"Kau tidak usah cemas soal itu. Aku sudah meminta dokter untuk tutup mulut, aku juga mendaftarkan dirimu mengunakan nama orang lain."Asma terdiam dia tak menyangka Niko bertindak dengan sangat tepat. Kini dia lega karena tau Raisa tidak akan mengetahui rahasianya."Sekarang mau langsung pulang atau mau makan sesuatu?"Mendengar ucapan Niko Asma terdiam, karena saat ini dia ingin makan rujak ulek. Bukan di bawa pulang tapi makan di tempat."Rujak ulek?"Niko terkejut saat Asma bilang mau makan rujak ulek. Dia tak tau jenis makanan apa itu, namun tawanya lepas saat Asma memperagakan orang mengulek sambal."Oh, kalau itu aku tau tempat yang enak. Ayo kita kesana saja."Niko melajukan mobilnya menuju ke suatu tempat. Dia tau Asma pasti suka tempat itu."Nah kita sudah sampai, di sana tempat rujak ulek yang kau mau."Niko mengajak Asma turun dari mobil, lalu pergi menuju ke tenda yang terdapat steling berisi buah-buahan segar. Wanita itu bergegas menuju ke tempat itu, dia seperti tak saba
"Aku bilang lepaskan istriku, Niko!"Adam berteriak membuat para pengunjung menatap ke arahnya. Mereka penasaran apa yang terjadi sebenarnya.Bug ...bag ...bug ...."Cukup Adam, lepaskan dia atau ceraikan aku sekarang. Melihat mu menyetubuhi wanita lain, sudah cukup membuatku gila!"Asma berteriak dengan histeris. membuat Adam terkejut dan menghentikan pukulan di tubuh Niko. Sedangkan Niko berlari menghampiri Asma yang mulai limbung."Menjauhlah darinya Dam, percayalah padaku kau akan menyesal, jika mengetahui kau melakukan kesalahan lagi padanya."Niko merentangkan tangannya membuat Adam merasa muak. Tapi dia segera mundur, ketika Asma memohon agar Niko membawanya pergi."Sayang kita pulang sekarang. Tolong ijinkan aku membawa mu pulang."Adam menangis, dia merasa kehilangan cinta istrinya. Dengan hati terluka dia melihat Asma memegang baju Niko dan meminta untuk membawanya pergi."Cepat kita pergi Nik. Perutku semakin sakit."Niko panik dia bergegas mengangkat tubuh Asma. Dia menata
"Jika kau ingin kehilangan anak dan istrimu maka lakukan. Asal kau tau, aku tak akan mundur walau selangkah pun. Jika tanpa permintaan Asma langsung."Adam mengepalkan tangan, saat melihat Niko berjalan meninggalkan dirinya. Hatinya sakit karena tau pria itu pasti menjadi pilihan istrinya."Pak Niko, syukurlah anda datang. Bu Asma terpaksa harus di rawat di rumah sakit, kita butuh persetujuan keluarganya."Niko melirik Adam, saat mendengar ucapan seorang perawat. Pria itu tersenyum karena masih ada yang tak bisa di lakukan Niko saat ini."Dia istri ku, beri dia pelayanan yang terbaik. Aku akan membayarnya dan tolong, jangan sampai kalian bicara dengan orang lain tanpa seijin ku. Setiap keputusan harus melalui suaminya langsung tanpa terkecuali, jika tidak aku akan pastikan rumah sakit ini di tutup."Adam berkata dengan tegas, dia berdiri dan berhadapan langsung dengan Niko. Namun pria itu hanya tersenyum kearahnya."Pak Niko, Bu Asma ingin bertemu anda."Mendengar seorang perawat mema
Adam terdiam, dia tau mamanya tak mungkin melakukan itu. Dia hanya tau mamanya hanya ingin seorang cucu."Kalau begitu bersumpah lah. Jika mama menghancurkan aku lagi, maka kau akan membebaskan aku dari pernikahan ini."Adam terkejut dia tak menyangka Asma akan bicara begitu. Meski dia yakin ibunya tak akan bertindak kejam lagi, tapi dia juga tak rela melakukan perjanjian seperti itu"Kalau tak mau, maka hentikan niat mu memberitahu kabar ini pada semua orang, terutama mama."Adam menarik napas lalu mendekati Asma. Dia menghubungi mamanya, sebelum panggilannya di angkat, dia berucap akan melakukan seperti permintaannya. Jika mamanya masih berniat memisahkan mereka, maka jatuhlah talak satu padanya.Melihat Adam mengabarkan berita bahagia itu. Asma hanya bisa meremas bajunya dan mengusap airmata di pipinya. Seperti dugaan mereka datang beramai-ramai."Selamat mbak, akhirnya aku akan memiliki satu lagi keponakan. Lihat mama dari tadi terus saja tersenyum, dia pasti tak sabar untuk melih
Sudah aku bilang menjauhlah!"Asma berlari keluar, saat mendengar teriakan Adam. Dia tau, pasti pria itu sedang memarahi Niko, yang dia minta untuk membelikan martabak."Niko kau sudah datang? Ayo masuk. Maaf aku tak tau aku sudah sampai, mana pesanan ku?"Niko mengikuti Asma masuk ke dalam rumah. Mereka langsung menuju ke taman belakang, dimana Shila sedang bermain dengan pengasuhnya. Mereka benar-benar tak perduli dengan keberadaan Adam."Ini makanlah masih hangat, tadi aku ngebut biar tak keburu dingin."Asma segera membuka bungkusan yang di bawa Niko. Melihat itu Adam menjadi murka, dia merasa tak di hormati sebagai suami, apalagi sejak pulang dari rumah sakit. Asma menolak tidur satu kamar dengannya.Srak ... Bug ...."Cukup, aku suamimu Asma bukan dia. Kalau mau makan sesuatu bilang kenapa diam saja."Asma dan Niko terkejut, saat Adam membuang makanan yang di bawa Niko. Melihat Adam berteriak, membuat Shila takut dan menangis."Bawa dia masuk ke dalam!"Adam benar-benar marah, d
"Sekarang silahkan mama bicara. Aku akan mendengarkan, jika butuh keputusan akan aku putuskan sekarang juga."Kali ini Asma menatap mertuanya, dia tak mau lagi bersikap manis. Kenyataannya dia tak di harapkan sama sekali."Mama hanya minta bersikaplah baik pada Adam. Mau sampai kapan kau mengandalkan pria lain? Sedangkan suami mu ada. Kenapa kau cari juga pria itu atau jangan-jangan anak itu bukan anak Adam.""Cukup Ma. Ini sudah keterlaluan, sekarang juga tinggalkan rumah Adam!"Adam berteriak membuat ibunya terkejut. Wanita itu tak menyangka, anaknya bisa mengeraskan suara padanya. "Ini yang mama takutkan, Dam. Wanita ini benar-benar telah mencuci otak mu, dia membuat anak mama menjadi anak durhaka."Wanita itu menangis membuat Adam merasa bersalah. Dia menatap Asma dan kini mendekati ibunya, dia mencoba untuk menenangkannya.."Tak perlu mendekati mama, kau bujuk saja istri mu. Sekarang biarkan mama mati saja, Dam."Dengan tangisan yang menyayat hati, wanita itu berlari keluar dari
Suara Asma tercekat di tenggorokan. Dia ingin memberi Adam kesempatan, untuk merasakan menjadi seorang ayah. Meski dia masih merasa kesal, dengan ketidakpekaan suaminya. "Jadi mau bilang padaku, kalau sedang mengiginkan sesuatu, janji."Adam mengulurkan jari kelingkingnya, lalu dia mengaitkan pada jari kelingking Asma. Perlahan Adam mendekati wajah istrinya dan mengecup bibir munggil itu. Kemudian mereka hanyut dalam belaian penuh cinta.Namun tiba-tiba Adam merasa sebuah dorongan cukup keras, hingga membuatnya terjungkal dari tempat tidur. Belum lagi dia sadar apa yang terjadi terdengar pintu kamar mandi di tutup dengan sangat keras.Brak ....Adam melihat tempat tidur dalam keadaan kosong. Asma ternyata berlari ke kamar mandi, lalu terdengar wanita itu muntah-muntah. Cukup lama istrinya di dalam kamar mandi, membuat Adam sedikit cemas.Dia segera meraih semua pakaiannya yang telah berserak di lantai. Dengan cepat dia memakainya, lalu kembali mengetuk pintu kamar mandi."Sayang buka
"Bu, ada tamu yang ingin bertemu. Saya belum membukakan pagar sebelum diberi ijin."Asma menarik napas siapa yang ingin bertemu. Perasaan dia tak ada janji dengan siapapun, kalau keluarga Adam mereka biasa masuk tanpa perlu menunggu ijin."Siapa Mbak?"Asma bertanya tapi mbak Yuni hanya menggeleng, berarti dia tak kenal orang itu."Baiklah sebentar lagi saya keluar. Tolong temani Shila dulu ya, sepertinya dia masih tidur siang. Sekalian saja istirahat mbak."Setelah mendengar ucapan Asma mbak Yuni segera ke kamar Shila. Sedangkan Asma keluar untuk melihat tamu yang masih menunggu di depan pagar."Mas Alam, mau apa kau kemari? Maaf aku tak bisa mengijinkan kau masuk, karena tak ada pria di rumah ini."Asma menemui Alam tanpa membuka pagar. Dia heran darimana mantan suaminya tau dia tinggal di sini."Raisa, pasti dia yang memberitahu aku tinggal di sini. Aku tak mau ada masalah lebih baik kau pergi."Asma hendak berbalik ketika terdengar Alam memanggil namanya."Aku hanya ingin bertemu
"Mami! Papi! Sudah siang bangun dong, kita harus ke Bandara."Adam mengeliat mendengar teriakan di depan pintu. Bukan hanya teriakan tapi juga ketukan, dia melingkarkan tangan di pingganga istrinya dan mengigit daun telinga Asma pelan."Putrimu memanggil Papi, Mami. Pasti dia sedang mengiginkan sesuatu, lihat dulu mau apa anak itu."Asma menghempaskan tangan suaminya, lalu mencari baju tidur yang entah lari kemana. Mereka sudah menikah cukup lama, tapi gairah itu bukan surut makin meningkat saja.Setelah memakai baju tidurnya, Asma segera membuka pintu. Matanya terbuka lebar, saat anak bungsunya hendak masuk ke kamar menemui papanya."Hai ...papa sedang tidur. Kau butuh apa biar mama yang bantu?"Asma mendorong anak bungsunya lalu menutup pintu agar anak gadis itu tak nelihat kalau papanya tidur dalam keadaan bugil."Mama dan papa pasti habis."Raina memainkan alisnya membuat Asma menepuk jidat putrinya. Anak berusia 19 tahun itu tertawa melihat mamanya tersipu."Minta uang Ma, besok m
"Kenapa kau harus meninggal seperti ini Lam? Kita baru saja mau serius bertobat. Kau tinggalkan aku demi menolong mantanmu itu."Asma menarik napas, saat mendengar ucapan Raisa di makan Alam. Wanita itu membelakanginya, jadi tak tau kalau dia dan Adam datang ke makam Alam."Kalau begini apa yang akan aku lakukan, Lam. Hidup akan semakin sulit tanpamu, anak itu harus bagaimana aku besarkan nanti?"Asma mengerutkan kening lalu menatap Adam. Pria itu juga sama sepertinya, bingung dengan maksud ucapan Raisa barusan."Anak apa maksudmu, Sa?"Raisa terkejut mendengar pertanyaan Asma, dia menyingkir untuk memberi jalan bagi pasangan suami-istri itu."Kau belum menjawab pertanyaanku, Sa? Apa yang kau maksud dengan anak itu? Katakan mungkin kami bisa bantu."Asma kembali bertanya setelah selesai tabur bungga dan berdoa."Bukan urusanmu Ma, jadi jangan sok baik di depanku. Kau pasti senang karena Alam meninggal, jadi tak ada yang akan mengganggumu."Asma kembali menarik napas panjang. Raisa bel
"Assalamu'alaikum, Sayang. Sudah lima hari, betah banget tidurnya, bangun dong kagen nih."Aku mencium tangan mas Adam, hari ini dokter bilang kalau alat bantu pernapasannya sudah bisa dilepas. Awalnya aku heran tapi Dokter bilang Mas Adam sudah bisa bernapas tanpa alat bantu, tentu saja aku senang mendengarnya."Hari ini anak-anak mau ikut menjenguk Mas, tapi ibu tak mengijinkannya. Mereka sangat merindukanmu Mas, bangunlah."Aku membelai wajah mas Adam, berharap dia merasakan sentuhan tanganku dan membuatnya bangun. Aku tersenyum melihat bibirnya yang mulai merona, tidak pucat seperti beberapa hari ini."Aku mencintaimu Mas, bangunlah agar kita bisa hidup bersama dan bahagia."Aku mendekati wajah mas Adam dan mencium bibirnya. Masih dengan harapan dia bangun, setelah merasakan sentuhan di bibirnya. Namun aku terkejut saat merasakan hisapan kuat di bibirku."Tidak mungkin kau masih koma kan Mas? Kenapa bisa membalas ciumanku?"Aku menatap tajam wajah mas Adam. Tak terlihat pergerakan
"Suami saya tidak bersalah Pak, saya punya buktinya kalau wanita itu yang menjebaknya. Sekarang saya akan melaporkan balik wanita itu, pengacara saya akan mengurus semuanya."Asma menyerahkan bukti yang dia miliki. Naura terlihat pucat saat polisi memeriksa bukti yang diberikan Asma."Itu tidak mungkin pak polisi, CCTV ruangan itu sudah dimatikan."Semua orang terkejut mendengar pengakuan Naura. Wanita itu membekap mulutnya agar tidak bersuara, namun sayang semua sudah terjadi, banyak orang yang mendengar ucapannya.Plak ....Naura terdiam saat Asma menamparnya. Hingga membuat kepalanya menoleh ke samping. Wanita itu tak menyangka, mendapatkan itu dari wanita yang dia kira lemah."Kau memang wanita tak tau diri. Tega menjebak pria yang sudah baik pada keluarga dan anakmu, apa kau tak tau perbuatanmu hampir menghancurkan keluargaku. Tenang saja sebentar lagi kau akan bertemu dengan rekan kerjamu."Naura terlihat ketakutan sepertinya dia sangat takut pada rekan kerjanya. Terlihat dari ra
"Bu, apa perlu kita ke Dokter?"Asma segera duduk di samping ibunya. Wanita itu tampak berbaring memijat keningnya, dia segera bangun ketika melihat Asma datang."Tidak apa-apa, ibu hanya pusing sedikit. Kabar tadi siang sungguh membuat ibu kaget, kau harus berhati-hati Ma, ada suami dan ketiga anakmu yang butuh perhatianmu. Jangan terlalu keras hati Nak, sudahi semua masalah yang tak penting."Asma melotot ke arah Adam, pria itu hanya menundukkan kepala. Dia tau kesalahannya karena itu dia tak melawan."Asma hanya ingin dia bertanggungjawab pada perbuatannya Bu, sikap acuh pada ucapan istrinya adalah hal yang tak bisa dianggap remeh. Berkali-kali aku bilang tapi dia tak juga percaya, setelah kejadian begini aku tak bisa jika di suruh diam. Ibu tak mau aku bercerai dengan pria yang tak bersalah kan? Karena itu aku minta dia buktikan, agar lain kali dia tak seenak hati saat bicara. Apalagi tentang wanita lain yang bukan istrinya."Asma melotot saat Adam mengangkat kepala hendak bicara.
"Siapa namamu?"Asma duduk sembari menatap seorang pria dan wanita di hadapannya. Keduanya terlihat menunduk di depan Asma."Wahyu dan ini istri saya Intan.""Mantan Bu, sebentar lagi kami bercerai. Setelah pria bodoh ini, mengambil kembali harta kami yang di bawa kabur pelacur itu."Asma menatap jijik pada Wahyu. Dari ucapan Intan dia tau, kalau pria di depannya adalah selingkuhan Ani. "Jadi benar kalian kenal dengan Mbak Ani. Harta kalianlah yang digunakan wanita itu untuk datang ke kota ini, demi membalas dendam padaku."Kini Asma benar-benar mengerti, kenapa bisa Ani memiliki uang untuk bekerjasama dengan Naura. Wanita itu masih Ani yang licik."Iya, itu karena si bodoh ini. Hanya karena selangkangan wanita itu, dia rela menyerahkan tabungan kami yang tersimpan selama sepuluh tahun. Tabungan yang kami persiapkan untuk masa depan anak kami, yang dua tahun lagi masuk kuliah kedokteran."Asma terpaku ketika menyadari rasa sakit wanita di depannya, pasti sama seperti yang dia rasakan
"apa! CCTV ruanganku mati, kok bisa?"Adam geram saat mendengar ucapan dari bagian keamanan. Salahnya tak melihat langsung, kini semua kacau dia tak punya bukti dan saksi."Lebih baik kau tenang saja Pak, aku bisa melayanimu jauh lebih baik dari wanita udik itu."Adam menepis tangan Naura yang berada di pinggangnya. Entah sejak kapan wanita itu ada di ruang sekuriti."Kau boleh bermimpi tapi asal tau saja. Wanita yang kau bilang udik itu, dia jauh lebih berharga dari sampah sepertimu."Adam terlihat marah dia menatap para penjaga kantornya. Namun mereka semua tertunduk takut."Aku yang memberi kalian gaji. Tapi menjaga keamanan saja tak mampu, lihat wanita ini bisa masuk dengan mudah kemari."Para penjaga itu semakin takut, mereka bingung karena Naura mengancam, kalau berhasil menjadi istri Adam mereka akan dipecat."Usir dia atau kalian yang keluar dari perusahaan ini."Adam keluar dari ruang sekuriti setelah melihat Naura diarak keluar. Pria itu terlihat kalut karena belum menemukan
Asma mengusap bibir Adam dengan jari jempolnya. Meski berat dia harus membuat Adam tau, bahwa apa yang dia lakukan harus dipertanggungjawabkan. Jika Adam bisa lepas dari Adisty dan wanita suruhan mama tirinya, sekarang dia harus menghadapi kebodohannya itu."Beri aku waktu, jangan pernah menyerah sebelum aku bilang kalah."Asma mengangguk setelah ini biar Adam melawan Naura. Sedangkan dia akan memberi pelajaran buat Ani, sudah cukup dia mengalah sudah saatnya menyerang."Satu lagi, bisakah kau tertawa hanya denganku. Rasanya sakit melihat tawamu saat bersama Bima."Plak ....Asma menepis tangan Adam dari wajahnya. Permintaan suaminya terdengar bodoh di telinganya."Bagaimana aku bisa tertawa di depanmu. Sedangkan masalah besar justru belum kau selesaikan."Asma hendak berdiri, tapi Adam menarik tangannya hingga kembali jatuh kepangkuannya. Pria itu meletakan sendok dan memeluk pinggang istrinya."Tetaplah disini sebentar lagi. Aku belum puas memelukmu."Asma meringis mendengar ucapan A
"Siapa saksinya dan bukti apa yang dibawa Naura?"Adam bertanya pada Bima, namun pria itu tak membuka mulutnya membuat Adam kesal."Kami tak boleh memberitahu tersangka Mas. Maaf itu melangar kode etik."Bima segera pergi untuk menghindari Adam. Dia tak mau keceplosan saat bersama suami Asma."Kau yakin tak akan membantu mas Adam, Mbak. Aku rasa dia akan berada dalam masalah besar, wanita itu punya saksi dan bukti."Bima memberitahu Asma apa bukti yang wanita itu bawa. Kalau dari Adam dia bungkam tapi dengan Asma dia terbuka begitu saja."Biarkan mas Adam membereskan masalahnya. Aku akan bergerak setelah dia merasa kalah, siapa suruh membuatku marah."Bima tertawa melihat wajah calon kakak iparnya. Dia tak menyangka wanita itu begitu tegar setelah apa yang dia dengar dari Niko dan Renno."Kau cantik Mbak, sayang ada sisi menakutkan juga dalam dirimu. Ibarat mawar yang cantik tapi menyimpan duri yang tajam."Bima dan Asma tertawa tanpa melihat sorot mata penuh cemburu. Adam melihat dari