Sudah aku bilang menjauhlah!"Asma berlari keluar, saat mendengar teriakan Adam. Dia tau, pasti pria itu sedang memarahi Niko, yang dia minta untuk membelikan martabak."Niko kau sudah datang? Ayo masuk. Maaf aku tak tau aku sudah sampai, mana pesanan ku?"Niko mengikuti Asma masuk ke dalam rumah. Mereka langsung menuju ke taman belakang, dimana Shila sedang bermain dengan pengasuhnya. Mereka benar-benar tak perduli dengan keberadaan Adam."Ini makanlah masih hangat, tadi aku ngebut biar tak keburu dingin."Asma segera membuka bungkusan yang di bawa Niko. Melihat itu Adam menjadi murka, dia merasa tak di hormati sebagai suami, apalagi sejak pulang dari rumah sakit. Asma menolak tidur satu kamar dengannya.Srak ... Bug ...."Cukup, aku suamimu Asma bukan dia. Kalau mau makan sesuatu bilang kenapa diam saja."Asma dan Niko terkejut, saat Adam membuang makanan yang di bawa Niko. Melihat Adam berteriak, membuat Shila takut dan menangis."Bawa dia masuk ke dalam!"Adam benar-benar marah, d
"Sekarang silahkan mama bicara. Aku akan mendengarkan, jika butuh keputusan akan aku putuskan sekarang juga."Kali ini Asma menatap mertuanya, dia tak mau lagi bersikap manis. Kenyataannya dia tak di harapkan sama sekali."Mama hanya minta bersikaplah baik pada Adam. Mau sampai kapan kau mengandalkan pria lain? Sedangkan suami mu ada. Kenapa kau cari juga pria itu atau jangan-jangan anak itu bukan anak Adam.""Cukup Ma. Ini sudah keterlaluan, sekarang juga tinggalkan rumah Adam!"Adam berteriak membuat ibunya terkejut. Wanita itu tak menyangka, anaknya bisa mengeraskan suara padanya. "Ini yang mama takutkan, Dam. Wanita ini benar-benar telah mencuci otak mu, dia membuat anak mama menjadi anak durhaka."Wanita itu menangis membuat Adam merasa bersalah. Dia menatap Asma dan kini mendekati ibunya, dia mencoba untuk menenangkannya.."Tak perlu mendekati mama, kau bujuk saja istri mu. Sekarang biarkan mama mati saja, Dam."Dengan tangisan yang menyayat hati, wanita itu berlari keluar dari
Suara Asma tercekat di tenggorokan. Dia ingin memberi Adam kesempatan, untuk merasakan menjadi seorang ayah. Meski dia masih merasa kesal, dengan ketidakpekaan suaminya. "Jadi mau bilang padaku, kalau sedang mengiginkan sesuatu, janji."Adam mengulurkan jari kelingkingnya, lalu dia mengaitkan pada jari kelingking Asma. Perlahan Adam mendekati wajah istrinya dan mengecup bibir munggil itu. Kemudian mereka hanyut dalam belaian penuh cinta.Namun tiba-tiba Adam merasa sebuah dorongan cukup keras, hingga membuatnya terjungkal dari tempat tidur. Belum lagi dia sadar apa yang terjadi terdengar pintu kamar mandi di tutup dengan sangat keras.Brak ....Adam melihat tempat tidur dalam keadaan kosong. Asma ternyata berlari ke kamar mandi, lalu terdengar wanita itu muntah-muntah. Cukup lama istrinya di dalam kamar mandi, membuat Adam sedikit cemas.Dia segera meraih semua pakaiannya yang telah berserak di lantai. Dengan cepat dia memakainya, lalu kembali mengetuk pintu kamar mandi."Sayang buka
"Bu, ada tamu yang ingin bertemu. Saya belum membukakan pagar sebelum diberi ijin."Asma menarik napas siapa yang ingin bertemu. Perasaan dia tak ada janji dengan siapapun, kalau keluarga Adam mereka biasa masuk tanpa perlu menunggu ijin."Siapa Mbak?"Asma bertanya tapi mbak Yuni hanya menggeleng, berarti dia tak kenal orang itu."Baiklah sebentar lagi saya keluar. Tolong temani Shila dulu ya, sepertinya dia masih tidur siang. Sekalian saja istirahat mbak."Setelah mendengar ucapan Asma mbak Yuni segera ke kamar Shila. Sedangkan Asma keluar untuk melihat tamu yang masih menunggu di depan pagar."Mas Alam, mau apa kau kemari? Maaf aku tak bisa mengijinkan kau masuk, karena tak ada pria di rumah ini."Asma menemui Alam tanpa membuka pagar. Dia heran darimana mantan suaminya tau dia tinggal di sini."Raisa, pasti dia yang memberitahu aku tinggal di sini. Aku tak mau ada masalah lebih baik kau pergi."Asma hendak berbalik ketika terdengar Alam memanggil namanya."Aku hanya ingin bertemu
Asma berbalik dan masuk ke rumah, dia melihat Adam menatapnya curiga. Daripada ribut di depan Alam, lebih baik dia menghindar."Sebaiknya kau pergi, Lam. Kau lihat kan pemilik rumah ini sudah pulang, aku harap dengan melihatnya kau bisa berpikir ulang."Alam dan Adam saling pandang, tapi tak lama Adam mendorong Alam menjauhi pagar."Menjauhlah dari rumah ku, kalau tidak aku bisa menjebloskan kau ke penjara. Asal tau saja aku bisa melakukan apa saja untuk itu. Satu lagi yang harus kau tau, sebentar lagi Shila akan punya adik. Asma sudah mengandung anak ku."Alam terkejut dia menatap tak percaya ke arah Adam. Dia heran, kenapa Raisa tidak memberitahu kalau Asma hamil? Apa Raisa juga belum tau kabar ini."Kenapa? Kau tak percaya kalau Asma sudah hamil. Tenang saja nanti saat syukuran, aku mengundangmu agar kau tau kalau kami akan punya anak."Setelah mendengar ucapan adam. Alam segera pergi mengendarai motornya. Dia melirik pintu rumah, tapi tak lagi terlihat keberadaan Asma."Brengsek a
"Terus saja menjaga sesuatu yang tak seharusnya Mas, semoga kelak kau tau akan menyesalinya. Pernikahan ini sudah penuh kebohongan, tanpa ada kejujuran sama sekali."Adam terdiam dia hanya bisa menatap tubuh istrinya yang berjalan menuju ke kamar. Ada rasa tak enak tapi dia tak bisa mengungkapkan rasa itu."Tinggalkan saja piring kotor itu Mas, nanti aku bereskan setelah bangun tidur. Aku lelah mau istirahat dulu."Asma kembali melangkah menuju ke kamar. Sejak hamil dia merasa pinggangnya sering terasa sakit, karena itu di memilih untuk istirahat saja."Sayang, pinggangmu sakit? Sini mas urut."Ternyata tadi Adam melihat, saat istrinya mengusap pinggangnya. Dia segera ke kamar dan berniat mengusuk pinggang Asma."Berbaringlah biar mas kusuk. "Meski dengan perasaan engan, Asma menurut juga untuk berbaring tengkurap. Kemudian membiarkan suaminya mengusuk pinggangnya.Tak butuh waktu lama, Asma tertidur hingga terdengar dengkuran halus. Adam tersenyum, dia berharap hubungannya dengan As
Plak ...plak ....Asma terkejut saat membuka pintu, dua tamparan mendarat di pipinya. Dia menatap ibu mertuanya, wanita itu dengan kasar mendorong tubuh Asma, hingga hampir jatuh untung ada mbak Yuni."Kau memang tak tau diri. Demi memanjakan dirimu Adam hampir kehilangan proyek besar. Entah dimana otakmu kau simpan."Asma mencoba kembali berdiri tegak. Dia menatap mertuanya yang kembali menghinanya."Perempuan jalang seperti mu memang pantas di beri pelajaran. Entah hamil dengan siapa? Tapi berani mengakui itu akan Adam."Plak ...plak ...."Asma!"Asma mematung mendengar teriakan Adam. Dia tertawa dengan kebetulan ini, pria itu datang tepat saat dia menampar mertuanya."Aku tak perduli dengan apapun yang mama katakan, tapi jangan pernah menghina kehormatan ku. Dia, bisa mama bawa kembali, aku yang akan pergi, agar mama tau aku tak berminat dengan hartanya."Asma yang belum bisa menerima segala yang terjadi. Kini harus menghadapi lagi penghinaan ibu mertuanya."Satu lagi, jika mama ta
Adam hampir pingsan, saat mendengar supir pribadi ibunya bilang, kalau mereka baru saja kecelakaan. Asma yang baru keluar kamar, heran melihat suaminya yang terlihat cemas."Mama kecelakaan, baru saja pak Anto menghubungi mas Adam."Asma menatap tak percaya, Adam segera menunjukan panggilan yangaish tersambung."Mama? Pak Anto menghubungi mas mengunakan ponsel mama?"Adam tak mendengarkan ucapan istrinya. Dia terlalu panik sehingga segera berlari, untuk melihat ibunya di rumah sakit."Mbak Yuni tolong jaga Shila. Kami pergi sebentar."Asma mengikuti Adam, untuk menjenguk mamanya di rumah sakit. Entah kenapa dia merasa ada sesuatu yang besar akan segera terjadi.Asma mencoba tenang, meski debar di dadanya semakin kencang. Dia merasa takut, tapi tak tau takut pada apa?"Mas tenang jangan ngebut, ingat keselamatan kita juga."Asma mencoba mengingatkan Adam, tapi pria itu seolah tak mendengar. Asma memegang perutnya, karena merasakan guncangan yang lumayan keras."Mas cukup, turunkan aku
"Mami! Papi! Sudah siang bangun dong, kita harus ke Bandara."Adam mengeliat mendengar teriakan di depan pintu. Bukan hanya teriakan tapi juga ketukan, dia melingkarkan tangan di pingganga istrinya dan mengigit daun telinga Asma pelan."Putrimu memanggil Papi, Mami. Pasti dia sedang mengiginkan sesuatu, lihat dulu mau apa anak itu."Asma menghempaskan tangan suaminya, lalu mencari baju tidur yang entah lari kemana. Mereka sudah menikah cukup lama, tapi gairah itu bukan surut makin meningkat saja.Setelah memakai baju tidurnya, Asma segera membuka pintu. Matanya terbuka lebar, saat anak bungsunya hendak masuk ke kamar menemui papanya."Hai ...papa sedang tidur. Kau butuh apa biar mama yang bantu?"Asma mendorong anak bungsunya lalu menutup pintu agar anak gadis itu tak nelihat kalau papanya tidur dalam keadaan bugil."Mama dan papa pasti habis."Raina memainkan alisnya membuat Asma menepuk jidat putrinya. Anak berusia 19 tahun itu tertawa melihat mamanya tersipu."Minta uang Ma, besok m
"Kenapa kau harus meninggal seperti ini Lam? Kita baru saja mau serius bertobat. Kau tinggalkan aku demi menolong mantanmu itu."Asma menarik napas, saat mendengar ucapan Raisa di makan Alam. Wanita itu membelakanginya, jadi tak tau kalau dia dan Adam datang ke makam Alam."Kalau begini apa yang akan aku lakukan, Lam. Hidup akan semakin sulit tanpamu, anak itu harus bagaimana aku besarkan nanti?"Asma mengerutkan kening lalu menatap Adam. Pria itu juga sama sepertinya, bingung dengan maksud ucapan Raisa barusan."Anak apa maksudmu, Sa?"Raisa terkejut mendengar pertanyaan Asma, dia menyingkir untuk memberi jalan bagi pasangan suami-istri itu."Kau belum menjawab pertanyaanku, Sa? Apa yang kau maksud dengan anak itu? Katakan mungkin kami bisa bantu."Asma kembali bertanya setelah selesai tabur bungga dan berdoa."Bukan urusanmu Ma, jadi jangan sok baik di depanku. Kau pasti senang karena Alam meninggal, jadi tak ada yang akan mengganggumu."Asma kembali menarik napas panjang. Raisa bel
"Assalamu'alaikum, Sayang. Sudah lima hari, betah banget tidurnya, bangun dong kagen nih."Aku mencium tangan mas Adam, hari ini dokter bilang kalau alat bantu pernapasannya sudah bisa dilepas. Awalnya aku heran tapi Dokter bilang Mas Adam sudah bisa bernapas tanpa alat bantu, tentu saja aku senang mendengarnya."Hari ini anak-anak mau ikut menjenguk Mas, tapi ibu tak mengijinkannya. Mereka sangat merindukanmu Mas, bangunlah."Aku membelai wajah mas Adam, berharap dia merasakan sentuhan tanganku dan membuatnya bangun. Aku tersenyum melihat bibirnya yang mulai merona, tidak pucat seperti beberapa hari ini."Aku mencintaimu Mas, bangunlah agar kita bisa hidup bersama dan bahagia."Aku mendekati wajah mas Adam dan mencium bibirnya. Masih dengan harapan dia bangun, setelah merasakan sentuhan di bibirnya. Namun aku terkejut saat merasakan hisapan kuat di bibirku."Tidak mungkin kau masih koma kan Mas? Kenapa bisa membalas ciumanku?"Aku menatap tajam wajah mas Adam. Tak terlihat pergerakan
"Suami saya tidak bersalah Pak, saya punya buktinya kalau wanita itu yang menjebaknya. Sekarang saya akan melaporkan balik wanita itu, pengacara saya akan mengurus semuanya."Asma menyerahkan bukti yang dia miliki. Naura terlihat pucat saat polisi memeriksa bukti yang diberikan Asma."Itu tidak mungkin pak polisi, CCTV ruangan itu sudah dimatikan."Semua orang terkejut mendengar pengakuan Naura. Wanita itu membekap mulutnya agar tidak bersuara, namun sayang semua sudah terjadi, banyak orang yang mendengar ucapannya.Plak ....Naura terdiam saat Asma menamparnya. Hingga membuat kepalanya menoleh ke samping. Wanita itu tak menyangka, mendapatkan itu dari wanita yang dia kira lemah."Kau memang wanita tak tau diri. Tega menjebak pria yang sudah baik pada keluarga dan anakmu, apa kau tak tau perbuatanmu hampir menghancurkan keluargaku. Tenang saja sebentar lagi kau akan bertemu dengan rekan kerjamu."Naura terlihat ketakutan sepertinya dia sangat takut pada rekan kerjanya. Terlihat dari ra
"Bu, apa perlu kita ke Dokter?"Asma segera duduk di samping ibunya. Wanita itu tampak berbaring memijat keningnya, dia segera bangun ketika melihat Asma datang."Tidak apa-apa, ibu hanya pusing sedikit. Kabar tadi siang sungguh membuat ibu kaget, kau harus berhati-hati Ma, ada suami dan ketiga anakmu yang butuh perhatianmu. Jangan terlalu keras hati Nak, sudahi semua masalah yang tak penting."Asma melotot ke arah Adam, pria itu hanya menundukkan kepala. Dia tau kesalahannya karena itu dia tak melawan."Asma hanya ingin dia bertanggungjawab pada perbuatannya Bu, sikap acuh pada ucapan istrinya adalah hal yang tak bisa dianggap remeh. Berkali-kali aku bilang tapi dia tak juga percaya, setelah kejadian begini aku tak bisa jika di suruh diam. Ibu tak mau aku bercerai dengan pria yang tak bersalah kan? Karena itu aku minta dia buktikan, agar lain kali dia tak seenak hati saat bicara. Apalagi tentang wanita lain yang bukan istrinya."Asma melotot saat Adam mengangkat kepala hendak bicara.
"Siapa namamu?"Asma duduk sembari menatap seorang pria dan wanita di hadapannya. Keduanya terlihat menunduk di depan Asma."Wahyu dan ini istri saya Intan.""Mantan Bu, sebentar lagi kami bercerai. Setelah pria bodoh ini, mengambil kembali harta kami yang di bawa kabur pelacur itu."Asma menatap jijik pada Wahyu. Dari ucapan Intan dia tau, kalau pria di depannya adalah selingkuhan Ani. "Jadi benar kalian kenal dengan Mbak Ani. Harta kalianlah yang digunakan wanita itu untuk datang ke kota ini, demi membalas dendam padaku."Kini Asma benar-benar mengerti, kenapa bisa Ani memiliki uang untuk bekerjasama dengan Naura. Wanita itu masih Ani yang licik."Iya, itu karena si bodoh ini. Hanya karena selangkangan wanita itu, dia rela menyerahkan tabungan kami yang tersimpan selama sepuluh tahun. Tabungan yang kami persiapkan untuk masa depan anak kami, yang dua tahun lagi masuk kuliah kedokteran."Asma terpaku ketika menyadari rasa sakit wanita di depannya, pasti sama seperti yang dia rasakan
"apa! CCTV ruanganku mati, kok bisa?"Adam geram saat mendengar ucapan dari bagian keamanan. Salahnya tak melihat langsung, kini semua kacau dia tak punya bukti dan saksi."Lebih baik kau tenang saja Pak, aku bisa melayanimu jauh lebih baik dari wanita udik itu."Adam menepis tangan Naura yang berada di pinggangnya. Entah sejak kapan wanita itu ada di ruang sekuriti."Kau boleh bermimpi tapi asal tau saja. Wanita yang kau bilang udik itu, dia jauh lebih berharga dari sampah sepertimu."Adam terlihat marah dia menatap para penjaga kantornya. Namun mereka semua tertunduk takut."Aku yang memberi kalian gaji. Tapi menjaga keamanan saja tak mampu, lihat wanita ini bisa masuk dengan mudah kemari."Para penjaga itu semakin takut, mereka bingung karena Naura mengancam, kalau berhasil menjadi istri Adam mereka akan dipecat."Usir dia atau kalian yang keluar dari perusahaan ini."Adam keluar dari ruang sekuriti setelah melihat Naura diarak keluar. Pria itu terlihat kalut karena belum menemukan
Asma mengusap bibir Adam dengan jari jempolnya. Meski berat dia harus membuat Adam tau, bahwa apa yang dia lakukan harus dipertanggungjawabkan. Jika Adam bisa lepas dari Adisty dan wanita suruhan mama tirinya, sekarang dia harus menghadapi kebodohannya itu."Beri aku waktu, jangan pernah menyerah sebelum aku bilang kalah."Asma mengangguk setelah ini biar Adam melawan Naura. Sedangkan dia akan memberi pelajaran buat Ani, sudah cukup dia mengalah sudah saatnya menyerang."Satu lagi, bisakah kau tertawa hanya denganku. Rasanya sakit melihat tawamu saat bersama Bima."Plak ....Asma menepis tangan Adam dari wajahnya. Permintaan suaminya terdengar bodoh di telinganya."Bagaimana aku bisa tertawa di depanmu. Sedangkan masalah besar justru belum kau selesaikan."Asma hendak berdiri, tapi Adam menarik tangannya hingga kembali jatuh kepangkuannya. Pria itu meletakan sendok dan memeluk pinggang istrinya."Tetaplah disini sebentar lagi. Aku belum puas memelukmu."Asma meringis mendengar ucapan A
"Siapa saksinya dan bukti apa yang dibawa Naura?"Adam bertanya pada Bima, namun pria itu tak membuka mulutnya membuat Adam kesal."Kami tak boleh memberitahu tersangka Mas. Maaf itu melangar kode etik."Bima segera pergi untuk menghindari Adam. Dia tak mau keceplosan saat bersama suami Asma."Kau yakin tak akan membantu mas Adam, Mbak. Aku rasa dia akan berada dalam masalah besar, wanita itu punya saksi dan bukti."Bima memberitahu Asma apa bukti yang wanita itu bawa. Kalau dari Adam dia bungkam tapi dengan Asma dia terbuka begitu saja."Biarkan mas Adam membereskan masalahnya. Aku akan bergerak setelah dia merasa kalah, siapa suruh membuatku marah."Bima tertawa melihat wajah calon kakak iparnya. Dia tak menyangka wanita itu begitu tegar setelah apa yang dia dengar dari Niko dan Renno."Kau cantik Mbak, sayang ada sisi menakutkan juga dalam dirimu. Ibarat mawar yang cantik tapi menyimpan duri yang tajam."Bima dan Asma tertawa tanpa melihat sorot mata penuh cemburu. Adam melihat dari