Gelas yang kesepuluh. Ellard meneguk kasar minuman haram yang membakar tenggorokannya itu. Pahit dan panas, tidak ia pedulikan sama sekali. Akh, ia bisa gila jika mengingat kebodoahnnya selama ini.
“Lagi,” perintahnya kepada bartender. Pria itu terlihat enggan untuk mengabulkan permintaan Ellard. Pasalnya ia bukanlah seorang peminum yang ahli. Ia sudah mabuk, matanya memerah tajam menyorotkan kemarahan, kebencian dan penyesalan. Sungguh ia terlihat sangat frustasi. Bayangan akan kegilaannya pada Naura membuatnya tertawa dengan tawa mengejek yang ia persembahkan pada dirinya.
Di hari pernikahan mereka, Naura dan Peter bahkan menghabiskan malam bersama. Menjijikkan. Memikirkan keduanya menghabiskan malam sambil menertawakan dirinya, membuatnya semakin geram. Kenapa ia bisa sebodoh itu. Kapan tepatnya kedua makhluk setan itu merencankan kebusukan mereka. Apakah itu penting sekarang? Ellard mengepalkan tangannya. Entah itu kemarin atau bertahun lamanya tetap sa
“Argghh,,” Naura menjerit kesakitan. Secara tiba-tiba Ellard menarik rambutnya. “Sakit,” rintihnya namun Ellard tidak peduli. Semakin Naura bersuara semakin ia menarik rambut wanita itu hingga kulitnya tertarik. Dan percayalah, rasa sakitnya itu luar biasa.“El, apa kau lakukan?” tangisnya mulai pecah. “Aku kekasihmu, Naura.”“Aku sedang bermimpi, sayang. Sstt.” Meletakkan jari telunjuknya di bibir Naura. “Aku ingin berbagi mimpiku denganmu. Bukankah kau sangat peduli padaku, hmm? Biarkan aku menceritakan seperti apa mimpi yang kualami.” Menarik rambut Naura hingga tubuhnya terseret ke bawah.“Ssa-sakit,”“Saat itu aku tidak boleh menangis. Jangan menangis dulu, ini belum seberapa.” Masih dengan tubuh yang sempoyongan, Ellard menyeret Naura ke dalam kamar mandi. “Naiklah ke bathup,” perintah Ellard.Naura menggeleng ketakutan, ia sudah
“Apa yang kau lakukan?” tanya Emily yang memang tidak bisa melihat tindakan yang sedang dilakukan Peter.“Mengirimkan videomu,” Dan seketika Emily menjerit karena Peter dengan sengaja menarik rambutnya ke atas. “Ya, sayang menjerit lebih keras,” perintah Peter dengan tertawa puas.Emily bungkam, memilih untuk menahan rasa sakit atas kekasaran yang dilakukan Peter terhadapnya.“Menyakitimu sedikit menyiksaku, Em. Harusnya kau menuruti semua perkataanku maka kita tidak perlu mengalami ini semua.” ucap Peter di atas wajahnya.“Aku lebih baik mati daripada harus mengikuti keserakahanmu. Dan apa aku fikir pria itu peduli setelah melihat apa yang kau kirim? Sayang sekali perbuatan yang kau lakukan ini sia-sia. Pria dan wanitamu saat ini sedang menikmati malam mereka. Tidak perlu kujelaskan malam seperti apa yang kumaksud, tentunya kau lebih tahu sifat liar kekasihmu itu,” cetus Emily dengan berani samb
Satu minggu berlalu, Emily juga belum sadarkan diri membuat hidup Ellard semakin kacau. Dan selama satu minggu itu, Ellard sudah dua kali tumbang karena kekurangan gizi. Tidur dan makan tidak teratur, hanya alkhol yang menemani. Dalam sekejap ia menjadi seorang pecandu minuman haram tersebut. Tidak ada yang ia dengarkan, termasuk Morin, Jovan dan Edward. Dalam kurun waktu tersebut, Ellard benar-benar tidak dikenali, penampilannya berubah total.Wajah tampannya kini remuk oleh rasa penyesalan yang mendalam juga berbaur dengan kemarahan yang tidak tersalurkan. Penampilannya sangat berantakan. Dagunya mulai ditumbuhi bulu-bulu tak beraturan dan ia enggan untuk bercukur. Matanya merah menahan kantuk, marah dan juga karena ia sedang di bawah pengaruh alkhol.Pria itu tidak lagi serupa dengan dirinya seperti hari kemarin. Tubuh kekarnya tampak membungkuk, padahal sebelumnya selalu terlihat jangkung dan penuh wibawa.Garis-garis kesedihan dan penyesalan terpahat jelas
Ciittt...Mobil di rem mendadak membuat Emily terhempas ke depan hingga kepalanya membentur setir kemudi.“Apa itu,” tanyanya dengan wajah gugup, mengabaikan ringisan seseorang yang ada di sampingnya, tepatnya di bangku penumpang.“Sepertinya kepalaku benjol,” adu wanita itu seraya memegangi dahinya.“Sepertinya kita menabrak sesuatu,” Emily masih mengabaikan rintihan manusia yang berada di dalam mobil bersamanya. Rena, teman yang baru ia kenal beberapa bulan terakhir ini.“Bukan kita, tapi kau!” protes Rena dengan kesal sembari keluar dari dalam mobil untuk memeriksa apa yang terjadi. “Sudah kukatkan sebaiknya aku yang menyetir,” gerutunya dan detik berikutnya wanita itu terkejut melihat sesosok tubuh tergeletak di tanah. Ia panik seketika begitu menggoncang tangan orang tersebut menggunakan sebelah kakinya dan tidak ada respon sekali. Rena mengedarkan pandangannya ke segala penjuru dan s
Ellard terdiam, terpaku dan terhenyak di tempatnya. Masih sulit ia percaya bahwa wanita yang ada di hadapannya beberapa menit lalu benar adalah istrinya, tepatnya mantan istrinya. Ya, si Tn. Penyendiri adalah Ellard.Bibirnya tersungging tipis mengetahui Emily sudah bisa melihat namun tidak mengenalinya. Ada rasa haru, bahagia dan juga sedih. Entahlah, sulit buatnya untuk mendefenisikan perasaannya saat ini.Masih segar dalam ingatannya saat ia mengalami kecelakaan empat bulan lalu di mana sahabatnya Edward juga mengalami hal serupa karena ban dan rem mobil yang bermasalah akibat ulah Peter. Pria itu sengaja merusak rem mobil untuk membuat Ellard celaka namun sayangnya Edward lah yang mengemudi mobil itu.Edward masih sempat dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatakan pertolongan, sementara Ellard hanya mengalami patah tulang, luka di kepala dan juga lehernya. Beberapa pecahan kaca menancap di sana. Hal itu tidak lantas membuatnya kehilangan kesadaran.&l
Ellard menghentikan mobil sesuai perintah Emily di sebuah halaman yang cukup luas dan sejuk. Masih dari dalam mobil Ellard memperhatikan sekeliling, tidak jauh di depan mereka terlihat sebuah bungalow sederhana yang atapnya terbuat dari jerami. Tidak jauh dari sana terdapat dua buah ayunan. Sedangkan berhadapan dengan bungalow tersebut terdapat taman bunga dan kebetulan sedang bermekaran. Hari sudah pagi begitu mereka sampai di sana dan Ellard bisa melihat dengan jelas beberapa kupu-kupu beterbangan di sana.Memiringkan kepala ke kiri, Ellard melihat sebuah rumah yang terbuat dari kayu. Sederhana tapi sangat indah.“Kita sudah sampai, kau ingin kopi?” tawar Emily dan menunggu jawaban Ellard ia masuk ke dalam rumahnya dan berjalan ke dapur untuk membuartkan kopi.“Kopimu,” Emily meletatkkannya di atas meja begitu Ellard memasuki dapur. Ellard duduk memperhatikan Emily yang terlihat menyeduh teh untuknya. Ya, ia masih mengingat bahwa
Sarapan selesai dengan menu yang ala kadarnya dan kini keduanya sama-sama diam membisu. Baik Ellard maupun Emily tidak tahu harus membahas dan membicarakan apa lagi. Diamnya mereka membuat suasan sedikit canggung.“Hm, sebaiknya aku pulang. Terima kasih untuk sarapannya,” dengan berat hati akhirnya Ellard beranjak dari kursinya. Jika ditanya hatinya, ia enggan untuk pergi dari sana. Sungguh ia masih penasaran dengan kehidupan Emily, tepatnya siapa yang sudah menikahinya karena tidak ada satu hal atau benda apa pun di rumah itu yang bisa memberikan ia petunjuk.Di samping rasa penasarannya, di satu sisi Ellard juga merasa tertohok bagaimana bisa Emily tidak mengenalinya sama sekali. Lalu di detik berikutnya ia menghela napas panjang. Memangnya apa yang ia harapkan? Andai Emily mengenalinya, ia yakin wanita itu tidak akan sudi duduk di meja yang sama dengannya sambil menikmati sarapan mereka.Ellard juga tidak bisa menyalahkan Emily yang tidak mengenal
"Ka-kau sudah betistirahat. Se-sebaiknya kau pulang," Emily berdiri dari kursinya, melangkah terburu-buru ke arah pintu keluar. Malu, itu lah yang ia rasakan. Astaga, memangnya apa yang ia fikirkan saat menonton tayangan itu dan sialnya ia baru melihat sedikit belum seluruhnya dan pria itu sudah bangun saja. Dan apa yang ia katakan tadi, menontonlah dengan suamimu, hah? Artinya ia sudah menonton film itu bukan. Membayangkan hal itu Emily semakin malu, wajahnya memanas memikirkan apa yang akan difikirkan pria iti tentang dirinya.Heh Emily tidak ada yang salah, kau sudah dewasa. Kau bisa menontonnya! Emily menenangkan dirinya sendiri.Tapi tetap saja aneh rasanya. Itu film penuh kontroversi. Banyak adegan dewasa yang tidak layak dipertontonkan! Malaikat dalam diri Emily turut andil bersuara."Salahkan Rena yang meracuniku!" gerutunya sembari membuka pintu."Apa kau sedang mengusirku?"Emily berjengkit kaget mendengar su