Sarapan selesai dengan menu yang ala kadarnya dan kini keduanya sama-sama diam membisu. Baik Ellard maupun Emily tidak tahu harus membahas dan membicarakan apa lagi. Diamnya mereka membuat suasan sedikit canggung.
“Hm, sebaiknya aku pulang. Terima kasih untuk sarapannya,” dengan berat hati akhirnya Ellard beranjak dari kursinya. Jika ditanya hatinya, ia enggan untuk pergi dari sana. Sungguh ia masih penasaran dengan kehidupan Emily, tepatnya siapa yang sudah menikahinya karena tidak ada satu hal atau benda apa pun di rumah itu yang bisa memberikan ia petunjuk.
Di samping rasa penasarannya, di satu sisi Ellard juga merasa tertohok bagaimana bisa Emily tidak mengenalinya sama sekali. Lalu di detik berikutnya ia menghela napas panjang. Memangnya apa yang ia harapkan? Andai Emily mengenalinya, ia yakin wanita itu tidak akan sudi duduk di meja yang sama dengannya sambil menikmati sarapan mereka.
Ellard juga tidak bisa menyalahkan Emily yang tidak mengenal
"Ka-kau sudah betistirahat. Se-sebaiknya kau pulang," Emily berdiri dari kursinya, melangkah terburu-buru ke arah pintu keluar. Malu, itu lah yang ia rasakan. Astaga, memangnya apa yang ia fikirkan saat menonton tayangan itu dan sialnya ia baru melihat sedikit belum seluruhnya dan pria itu sudah bangun saja. Dan apa yang ia katakan tadi, menontonlah dengan suamimu, hah? Artinya ia sudah menonton film itu bukan. Membayangkan hal itu Emily semakin malu, wajahnya memanas memikirkan apa yang akan difikirkan pria iti tentang dirinya.Heh Emily tidak ada yang salah, kau sudah dewasa. Kau bisa menontonnya! Emily menenangkan dirinya sendiri.Tapi tetap saja aneh rasanya. Itu film penuh kontroversi. Banyak adegan dewasa yang tidak layak dipertontonkan! Malaikat dalam diri Emily turut andil bersuara."Salahkan Rena yang meracuniku!" gerutunya sembari membuka pintu."Apa kau sedang mengusirku?"Emily berjengkit kaget mendengar su
Ellard semakin panas dingin melihat keakraban yang ditunjukkan Emily dan pria yang Emily panggil dengan nama Frans. Siap pria itu? Ada hubungan apa diantara mereka? Emily terlihat bahagia saat berbicara dengannya. Matanya berbinar indah menunjukkan bahwa ia sedang benar-benar sedang berbahagia."Aku belum sarapan. Bisakah kau membuatkannya untukku," Frans memasang wajah memelas seperti anak kucing yang meminta kepada induknya. Emily tergelak seraya mengangguk. Dan percayalah, ingin rasanya Ellard melayangkan tinjunya ke wajah pria asing itu."Baiklah, ayo kita ke dapur," Emily segera berdiri diikuti oleh Frans. Dan Ellard tidak tinggal diam, ia pun ikut berdiri membuat Emily dan Frans menoleh ke arahnya."Akh ya, siapa pria ini, Em?" tanya Frans yang menatap Ellard penuh intimidasi. Ellard yang mendapat tatapan tidak bersahabat dari pria asing itu tidak terima juga menatapnya tidak kalah sengit."Hm, Tuan Penyendiri," jawaban Emily membu
Ellard hanya bisa diam menyaksikan keseruan Emily bersama Frans yang sedang bermain game. Keduanya duduk di lantai sambil bersila. Sesekali Frans mengumpat karena Emily berhasil mengalahkannya, dan disaat Frans mengumpat di situ Ellard sengaja berdehem memberi kode agar Frans memperhatikan sikapnya."Ye, aku menang lagi!" Pekik Emily girang. Tiga kali kemenangan mutlak ia dapatkan. Dan ia semakin senang melihat wajah Frans yang frustasi seolah tidak bisa menerima kekalahannya."Aku menang dan kau kalah!!" Emily mengambil lipstik dan melukis bebas di wajah tampan Frans. Wajah tampan itu kini tidak berbentuk lagi. Frans terlihat seperti badut. Ya, taruhan mereka adalah melukis di atas wajah bagi yang menang."Lihatlah, dia lucu sekali!" adunya pada Ellard yang hanya menatap Frans dengan wajah datar."Kelihatan sekali kalau kau sangat senang, Em," tukas Frans menatap Em
Ellard menikmati makan malamnya dalam diam, mengabaikan dua orang yang duduk bersamanya di meja yang sama. Fikirannya masih melayang pada kejadian beberapa menit lalu di mana keduanya berpelukan dengan sangat intim.Tapi disaat ia mengabaikan keduanya, ternyata baik Emily tau pun Frans juga tidak memedulikan kehadirannya sama sekali. Keduanya terlalu sibuk membicarakan hal yang hanya dimengerti oleh keduanya.“Jadi kau akan pulang besok pagi?” tanya Emily sembari menatap Frans yang terlihat sangat menikmati sop buatan Ellard.Pria itu menganggukkan kepala, mengunyah dan menghabiskan makanannya di dalam mulut sebelum bersuara menjawab pertanyaan Emily.“Hm, aku akan pulang besok. Aku ada pekerjaan, dan segera temui aku,” Frans melirikkan matanya pada Ellard dan pria itu hanya menatapnya datar, tidak memberikan reaksi sama sekali.&nb
Perasaan membuncah dan menggebu-gebu kini dirasakan oleh seorang Ellard. Rasa manis dari bibir Emily membuatnya semakin gila dan menggila. Ia ingin waktu berhenti detik itu juga. Saat ini terlalu indah. Andai ini mimpi, ia tidak ingin terbangun, tidak keberatan akan tidur panjang selamanya, dan ndai ia bisa menghentikan waktu, sudah ia hentikan sejak tadi.Tapi kenyataan tetaplah kenyataan, walaupun indah tautan bibir mereka harus dihentikan. Mereka butuh oksigen, jika mereka memang akan benar-benar tidur panjang selamanya karena kekurangan oksigen.Keduanya saling mengunci tatapan dengan napas memburu serta ekpresi yang sulit untuk diartikan. Kerinduan, penyesalan berbaur jadi satu.“Kenapa kau mengizinkanku?” tanya Ellard di tengah jantungnya yang belum bisa berdetak normal. Percayalah, ia merasakan perasaan yang meletup-letup yang bisa saja meledak setiap waktu.
“Berhati-hati saat mengemudi,” nasehat Emily pada Frans.Frans dan Rena memutuskan untuk pulang malam itu juga, sengaja memberi ruang untuk pasangan suami istri yang baru dipertemukan setelah beberapa bulan lamanya.“Jangan lupa untuk segera menemuiku,” Frans menatap Emily penuh arti.Emily tersenyum membuat pria di sampingnya yang tidak lain adalah suaminya-Ellard merangkul bahunya dengan posesif.“Ya, aku akan menghubungimu dengan segera,” ucapnya sembari melambaikan sebelah tangannya.“Ajak aku jika ingin menemuinya,” Ellard menunjukkan kecemburuannya secara terang-terangan begitu Frans dan Rena sudah pergi.Emily mengangguk sembari tersenyum, bergelayut manja di lengan Ellard dan meletakkannya di bahu suaminya itu. Nyaman, sangat nyaman sekali.&nb
“Selamat siang, sayang,” Ellard mengecup kening dan pipi Emily, membangunkan istrinya dengan cara yang begitu sangat manis. Apa lagi yang bisa ia lakukan selain memperbudak dirinya atas cinta yang begitu besar Emily persembahkan untuknya.Matahari sudah bersinar begitu terang saat ia membuka matanya dan menemukan Emily sedang tertidur pulas di atas dadanya. Pemandangan yang begitu sangat indah. Ucapan syukur ia lantunkan mendapati kenyataan yang ternyata bukanlah hanya mimpi indah semata. Malam yang mereka lewati nyata adanya.Oh Tuhan, Ellard benar-benar kehilangan kata-kata. Kini ia berjanji tidak akan mengeluh atas hidup yang akan ia jalani kedepannya. Berkah yang ia dapat sudah terlalu nikmat.“Uhmmn,,” Emily mengerang lembut, tidurnya terusik dengan kecupan-kecupan hangat di seluruh wajahnya.“Ell,” erangnya.“Hmm,” Ellard mengulum senyumnya. Emily begitu sangat cantik, sungguh jantungnya memompa
Ada kenyataan yang harus terus difahami dan dimengerti, bahwa tidak setiap keinginan, perjuangan akan terbalas sesuai harapan. Tapi, meski begitu, ada juga kenyataan yang harus selalu kita tahu, bahwa apa pun itu, walau tidak seperti yang kita inginkan tetap saja hidup berjalan sesuai takdir. Satu yang pasti, Tuhan pasti memberikan yang terbaik.Seperti Ellard yang awalnya begitu sangat membenci Emily, kini berubah haluan begitu sangat memuja wanita yang tidak lain adalah istrinya. Kesalahfahaman yang terjadi antara keduanya akhirnya terselesaikan oleh waktu. Yang benar akan menang pada akhirnya.Ada sesuatu yang menanti setelah banyak kesabaran melalui ujian dan rintangan yang dijalani. Buah dari kesabaran adalah sesuatu yang pastinya sangat indah, membuat terpana hingga melupakan betapa pedihnya itu rasa sakit.Jika mencintai orang yang tepat, kebahagiaan dan kenyamanan yang akan didapatkan, namun jika yang dirasakan adalah kesedihan dan rasa sakit artinya men
"Wueekk!" Emily memuntahkan isi perutnya. Wajahnya pucat pasi, seakan menahan sakit yang luar biasa.Ellard pun terbangun begitu mendengar Emily muntah. Dengan sigap ia berlari ke dalam toilet."Kau baik-baik saja?" tanya Ellard penuh khawtir. "Wajahmu pucat. Apa kau memakan sesuatu yang salah?"Emily mengernyit, menatap bingung ke arah Ellard melalui cermin besar yang ada di hadapannya."Aku suamimu, kita sudah menikah beberapa tahun," jelas Ellard sebelum Emily sempat bertanya."Aku merasa mual," adu Emily dengan wajah meringis menahan sakit."Akan kupanggil Morin untuk memeriksa," Ellard pun menuntun Emily ke luar dari dalam toilet. Ia juga membantu Emily untuk membaringkan tubuhnya di atas ranjang lalu mengambil ponse untuk menghubungi saudarinya -Morin."Emily mual dan muntah. Tolong kau periksa dia," ucap Ellard to the point begitu panggilannya terhubung. "Sekarang juga!" imbuhnya penuh tekanan."M
Emily melihat jam tangannya. Pukul 16.01. Belum waktunya pulang jam kantor tapi Ellard sudah berada di kamar mereka."Kau pulang cepat hari ini?" Emily berjalan mendekat ke arahnya.Ellard mengangguk sambil tersenyum. "Mulai hari ini aku akan bekerja dari rumah," menarik Emily agar duduk di atas pangkuannya."Kenapa?""Perusahaan membosankan. Kau juga selalu ingkar janji. Tidak pernah datang tepat waktu," Ellard mengecup tengkuk Emily.Emily hanya diam karena tidak tahu harus memberi reaksi seperti apa."Apa yang sedang kau kerjakan?" tanya Emily mengalihkan topik."Aku sedang mencari fotoku yang paling keren," sahut Ellard sembari menunjukkan layar laptopnya."Untuk apa?" tanya Emily dan mulai memperhatikan satu persatu foto Ellard."Aku akan memajangnya di kamar kita. Di setiap sudut ruangan." Ellard menatapnya teduh. Kembali perasaan berkecamuk menghampirinya. Pembicaraan Emily dan Frans kini terdengar jelas di telingan
"Aku akan datang membawakan makan siang untuk kita," Emily berjinjit dan mendaratkan satu kecupan hangat di pipi kanan Ellard."Aku sudah memasukkan nomorku di ponselmu. Segera angkat teleponku jika aku menghubungimu," Ellard mengusap lembut kepala Emily.Sesungguhnya ia tidak ingin meninggalkan Emily disaat benaknya menyisakan banyak tanya yang menuntut jawaban ada apa gerangan yang terjadi dengan istrinya.Kejanggalan-kejanggalan sikap Emily sangat mengusiknya. Jika mengikuti kata hatinya, ingin rasanya ia membawa Emily ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh.Ellard sebenarnya sudah memiliki dugaan-dugaan atas apa sebenarnya yang sedang dialami Emily. Apa pun itu sesungguhnya ia tidak peduli. Hanya saja yang ia khawatirkan hal itu bisa melukai dan menyakiti Emily. Sungguh ia tidak akan sanggup lagi untuk melihat Emily terluka. Untuk itu lah ia juga menahan diri agar tidak bertanya secara terang-terangan kepada Emil
"Argghhhhh!!" teriakan Emily sontak saja membuat Ellard terbangun dari tidur nyenyaknya."Ada apa, sayang?" Ellard menatap Emily khawatir. Apa gerangan yang membuat Emily histeris di pagi hari. Ya, Ellard melirikkan mata ke arah nakas dan melihat jam weker yang menunjukkan jam 05.30."Apa kau mengalami mimpi buruk?" mengulurkan tangan berniat untuk memeluk dan menenangkan Emily.Plak!Emily dengan kasar menepis tangan Ellard dan baru lah pria itu menyadari cara Emily menatapnya begitu berbeda. Seperti orang asing yang takut melihat keberadaannya."Emily?" panggil Ellard penuh hati-hati, tapi jangan tanya jantungnya yang memompa, berpacu lebih cepat. Ke mana tatapan teduh yang selalu Emily tunjukkan padanya selama ini. Apakah Emily mulai berubah fikiran. Pertanyaan demi pertanyaan menyerang batinnya, membuat perasaannya semakin tidak menentu."SIAPA KAU?! KENAPA KAU ADA DI KAMARKU?!"Butuh beberapa d
“Selamat datang!” Emily merentangkan kedua tangannya menyambut kepulangan Ellard.Mendapat sambutan ceria dari Emily, Ellard mengulum senyumnya. Segera meletakkan tas kerjanya, Ellard pun membawa Emily ke dalam pelukannya. “Kau sangi sekali,” bisik Ellard dengan nada menggoda.“Aku sengaja melakukannya untuk membuatmu senang. Apa kau terhibur? Aku berdandan untukmu,” seru Emily dengan wajah merona.Perasaan Ellard dipenuhi oleh bunga-bunga yang bermekaran. Tadinya ia menolaj untuk bekerja dalam waktu dekat. Namun Emily terus saja membujuknya, dengan syarat akan sering mengunjungninya ke kantor. Baru hari pertama bekerja, Emily sudah mengingkari janjinya. Ellard menantikan kedatanganya namun istrinya tak kunjung datang. Ia uring-uringan tidak jelas. Mencoba menghubungi telepon rumah, namun istrinya tidak berada di sana membuatnya semakin galau.Namun begitu melihat sambutan Emily yang manis, kegalau
“Apakah kita akan tinggal di sini?” tanya Ellard begitu mereka kembali ke dalam kamar. Ellard masih merasa tidak nyaman jika berlama-lama duduk bersama Rebcca. Beruntung Morin dan Jovan ada jadwal operasi sehingga mereka segera pergi setelah sarapan.“Apa kau keberatan?” Emily yang merapikan tempat tidur menghentikan kegiatannya dan menoleh pada Ellard yang duduk manis di sofa seraya memperhatikannya.“Aku tidak keberatan, hanya saja kita juga memiliki rumah,” Ellard beralasan. Faktanya ia memang tidak menyukai harus tinggal di dalam satu atap bersama Rebecca.“Rumahnya sudah kujual,” cicit Emily dengan wajah memelas.Ellard mengerjap, mencoba mencerna kalimat yang baru saja dicetuskan oleh Emily.“Apa kau mengatakan bahwa kau sudah menjual rumah kita, sayang?”Emily menganggukkan kepala, “Aku sudah pernah mengatakan bahwa aku kesepian. Rumah itu selalu
Tok. TokTerdengar ketukan dari luar kamar. Emily dan Ellard yang hendak tidur kompak duduk kembali.“Aku akan membuka pintu,” Ellard menyingkap selimut dan turun dari atas ranjang.Emily pun melakukan hal yang sama, mengikuti suaminya dari belakang. Emily dan Ellard mengernyit begitu melihat Rebecca berdiri di sana.“Ini sudah hampir jam 22.00, ada apa?” ketus Ellard yang langsung mendapat tepukan di lengannya dari sang istri tercinta.“Ibu membutuhkan sesuatu?” tanya Emily dengan lembut.Rebecca pun ikut tersenyum sembari menggeleng, “Aku hanya ingin mengucapkan selamat malam,” Rebecca mengusap kepala Emily penuh sayang.“Oh Ibu, selamat malam dan selamat beristrahat,” Emily merentangkan kedua tangannya dan memeluk Rebecca, dan semua hal itu tidak luput dari perhatan Ellard.Sepertinya Emily melupakan janjinya yang mengatakan akan menemui Rebecca untuk mengucapkan se
Rebecca menatap Ellard dengan penuh kelembutan juga kerinduaan. Sungguh ia ingin sekali memeluk Ellard, memohon maaf atas apa yang sudah ia lakukan selama ini. Seiring berjalannya waktu dan bertambahnya usianya, penyesalan itu pun ia rasakan dengan sendirinya. Memangnya apa salah pria itu disaat suaminya yang bermain curang. Jika ditanya soal kondisi yang dialami Ellard, apakah ia menginginkan hal itu, terlahir hanya dari sebuah perselingkuhan.Sama seperti Ellard yang menyesali perbuatannya terhadap Emily, demikian juga Rebecca merasakan hal yang sama. Kekerasan-kekerasan yang ia lakukan dahulu seolah diputar ulang di hadapannya. Kejam, ya, satu kata itu lah yang pantas disematkan padanya. Di mana hati nuraninya dulu saat menyiksa anak laki-laki yang begitu sangat mencintainya dan menginginkan perhatiaannya. Sekarang, disaat ia menyesali semuanya anak laki-laki tersebut sudah sangat membencinya dan bahkan tidak sudi untuk melihatnya.Rebecca mencoba untuk meneri
Ada kenyataan yang harus terus difahami dan dimengerti, bahwa tidak setiap keinginan, perjuangan akan terbalas sesuai harapan. Tapi, meski begitu, ada juga kenyataan yang harus selalu kita tahu, bahwa apa pun itu, walau tidak seperti yang kita inginkan tetap saja hidup berjalan sesuai takdir. Satu yang pasti, Tuhan pasti memberikan yang terbaik.Seperti Ellard yang awalnya begitu sangat membenci Emily, kini berubah haluan begitu sangat memuja wanita yang tidak lain adalah istrinya. Kesalahfahaman yang terjadi antara keduanya akhirnya terselesaikan oleh waktu. Yang benar akan menang pada akhirnya.Ada sesuatu yang menanti setelah banyak kesabaran melalui ujian dan rintangan yang dijalani. Buah dari kesabaran adalah sesuatu yang pastinya sangat indah, membuat terpana hingga melupakan betapa pedihnya itu rasa sakit.Jika mencintai orang yang tepat, kebahagiaan dan kenyamanan yang akan didapatkan, namun jika yang dirasakan adalah kesedihan dan rasa sakit artinya men