aku telah yakin kalau aku sudah menemukan orang yang tepat untuk menghadapi mama tiri ku.Selesai menghabiskan semangkok bubur ayam, kami pun kembali ke rumah. Namun, aku sedikit kaget ketika sebuah mobil berhenti di sampingku. "Kenapa dia bisa ada di sini?" tanyaku di dalam hati. Wajah cantik Nadine muncul dari balik kemudi mobil, senyumnya terlihat sangat terpaksa. Nadine menyapaku tanpa turun dari mobilnya."Selamat pagi, Mas Leon. Dari mana nih?" tanyanya sambil melirik Bela yang berdiri di sampingku."Habis makan bubur ayam, kamu mau kemana?" "Tadinya mau ke rumah, tapi sepertinya batal aja, deh. Aku pamit, ya!" Nadine segera memacu mobilnya meninggalkan kami berdua. "Kasihan," gumam Bela. Kami kembali melanjutkan langkah yang terhenti tadi."Kasihan, siapa?" tanyaku tak mengerti."Itu, pacarnya, Mas. Mbak Nad
Bab 22 - SahPOV BelaSeminggu kemudian, aku tengah duduk terpekur di tepi tempat tidur. Di luar kamar masih terdengar suara Mas Leon tengah mengucapkan ijab kabul di hadapan tuan Kadi yang sekaligus menjadi wali hakimku. Saat terdengar suara sah yang bergema sampai ke hatiku, aku hanya bisa tertunduk sedih. Apa yang sudah aku lakukan sekarang. Aku menikah bukan karena cinta akan tetapi karena perjanjian. Walau jauh disudut hatiku mulai ada rasa yang perlahan mulai tumbuh karena perhatian mas Leon saat aku sedang sakit atau kesulitan kemarin. Namun, aku tahu kalau kami tak se-level. Benar kata mama mas Leon, kalau aku ini gadis gembel. Namun, aku tidak mengincar harta mas Leon seperti tuduhannya. Kami memutuskan menikah karena keadaan.Mas Leon butuh orang yang bisa menghadapi Maman tirinya sedangkan aku butuh tempat untuk menghindar dari kejaran anak buah bang Jalu. "Bela, kok malah bengong. Ayo keluar, suami kamu sudah menunggu di depan!" Suara lembut kak Asih membuat aku kemba
Bab 23 - Ramuan KhususPuku lima pagi aku terbangun, sudah menjadi kebiasaan sejak dulu. Saat tiba waktu subuh, ototmatis aku akan terbangun dengan sendirinya. Mas Leon maasih tertidur dengan pulasnya. Kugoyang tangannya dengan pelan agar dia terbangun. Mas Leon membuka matanya, mengerjap beberapa kali lalu mengambil ponsel yang ada di meja samping tempat tidur. "Masih jam lima, Bel. Mengapa kamu membangunkan aku?" keluhnya. "Sudah waktunya salat subuh, Mas," jawabku. "Salat Subuh, hmm, aku gak pernah melakukannya Bel.""Sekarang harus, walau bagaimanapun mas itu tetap imam aku. Jadi saat salat, mas harus bisa meng-imamiku.""I-imam? No, tidak bisa, Bela!" tolaknya. Mas Leon berbalik membelakangi ku. "Baiklah, hari ini aku mencoba mengerti, tapi mulai nanti siang Mas harus belajar hapalan salat. Kebetulan aku punya bukunya." Kutinggalkan mas Leon yang masih bergerak dari posisinya. Setelah berwudu, kutunaikan salat subuh. Kemudian aku beranjak ke luar dari kamar. Suasananya m
Bab 24 - Sakit PerutPOV Bela"Mas berangkat, ya. Kalau kamu mau keluar minta diantarin supir. Jangan pergi sendirian, bahaya!" pesan mas Leon saat dia mau berangkat ke kantor.Serasa punya suami yang perhatian, gak, sih? Eh, tapi aku memang sudah bersuami, ya. Walau hanya suami bohongan. "Bela, malah bengong!" "Eh, iya, Mas. Hati-hati, ya!" balasku canggung. Jadi begini rasanya para istri yang melepas kepergian suaminya di depan rumah untuk bekerja setiap hari. Kupandangi mobil mas Leon yang semakin lama semakin menjauh. Oke, sekarang bersiap menghadapi amukan ratu dan putrinya. Aku masuk ke dalam rumah, tampak mama dan Yola sedang menonton televisi. Sepertinya khasiat obat itu belum bekerja, mungkin sebentar lagi. "Ngapain kamu duduk di situ, ke dapur sana! Bantu-bantu si bibi ngepel, atau nyuci baju juga boleh!" bentak mama mertua ku dengan sadis. Wah, mentang-mentang mas Leon sudah pergi, dia mulai menunjukkan giginya padaku. Jika seminggu ini dia gak berani memerintahku ka